Fuad Zubaidi
Staf Pengajar Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Tadulako
fhoead@yahoo.co.id
ABSTRAK
Arsitektur tradisional Kaili adalah ungkapan budaya dan merupakan hasil pikir
dari sebuah renungan yang berhubungan dengan manusia, alam dan Yang Maha
Kuasa, oleh karenanya arsitektur tradisional Kaili bersifat spiritual sekaligus
keduniaan, yang dibuat secara individu ataupun komunal.
Arsitektur tradisional Kaili dalam eksistensinya di era modern mendapat inspirasi
dari alam,terlihat antara lain pada atap yang menjadi bagian terpenting dari sebuah
bangunan serta berbagai macam ornamen di dinding yang mengekspresikan kehidupan
religius. Sedangkan dinding dalam arsitektur modern, biasanya bukan dari bagian
konstruksi yang mendukung atau menganut bagian bangunan lainnya, namun semata-
mata sebagai bidang penutup untuk melindungi dari pengaruh iklim dan cuaca.
Arsitektur tradisional Kaili sebagai salah satu identitas dan pendukung kebudayaan
di Sulawesi Tengah umumnya dan di kota Palu khususnya, merupakan endapan
fenomena dan tidak luput dari proses pergeseran kebudayaan, sehingga secara
revolusioner perkembangan sangat lamban. Sedangkan eksistensinya yang terkait
tuntutan akan makna serta identitas. Agar tidak terjadi pergeseran nilai arsitektur
tradisional Kaili, maka diperlukan usaha pembinaan dan pengembangan, yang
ditekankan pada pengkajian mengenai nilai budaya yang berkaitan dengan arsitektur
tradisional Kaili dan dilakukan secara terpadu dengan memahami proses perubahan.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada hakikatnya suatu karya arsitektur adalah hasil dari pada usaha manusia
menciptakan lingkungan yang utuh untuk menampung kebutuhan manusia bertempat
tinggal, berusaha atau bersosial budaya.
Arsitektur dalam presepsi budaya, terdapat dua hal pokok yang saling berkaitan
yaitu arti dan fungsi dari arsitektur yang dihasilkan. Arsitektur harus bermakna positif,
arti atau makna dari arsitektur sebagai benda budaya, konsep, pola dan wujudnya
adalah interpretasi dan simbol-simbol emosi yang dapat ditemukan di dalam pikiran
manusia yang memberikan tanggapan terhadap arsitektur. Sebuah bangunan dengan
konsep tradisional misalnya, belum tentu dinilai dengan presepsi yang sama karena
Diterbitkan pada:
Jurnal Inspirasi, Nomor VII , MKDU, UNTAD, Palu, 2009
ISSN : 1858-425X
bisa saja disebut sebagai ketinggalan zaman, dianggap anti modernisasi atau berarti
lain.
Arsitektur tradisional mendapat inspirasi dari alam. Pengaruh ini terlihat antara
lain pada atap yang menjadi bagian terpenting dari sebuah bangunan serta berbagai
macam ornamen di dinding yang mengekspresikan kehidupan religius. Sedangkan
dinding dalam arsitektur modern, biasanya bukan dari bagian konstruksi yang
mendukung atau menganut bagian bangunan lainnya, namun semata-mata sebagai
bidang penutup untuk melindungi dari pengaruh iklim dan cuaca.
Daerah Sulawesi Tengah memiliki berbagai bentuk arsitektur tradisional dan
teknik pembuatannya beraneka ragam yang dipengaruhi oleh keadaan lingkungan dan
letak geografisnya. Sebagai representasi dari arsitektur tradisional Sulawesi Tengah,
Arsitektur tradisional Kaili sebagai salah satu contoh yang cukup dikenal. Daerah
Kaili terletak di kota Palu sebagai Ibukota Sulawesi Tengah. Sebagai salah satu contoh
arsitektur tradisional “ Kaili “ adalah rumah Souraja atau yang biasa juga disebut “
Banua Mbaso “.
Banua Mbaso (Souraja) sebagai representasi arsitektur tradisional Kaili,
merupakan rumah tradisional tempat tinggal para bangsawan, yang berdiam di pantai
atau di kota. Kata Souraja dapat diartikan rumah besar, merupakan rumah kediaman
tidak resmi dari manggan atau raja beserta keluarga-keluarganya. Secara keseluruhan,
bangunan Souraja cukup unik dan artistik dilihat dari hiasannya berupa kaligrafi huruf
Arab tertampang pada jalusi-jalusi pintu atau jendela, atau ukiran pada dinding, loteng,
dibagian lonta-karavana, pinggiran cucuran atap, papanini, bangko-bangko dengan
motif bunga-bungaan dan daun-daunan. Semua hiasan tersebut melambangkan
kesuburan, kemuliaan, keramah-tamahan dan kesejahteraan bagi penghuninya.
Namun kini dalam eksistensinya diera modern saat ini, sangat memprihatinkan,
keunikan, budaya serta identitas arsitektur Tradisional kaili lambat laun mulai tergeser
dan kehilangan identitas karena nilai-nilai yang terkandung di dalamnya mulai pupus
selain itu nilai kesejarahan mulai terabaikan.
Suatu proses panjang, identitas tidak dapat difabrikasikan pada suatu saat saja.
Hasil fabrikasi semacam itu hanya akan menciptakan apa yang disebut dengan
“Instant Culture” atau budaya dadakan. Yang perlu ditekankan adalah kegiatan
melestarikan warisan arsitektur tradisional tidak semata-mata merupakan upaya statis
dari kaca mata sosial budaya dan kesejahteraan semata-mata, melainkan harus dilihat
sebagai upaya yang dinamis dengan memperhitungkan pula manfaat ekonomisnya.
Konsep-konsep “Infill-Structure” dengan membangun karya arsitektur baru di
lingkungan bersejarah agar bisa berdampingan secara serasi dan sekaligus
memperkuat citra lingkungan yang sudah terbentuk, mesti dikembangkan.
B. Permasalahan
Fenomena yang terus berlangsung tersebut seharusnya dapat di tinjau dan di
lakukan penelitian lebih lanjut . Bagaimana eksistensi arsitektur tradisional Kaili di era
Diterbitkan pada:
Jurnal Inspirasi, Nomor VII , MKDU, UNTAD, Palu, 2009
ISSN : 1858-425X
modern saat ini dan bagaimana isu masalah arsitektur tradisional Kaili terkait masalah
identitas dapat dicermati , hal ini menimbulkan beberapa pertanyaan yang perlu
diteliti lebih lanjut :
1. Bagaimana eksistensi arsitektur tradisional Kaili di era modern saat ini, terkait
masalah identitas dan budaya arsitektur Kaili.
2. Bagaimana karakter arsitektur tradisional Kaili dalam eksistensinya di era modern.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Arsitektur Tradisional
Pada hakikatnya suatu karya arsitektur adalah hasil dari pada usaha manusia
menciptakan lingkungan yang utuh untuk menampung kebutuhan manusia bertempat
tinggal, berusaha atau bersosial budaya.
Budaya merupakan hal yang bersifat totalis kompleks dari gagasan-gagasan dan
hal-hal yang dihasilkan oleh manusia di dalam pengalaman sejarahnya. Budaya
menjadi pola pikir dan tindakan yang melandasi kegiatan manusia yang
membedakannya dari manusia yang lain. Budaya juga dapat digambarkan sebagai cara
manusia untuk beradaptasi dengan lingkungan dalam mencapai keinginan serta
tujuannya.
Dalam hal arsitektur, untuk memandang dengan presepsi budaya terdapat dua hal
pokok yang saling berkaitan yaitu arti dan fungsi dari arsitektur yang dihasilkan.
Arsitektur harus bermakna positif, arti atau makna dari arsitektur sebagai benda
budaya, konsep, pola dan wujudnya adalah interpretasi dan simbol-simbol emosi yang
dapat ditemukan di dalam pikiran manusia yang memberikan tanggapan terhadap
arsitektur. Sebuah bangunan dengan konsep tradisional misalnya, belum tentu dinilai
dengan presepsi yang sama karena bisa saja disebut sebagai ketinggalan zaman,
dianggap anti modernisasi atau berarti lain.
Arsitektur tradisional adalah ungkapan budaya dan merupakan hasil pikir dari
sebuah renungan yang berhubungan dengan manusia, alam dan Yang Maha Kuasa,
oleh karenanya arsitektur tradisional bersifat spiritual sekaligus keduniaan, yang
dibuat secara individu ataupun komunal.
Arsitektur tradisional sebagai salah satu identitas dan pendukung kebudayaan,
merupakan endapan fenomena dan tidak luput dari proses pergeseran kebudayaan
dalam suatu bangsa, sehingga secara revolusioner perkembangan sangat lamban.
