Anda di halaman 1dari 28

BAB II

LANDASAN TEORITIS

Pada bab ini, penulis akan menguraikan tentang konsep dasar anatomi

fisiologi saluran pencernaan khususnya mengenai dinding perut, kanalis

inguinalis, segitiga hesselbach, usus kecil dan usus besar dan konsep dasar

anatomi fisiologi reproduksi pria : scrotum. Pada bab ini penulis juga akan

menguraikan tentang konsep dasar hernia yang meliputi pengertian, etiologi,

patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan diagnostik yang dilakukan,

penatalaksanaan dan komplikasi yang terjadi, serta asuhan keperawatan yang

meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana tindakan keperawatan yang

dilakukan , pelaksanaan tindakan keperawatan dan evaluasi yang diharapkan.

A. Konsep Dasar Anatomi fisiologi

Saluran pencernaan merupakan saluran yang menerima makanan dari luar

dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses

pencernaan ( pengunyahan, penelanan, dan pencampuran ) dengan enzim dan

zat-zat cair yang terbentang dari mulut ( oris ) sampai anus (Syaifuddin, 1997,

hal.75).

1. Rongga mulut

Bibir, lidah, geligi dan kelenjar ludah merupakan bagian-bagian

yang ada di dalam rongga mulut dan berperan pada penyiapan atau

5
6

absorpsi makanan. Kelenjar secara kontinue mensekresi saliva yang

mengandung banyak air dan pelarut lainnya (Ester, 2001, hal. 2). Mulut

adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri dari 2 bagian yaitu;

bagian luar yang sempit (vestibula) yaitu ruang di antara gusi, gigi, bibir

dan pipi dan bagian rongga mulut / bagian dalam yang dibatasi oleh tulang

maksilaris, palatum dan mandibularis di sebelah belakang bersambung

dengan faring (Syaifuddin, 1997, hal.77).

2. Faring

Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan

kerongkongan (esofagus), di dalam lengkung faring terdapat tonsil

(amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung

limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi (Syaifuddin, 1997,

hal.78). Secara aktif menggerakkan makanan ke dalam esofagus, sambil

menutup selama proses menelan (Ester, 2001, hal. 2).

3. Esofagus

Menurut Sjamsuhidajat dan Jong (1998) esofagus merupakan

saluran yang menghubungkan dan menyalurkan makanan dari rongga

mulut ke lambung. Panjang esofagus  25 cm, mulai dari faring sampai

pintu masuk kardiak di bawah lambung (Syaifuddin, 1997, hal. 77).

4. Lambung

Menurut Ester (2001) lambung berbentuk seperti buah pir,

berrongga dan organ yang dapat mengembang. Fungsi utama lambung


7

adalah sebagai penerima makanan dan minuman oleh fundus dalam

pencernaan awal oleh asama lambung dan pepsin (Sjamsuhidajat dan Jong,

1998, hal. 729).

5. Dinding Perut

Dinding perut mengandung struktur muskulo aponeurosis yang

kompleks. Di bagian belakang, struktur ini melekat pada tulang belakang,

di sebelah atas pada iga, dan di bagian bawah pada tulang panggul.

Dinding perut memiliki 3 otot yaitu muskulo oblikus abdominis ekstrenus,

muskulo abdominis internus dan muskulo tranversus abdominis. Dinding

perut membentuk rongga perut yang melindungi isi rongga perut.

Integritas lapisan muskulo aponeurosis dinding perut sangat penting untuk

mencegah terjadinya hernia bawaan maupun dapatan (Sjamsuhidajat &

Jong, 1997, hal. 696).

6. Kanalis Inguinalis

Kanalis Inguinalis dibatasi di kraniolateral oleh anuluis inguinalis

internus yang merupakan bagian terbuka dari fasia transversalis dan

aponeurosis muskulo transversus abdominis. Kanal berisi tali sperma pada

pria, dan ligamentum rotundum pada wanita (Sjamsuhidajat & Jong, 1997,

hal. 704).

