Anda di halaman 1dari 18

Laporan Pendahuluan Apendisitis dan Asuhan keperawatan

Disusun Oleh Kelompok 1


Ferdianus babu wuda 2017610036
Arjelina lede 2017610011
Afrianto Aloysius bili 2017610001
Ayuandri padji jera 2017610014

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2019
1. Definisi Apendisitis

Apendisitis adalah infeksi dan pembengkakan pada usus buntu yang dapat
menurunkan suplai darah ke dinding usus buntu. Hal ini menyebabkan kematian
jaringan dan usus buntu bisa pecah atau meledak sehingga. mengakibatkan bakteri
dan tinja masuk ke dalam perut. Kejadian ini disebut usus buntu yang pecah. Sebuah
usus buntu yang pecah bisa menyebabkan peritonitis atau disebut infeksi perut.
Apendisitis paling sering terjadi pada usia 10 sampai 30 tahun yang
merupakan alasan umum untuk operasi pada anak-anak, dan merupakan bedah
emergensi yang paling umum erjadi pada kehamilan (Cheng et al., 2014).
Apendiks adalah salah satu bagian organ saluran pencernaan dan terletak pada
pangkal usus besar di daerah perut bagian kanan bawah (John etal., 2008).
Ukuran apendiks pada orang dewasa berkisar antara 6 sampai 7 cm panjang dan
fungsinya masih belum jelas (Robbins et al., 2005).

2. Patofisiologi

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiksoleh hiperplasia f


olikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosisakibat peradangan sebelum
nya, atau
neoplasma.Obstruksi tersebutmenyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengala
mi

bendungan. Semakinlama mukus tersebut semakin banyak, namun elastisitas dinding


apendiksmempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekananintralu
men.

Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfeyang mengakibatkan


edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Padasaat inilah terjadi apendisitis
akut lokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.Bila sekresi mukus terus berlanjut,
tekanan akan terus meningkat. Hal tersebutakan menyebkan obstruksi vena, edema
bertambah, dan bakteri akanmenembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan
mengenai peritoneumsetempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah.
Keadaan inidisebut apendisitis supuratif akut.Bila kemudian aliran arteri terganggu
akan terjadi infark dindingapendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut
dengan apendisitisgangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu
pecah,akan terjadi apendisitis perforasi. Bila semua proses diatas berjalan lambat, om
entum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu
massa lokalyang
disebut infiltrate apendikularis. Peradangan pada apendiks tersebut dapatmenjadi abse
s atau menghilang. Pada anak anak, kerena omentum lebih pendek dan apendiks lebih
panjang, maka

dinding apendiks lebih tipis.Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh
yang masih kurangsehingga memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang
tua, perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah
(Mansjoer,2000).