Sedangkan tuntutan akan makna serta identitas dari arsitektur tradisional semakin
meningkat. Agar tidak terjadi pergeseran nilai arsitektur tradisional, maka diperlukan
usaha pembinaan dan pengembangan arsitektur Indonesia, yang ditekankan pada
pengkajian mengenai nilai budaya yang berkaitan dengan arsitektur tradisional
Indonesia dan dilakukan secara terpadu dengan memahami proses perubahan, ( Eko
Budiharjo, “Arsitektur sebagai Warisan Budaya”, djambatan, 1997 ).
Diterbitkan pada:
Jurnal Inspirasi, Nomor VII , MKDU, UNTAD, Palu, 2009
ISSN : 1858-425X
B. Pengertian Arsitektur Tradisional
Arsitektur tradisional terdiri dari :
Arsitektur : - Seni mendirikan bangunan termasuk proses
perancangan struktur dan menyangkut aspek dekorasi
dan keindahan
- Ungkapan fisik peninggalan budaya dari suatu
masyarakat dalam batasan tempat dan waktu tertentu.
Tradisional : - Memegang teguh secara turun temurun tanpa
mengubah
- Menerima kebiasaan sesuatu yang lama
- Design with conscious to architectural style of past
compare contemporary.
Arsitektur yang bertradisional adalah arsitektur yang dibangun sesuai dengan
kaidah-kaidah tradisional dan disebut arsitektur tradisional. Arsitektur tradisional
adalah arsitektur yang berkembang secara turun temurun dan menyesuaikan diri
dengan kondisi dan potensi alam sekitarnya. Tradisi mengandung arti kebiasaan yang
dilakukan dengan cara yang sama oleh beberapa generasi tanpa mengalami perubahan
yang berarti.
Dengan demikian arsitektur tradisional mempunyai pengertian : “Suatu bangunan
berkembang secara turun temurun pada pertumbuhan suatu suku bangsa dengan
pertimbangan aspek-aspek tradisi, ritual, religius dan menyesuaikan diri terhadap
kondisi dan potensi yang ada di sekitarnya”. (Yulianto Sumalyo, “Arsitektur
Modern”, Gajahmada Press, 1999).
Oleh karena arsitektur tradisional sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek metafisik
atau tidak nyata (spiritual dan religius) dan fisik (tradisi dan ritual).
Adapun ciri-ciri arsitektur tradisional yaitu :
a. Terbentuk oleh tradisi dan kebiasaan, dibangun berdasarkan intuisi, naluri dan
kebiasaan, diwariskan secara turun temurun dari waktu ke waktu (impiris).
b. Tradisi terbuka oleh ikatan/hubungan sosial dalam tempat tertentu dan dalam
kurun waktu yang lama.
c. Konsep, pola pemikiran atau budaya berpikir secara abstrak berdasarkan pada hal-
hal yang bersifat ritual, spiritual, magis dan religius.
d. Tidak mendasar pada teori-teori dan ilmu pengetahuan.
e. Bahan dan proses pembangunan (konstruksi) langsung diambil dari alam, diolah
secara sederhana, tanpa melibatkan banyak orang.
f. Arsitektur tradisional cenderung menyatu dengan alam.
g. Bukan bagian dari sejarah karena tidak diketahui kapan proses pembentukan dan
perkembangan dan perubahan terjadi, namun bagian dan ilmu Antropologi.
h. Mengalami perubahan yang lambat.
i. Keseluruhan bangunan dan bagian-bagiannya termasuk dekorasi mempunyai
fungsi yang majemuk antara lain fungsi sosial, spiritual dan simbol-simbol.
Diterbitkan pada:
Jurnal Inspirasi, Nomor VII , MKDU, UNTAD, Palu, 2009
ISSN : 1858-425X
C. Arsitektur dan Arsitektur Tradisional
Polemik, debat dan adu argumen tentang identitas nampaknya akan selalu terulang
dan muncul kembali. Masyarakat negara berkembang khususnya yang pernah
mengalami penjajahan seperti Indonesia, memang merasa muak dengan segala sesuatu
yang berbau internasional yang dipaksakan untuk dianut dan dipakai, biarpun
seringkali tidak cocok.
Sudah terlalu lama negara maju memandang dunia ketiga dengan sebelah mata,
dianggap dunia tidak beradab atau dunia tak dikenal. Kebudayaannya pun dinilai
sebagai kebudayaan yang rendah, tidak bermutu, primitif dan berbagai predikat
lainnya yang menyebabkan masyarakat menderita inferiority compleks akibatnya bisa
diduga beramai-ramai kita menoleh ke negara maju.