7. Segitiga Hesselbach

Segitiga Hesselbach merupakan daerah yang dibatasi oleh

ligamentum inguinal di bagian inferior, pembuluh epigastrika inferior di


8

bagian lateral dan tepi otot rektus di bagian medial. Dasar segitiga

hesselbach dibentuk oleh fasia transversal yang diperkuat oleh serat

aponeurosis muskulo transversus abdominis yang kadang-kadang tidak

sempurna sehingga daerah ini potensial untuk menjadi lemah

(Sjamsuhidajat & Jong, 1997, hal. 705).

Gambar 1 : Anulus Inguinalis Superfisialis


(Putz & Pabst, 2002, hal. 174).
9

8. Usus kecil

Panjang usus halus kurang lebih 6 meter (Sjamsuhidajat & Jong,

1997, hal. 835). Usus halus terletak di daerah umbilikus dan dikelilingi

oleh usus besar (Pearce, 2000, hal. 188).

Menurut Ester (2001) usus halus dibagi dalam 3 bagian, yaitu :

a. Duodenum, mulai dari katup pilorik dari lambung dan

berlanjut kurang lebih 25 cm sampai bertemu dengan jejunum.

b. Jejunum, panjangnya 2,5 meter, adalah bagian tengah dari

usus halus dan berlanjut pada ileum.

c. Ileum, panjangnya 3,6 meter adalah bagian akhir.

9. Usus besar

Usus besar (intestinum mayor / kolon) merupakan saluran

pencernaan berupa usus berpenampang luas atau berdiameter besar dengan

panjangnya lebih kurang 1,5 – 1,7 meter dan berpenampang kurang lebih 5

cm. Usus besar merupakan lanjutan dari usus halus yang tersususn sepert

huruf U terbalik dan mengelilingi usus halus (Syaifuddin, 2002, hal. 187).

Kolon memanjang dari ileum usus halus sampai anus, lubang akhir (Ester,

2001, hal. 7).

10. Anus

Adalah bagian akhir dari saluran pencernaan yang menghubungkan rectum

dengan dunia luar (Syaifuddin, 2002, ha. 80). Kanalis analis berukuran

panjang kurang lebih 3 cm (Sjamsuhidajat & Jong, 1997, hal.


10

Gambar 2 : Organ Pencernaan


(Rosdahl & Kawalski, 2002, hal. 306).
11

Untuk melakukan fungsinya, semua sel tubuh memerlukan nutrisi.

Nutrisi ini harus diturunkan dari masukan makanan yang banyak mengandung

zat gizi bagi tubuh. Saat makanan didorong melalui saluran gastrointestinal,

makanan mengalami suatu proses sampai dapat diabsorbsi oleh tubuh

(Smeltzer & Bare, 2001, hal. 984). Menurut Smeltzer dan Bare (2001) proses

pencernaan makanan adalah sebagai berikut :

a. Pencernaan oral

Proses pencernaan mulai dari mengunyah, dimana makanan

dipecah menjadi partikel kecil yang dapat ditelan dan dicampur dengan

enzim-enzim pencernaan. Makanan saat dikunyah, akan bercampur dengan

saliva sehingga memudahkan untuk menelan.

b. Menelan

Menelan diatur oleh sistem saraf pusat tepatnya di medulla

oblongata. Saat makanan ditelan, epiglotis bergerak menutup lubang

trakea karenanya mencegah aspirasi makanan ke dalam paru-paru.

Menelan mengakibatkan bolus makanan masuk ke dalam esofagus atas.

Otot halus di dinding esofagus akan berkontraksi ke arah lambung untuk

mendorong makanan sepanjang saluran.

c. Kerja lambung

Kontraksi peristaltik di dalam lambung mendorong isi lambungnya

ke arah pilorus, partikel ini diaduk kembali ke korpus lambung. Dengan

cara ini makanan secara mekanis dicampur dan dihancurkan menjadi


12

partikel yang lebih kecil. Makanan tetap berada di lambung selama waktu

yang bervariasi, dari setengah jam sampai beberapa jam. Peristaltik di

dalam lambung dan kontraksi sfingter pilorus memungkinkan makanan

dicerna sebagian untuk masuk ke usus halus.