3. Etiologi
Etiologi dan patogenesis apendisitis masih belum jelas. Namun, obstruksi lumen
apendiks, oleh sebab apapun, dengan hasil penggelembungan dan gangguan aliran
darah, masih tetap diperkirakan factor utama dalam patogenesis apendisitis. Faktor
lain yang berpengaruh termasuk makanan yang rendah serat, bakteri dan infeksi
kuman (Prem et al., 2009). Faktor yang paling
berperan dalam etiologi terjadinya apendisitis akut adalah obstruksi lumen apendiks
(Bernard, 2006). Keadaan obstruksi akan mengakibatkan terjadinya proses inflamasi.
Terdapat beberapa peningkatan tekanan dari cairan intraluminal, kongesti dinding
apendiks serta obstruksi vena dan arteri yang nantinya akan menimbulkan keadaan
hipoksia sehingga mengakibatkan infeksi bakteri (Way, 2005).
Flora pada apendiks normal mirip dengan usus besar yang mempunyai berbagai jenis
bakteri aerobik dan anaerobik. Escherichia coli, Streptococcus viridans, dan
Bacteriodes dan Pseudomonas spp. adalah diantara beberapa jenis bakteri yang sering
terisolasi dan akan terbiak pada organ dalam yang lain
(Gladman et al., 2004).
4. Patogenesis
Apendisitis diinisiasi oleh obstruksi lumen yang disebabkan oleh tinja atau
fekalith. Hal ini menjelaskan tentang epidemiologi yang mengatakan apendisitis
berasosiasi dengan asupan serat makanan yang rendah (Philip,2007).
Penyebab ulkus masih tidak diketahui meskipun etiologi virus telah dipostulatkan.
Infeksi organisme Yersinia dapat menyebabkan penyakit, karena merupakan
komplemen tinggi titer antibody fiksasi yang ditemukan pada 30% kasus positif usus
buntu. Reaksi inflamasi yang disertai dengan
ulserasi cukup untuk menghalangi lumen usus buntu kecil bahkan kelihatan tidak
jelas.Obstruksi paling sering disebabkan oleh fekalith, yang dihasilkan dari akumulasi
dan penebalan logam tinja sekitar serat sayuran (Felson, 2008).
Kasus usus buntu dari obstruksi lumen apendiks menyebabkan infeksi dan
peradangan. Sebuah fekalith yang menghambat, sering terlihat setelah dilakukan
operasi. Awalnya, usus buntu menyebabkan nyeri peri-pusar, mual
Dan muntah. Hal ini karena saraf visceral dari struktur pertengahan usus menyebabka
n nyeri ke daerah peri-pusar dan merangsang pusat muntah.
Ketika peradangan berkembang bisa mencapai luar usus buntu, dari serabut saraf
peritoneum parietal membawa informasi spasial yang tepat ke korteks
somatosensori dan nyeri terlokalisasi pada fosa iliak kanan, melapisi usus buntu
inflam. Setelah diobati, usus buntu dapat berkembang membentuk abses apendiks
atau pecah ke dalam rongga peritoneum, menyebabkan peritonitis (Satish, 2004).
Nyeri dapat berbeda untuk setiap orang, karena usus buntu bisa terjadi pada organ
yang berbeda. Hal ini dapat membingungkan dan sulit untuk mendiagnosa
apendisitis. Paling sering sakit dimulai di sekitar pusar dan kemudian pindah ke perut
bagian bawah kanan. Nyeri yang dirasakan bias lebih terasa sakitnya apabila berjalan
atau berbicara. Selama kehamilan letak usus buntu lebih tinggi pada bagian perut,
sehingga rasa sakit mungkin bisa
datang dari perut bagian atas. Pada orang tua, gejala sering tidak terlihatkarena ada
sedikit pembengkakan (Stewart, 2014).
Bedah apendisitis sering disebut juga dengan apendektomi.
Apendektomi merupakan kedaruratan bedah paling sering di negara-negara barat.
Jarang terjadi pada usia di bawah 2 tahun dan banyak pada decade kedua (10 - 19
tahun) atau ketiga (20 - 29 tahun), akan tetapi dapat terjadi pada semua usia (Grace et
al., 2006).

5. Patway
6. Pemeriksaan Penunjang

1 .Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang biasa dilakukan pada pasien yangdiduga appendicitis


akut adalah pemeriksaan darah lengkap dan test protein reactive (CRP).Pada
pemeriksaan darah lengkap sebagian
besar pasien biasanya ditemukan jumlah leukosit di atas 10.000 dan neutrofildiatas 75
%. Sedangkan pada pemeriksaan CRP ditemukan jumlah serumyang mulai meningkat
pada 6-12 jam setelah inflamasi jaringan.

2. Pemeriksaan urine

Untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin. pemeriksaan ini sa
ngat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemi
h atau batu ginjal yang mempunyaigejala klinis yang hampir sama dengan
appendisitis.

3. Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan radiologi yang biasa dilakukan pada pasien yangdiduga appendicitis


akut antara
lain adalah Ultrasonografi, CT scan. Pada pemeriksaan ultrasonogarafi ditemukan bag
ian memanjang pada tempatyang terjadi inflamasi pada appendiks. Sedang pada
pemeriksaan CT-scanditemukan bagian yang menyilang dengan apendicalith serta
perluasan dariappendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran dari
saekum.

4. Pemeriksaan USG

Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama
pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses.Dengan USG dapat dipakai untuk
menyingkirkan diagnosis bandingseperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya

5. Abdominal X-Ray
Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebabappendisitis. pemeriksaan
ini dilakukan terutama pada anak-anak.