Suatu proses panjang, identitas tidak bisa difabrikasikan pada suatu saat saja. Hasil
fabrikasi semacam itu hanya akan menciptakan apa yang disebut dengan “Instant
Culture” atau budaya dadakan.
Yang perlu ditekankan adalah kegiatan melestarikan warisan arsitektur tidak
semata-mata merupakan upaya statis dari kaca mata sosial budaya dan kesejahteraan
semata-mata, melainkan harus dilihat sebagai upaya yang dinamis dengan
memperhitungkan pula manfaat ekonomisnya. Konsep-konsep “Infill-Structure”
dengan membangun karya arsitektur baru di lingkungan bersejarah agar bisa
berdampingan secara serasi dan sekaligus memperkuat citra lingkungan yang sudah
terbentuk, mesti dikembangkan.
Hal paling penting yang disumbangkan oleh arsitektur tradisional yaitu dalam hal
pemikiran tentang tempat tinggal sebagai tempat berteduh yang merupakan awal
mulanya arsitektur. Dengan kemajuan teknologi, arsitektur pun berkembang seperti
sekarang. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hal seperti :
a. Bahan, berupa : batu, kayu, timah dan pasir. Bahan itu hingga kini masih digunakan
dan berkembang seiring dengan kemajuan bidang teknologi.
b. Konstruksi, pada bangunan tradisional konstruksi yang sering digunakan pada
tiang-tiang yang tinggi, dan hal ini masih digunakan pada bangunan dengan
arsitektur modern.
c. Bentuk, pada arsitektur tradisional selalu mencerminkan budaya dan kehidupan
sosial manusia yang membuatnya. Bentuk dan wujud dari suatu bangunan selalu
berorientasi pada sifat dan keinginan manusia yang hidup pada lingkungan tertentu.
Arsitektur tradisional mendapat inspirasi dari alam. Pengaruh ini terlihat antara lain
pada atap yang menjadi bagian terpenting dari sebuah bangunan serta berbagai macam
ornamen di dinding yang mengekspresikan kehidupan religius. Sedangkan dinding
dalam arsitektur modern, biasanya bukan dari bagian konstruksi yang mendukung atau
menganut bagian bangunan lainnya, namun semata-mata sebagai bidang penutup
untuk melindungi dari pengaruh iklim dan cuaca.
Namun suatu yang menonjol dari arsitektur tradisional adalah adanya elemen
horizontal dan vertikal yang menyatu satu sama lain, berfungsi selain menahan gaya,
sedang bagian lainnya menstabilkan bangunan. Perpaduan antara kedua unsur
Diterbitkan pada:
Jurnal Inspirasi, Nomor VII , MKDU, UNTAD, Palu, 2009
ISSN : 1858-425X
horizontal dan vertikal adalah ungkapan yang melambangkan integritas manusia dan
alam.
Jadi tidak benar bila dikatakan bahwa kegiatan studi dan penelitian yang
menyangkut arsitektur tradisional tidak ada artinya dilihat dari segi ekonomi seperti
peningkatan pendapatan dan perluasan kesempatan kerja. Justeru sebaliknya, karya-
karya arsitektur tradisional dan lingkungan kuno, bisa diinventariskan kemudian
dijaga, dipelihara dan dilestarikan dengan baik, merupakan aset wisata yang sangat
potensial.
Kemungkinan besar akan timbul pertanyaan dari berbagai pihak tentang tolok ukur
yang digunakan untuk mengkaji kelayakan suatu karya arsitektur tradisional guna
dikonservasi. Ada beberapa tolok ukur yang dapat digambarkan yaitu : dari segi
kelayakan (karya yang sangat langka, tidak dimiliki oleh daerah lain), kesejarahan
(lokasi peristiwa bersejarah yang penting), estetika (memiliki keindahan bentuk,
struktur dan ornamen), superlativitas (tertua, tertinggi dan terpanjang), kejamakan
(karya yang tipikal, mewakili suatu jenis atau ragam bangunan tertentu) dan kualitas
pengaruh (keberadaannya akan meningkatkan citra lingkungan).
Banua Mbaso atau yang lebih dikenal dengan “Souraja” berbentuk rumah
panggung yang didirikan di atas kayu balok persegi empat yang biasanya terbuat
dari kayu-kayu keras.
Ukuran Banua Mbaso yaitu 31,43 x 11,31 m. Atap pada umumnya berbentuk
segi tiga. Pada bagian depan dan belakang ditutup dengan sebilah papan lebar yang
dihiasi ukiran yang disebut dengan Panapiri, diatas Panapiri pada ujung depan dan
belakang ditempatkan mahkota atau bangko-bangko yang berukir. Lantai dan
dindingnya terbuat dari papan, sedangkan bagian-bagian lainnya seperti balok
kasau, gelagar, dan balok pendukung menggunakan/balok pendukung
menggunakan balok dengan kayu bayam dan kapur.
Bangunan Banua Mbaso ini bentuk bagian-bagian atau ruangannya dibagi atas
tiga, yaitu : “Lonta Karavana” atau ruang depan, “Lonta Tatagana” atau tengah, dan
“Lonta Rarana” atau ruang belakang.
Rumah Kataba
Rumah tempat tinggal untuk golongan menengah, Kataba artinya papan atau
rumah papan (semua bagian rumah terbuat dari papan). Tipe Kataba sama dengan
tipe Banua Mbaso yaitu berbentuk rumah panggung yang ditopang dengan tiang-
tiang balok yang beralas batu. Atapnya terdiri dari atap rumbia. Ukuran Kataba
lebih kecil dari Banua Mbaso yaitu 17 x 8 m. Induk rumah 10 x 8 m dan dapur 7 x
8 m. Bentuk lain dari Banua Mbaso, demikian pula susunan dan fungsi ruang.
b. Rumah ibadah
Agama yang pertama masuk di Sulawesi Tengah adalah Islam sehingga
penduduk khususnya di Lembah Palu mayoritas beragama Islam. Rumah ibadah
sebelum Islam masuk disebut Lobo atau tempat pemujaan, setelah Islam menjadi
agama penduduk tempat ibadah menjadi “Masigi” yang artinya Masjid.
Bangunan Masigi berbentuk persegi empat seperti lazimnya masjid di seluruh
Indonesia. Ukuran bangunan pertama 21x21 m dan Mihrabnya 5x5 m. Masigi ini
mempunyai Kuba yang tingginya ± 6 m dan ditopang oleh 4 buah tiang. Masigi
mempunyai 3 pintu pada sisi bangunan. Tiang 4 buah sebagai penyangga kubah
disebut tiang raja yang tingginya 10 m jarak antara tiang 7 m. Bagian atas terdiri
dari 2 susun, susun pertama 15 cm dan susun kedua 21 cm. Mempunyai menara dua
buah yang tingginya 11 m.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Arsitektur tradisional Kaili sebagai salah satu cerminan budaya, sekurang-kurangnya
mengandung nilai yang berlaku dalam masyarakat. Karena itu pelestarian bangunan
arsitektur Kaili mempunyai arti bukan sekadar memelihara bangunan dan informasi
tentang nilai informasi tentang nilai budaya yang terkandung. Karya arsitektur Kaili
merupakan pernyataan kreatif yang jujur dari interaksi kehidupan sosial kultural
masyarakatnya, sebagai hasil penelaahan menerus. Pluralitas arsitektur yang dinamis,
yang tidak bisa dilakukan dengan bentuk tertentu yang tunggal rupa, wajib
dikembangkan dengan penuh kreatifitas dan inovasi baru.
Jika melihat beberapa penjelasan dan analisis seperti sebelumnya, dapat dikatakan,
bahwa peninggalan Arsitektural “To Kaili” merupakan sebuah karya arsitektur
tradisional yang ada di Sulawesi Tengah Khususnya di Lembah Palu, karena memiliki
beberapa karakteristik karya arsitektur tradisional antara lain :
1. Konsisten terhadap penggunaan model, walaupun terdapat beberapa variasi
bentuk pada beberapa jenis bangunan tetapi tetap mempertahankan bentuk dan
pola-pola dasar arsitektur Kaili.
2. Tingkat dan derajat klasifikasi sesuai dengan kultur dan budaya masyarakat
Kaili, hal ini bisa dilihat dengan keragaman bentuk dan fungsi yang menjadi
suatu akomodasi sosial dan budaya.
3. Bentuk denah, serta Morfologinya yang sangat spesifik dan memiliki berbagai
macam variasi.
Diterbitkan pada:
Jurnal Inspirasi, Nomor VII , MKDU, UNTAD, Palu, 2009
ISSN : 1858-425X
DAFTAR PUSTAKA