d. Kerja usus halus

Proses pencernaan berlanjut ke duodenum. Ada dua tipe kontraksi

yang terjadi secara teratur di usus halus. Kontraksi segmentasi yang

menghasilkan campuran gelombang yang menggerakkan isi usus halus ke

belakang dan ke depan dalam gerakan mengaduk. Sedangkan peristaltik

usus mendorong isi usus halus tersebut ke arah kolon.

e. Kerja kolon

Dalam 4 jam setelah makan, materi sisa residu melewati bagian

proksimal kolon melalui katup ileosekal. Pada setiap gelombang

peristaltik, katup ini terbuka secara singkat dan memungkinkan sebagian

isinya masuk ke kolon. Aktivitas peristaltik yang lemah menggerakkan isi

kolonik dengan perlahan sepanjang saluran. Pemecahan makanan dalam

kolon dibantu oleh bakteri dan larutan elektrolit. Materi sisa dari makanan

akhirnya mencapai dan mengembangkan anus, biasanya adalah kira-kira

12 jam.

f. Defekasi dan feces

Distensi rectum secara relatif menimbulkan kontraksi otot-ototnya

dan merilekskan sfingter anal internal, yang biasanya tertutup. Sfingter


13

internal dikontrol oleh sistem saraf otonom; sfingter eksternal di bawah

kontrol sadar dari korteks serebral. Selama defekasi, sfinter anal eksternal

akan rileks untuk memungkinkan isi kolon keluar.

Feces terdiri dari bahan makanan yang tidak dicerna, materi anorganik, air

dan bakteri. Bahan fekal kira-kira 75 % materi cair dan 25 % materi padat.

11. Reproduksi pria ( scrotum ).

Srotum merupakan kantung yang menggantung di dasar pelvis,

dimana sepasang testis tersimpan, didepan terletak penis, di belakang

scrotum terdapat anus. scrotum ( kandung buah pelir), berupa kantung

yang terdiri atas kulit tanpa lemak (Syaifuddin, 1997, hal. 119).

Gambar 3: Organ Reproduksi pria : scrotum


Thibodeau, patton, 2004, hal.
14

Subkutan berisi sedikit jaringan otot, testis (buah pelir) berada dalam

pembungkus yang disebut tunika vaginalis yang dibentuk dari peritonium,

scrotum merupakan kantung kulit yang banyak mengandung pigmen, di

sebelah dalamnya terdapat kantung yang dipisahkan satu sama lain oleh

septum. tiap kantung berisi kantung epididimis funikulus spermatikus

(Syaifuddin, 1997, hal. 119).

B. Konsep Dasar Hernia

Pada bagian ini yang akan dibahas dari konsep dasar hernia adalah

pengertian, etiologi, patofisiologi, tipe hernia, manifestasi klinis, pemeriksaan

diagnostik, komplikasi dan penatalaksanaannya.

1. Pengertian

Berikut ini adalah beberapa pengertian dari hernia :

Hernia adalah protrusi abnormal organ, jaringan atau bagian organ melalui

struktur yang secara normal berisi bagian dari organ tersebut (Ester, 2001,

hal.53).

Hernia adalah penonjolan isi perut dari rongga yang normal melalui

suatu defek pada fasia dan musculoaponeuritik dinding perut baik secara

kongenital atau didapat yang memberi jalan keluar pada setiap alat tubuh

selain yang biasa melalui dinding tersebut ( Mansjoer, dkk, 2000: 313).

Dari beberapa sumber diatas juga mengingat keterbatasan penulis, tidak

ada sumber yang khusus membahas tentang hernia scrotalis maka dari itu
15

penulis menyimpulkan sendiri pengertian dari hernia scrotalis adalah jenis

hernia yang dipandang dari segi terlihat atau tidaknya dan termasuk

kedalam hernia eksternal.

2. Etiologi

Etiologi dari terjadinya hernia adalah sebagai berikut :

a. Konginetal atau kelemahan yang didapat (trauma, usia)

dari dinding abdomen (Nettina,1996,hal.524).

b. Mungkin didapat dari peningkatan tekanan intra

abdominal seperti mengangkat, obesitas, kehamilan, batuk, tumor

(Nettina,1996, hal. 524).

c. Kelemahan jaringan atau ruang luas pada ligamen inguinal, atau dapat

disebabkan oleh trauma (Ester, 2001, hal. 53).

