PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di indonesia, leptospirosis tersebar antara lain di provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah,
Derah Istimewa Yogyakarta, Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu, Riau, Sumatera Barat,
Sumatera Utara, Bali, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, dan
Kalimantan Barat. Angka kematian leptospirosis di Indonesia termasuk tinggi, mencapai 2,5-
16,45%. Pada usia lebih dari 50 tahun kematian menapai 56%. Di beberapa publikasi angka
kematian dilaporkan antara 3%-54% tergantung sistem organ infeksi.
B. Rumusan Masalah
1
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien penderita leptospirosis?
C. Tujuan
a. Tujuan Umum
b. Tujuan Khusus
Memberikan informasi
D. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan makalah ini penulis membagi beberapa bab yang terdiri dari:
Bab I Pendahuluan : latar belakang yang akan dibahas, rumusan masalah, tujuan
kegunaan penulisan dan sistematika penulisan.
Bab 2 Tinjauan Pustaka: konsep dasar penyakit leptospirosis yang terdiri dari
pengertian, penyebab, tanda dan gejala, dan proses penularan.
Bab 3 Asuhan Keperawatan : asuhan keperawatan pada pasien leptospirosis terdiri dari
pengkajian data, diagnosa keperawatan, perenanaan dan evaluasi.
Daftar Pustaka
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Leptospirosis disebabkan oleh infeksi bakteri leptospira yang dibawa oleh hewan-
hewan tertentu. Leptospira adalah organisme yang hidup di perairan air tawar, tanah basah,
lumpur, dan tumbuh-tumbuhan. Bakteri ini dapat dapat menyebar melalui banjir. Hewan
pembawa bakteri leptospira umumnya tidak memiliki tanda-tanda sedang mengidap
leptospirosis karena bakteri ini dapat keluar melalui urine mereka. Keluarnya bakteri melalui
urine hewan liar maupun hewan piaraan yang terinfeksi dapat berlangsung secara terus
menerus atau hanya sesekali selama beberapa bulan hingga beberapa tahun. Bakteri yang
kemudian masuk ke air atau tanah ini bisa bertahan hingga beberapa minggu hingga berbulan-
bulan.
Leptospirosis umumnya banyak ditemui di area tropis dan subtropis, di mana udaranya
panas dan lembap yang membuat bakteri ini dapat bertahan hidup lebih lama, seperti Tiongkok,
India, dan Asia Tenggara. Para pekerja yang sering berurusan dengan hewan juga memiliki
risiko lebih tinggi terkena infeksi leptospirosis, misalnya seorang peternak, nelayan, pekerja di
saluran pembuangan limbah, dan dokter hewan.
3
Bakteri leptospira dapat masuk melalui mata, hidung, mulut, atau luka terbuka pada
kulit, terutama jika sering menghabiskan waktu berada di area, baik air maupun tanah, yang
terkontaminasi bakteri ini. Waspadai juga infeksi bakteri leptospira ketika melakukan kegiatan
di luar ruangan seperti berkemah dan memancing atau berkunjung ke daerah yang sedang
menghadapi epidemi leptospirosis.
Bakteri ini juga dapat menyebar melalui gigitan hewan atau cairan tubuh lain (kecuali
ludah) dan ketika meminum air yang terkontaminasi, misalnya sehabis banjir atau ketika
melakukan olahraga yang berhubungan dengan air. Hewan piaraan jarang menjadi penyebab
menyebarnya leptospirosis walau terdapat juga kasus leptospirosis yang disebarkan oleh tikus
piaraan.
4
-> Ruam kulit
-> Sakit perut
-> Diare
-> Muntah
-> Sensitif terhadap cahaya
Identifikasi gejala leptospirosis pada fase awal sangat penting untuk menghindari komplikasi
kesehatan yang parah.Jika dibiarkan tidak diobati dalam waktu yang lama, maka fase akut akan
berlanjut ke fase kedua. Gejala fase kedua dari leptospirosis meliputi kerusakan ginjal,
meningitis (radang selaput otak), komplikasi pernapasan, dan gagal hati. Gejala-gejala fase
kedua bisa mengancam jiwa, jadi seseorang yang menderita leptospirosis harus segera
mendapatkan perawatan kesehatan.