7. Penatalaksanaan

Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telahditegakkan. Antibiotik dan


cairan IV diberikan serta pasien diminta untukmembatasi aktivitas fisik sampai
pembedahan dilakukan. Analgetik dapatdiberikan setelah diagnose ditegakkan.

Apendiktomi (pembedahan untukmengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin


untuk
menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum a
tau spinal,secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi yang merupakan
metodeterbaru yang sangat efektif. Bila apendiktomi terbuka, insisi Mc.Burney
banyakdipilih oleh para ahli bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak
jelassebaiknya dilakukan observasi dulu. Pemeriksaan
laboratorium danultrasonografi bisa dilakukan bila dalam observasi masih terdapatker
aguan. Bila terdapat laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik padakasus
meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan operasi atau tidak(Smeltzer C.
Suzanne, 2002).Menurut Arief Mansjoer (2000), penatalaksanaan apendisitis
adalahsebagai berikut:

1. Tindakan medisa.

Observasi terhadap diagnosaDalam 8 – 12 jam pertama setelah timbul gejala dan


tanda apendisitis,sering tidak terdiagnosa, dalam hal ini sangat penting
dilakukanobservasi yang cermat. Penderita dibaringkan ditempat tidur dan tidakdiberi
apapun melalui mulut. Bila diperlukan maka dapat diberikan.

cairan aperviteral. Hindarkan pemberian narkotik jika memungkinkan,tetapi obat


sedatif seperti barbitural atau penenang tidak karenamerupakan kontra indikasi.
Pemeriksaan abdomen dan rektum, seldarah putih dan hitung jenis di ulangi secara
periodik. Perlu dilakukanfoto abdomen dan thorak posisi tegak pada semua kasus
apendisitis,diagnosa dapat jadi jelas dari tanda lokalisasi kuadran kanan bawahdalam
waktu 24 jam setelah timbul gejala.

2. Terapi bedah Pada apendisitis tanpa komplikasi, apendiktomi dilakukan segera


setelahterkontrol ketidakseimbangan cairan dalam tubuh dan gangguan
sistematiklainnya. Biasanya hanya diperlukan sedikit persiapan. Pembedahan
yangdirencanakan secara dini baik
mempunyai praksi mortalitas 1 % secara primer angka morbiditas dan mortalitas peny
akit ini tampaknyadisebabkan oleh komplikasi ganggren dan perforasi yang terjadi
akibatyang tertunda.

3. Terapi pasca operasi Perlu dilakukan obstruksi tanda-tanda vital untuk mengetahui
terjadinya perdarahan didalam, syok hipertermia, atau gangguan pernapasan angketso
nde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambungdapat dicegah.
Baringkan
pasien dalam posisi fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gan
gguan. Selama itu pasiendipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada
perforasiatau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembalinormal.
Kemudian berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4-5 jam lalunaikkan menjadi 30
ml/jam. Keesokan harinya diberikan makan saring,dan hari berikutnya diberikan
makanan lunak. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk
tegak ditempat tidur selama 2 x 30 menit.Pada hari kedua pasien dapat berdiri
dan duduk diluar kamar. Hariketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan
pulang.

8. Komplikasi

Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yangdapat berkembang menj


adi peritonitis atau abses. Insidens perforasiadalah 10% sampai 32%. Insidens lebih
tinggi pada anak kecil dan lansia.Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan
nyeri. Gejala mencakupdemam dengan suhu 37,7o C atau lebih tinggi, penampilan
toksik, dan nyeriatau nyeri tekan abdomen yang kontinyu (Smeltzer dan Barre, 2002).

9. Pencegahan

1. Diet tinggi serat akan sangat membantu melancarkan aliran pergerakanmakanan


dalam saluran cerna sehingga tidak tertumpuk lama danmengeras.

2. Minum air putih minimal 8 gelas sehari dan tidak menunda buang air besar juga ak
an

membantu kelancaran pergerakan saluran cerna secarakeseluruhan.


KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian Keperawatan
Wawancara untuk mendapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya
mengenai:
a. Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke
perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa
jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa
waktu lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul
nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh
rasa mual dan muntah, panas.
b. Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah. kesehatan
klien sekarang.
c. Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.
d. Kebiasaan eliminasi.
e. Pemeriksaan Fisik
i. Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
ii. Sirkulasi : Takikardia.
iii. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
f. Aktivitas/istirahat : Malaise.
g. Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
h. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada
bising usus.
i. Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang
meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena
berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena
posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
j. Demam lebih dari 38oC.
k. Data psikologis klien nampak gelisah.
l. Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
m. Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri
pada daerah prolitotomi.
n. Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.

2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


a. Pre operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi (distensi jaringan intestinal
oleh inflamasi)
2) Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan penurunan
peritaltik.
3) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah.
4) Cemas berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.
b. Post operasi
1) Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi
appenditomi).
2) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post pembedahan).
3) Defisit self care berhubungan dengan nyeri.
4) Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d
kurang informasi.
3. Rencana Keperawatan
PRE OPERASI
DIAGNOSA
NO NOC NIC
KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan, - Kaji tingkat nyeri, lokasi dan
dengan agen injuri diharapkan nyeri klien berkurang dengan karasteristik nyeri.
biologi (distensi jaringan kriteria hasil :
intestinal oleh inflamasi) - Klien mampu mengontrol nyeri (tahu
penyebab nyeri, mampu - Jelaskan pada pasien tentang
menggunakan tehnik nonfarmakologi penyebab nyeri
untuk mengurangi nyeri, mencari
bantuan) - Ajarkan tehnik untuk
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang pernafasan diafragmatik lamba
dengan menggunakan manajemen / napas dalam
nyeri
- Tanda vital dalam rentang normal : - Berikan aktivitas hiburan
TD (systole 110-130mmHg, diastole (ngobrol dengan anggota
70-90mmHg), HR(60-100x/menit), keluarga)
RR (16-24x/menit), suhu (36,5- - Observasi tanda-tanda vital
37,50C)
- Klien tampak rileks mampu - Kolaborasi dengan tim medis
tidur/istirahat dalam pemberian analgetik

2. Perubahan pola eliminasi Setelah dilakukan asuhan keperawatan, - Pastikan kebiasaan


(konstipasi) berhubungan diharapkan konstipasi klien teratasi defekasi klien dan gaya hidup
dengan penurunan dengan kriteria hasil: sebelumnya.
peritaltik. - BAB 1-2 kali/hari - Auskultasi bising usus
- Feses lunak
- Bising usus 5-30 kali/menit
- Tinjau ulang pola diet dan
jumlah / tipe masukan cairan.

- Berikan makanan tinggi serat.

- Berikan obat sesuai indikasi,


contoh : pelunak feses
3. Kekurangan volume Setelah dilakukan asuhan keperawatan - Monitor tanda-tanda vital
cairan berhubungan diharapkan keseimbangan cairan dapat
dengan mual muntah. dipertahankan dengan kriteria hasil:
- kelembaban membrane mukosa - Kaji membrane mukosa, kaji
turgor kulit baik tugor kulit dan pengisian
- Haluaran urin adekuat: 1 cc/kg kapiler.
BB/jam - Awasi masukan dan haluaran,
- Tanda-tanda vital dalam batas normal catat warna urine/konsentrasi,
: TD (systole 110-130mmHg, diastole berat jenis.
70-90mmHg), HR(60-100x/menit), - Auskultasi bising usus, catat
RR (16-24x/menit), suhu (36,5- kelancaran flatus, gerakan
37,50C) usus.
- Berikan perawatan mulut
sering dengan perhatian khusus
pada perlindungan bibir.
- Pertahankan penghisapan
gaster/usus.

- Kolaborasi pemberian cairan


IV dan elektrolit
4. Cemas berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan, - Evaluasi tingkat ansietas, catat
dengan akan diharapkan kecemasan klien berkurang verbal dan non verbal pasien.
dilaksanakan operasi. dengan kriteria hasil :
- Melaporkan ansietas menurun sampai - Jelaskan dan persiapkan untuk
tingkat teratasi tindakan prosedur sebelum
- Tampak rileks dilakukan
- Jadwalkan istirahat adekuat
dan periode menghentikan
tidur.
- Anjurkan keluarga untuk
menemani disamping klien
POST OPERASI
DIAGNOSA
NO NOC NIC
KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan, - Kaji skala nyeri lokasi,
dengan agen injuri fisik diharapkan nyeri berkurang dengan karakteristik dan laporkan
(luka insisi post operasi kriteria hasil : perubahan nyeri dengan tepat.
appenditomi). - Melaporkan nyeri berkurang - Monitor tanda-tanda vital
- Klien tampak rileks
- Dapat tidur dengan tepat - Pertahankan istirahat dengan
- Tanda-tanda vital dalam batas normal posisi semi powler.
: TD (systole 110-130mmHg, diastole - Dorong ambulasi dini.
70-90mmHg), HR(60-100x/menit), - Berikan aktivitas hiburan.
RR (16-24x/menit), suhu (36,5- - Kolaborasi tim dokter dalam
37,50C) pemberian analgetika.

2. Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan keperawatan - Kaji adanya tanda-tanda infeksi
berhubungan dengan diharapkan infeksi dapat diatasi dengan pada area insisi
tindakan invasif (insisi kriteria hasil : - Monitor tanda-tanda vital.
post pembedahan). - Klien bebas dari tanda-tanda infeksi Perhatikan demam, menggigil,
- Menunjukkan kemampuan untuk berkeringat, perubahan mental
mencegah timbulnya infeksi - Lakukan teknik isolasi untuk
- Nilai leukosit (4,5-11ribu/ul) infeksi enterik, termasuk cuci
tangan efektif.
- Pertahankan teknik aseptik
ketat pada perawatan luka
insisi / terbuka, bersihkan
dengan betadine.
- Awasi / batasi pengunjung dan
siap kebutuhan.
- Kolaborasi tim medis dalam
pemberian antibiotik
3. Defisit self care Setelah dilakukan asuhan keperawatan - Mandikan pasien setiap hari
berhubungan dengan diharapkan kebersihan klien dapat sampai klien mampu
nyeri. dipertahankan dengan kriteria hasil : melaksanakan sendiri serta cuci
- klien bebas dari bau badan rambut dan potong kuku klien.
- klien tampak bersih - Ganti pakaian yang kotor
- ADLs klien dapat mandiri atau dengan yang bersih.
dengan bantuan - Berikan Hynege Edukasipada
klien dan keluarganya tentang
pentingnya kebersihan diri.
- Berikan pujian pada klien
tentang kebersihannya.
- Bimbing keluarga klien
memandikan / menyeka pasien
- Bersihkan dan atur posisi serta
tempat tidur klien.

4. Kurang pengetahuan Setelah dilakukan asuhan keperawatan - Kaji ulang pembatasan


tentang kondisi prognosis diharapkan pengetahuan bertambah aktivitas pascaoperasi
dan kebutuhan dengan kriteria hasil :
pengobatan b.d kurang - menyatakan pemahaman proses - Anjuran menggunakan
informasi. penyakit dan pengobatan laksatif/pelembek feses ringan
- berpartisipasi dalam program bila perlu dan hindari enema
pengobatan - Diskusikan perawatan insisi,
termasuk mengamati balutan,
pembatasan mandi, dan
kembali ke dokter untuk
mengangkat jahitan/pengikat
- Identifikasi gejala yang
memerlukan evaluasi medic,
contoh peningkatan nyeri
edema/eritema luka, adanya
drainase, demam
DAFTAR PUSTAKA

Baughman, Diane C dan Hackley, JiAnn C. 2000.

Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku untuk Brunner dan Suddarth Jakarta: EGC.Mansjoer,
Arif. 2000.

Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC._2002.

Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC.Sjamsuhidajat, R dan Wim de Jong. 2004.

Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta: EGC.Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G. 2002.

Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8Volume 2, Alih Bahasa Kuncara, H.Y, dkk. Jakarta:
EGC.Wilkinson, Judith M dan Ahern, Nancy R. 2011.

Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil Noc.

Jakarta: EGC.

Wikinson, Judith M, 2012, Buku saku Diagnosa Keperawatan edisi 9, EGC, Jakarta

Linda Juan, 2000, Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta


.
Doenges, Marlynn, E, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan Edisi III, EGC, Jakarta.

Betz, Cecily L, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri, Edisi 3. Jakarta: EGC

www. harnawatiarjwordpress.com diakses tanggal 15 November 2012

Syamsuhidayat. R & De Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2 .Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai