Pengalaman Haji, 09 Apr 2003
Pengalaman Haji, 09 Apr 2003
Sumber: Majalah Qolbun Salim, Milad III tahun 2002
Yayasan Daarut Tauhiid cabang Jakarta
_______________________________________________________________
Bismillahirrahmaanirrahiim
PENGALAMAN PRIBADI: DARI RUMAH SAMPAI KE MEKAH
Oleh: Edi Junaedi, DT Jakarta
Subhanallah Walhamdulillah Walaailaahaillallahu WallohuAkbar!
Empat kalimat diatas merupakan kalimat yang menjadi dasar Islam yang pantas
diungkapkan untuk menyatakan kemahasucian Allah segala puji bagiNya dan
tidak ada tuhan yang layak untuk diibadahi kecuali Allah, serta Allah Yang
Maha Besar.
Seorang hamba yang penuh dosa, diundang untuk menunaikan ibadah yang
dinantikan oleh berjuta umat muslim, yakni perjalanan ibadah haji. "Terhadap
Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah"
(Ali Imron: 97). Ibadah haji memang diwajibkan bagi orang yang mampu, dan
Allah Yang Maha Kaya sangat mudah mengijinkan dan memampukan hambaNya untuk
pergi ke tanah suci walaupun menurut perhitungan manusia dia tidak mampu.
Banyak jalan bagi Allah untuk mengijinkan hambahambanya pergi ke Baitullah.
Saya adalah termasuk yang belum mampu menurut syariat perhitungan manusia
untuk menunaikan ibadah haji, namun Allah punya perhitungan dan cara
tersendiri untuk memberangkatkan bagi siapa saja yang dikehendakiNya. Maka
ketika mendengar akan diberangkatkan ke tanah suci seolah tidak percaya, rasa
suka, sedih dan haru bercampur menjadi satu. Suka karena akan berkunjung ke
Baitullah tempat yang dirindukan oleh segenap kaum muslimin dan muslimat di
berbagai penjuru dunia. Sedih karena merasa sering sekali menghianati Allah,
haru akan keMahaluasan ampunan Allah yang mengijinkan hambanya yang penuh
dengan dosa berkunjung ke RumahNya yang suci.
Suatu kepasrahan yang tulus yang terungkap ketika walimatus Safar, bahwa
apapun yang terjadi akan total bulat berserah diri kepada Allah, kalaulah
Allah mengijinkan saya berangkat ke tanah suci berarti saya jadi menunaikan
ibadah haji tapi kalau ternyata gagal, sudah pasti ada hikmah besar dibalik
kegagalan itu, dan semoga bisa kembali lagi ke tanah air dengan membawa
predikat haji mabrur yang membawa manfaat bagi sebanyakbanyaknya ummat, namun
jika tidak kembali lagi ke tanah air artinya wafat semoga kematian itu
termasuk syahid.
Banyak sekali bimbingan ruhiyah yang diberikan Allah mulai dari Tanah air
sampai kembali lagi ke tanah air. Ternyata kalau kita sudah siap mental untuk
menerima apapun yang terjadi itu lebih ringan menghadapinya. Ketika di pesawat
dari Jakarta menuju Jeddah misalnya, ditengah perjalanan pesawat mengalami
guncangan yang begitu hebat sehingga terasa pesawat seperti mau jatuh.
Beberapa jamaah mengalami mabuk udara. Ketika itulah saya ingat, mungkin
sekaranglah saat kematian akan tiba seandainya pesawat jatuh. Sambil meminta
pertolongan kepada Allah agar kami diselamatkan juga sikap pasrah terhadap
apapun yang akan terjadi. Kalau pesawat jatuh dan kami harus meninggal
semoga Allah menggolongkan kami termasuk syuhada. Dengan sikap mental
seperti itu ternyata hati lebih tenang dan badan lebih terkendali, maka
pantas kalau Allah berfirman "Sesungguhnya hanya dengan mengingat Allah hati
akan menjadi tentram" (QS. Ar Ra'du: 28).
