Apendisitis adalah infeksi dan pembengkakan pada usus buntu yang dapat
menurunkan suplai darah ke dinding usus buntu. Hal ini menyebabkan kematian
jaringan dan usus buntu bisa pecah atau meledak sehingga. mengakibatkan bakteri
dan tinja masuk ke dalam perut. Kejadian ini disebut usus buntu yang pecah. Sebuah
usus buntu yang pecah bisa menyebabkan peritonitis atau disebut infeksi perut.
Apendisitis paling sering terjadi pada usia 10 sampai 30 tahun yang
merupakan alasan umum untuk operasi pada anak-anak, dan merupakan bedah
emergensi yang paling umum erjadi pada kehamilan (Cheng et al., 2014).
Apendiks adalah salah satu bagian organ saluran pencernaan dan terletak pada
pangkal usus besar di daerah perut bagian kanan bawah (John etal., 2008).
Ukuran apendiks pada orang dewasa berkisar antara 6 sampai 7 cm panjang dan
fungsinya masih belum jelas (Robbins et al., 2005).
2. Patofisiologi
dinding apendiks lebih tipis.Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh
yang masih kurangsehingga memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang
tua, perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah
(Mansjoer,2000).
3. Etiologi
Etiologi dan patogenesis apendisitis masih belum jelas. Namun, obstruksi lumen
apendiks, oleh sebab apapun, dengan hasil penggelembungan dan gangguan aliran
darah, masih tetap diperkirakan factor utama dalam patogenesis apendisitis. Faktor
lain yang berpengaruh termasuk makanan yang rendah serat, bakteri dan infeksi
kuman (Prem et al., 2009). Faktor yang paling
berperan dalam etiologi terjadinya apendisitis akut adalah obstruksi lumen apendiks
(Bernard, 2006). Keadaan obstruksi akan mengakibatkan terjadinya proses inflamasi.
Terdapat beberapa peningkatan tekanan dari cairan intraluminal, kongesti dinding
apendiks serta obstruksi vena dan arteri yang nantinya akan menimbulkan keadaan
hipoksia sehingga mengakibatkan infeksi bakteri (Way, 2005).
Flora pada apendiks normal mirip dengan usus besar yang mempunyai berbagai jenis
bakteri aerobik dan anaerobik. Escherichia coli, Streptococcus viridans, dan
Bacteriodes dan Pseudomonas spp. adalah diantara beberapa jenis bakteri yang sering
terisolasi dan akan terbiak pada organ dalam yang lain
(Gladman et al., 2004).
4. Patogenesis
Apendisitis diinisiasi oleh obstruksi lumen yang disebabkan oleh tinja atau
fekalith. Hal ini menjelaskan tentang epidemiologi yang mengatakan apendisitis
berasosiasi dengan asupan serat makanan yang rendah (Philip,2007).
Penyebab ulkus masih tidak diketahui meskipun etiologi virus telah dipostulatkan.
Infeksi organisme Yersinia dapat menyebabkan penyakit, karena merupakan
komplemen tinggi titer antibody fiksasi yang ditemukan pada 30% kasus positif usus
buntu. Reaksi inflamasi yang disertai dengan
ulserasi cukup untuk menghalangi lumen usus buntu kecil bahkan kelihatan tidak
jelas.Obstruksi paling sering disebabkan oleh fekalith, yang dihasilkan dari akumulasi
dan penebalan logam tinja sekitar serat sayuran (Felson, 2008).
Kasus usus buntu dari obstruksi lumen apendiks menyebabkan infeksi dan
peradangan. Sebuah fekalith yang menghambat, sering terlihat setelah dilakukan
operasi. Awalnya, usus buntu menyebabkan nyeri peri-pusar, mual
Dan muntah. Hal ini karena saraf visceral dari struktur pertengahan usus menyebabka
n nyeri ke daerah peri-pusar dan merangsang pusat muntah.
Ketika peradangan berkembang bisa mencapai luar usus buntu, dari serabut saraf
peritoneum parietal membawa informasi spasial yang tepat ke korteks
somatosensori dan nyeri terlokalisasi pada fosa iliak kanan, melapisi usus buntu
inflam. Setelah diobati, usus buntu dapat berkembang membentuk abses apendiks
atau pecah ke dalam rongga peritoneum, menyebabkan peritonitis (Satish, 2004).
Nyeri dapat berbeda untuk setiap orang, karena usus buntu bisa terjadi pada organ
yang berbeda. Hal ini dapat membingungkan dan sulit untuk mendiagnosa
apendisitis. Paling sering sakit dimulai di sekitar pusar dan kemudian pindah ke perut
bagian bawah kanan. Nyeri yang dirasakan bias lebih terasa sakitnya apabila berjalan
atau berbicara. Selama kehamilan letak usus buntu lebih tinggi pada bagian perut,
sehingga rasa sakit mungkin bisa
datang dari perut bagian atas. Pada orang tua, gejala sering tidak terlihatkarena ada
sedikit pembengkakan (Stewart, 2014).