D. Patofisiologi
Kuman leptospira masuk ke dalam tubuh penjamu melalui luka iris/luka abrasi pada
kulit, konjungtiva atau mukosa utuh yang melapisi mulut, faring, esofagus, bronkus, alveolus
dan dapat masuk melalui inhalasi droplet infeksius dan minum air yang terkontaminasi. Meski
jarang ditemukan, leptospirosis pernah dilaporkan penetrasi kuman leptospira melalui kulit
utuh yang lama terendam air, saat banjir. Infeksi melalui selaput lendir lambung jarang terjadi,
karena ada asam lambung yang mematikan kuman leptospira. Kuman leptospira yang tidak
virulen gagal bermultiplikasi dan dimusnahkan oleh sistem kekebalan dari aliran darah setelah
1 atau 2 hari infeksi. Organisme virulen mengalami mengalami multiplikasi di darah dan
jaringan, dan kuman leptospira dapat diisolasi dari darah dan cairan serebrospinal pada hari ke
4 sampai 10 perjalanan penyakit.
5
leptospira mempunyai fosfolipase yaitu hemolisin yang mengakibatkan lisisnya eritrosit dan
membran sel lain yang mengandung fosfolipid.
E. Pemeriksaan Diagnostik
Saat pengambilan sampel spesimen sangat tergantung pada fase infeksi penyakit.
Leptospira biasanya berada di dalam peredaran darah penderita kira-kira 10 hari setelah terjadi
infeksi. Leptospira juga ditemukan pada cairan tubuh seperti urin, cairan serebrosipinal. Jenis
sampel yang sering digunakan adalah :
1. Darah, yang diambil 10 hari pertama sakit yang dicampur heparin digunakan
untuk pemeriksaan biakan. Darah untuk biakan sebaiknya diambil kurag dari 10
hari karena jika lebih leptospira sudah menghilang dari peredaran darah.
Sampel untuk biakan harus disimpan dan diangkut alam suhu ambien karena
temperatur yang rendah dapat merusak leptospira.
6
2. Serum atau darah beku, sebaiknya diambil dua kali dengan selang waktu
beberapa hari yaitu saat serangan penyakit dan sesudah terjadinya serokonversi.
3. Urin untuk biakkan, leptospira umumnya cepat mati bila tercampur dengan
urine. Urine yang digunakkan untuk biakkan mempunyai nilai tinggi. Urine
diinokulasi ke dalam media biakkan dalam waktu tidak lebih dari 2 jam sesudah
pengambilan.
4. Sampel Postmortem (sesudah meninggal), pengambilan sampel ini diusahakan
diambil dari berbagai organ dalam seperti otak, cairan serebrospinal, cairan
mata, paru, ginjal, hati dan lainnya untuk pemeriksaan serologis.
Pemeriksaan Laboratorium diperlukkan untuk menegakkan diagnosis penyakit
leptospirosis secara dini dan cepat karena penyakit ini secara kinis sangat sulit dibedakan
dengan penyakit lain.
7
dengan warna yang sesuai. Agar pemeriksaan ini berhasil,
sampel darah diambil dalam 6 hari sesudah timbul gejala. Dari
hasil penelitian, sensitifitas mikroskop lapangan gelap 40,2%
dan spesifitas 61,5% dengan nilai ramal positif 55,2% dan
negatif 46,65. Walaupun pemeriksaan ini merupakan tes yang
cepat tetapi tidak disarankan digunakan sebagai prosedur tes
tunggal untuk mendiagnosis Leptospirosis.
2) Isolasi Bakteri Hidup
Spesimen dari penderita dibiakkan pada media untuk
memperbanyak bakteri. Metode ini membutuhkan waktu cukup
lama, sangat mahal, membutuhkan tenaga ahli berpengalaman
dan sensifitasnya rendah. Biakkan bakteri memerlukan media
komplek dan rumit yang harus mengandung perangsang
pertumbuhan dan antibiotika yang menekan pertumbuhan
kontaminan. Masa pertumbuhan bakteri cukup panjang yaitu 6-
8 jam/siklus sehingga tidak mungkin dipakai mendiagnosis
leptospirosis secara dini.