Kurang lebih satu jam sebelum pesawat mendarat, pembimbing ibadah kami,
meminta jamaah calon haji untuk segera memakai ihrom karena akan memulai
miqat dari pesawat. Pada saat itu setiap orang sibuk dengan pakaian ihromnya
terutama ikhwan. Ada yang sudah mahir tapi ada juga yang tidak selesaiselesai
karena mungkin tidak ikut manasik sehingga memakai kain ihrom mengalami
kesulitan. Namun akhirnya jamaah yang sudah bisa langsung membantu tanpa
dimintai pertolongan sekalipun. Saya fikir persaudaraan dalam islam begitu
indah, jamaah saling membantu, saling membagikan makanan.
Jamaah calon haji yang memulai miqot dari pesawat sudah memakai kain ihrom
karena sebagian dari kami ada yang mengambil miqot dari Jeddah. Terasa betul
kebersamaannya lakilaki memakai kain ihrom berwarna putih semua sehingga
seolaholah tidak ada perbedaan diantara kami tentang status sosial, kekayaan,
pejabat atau rakyat semua sama. Karena memang begitulah dalam Islam, yang
membedakan satu dengan yang lainnya adalah ketaqwaannya kepada Allah SWT.
"Innaa akromakum 'indallaahi atqokum"
Pembimbing kami KH. Arifin Asyatibi menyampaikan bahwa jamaah Daarut Tauhiid
akan mengambil miqat di pesawat pada garis sejajar dengan qarnul manazil atau
di airport Jeddah. Ketika sampai di miqat (tempat memulai niat umroh/haji),
dengan berpakaian ihrom lalu kami melakukan sholat sunat ihrom dua rakaat,
kemudian mengucapkan niat umroh dan membaca talbiyah selama dalam perjalanan
menuju Mekah. Kami membaca talbiyah kadang berjamaah tapi kadang sendirian.
Nikmat sekali bagi orang yang mampu merenungi maknanya, bahwa berangkat ke
tanah suci adalah murni panggilan Allah.Tidak ada sekutu baginya, segala
pujian dan nikmat adalah hanya untuk Allah semata yang memiliki kerajaan.
Pada waktu ashar kami tiba di Jeddah, kemudian bersamasama menunaikan sholat
ashar. Beberapa jam kami menunggu pemeriksaan di imigrasi. Banyak sekali
jamaah lain yang menunggu disana. Kalau kami perhatikan, berbedabeda tingkah
laku manusia ada yang berkenalan, bicara tanpa arah, tidur dilantai,
berdzikir, sholat dan ada juga yang marahmarah. Ya sesuai dengan karakter
masingmasing. Tapi kalau saya pikir bahwa apapun yang terjadi itu bagian dari
ujian kesabaran.
Karena ini adalah perjalanan suci dengan berbagai ujian, maka bagi siapapun
yang lulus, pahala yang akan diberikan oleh Allah adalah surga. Ssya jadi
teringat kata orang, kalau di tanah suci yang tadinya jarang marah, disana
jadi pemarah. Mungkin ada benarnya juga, kalau melihat fakta yang terjadi.
Namun alhamdulillah guru kami Aa Gym selalu mengingatkan bahwa harus hatihati
menjaga lisan dan amal perbuatan agar tidak menodai hati dan perjalanan suci
ini. Dan menurut jamaah KBIH yang lain, jamaah Daarut Tauhiid adalah jamaah
yang paling tertib. Mudahmudahan semua perbuatannya jadi amal sholeh...insya
Allah.
Saat harus berangkat ke Mekah, kami harus dibagi sesuai dengan bis dan
rombongan masingmasing. Saya rombongan ke 10 berangkat satu bis bersama 45
jemaah lainnya, dalam keadaan lelah, mengantuk dan sedikit tegang karena akan
berpisah dengan rombongan lain. Apalagi saya harus mempertanggung jawabkan 45
jamaah lainnya untuk tiba di Maktab Mekah karena saya mendapat amanah sebagai
Karom (Ketua Rombongan). Karena takut tidak sampai ke tujuan, kami mengawali
dengan membaca do'a memohon kepada Allah agar dimudahkan segala urusan dan
juga tidak ketinggalan bacaan talbiyah yang terus dilantunkan.