3. Patofisiologi

Bagan Patofisiologi Hernia menurut Ester, 2001, hal. 54

Kehamilan, kegemukan, mengangkat berat

Peningkatan tekanan intra abdominal

Kelemahan jaringan Ruang luas pada ligamen inguinal

Anulus dan kanalis inguinalis terbuka

Hernia
16

Defek pada dinding otot mungkin kongenital karena kelemahan jaringan

atau ruang luas pada ligamen inguinal, atau dapat disebabkan oleh trauma.

Tekanan intra abdominal paling umum meningkat sebagai akibat dari

kehamilan atau kegemukan. Mengangkat berat juga menyebabkan

peningkatan tekanan, seperti pada batuk dan cedera traumatik. Bila dua

dari faktor ini ada bersama dengan kelemahan otot, individu akan

mengalami hernia. Bila isi kantung henia dapat dipindahkan ke rongga

abdomen dengan manipulasi, disebut redusibel. Hernia irredusibel dan

inkarserata adalah istilah yang menunjukkan hernia yang tidak dapat

dipindahkan atau dikurangi dengan manipulasi. Bila tekanan dari cincin

hernia memotong suplai darah ke segmen hernia dari usus, usus menjadi

terstrangulasi (Ester, 2001, hal. 53 – 54).

4. Tipe hernia

Menurut Henderson (1997), ada tiga tipe utama hernia yaitu :

a. Hernia reducible

Disebut hernia reducible karena jaringan yang keluar mudah

dikembalikan ke dalam rongga abdomen.

b. Hernia irreducible

Jaringan yang keluar pada hernia irreducible tidak dapat dikembalikan

dengan mudah ke dalam rongga abdomen karena adanya perlekatan

pada kantong.
17

c. Hernia strangulata

Leher kantong pada hernia strangulata, yang bekerja sebagai

tourniquet menyumbat aliran darah.

Gambar 4 : Hernia scrotalis


Thibodeau, patton, 2004 hal.
18

5. Manifestasi klinis

a. Pada hernia reponibel keluhan satu-satunya adalah adanya

benjolan di lipat paha yang muncul pada waktu berdiri, batuk, bersin

atau mengedan dan menghilang setelah berbaring (Henderson, 1997,

hal.138).

b. Pada laki-laki, isi hernia dapat mengisi scrotum

(Henderson, 1997, hal.138).

c. Gambaran klinis strangulasi : rasa nyeri dan nyeri tekan

pada hernia irredusible (Henderson, 1997, hal. 139).

d. Umumnya klien mengatakan turun berok, burut, atau

mengatakan adanya benjolan di selangkangan / kemaluan (Mansjoer

dkk, 2000, hal.314).

e. Ada benjolan hernia saat dipalpasi (Sjamsuhidajat & Jong,

1997, hal. 708).

f. Pada inspeksi terlihat asimetri antara abdomen kiri bawah

dan abdomen kanan bawah (Sjamsuhidajat & Jong, 1997, hal. 708).
19

6. Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

Pemeriksaan laboratorium: (Darah lengkap, elektrolit), mungkin terlihat

hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit), dan peningkatan sel darah

putih (Nettina 1996, hal. 275).

7. Komplikasi

Menurut Mansjoer, dkk (2000), komplikasi yang dapat terjadi jika hernia

tidak segera ditangani adalah sebagai berikut :

a. Terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding

kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali.

Isi hernia yang tersering menyebabkan keadaan irreponibilis adalah

omentum, karena mudah melekat pada dinding hernia. Usus besar

lebih sering menyebabkan irreponibilis daripada usus halus.

b. Terjadi penekanan terhadap cincin hernia akibat makin

banyaknya usus yang masuk. Keadaan ini menyebabkan gangguan

aliran isi usus diikuti dengan gangguan vaskular / proses strangulasi.