3) Deteksi Antigen Bakteri
Ada berbagai metode untuk mendeteksi antigen
Leptospira diantaranya adalah teknik radioimmunoassay (RIA),
enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), dan
chemiluminescent immunoassay. Deteksi antigen leptospira
pada spesimen klinik lebih sensitif dan spesifik dibandingkan
dengan pemeriksaan mikroskop lapangan gelap. Misalnya
metode RIA dapat mendeteksi 104 sampai 105 Leptospira/ml,
metode ELISA dapat medeteksi 105 Leptospira/ml.
b. Pemeriksaan Serologis
1) Microscopic Aglutination Test (MAT)
Miscroscopic Aglutination Test (MAT) adalah tes untuk
menetukan antibodi aglutinasi di dalam serum penderita. Cara
melakukan tes adalah serum penderita direaksikan dengan
suspensi antigen serovar leptospira hidup atau mati. Setelah
diinkubasi, reaksi antigen-antibodi diperiksa di bawah
mikroskop lapangan gelap untuk melihat aglutinasi. Metode
8
MAT sangat rumit terutama saat pengawasan, pelaksanaan dan
penilaian hasil. Tes MAT dianggap sebagai tes leptospira terbaik
hingga saat ini. Tetapi karena tes ini sangat komplek maka
seringkali diganti menggunakan metode ELISA.
2) Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
Tes ELISA sangat popular dan bahan yang diperlukan
untuk pemeriksaan sudah tersedia secara komersial dengan
antigen yang diproduksi sendiri. Tes ELISA cukup sensitif untuk
mendeteksi Leptospira dengan cepat pada fase akut dan lebih
sensitif dibandingkan dengan MAT. Tes ini dapat mendeteksi
antibodi IgM yang muncul pada minggu pertama sakit sehingga
cukup efektif untuk mendiagnosis penyakit.
3) Tes Serologis Lain
Tes Microscopic Slide Agglutination sudah dilakukan
pada manusia dan binatang tetapi sering memberikan hasil
positif palsu. Pemeriksaan Indirect Hemgglutination (IHA)
mempunyai sensitifitas 92%, spesifitas 95%, dan nilai ramal
negatif 92% bila dibandingkan dengan MAT. Metode ini
tersedia secara komersial. Sensitifitas IHA pada populasi yang
endemi leptospira memberika hasil yang sangat bervariasi.
Pemeriksaan Simple Latex Agglutination Assay mempunyai
sensitifitas 82,3% dan spesifitas 94,6%. Pemeriksaan ini sangat
mudah dan tidak memerlukan keahlian dan peralatan yang
khusus.
F. Terapi Medis
Pengobatan suportif dengan observasi ketat untuk mendeteksi dan mengatasi keadaan
dehidrasi, hipotensi, perdarahan dan gagal ginjal sangat penting pada leptospirosis.
Keseimbangan cairan akibat diare dan muntah-muntah memerlukan infus dan anemia berat
perlu dilakukan transfusi darah. Pemberian antibiotik juga harus dilakukan secepat mungkin.
Berbagai jenis antibiotik pilihan adalah sebagai berikut :
1. Leptospirosis Ringan
a. Doksisiklin oral 2 x 100mg selama 7 hari
b. Amoksisilin oral 4 x 500mg selama 7 hari
9
c. Ampisilin oral 4 x 500-750mg selama 7 hari
d. Azitromisin 1 x 1gr di hari pertama dan selanjutnya 500mg di hari kedua dan
ketiga
2. Leptosirosis Sedang hingga Berat
a. Penisilin G Intravena 1,5 juta unit/6 jam selama 7 hari
b. Seftriakson Intravena 1gr/24 jam selama 7 hari
c. Doksisiklin Intravena 100mg/12 jam selama 7 hari
d. Ampisilin Intravena 1gr/6 jam selama 7 hari
e. Sefotaksim Intravena 1gr/6 jam selama 7 hari
Tindakan suportif diberikan sesuai dengan keparahan penyakit dan komplikasi yang
timbul. Keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa diatur sebagaimana pada
penanggulangan gagal ginjal secara umum. Jika terjadi azotemia berat dapat dilakukan dialisa.
10
BAB III
PEMBAHASAN
2. Keluhan utama
Demam yang mendadak
Timbul gejala demam yang disertai sakit kepala, mialgia dan nyeri tekan (frontal)
mata merah, fotofobia, keluahan gastrointestinal. Demam disertai mual, muntah,
diare, batuk, sakit dada, hemoptosis, penurunan kesadaran dan injeksi konjunctiva.
Demam ini berlangsung 1-3 hari.