Setelah kurang lebih 3 jam perjalanan, ternyata saya baru tahu bahwa sopir
yang mengantarkan kami pun samasama tidak tahu lokasi yang dituju! Saya
berusaha sebisa mungkin untuk berkomunikasi dengan sopir dan menghubungi
rekanrekan karom lainnya. Ternyata tidak satu orangpun yang bisa dihubungi.
Beberapa orang dari jamaah sudah mulai berkomentar macammacam dan saya
pun mulai tegang. Tapi saya berusaha menenangkan diri sambil berdo'a kepada
Allah agar dimudahkan segalanya. Karena kata Aa Gym "Apapun yang terjadi
harus tetap tenang terkendali". Saya berusaha untuk mempraktekannya. Setelah
sang sopir bertanya kesanakemari akhirnya ketemu juga Maktab kami di Mekah,
lega rasanya hati ini. Seorang yang berbadan tinggi besar berpakaian ala Arab
masuk ke bis kami lalu bertanya "Aena Karom?", saya mengangkat tangan sebelah
sambil mendekat, lalu dia berkata "Ini karom? Kecilkecil sudah jadi karom!
Baguus". Dan kelegaan sayapun bertambah karena memang muthowwifnya disana bisa
bahasa Indonesia, jadi lancar berkomunikasi. Kemudian kami menuju maktab
untuk mengambil kuncikunci kamar. Ternyata di lokasi maktab sudah ada
rombongan pak Arifin (rombongan 8) dan Pak Rizal (rombongan 3). Kuncikunci
kamar lalu dibagikan ke peserta, dan semuanya masuk kekamar masingmasing
untuk beristirahat.
Ketika thawaf kami memang terpencar dan bergabung dengan lautan manusia,
meskipun kami ingin sekali menjaga keutuhan rombongan namun ternyata sulit
dilakukan disaatsaat seperti itu. Maka sangat dipahami kalau Aa Gym
mengatakan bahwa program yang dilaksanakan oleh KBIH Daarut Tauhiid
adalah program haji mandiri. Artinya diupayakan bahwa jamaah bisa
melaksanakan ibadah dengan leluasa tanpa tergantung kepada pembimbing.
Karena pada saatsaat tertentu memang ada ibadah yang harus dilaksanakan
sendirisendiri dan terkadang diluar dugaan.
Selama kurang lebih dua pekan kami tinggal di Maktab Mekah. Banyak sekali
kegiatan ibadah yang dilakukan diantaranya memperbanyak thawaf sunat,
diusahakan sholat fardhu dan sholat sunat lainnya untuk dilaksanakan di
Masjidiil Haram. Karena menurut hadits Rasululloh SAW bahwa melaksanakan
sholat di Masjidil Haram itu 100.000 kali lipat lebih baik dibanding
dilaksanakan di mesjidmesjid lainnya. Meskipun jarak antara Masjidil Haram
dan Maktab itu kurang lebih satu kilo meter tapi hal itu bukan halangan.
Kegiatankegiatan lainnya adalah kursus Manajemen Qolbu oleh Aa Gym, kajian
fiqih haji, fiqih ibadah, penjelasan ziarahziarah oleh KH. Arifin Asyatibi,
kajian Aqidah oleh KH. Jalaludin Asyatibi, kajian Alquran, tajwid,
pelaksanaan rihlah, ziarah ketempattempat bersejarah seperti jabal Nur,
jabal Rahmah, Gua Hiro dll. Sama seperti pelaksanaan pesantren kilat di Tanah
suci karena memang programnya dirancang demikian. Meskipun dalam beberapa hal
perlu disempurnakan.