8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan ada dua yaitu :

a. Penatalaksanaan konservatif
20

Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi

dan pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi

hernia yang telah direposisi. Reposisi dilakukan secara bimanual. Jika

reposisi hernia tidak berhasil dalam waktu 6 jam harus dilakukan

operasi segera. Pemakaian bantalan penyangga hanya bertujuan

menahan hernia yang telah direposisi dan tidak pernah menyembuhkan

sehingga harus dipakai seumur hidup (Sjamsuhidajat dan Jong, 1997,

hal. 708).

b. Penatalaksanaan bedah

Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia

inguinalis yang rasional. Prinsip dasar operasi hernia terdiri dari

herniotomi dan hernioplastik. Pada herniotomi dilakukan pembebasan

kantong hernia sampai kelehernya, kantong dibuka dan isi hernia

dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi. Pada

hernioplastik dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis

internus dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis

(Sjamsuhidajat dan Jong, 1997, hal. 708 – 709).

C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Menurut Nursalam (2001) proses keperawatan adalah metode dimana

suatu konsep diterapkan dalam praktik keperawatan. Hal ini bisa disebut
21

sebagai suatu pendekatan problem solving yang memerlukan ilmu, teknik, dan

keterampilan interpersonal dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan klien /

keluarga.

1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan

merupakan suatu proses yang sistematis. Tahap pengkajian merupakan

dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan (Nursalam, 2001. hal.

17).

Pengkajian yang dilakukan meliputi pengkajian pre operasi dan post

operasi.

Menurut Engram (1998), pengkajian yang di lakukan pada pre operasi

adalah:

a. Pengkajian data fisik berdasarkan pada pengkajian abdomen dapat

menunjukkan benjolan pada lipat paha atau area umbilikal.

b. Keluhan tentang aktivitas yang mempengaruhi ukuran benjolan.

Benjolan mungkin ada secara konstan atau hanya tampak pada

aktivitas yang meningkatkan tekanan intra abdomen seperti batuk,

bersin, mengangkat, atau defekasi.


22

c. Keluhan tentang ketidaknyamanan. Beberapa ketidaknyamanan

dialami karena tegangan. Nyeri menandakan strangulasi dan

kebutuhan terhadap pembedahan segera.

Sedangkan pengkajian post operasi menurut Smeltzer dan Bare (2001),

adalah sebagai berikut:

a. Respirasi: Kepatenan jalan nafas (kedalaman, frekuensi, dan karakter

pernafasan), sifat dan bunyi nafas.

b. Sirkulasi: Tanda-tanda vital termasuk tekanan darah, kondisi kulit.

c. Neurologi: Tingkat respons.

d. Drainase: Adanya drainase, keharusan untuk menghubungkan selang

ke sistem drainase yang spesifik, adanya dan kondisi balutan.

e. Kenyamanan: Tipe nyeri dan lokasi, mual atau muntah, perubahan

posisi yang dibutuhkan.

f. Psikologi: Sifat dari pertanyaan klien, kebutuhan istirahat dan tidur,

gangguan oleh kebisingan pengunjung.

g. Keselamatan: Kebutuhan pagar tempat tidur, cairan IV terinfus dengan

tepat dan letak IV terbebat dengan baik.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan

dan mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respons terhadap masalah

aktual dan resiko tinggi (Doenges, Moorhouse, & Geissler, 1999, hal. 8).

Diagnosa yang muncul pada klien dengan hernia sebelum operasi dan
23

sesudah operasi menurut Panitia S. A. K komisi keperawatan St. Carolus,

2000, hal. 6 adalah sebagai berikut :

a. Sebelum operasi :

1) Nyeri berhubungan dengan adanya benjolan di selangkangan

2) Kecemasan berhubungan dengan akan dilakukannya tindakan

pembedahan

3) Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan

mual muntah

b. Sesudah operasi :

1) Nyeri berhubungan dengan adanya luka operasi

2) Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan

mual muntah setelah pembedahan

3) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka operasi

4) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur

invasif dan insisi bedah.

3. Rencana Tindakan

Rencana keperawatan diartikan sebagai suatu dokumen tulisan dalam

menyelesaikan masalah, tujuan, dan intervensi (Nursalam, 2001, hal. 51).

Rencana tindakan dari diagnosa diatas adalah sebagai berikut:

a. Sebelum operasi :

1) Nyeri berhubungan dengan adanya benjolan di selangkangan


24

Tujuan : Nyeri berkurang sampai hilang secara bertahap.

Kriteria hasil : Nyeri berkurang sampai hilang secara bertahap,

pasien dapat beradaptasi dengan nyerinya.