3. Riwayat keperawatan
a. Imunisasi, riwayat imunisasi perlu untuk peningkatan daya tahan tubuh
b. Riwayat penyakit, influenza, hapatitis, bruselosis, pneuma atipik, DBD,
penyakit susunan saraf akut, fever of unknown origin.
c. Riwayat pekerjaan klien apakah termasuk kelompok orang resiko tinggi seperti
bepergian di hutan belantara, rawa, sungai atau petani, dokter hewan.
4. Pemeriksaan dan observasi
a. Fisik
Keadaan umum, penurunan kesadaran, lemah, aktvivitas menurun
1) Sistem pernafasan
Epitaksis, penumonitis hemoragik di paru, batuk, sakit dada
11
2) Sistem cardiovaskuler
Perdarahan, anemia, demam, bradikardia.
3) Sistem persyarafan
Penuruanan kesadaran, sakit kepala terutama dibagian frontal, mata
merah.fotofobia, injeksi konjunctiva,iridosiklitis
4) Sistem perkemihan
Oligoria, azometmia,perdarahan adernal
5) Sistem pencernaan
Hepatomegali, splenomegali, hemoptosis, melenana
6) Sistem muskoloskletal
Kulit dengan ruam berbentuk makular/makulopapular/urtikaria yang
teresebar pada badan. Pretibial.
b. Laboratorium
1) Leukositosis normal, sedikit menurun,
2) Neurtrofilia dan laju endap darah (LED) yang meninggiu
3) Proteinuria, leukositoria
4) Sedimen sel torak
5) BUN , ureum dan kreatinin meningkat
6) SGOT meninggi tetapi tidak melebihi 5 x normal
7) Bilirubin meninggi samapai 40 %
8) Trombositopenia
9) Hiporptrombinemia
10) Leukosit dalam cairan serebrospinal 10-100/mm3
11) Glukosa dalam CSS Normal atau menurun
5. Penatalaksanaan
Obat antibiotika yang biasa diberikan adalah penisillin, streptomisin, tetrasiklin,
kloramfenikol, eritromisin dan siproflokasasin. Obat pilihan utama adalah penicillin
G 1,5 juta unit setiap 6 jam selama 5-7 hari. Dalam 4-6 jam setelah pemeberian
penicilin G terlihat reaksi Jarisch Hecheimmer yang menunjukkan adanya aktivitas
antileptospira> obat ini efektif pada pemberian 1-3 hari namun kurnag bermanfaat
bila diberikan setelah fase imun dan tidak efektif jika terdapat ikterus, gagal ginjal
12
dan meningitis. Tindakan suporatif diberikan sesuai denan keparahan penyakit dan
komplikasi yang timbul
B. Diagnosa keperawatan
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi dari perjalanan
penyakitnya ditandai dengan suhu tubuh klien lebih dari 38 0 C.
b. Cemas / takut berhubungan dengan perubahan kesehatan (penyakit
leptospirosisi) ditandai dengan peningkatan tegangan, kelelahan,
mengekspresikan kecanggungan peran, perasaan tergantung, tidak adekuat
kemampuan menolong diri, stimulasi simpatetik.
c. Gangguan rasa nyaman: Nyeri (akut) berhubungan dengan proses penyakit
(penekanan/kerusakan jaringan syaraf, infiltrasi sistem suplay syaraf, syaraf,
inflamasi), ditandai dengan klien mngatakan nyeri, klien sulit tidur, tidak
mampu memusatkan perhatian, ekspresi nyeri, kelemahan.
d. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi, misinterpretasi, keterbatasan
kognitif ditandai dengan sering bertanya, menyatakan masalahnya, pernyataan
miskonsepsi, tidak akurat dalam mengikiuti intruksi/pencegahan komplikasi.
e. Gangguan pemenuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake kurang ditandai dengan klien mengatakan intake tidak adekuat,
hilangnya rasa kecap, kehilangan selera, nausea dan vomitng, berat badan turun
sampai 20% atau lebih dibawah ideal, penurunan massa otot dan lemak
subkutan,
f. Resiko tinggi kurangnya volume cairan berhubungan dengan output yang tidak
normal (vomiting, diare), hipermetabolik, kurangnya intake
g. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek kerja
penyakitnya defisit imunologik, penurunan intake nutrisi dan anemia.
C. Perencanaan
1. Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan proses infeksi dari perjalanan
penyakitnya.