Bedah apendisitis sering disebut juga dengan apendektomi.
Apendektomi merupakan kedaruratan bedah paling sering di negara-negara barat.
Jarang terjadi pada usia di bawah 2 tahun dan banyak pada decade kedua (10 - 19
tahun) atau ketiga (20 - 29 tahun), akan tetapi dapat terjadi pada semua usia (Grace et
al., 2006).
5. Patway
6. Pemeriksaan Penunjang
1 .Pemeriksaan laboratorium
2. Pemeriksaan urine
Untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin. pemeriksaan ini sa
ngat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemi
h atau batu ginjal yang mempunyaigejala klinis yang hampir sama dengan
appendisitis.
3. Pemeriksaan radiologi
4. Pemeriksaan USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama
pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses.Dengan USG dapat dipakai untuk
menyingkirkan diagnosis bandingseperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya
5. Abdominal X-Ray
Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebabappendisitis. pemeriksaan
ini dilakukan terutama pada anak-anak.
7. Penatalaksanaan
1. Tindakan medisa.
3. Terapi pasca operasi Perlu dilakukan obstruksi tanda-tanda vital untuk mengetahui
terjadinya perdarahan didalam, syok hipertermia, atau gangguan pernapasan angketso
nde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambungdapat dicegah.
Baringkan
pasien dalam posisi fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gan
gguan. Selama itu pasiendipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada
perforasiatau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembalinormal.
Kemudian berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4-5 jam lalunaikkan menjadi 30
ml/jam. Keesokan harinya diberikan makan saring,dan hari berikutnya diberikan
makanan lunak. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk
tegak ditempat tidur selama 2 x 30 menit.Pada hari kedua pasien dapat berdiri
dan duduk diluar kamar. Hariketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan
pulang.
8. Komplikasi
9. Pencegahan
2. Minum air putih minimal 8 gelas sehari dan tidak menunda buang air besar juga ak
an
1. Pengkajian Keperawatan
Wawancara untuk mendapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya
mengenai:
a. Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke
perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa
jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa
waktu lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul
nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh
rasa mual dan muntah, panas.
b. Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah. kesehatan
klien sekarang.
c. Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.
d. Kebiasaan eliminasi.
e. Pemeriksaan Fisik
i. Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
ii. Sirkulasi : Takikardia.
iii. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
f. Aktivitas/istirahat : Malaise.
g. Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
h. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada
bising usus.
i. Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang
meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena
berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena
posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
j. Demam lebih dari 38oC.
k. Data psikologis klien nampak gelisah.
l. Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
m. Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri
pada daerah prolitotomi.
n. Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.
2. Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan keperawatan - Kaji adanya tanda-tanda infeksi
berhubungan dengan diharapkan infeksi dapat diatasi dengan pada area insisi
tindakan invasif (insisi kriteria hasil : - Monitor tanda-tanda vital.
post pembedahan). - Klien bebas dari tanda-tanda infeksi Perhatikan demam, menggigil,
- Menunjukkan kemampuan untuk berkeringat, perubahan mental
mencegah timbulnya infeksi - Lakukan teknik isolasi untuk
- Nilai leukosit (4,5-11ribu/ul) infeksi enterik, termasuk cuci
tangan efektif.
- Pertahankan teknik aseptik
ketat pada perawatan luka
insisi / terbuka, bersihkan
dengan betadine.
- Awasi / batasi pengunjung dan
siap kebutuhan.
- Kolaborasi tim medis dalam
pemberian antibiotik
3. Defisit self care Setelah dilakukan asuhan keperawatan - Mandikan pasien setiap hari
berhubungan dengan diharapkan kebersihan klien dapat sampai klien mampu
nyeri. dipertahankan dengan kriteria hasil : melaksanakan sendiri serta cuci
- klien bebas dari bau badan rambut dan potong kuku klien.
- klien tampak bersih - Ganti pakaian yang kotor
- ADLs klien dapat mandiri atau dengan yang bersih.
dengan bantuan - Berikan Hynege Edukasipada
klien dan keluarganya tentang
pentingnya kebersihan diri.
- Berikan pujian pada klien
tentang kebersihannya.
- Bimbing keluarga klien
memandikan / menyeka pasien
- Bersihkan dan atur posisi serta
tempat tidur klien.
Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku untuk Brunner dan Suddarth Jakarta: EGC.Mansjoer,
Arif. 2000.
Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta: EGC.Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G. 2002.
Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8Volume 2, Alih Bahasa Kuncara, H.Y, dkk. Jakarta:
EGC.Wilkinson, Judith M dan Ahern, Nancy R. 2011.
Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil Noc.
Jakarta: EGC.
Wikinson, Judith M, 2012, Buku saku Diagnosa Keperawatan edisi 9, EGC, Jakarta
Betz, Cecily L, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri, Edisi 3. Jakarta: EGC
Syamsuhidayat. R & De Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2 .Jakarta : EGC.