Intervensi :

- Kaji dan catat karakter dan beratnya

nyeri : beratnya, lokasi, durasi, faktor pencetus. Tentukan skala

nyeri pasien.

Rasional : Laporan nyeri berat dapat menandakan komplikasi

(Swearingen, 2000, hal. 257).

- Beri tahu pasien untuk menghindari

mengejan, batuk dan mengangkat berat. Ajarkan klien untuk

menekan insisi dengan tangan atau bantal selama episode

batuk.

Rasional : Penting selama pasca operasi awal dan selam 6

minggu setelah pembedahan (Ester, 2001, hal. 55).

- Ajarkan klien bagaimana

menggunakan penopang bila diprogramkan, khususnya bila

turun dari tempat tidur.

Rasional : Mempertahankan isi hernia yang telah direposisi

(Swearingen, 2001, hal. 256).

- Berikan analgesik sesuai program

bila diindikasikan. Gunakan tindakan kenyamanan juga.


25

Rasional : Menurunkan nyeri / ketidaknyamanan (Swearingen,

2000, hal. 256).

1) Kecemasan berhubungan dengan akan

dilakukannya tindakan pembedahan

Tujuan : Klien tidak cemas

Kriteria hasil : Klien kooperatif dalam asuhan keperawatan,

ekspresi wajah tenang .

Intervensi :

- Kaji tingkat kecemasan klien

Rasional : Mengetahui tingkat kecemasan dan koping klien

- Jelaskan prosedur persiapan operasi

seperti pengambilan darah, puasa dan pemasangan alat invasive

Rasional : Agar klien mengerti persiapan-persiapan yang akan

dilaluinya

- Dengarkan keluhan klien

Rasional : Mengetahui keluhan klien dan meminimalisasi

kecemasan klien

- Beri kesempatan untuk bertanya

Rasional : Menambah pengetahuan klien agar tidak cemas

- Jelaskan kepada klien tentang apa

yang akan di lakukan di kamar opererasi

Rasional : Agar klien tahu dan mengerti keadaanya


26

- Jelaskan kepada pasien tentang

keadaannya sesudah operasi

Rasional : Agar klien tahu dan mengerti keadaanya sesudah

operasi

2) Risiko tinggi kekurangan volume cairan

berhubungan dengan mual muntah

Tujuan : Kebutuhan akan volume cairan adekuat

Kriteria hasil : Turgor kulit elastis, intake cairan adekuat

Intervensi :

- Observasi tanda-tanda vital tiap 4

jam

Rasional : Memonitor adanya hipotensi, tanda- tanda

kekurangan volume cairan tubuh

- Puasakan makan dan minum

Rasional : Mempermudah dalam prosedur tindakan operasi

- Hindarkan makan / minum yang

merangsang mual / muntah

Rasional : Meminimalisasi hilangnya cairan secara abnormal

- Observasi jumlah dan isi muntah

Rasional : Mengetahui masukan dan haluaran oral

- Monitor intake dan output

Rasional : Mengetahui jumlah masukan dan haluaran cairan


27

b. Sesudah operasi :

1) Nyeri berhubungan dengan adanya luka

operasi

Tujuan : Nyeri berkurang sampai hilang secara bertahap.

Kriteria hasil : Nyeri berkurang sampai hilang secara bertahap,

pasien dapat beradaptasi dengan nyerinya.

Intervensi :

- Kaji dan catat karakter dan beratnya

nyeri : beratnya, lokasi, durasi, faktor pencetus. Tentukan skala

nyeri pasien.

Rasional : Laporan nyeri berat dapat menandakan komplikasi

(Swearingen, 2000, hal. 257).

- Beri tahu pasien untuk menghindari

mengejan, batuk dan mengangkat berat. Ajarkan klien untuk

menekan insisi dengan tangan atau bantal selama episode

batuk.

Rasional : Penting selama pasca operasi awal dan selam 6

minggu setelah pembedahan (Ester, 2001, hal. 55).

- Ajarkan klien bagaimana

menggunakan penopang bila diprogramkan, khususnya bila

turun dari tempat tidur.


28

Rasional : Mempertahankan isi hernia yang telah direposisi

(Swearingen, 2001, hal. 256).