Tujuan : suhu tubuh turun sampai batas normal
13
Kriteria hasil :
a. Bina hubungan baik dengan klien a. Dengan hubungan yang baik dapat
dan keluarga meningkatkan kerjasama dengan klien
sehingga pengobatan dan perawatan
mudah dilaksanakan
14
2. Cemas / takut berhubungan dengan perubahan kesehatan (penyakit leptospirosisi)
ditandai dengan peningkatan tegangan, kelelahan, mengekspresikan kecanggungan
peran, perasaan tergantung, tidak adekuat kemampuan menolong diri, stimulasi
simpatetik.
Tujuan :
15
f. Anjurkan untuk mengembangkan f. Agar klien memperoleh dukungan dari
interaksi dengan support system. orang yang terdekat/keluarga.
g. Berikan lingkungan yang tenang g. Memberikan kesempatan pada klien
dan nyaman. untuk berpikir/merenung/istirahat.
h. Pertahankan kontak dengan klien, h. Klien mendapatkan kepercayaan diri dan
bicara dan sentuhlah dengan wajar. keyakinan bahwa dia benar-benar
ditolong.
16
d. Menganjurkan tehnik penanganan
stress (tehnik relaksasi, visualisasi,
d. Meningkatkan kontrol diri atas efek
bimbingan), gembira, dan berikan
samping dengan menurunkan stress dan
sentuhan therapeutik.
ansietas.
e. Evaluasi nyeri, berikan pengobatan
bila perlu.
4. Pemenuhan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan intake kurang
ditandai dengan klien mengatakan intake tidak adekuat, hilangnya rasa kecap,
kehilangan selera, nausea dan vomitng, berat badan turun sampai 20% atau lebih
dibawah ideal, penurunan massa otot dan lemak subkutan,
Tujuan :
a. Klien menunjukkan berat badan yang stabil, hasil lab normal dan tidak ada tanda
malnutrisi
b. Menyatakan pengertiannya terhadap perlunya intake yang adekuat
c. Berpartisipasi dalam penatalaksanaan diet yang berhubungan dengan
penyakitnya
17
INTERVENSI RASIONAL
18
i. Amati studi laboraturium seperti i. Untuk mengetahui/menegakkan
total limposit, serum transferin dan terjadinya gangguan nutrisi sebagi akibat
albumin perjalanan penyakit, pengobatan dan
perawatan terhadap klien.
j. Berikan pengobatan sesuai indikasi j. Membantu menghilangkan gejala
Phenotiazine, antidopaminergic, penyakit, efek samping dan
corticosteroids, vitamins meningkatkan status kesehatan klien.
khususnya A,D,E dan B6, antacida
k. Mempermudah intake makanan dan
k. Pasang pipa nasogastrik untuk
minuman dengan hasil yang maksimal
memberikan makanan secara
dan tepat sesuai kebutuhan.
enteral, imbangi dengan infus.
a. Klien dapat mengatakan secara akurat tentang diagnosis dan pengobatan pada
ting-katan siap.
b. Mengikuti prosedur dengan baik dan menjelaskan tentang alasan mengikuti
prosedur tersebut.
c. Mempunyai inisiatif dalam perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam
pengo- batan.
d. Bekerjasama dengan pemberi informasi.
INTERVENSI RASIONAL
19
b. Tentukan persepsi klien tentang b. Memungkinkan dilakukan pembenaran
kanker dan pengobatannya, terhadap kesalahan persepsi dan
ceritakan pada klien tentang konsepsi serta kesalahan pengertian.
pengalaman klien lain yang
menderita kanker.
c. Membantu klien dalam memahami
c. Beri informasi yang akurat dan
proses penyakit.
faktual. Jawab pertanyaan secara
spesifik, hindarkan informasi yang
tidak diperlukan.
d. Berikan bimbingan kepada
d. Membantu klien dan keluarga dalam
klien/keluarga sebelum mengikuti
membuat keputusan pengobatan.
prosedur pengobatan, therapy yang
lama, komplikasi. Jujurlah pada
klien.
e. Anjurkan klien untuk memberikan
e. Mengetahui sampai sejauhmana
umpan balik verbal dan
pemahaman klien dan keluarga
mengkoreksi miskonsepsi tentang
mengenai penyakit klien.
penyakitnya.
f. Meningkatkan pengetahuan klien dan
f. Review klien /keluarga tentang
keluarga mengenai nutrisi yang adekuat.
pentingnya status nutrisi yang
optimal.
g. Anjurkan klien untuk mengkaji g. Mengkaji perkembangan proses-proses
membran mukosa mulutnya secara penyembuhan dan tanda-tanda infeksi
rutin, perhatikan adanya eritema, serta masalah dengan kesehatan mulut
ulcerasi. yang dapat mempengaruhi intake
makanan dan minuman.
h. Meningkatkan integritas kulit dan
h. Anjurkan klien memelihara
kepala.
kebersihan kulit dan rambut.