Yang lebih menarik adalah saat menjelang wukuf di padang Arafah, jamaah kami
terbagi tiga golongan, pertama: full tanazul (jalan kaki) dari Mekah Mina
Arofah Muzdalifah Mina). Kedua, full naik bis pemerintah (Mekah Arofah
Muzdalifah Mina). Ketiga, setengah bis pemerintah (Mekah Arofah;
menggunakan bis, Arofah Muzdalifah Mina; jalan kaki (tanazul). Saya
sendiri mengambil golongan yang ketiga, setelah segala sesuatunya beres saya
dan jamaah berangkat dari maktab setelah sholat Ashar menuju Arofah untuk
melaksanakan wukuf; diawali dengan niat haji dari pondokan dan mengucapkan "
Labbaikallaahhumma Hajjan". Perjalanan menuju Arofah merupakan penentu
sahnya ibadah haji, karena wukuf dipadang Arofah termasuk rukun haji artinya
kalau tidak dilaksanakan maka hajinya tidak sah. Setelah niat
kemudian dilanjutkan dengan mengumandangkan talbiyah. Alhamdulillah
dengan lancar saya dan rombongan tiba di Arofah, menginap semalam.
Keesokan harinya tanggal 9 zulhijah, wukuf dimulai dari tergilincirnya
matahari (waktu dhuhur). Ketika adzan dhuhur dikumandangkan kami sholat jama
taqdim qashar dhuhur asar dengan berjamaah, yang dilanjutkan dengan khutbah
wukuf pertama, disampaikan oleh KH. Jalaludin Asyatibi khusus untuk jamaah
haji. Dan khutbah kedua disampaikan oleh KH. Abdullah Gymnastiar yang di
pancar luaskan melalui radio Pro2FM Jakarta.
Saatsaat wukuf adalah saat yang paling mengharukan, teringat segala dosa
yang dilakukan, juga teringat berbagai nikmat yang tiada terhingga yang
diberikan Allah. Sehingga pada saat itu betulbetul merasakan satu kondisi
betapa diri ini sangat hina dihadapan Allah. Hampir semua jamaah menangis
pada waktu wukuf. Karena wukuf adalah saatsaat yang tepat untuk berdoa,
berdzikir dan memuji Asma Allah. Para Malaikat berhimpun menyaksikan orang
orang yang memasrahkan dirinya kepada Allah. Menjelang maghrib saya dan
jamaah yang akan tanazul ke Muzdalifah melanjutkan perjalanan menuju ke
perbatasan Arofah. Setelah adzan magrib baru keluar dari Arofah menuju
Muzdalifah. Selama perjalanan, talbiyah tetap dikumandangkan. Sepanjang jalan
penuh dengan lautan manusia dengan tujuan yang sama yaitu mabit di
Muzdalifah.
Setelah perjalanan beberapa jam kami tiba di Muzdalifah,dan menemukan tempat
yang sangat enak, dekat dengan sumber air, toilet, meski kami harus tidur
dipinggir jalan. Tapi suasananya betulbetul nikmat. Setelah sholat subuh
perjalanan dilanjutkan menuju Mina. Tiba di Jamarat (tempat melempar Jumroh)
waktu dhuha, saya melihat lautan manusia yang sangat padat dengan tujuan
ke tempat jumroh aqobah yang luasnya hanya beberapa meter saja. Setelah
berkoordinasi sejenak akhirnya sebagian jamaah kami memutuskan untuk
langsung melempar jumroh pada saat itu juga dan langsung dipimpin oleh Aa Gym.
Dengan perjuangan yang begitu hebat akhirnya kami bisa melaksanakan lempar
jumroh Aqobah dengan selamat meskipun ada jamaah yang hilang selama
beberapa jam.
Selama harihari tasyrik kami berada di Mina untuk melempar tiga jamarat,
lalu thawaf ifadhah, setelah itu, kami menunggu beberapa hari di Mekah untuk
melaksanakan thawaf wada (yaitu thawaf perpisahan). Ketika thawaf wada
dilaksanakan saya menyampaikan doa semoga Allah swt mengijinkan kembali untuk
bisa mengunjungi Baitullah ini, dan saudara yang saya cintai juga
diperkenankan untuk menikmati jamuan Allah di Tanah Suci ini, Amin. Dengan
mengucapkan hamdalah akhirnya rangkaian ibadah hajipun selesai. ***
_______________________________________________________________