- Berikan analgesik sesuai program

bila diindikasikan. Gunakan tindakan kenyamanan juga.

Rasional : Menurunkan nyeri / ketidaknyamanan (Swearingen,

2000, hal. 256).

2) Risiko tinggi kekurangan volume cairan

berhubungan dengan mual muntah setelah pembedahan

Tujuan : Kebutuhan akan volume cairan adekuat

Kriteria hasil : Turgor kulit elastis, intake cairan adekuat

Intervensi :

- Observasi tanda-tanda vital tiap 4

jam

Rasional : Memonitor adanya hipotensi, tanda- tanda

kekurangan volume cairan tubuh

- Puasakan makan dan minum

Rasional : Mempermudah dalam prosedur tindakan operasi

- Hindarkan makan / minum yang

merangsang mual / muntah

Rasional : meminimalisasi hilangnya cairan secara abnormal

- Observasi jumlah dan isi muntah

Rasional : Mengetahui masukan dan haluaran oral


29

- Monitor intake dan output

Rasional : Mengetahui jumlah masukan dan haluaran cairan

3) Kerusakan integritas kulit berhubungan

dengan luka operasi

Tujuan : terjadi penyembuhan luka dan perbaikkan luka efektif

Kriteria hasil : luka operasi bersih, kering, tidak ada bengkak dan

perdarahan

Intervensi :

- Observasi keadaan luka operasi dari

tanda-tanda peradangan : demam, merah, bengkak dan keluar

cairan

Rasional : Mengetahui adanya perbaikan / penyembuhan luka

- Rawat luka dengan tehnik steril

Rasional : Mencegah kontaminasi bakteri

- Jaga kebersihan luka sekitar area

operasi beri makanan yang bergizi dan dukung pasien untuk

makan

Rasional : Mempercepat dalam pembentukkan jaringan yang

baru

- Libatkan keluarga dalam menjaga

kebersihan luka operasi dan lingkungannya


30

Rasional : Agar keluarga mampu dalam merawat klien dalam

upaya perawatan dirumah

- Kalau perlu ajarkan keluarga dalam

perawatan luka operasi

Memanfaatkan bantuan keluarga dalam merawat luka

4) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan

dengan prosedur invasif dan insisi bedah.

Tujuan : Tidak di dapatkan tanda-tanda infeksi


Kriteria hasil :

Tidak terdapat tanda-tanda infeksi pada area insisi bedah dan

insersi infus, suhu tubuh normal, tidak terjadi peningkatan Leukosit

di atas batas normal, luka menunjukkan penyembuhan.

Intervensi :

- Cuci tangan secara benar sebelum

kontak dengan pasien

Rasional : Menghindari infeksi silang

- Berikan perawatan area / lokasi infus

dan insisi bedah

Rasional : Meminimalkan risiko terjadinya infeksi

- Awasi tanda-tanda vital

Rasional : Mengetahui tanda-tanda infeksi seperti adanya

peningkatan suhu tubuh abnormal


31

Kolaborasi:

- Awasi cek laboratorium (SDP)

Rasional : Mengetahui adanya invasi bakterial di dalam darah

- Pemberian obat sesuai indikasi :

Antibiotik

Rasional : Meminimalisasi faktor infeksi bakteri

4. Tindakan Keperawatan

Menurut Doenges, Moorhouse, & Geissler, 1999 “ Intervensi

keperawatan adalah perilaku yang diharapkan dari pasien dan / atau

tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. Tindakan / intervensi

keperawatan dipilih untuk membantu pasien dalam mencapai hasil pasien

yang diharapkan dan tujuan pemulangan”.

Intervensi keperawatan dibagi menjadi dua yaitu tindakan mandiri

(dilakukan oleh perawat) dan kolaboratif (dilakukan oleh pemberi

perawatan lainnya) ( Doenges, Moorhouse, & Geissler, 1999, hal. 10).

5. Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses

keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,

rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Meskipun

tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses keperawatan, evaluasi

merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan. Tujuan

evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan,


32

hal ini bisa dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan klien

berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan, sehingga

perawat dapat mengambil keputusan

(Nursalam, 2001, hal. 71).

Anda mungkin juga menyukai