20
6. Resiko tinggi kurangnya volume cairan berhubungan dengan output yang tidak normal
(vomiting, diare), hipermetabolik, kurangnya intake
Tujuan :
INTERVENSI RASIONAL
a. Monitor intake dan output a. Pemasukan oral yang tidak adekuat dapat
termasuk keluaran yang tidak menyebabkan hipovolemia.
normal seperti emesis, diare,
drainase luka. Hitung
keseimbangan selama 24 jam.
b. Timbang berat badan jika b. Dengan memonitor berat badan dapat
diperlukan. diketahui bila ada ketidakseimbangan
cairan.
c. Tanda-tanda hipovolemia segera
c. Monitor vital signs. Evaluasi pulse
diketahui dengan adanya takikardi,
peripheral, capilarry refil.
hipotensi dan suhu tubuh yang
meningkat berhubungan dengan
dehidrasi.
d. Dengan mengetahui tanda-tanda
d. Kaji turgor kulit dan keadaan
dehidrasi dapat mencegah terjadinya
membran mukosa. Catat keadaan
hipovolemia.
kehausan pada klien.
e. Anjurkan intake cairan samapi
3000 ml per hari sesuai kebutuhan e. Memenuhi kebutuhan cairan yang
individu. kurang.
f. Observasi kemungkinan
perdarahan seperti perlukaan pada
f. Segera diketahui adanya perubahan
membran mukosa, luka bedah,
keseimbangan volume cairan.
adanya ekimosis dan pethekie.
21
g. Hindarkan trauma dan tekanan g. Mencegah terjadinya perdarahan.
yang berlebihan pada luka bedah.
h. Kolaboratif
h. Kolaborasi :
- Berikan cairan IV bila
- Memenuhi kebutuhan cairan yang
diperlukan.
kurang.
- Berikan therapy antiemetik.
- Mencegah/menghilangkan mual
- Monitor hasil laboratorium :
muntah.
Hb, elektrolit, albumin
- Mengetahui perubahan yang terjadi.
7. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek kerja penyakitnya
deficit imunologik, penurunan intake nutrisi dan anemia.
Tujuan :
22
D. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana
yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan
kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan
kesehatan klien
E. Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subyektif dan
obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai atau
belum. Bila perlu langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa
masalah . Evaluasi asuhan keperawatan disesuaikan dengan tujuan dari dilakukannya
intervensi pada setiap diagnosa keperawatan yang telah disusun.
23
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri leptospira yang
menyerang hewan dan manusia.Bakteri ini berbentuk spiral dan dapat hidup didalam air tawar
selama lebih kurang satu bulanKemungkinan infeksi leptospirosis cukup besar pada musim
penghujan Melalui darah, urin atau cairan tubuh lain yang mengandung kuman leptospira
masuk ke dalam tubuh pejamuPenularan tidak langsung terjadi melalui genangan air, sungai,
danau, selokan saluran air dan lumpur yang tercemar urin hewan seperti tikus, umumnya terjadi
saat banjir. Wabah leptospirosis dapat juga terjadi pada musim kemarau karena sumber air yang
sama dipakai oleh manusia dan hewan
B. Saran
Dalam mencegah penyakit ini kita sebagai perawat dapat melakukan upaya promotif
dan preventif sebagai upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat yaitu dengan
menerapkan pola hidup bersih dan sehat.
24
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI
FKUI. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Penerbit FKUI
Media Litbang Kesehatan Volume XVIII Nomor 1 Tahun 2008 diakses pada 02 September
2017
http://www.alodokter.com/leptospirosis
https://www.amazine.co/22886/penyebab-gejala-penyakit-leptospirosis-pada-manusia/
http://dokterairlangga.com/2017/06/10/penanganan-terkini-leptospirosis/
25