Anda di halaman 1dari 15

Tugas Katholik

Rakha Ario Hutomo


2017200016
2.1 ISI
Berdasarkan pengalaman saya tentang mengerjakan tugas eksposur
yang telah diberikan oleh Pak Cosmas, saya akan membagikan sebuah
cerita kepada rekan rekan sekalian pada saat saya mengunjungi
tempat kawasan cikapundung dan saya menemui anak yang bernama
Rido dia tinggal di bawah kolong jembatan bersama kedua orang
tuanya. Mereka hidup dengan harta bapaknya yang pas – pasan sang
bapak hanya bekerja sebagai juru parkir di daerah sekitaran itu,
sedangkan sang ibu hanya bisa terbaring di rumah gubuk yang
ditinggali bersama suami dan anak – anaknya.
Himpitan ekonomi adalah salah satu faktor yang paling besar dalam
menghambat untuk menuntut ilmu dikarenakan biaya yang cukup
mahal. Sebenarnya rido sangat mempunyai niat dan tekad untuk
menggapai cita – citanya iapun sangat ingin kembali bersekolah, saya
pribadi ikut prihatin kepada Rido dan keluarganya meskipun begitu
mereka tetap menjalani hidup dengan semangat dan bersyukur apa
yang dipunyainya.
Dari perjumpaan tersebut saya merasa sangat termotivasi untuk giat
dalam belajar karena saya merasa sangat beruntung karena saya
terlahir hidup dalam keluarga yang mampu dan tidak pas – pasan, saya
semangat dalam menjalani hidup dan hidup dengan bersyukur apa
adanya.
Kembali lagi kepada pendidikan, mereka tidak mempunyai skill yang
mumpuni dikarenakan pendidikan yang kurang karena bapak dan ibu
Rido hanya lulusan sd sedangkan Rido sendiri hanya sampai sd kelas
3, karena tidak mempunyai skill yang mumpuni keluarga tersebut
hanya mengandalkan tenaga fisik mereka untuk bekerja dan tidak
mempunyai kelebihan apapun dibandingkan orang sekitarnya.
Disisi lain Rido adalah anak yang sangat nurut kepada kedua orang
tuanya dan ikut membantu orang tuanya dalam bekerja, selain itu rido
juga tidak pernah mengeluh akan yang di jalaninya, Dari pertemuan
saya dengan keluarga Rido saya sangat belajar banyak sekali tentang
kehidupan, karena tidak semua orang mendapatkan apa yang kita
dapatkan.
Narasumber bercerita kepada saya betapa sedihnya ia menjalani
hidup dengan keadaan seperti ini terus, ia harus mau tidak mau
membanting tulang demi kehidupan yang ia jalani dikarenakan sang
Ibu mengalami cacat fisik diakibatkan karena kecelakaan.
Narasumber juga sempat menitihkan air mata dikarenakan ia iri
kepada orang orang yang bisa mempunyai tempat tinggal yang layak,
kehidupan yang layak mempunyai motor, mobil dan bergelimang
harta lalu saya menjelaskan bahwa harta bukanlah segalanya
dikarenakan harta bisa saja didapatkan dari hasil yang tidak halal.
Teman saya pun menambahkan bahwa jika dunia ini akan terus
berputar kadang diatas dan kadang di bawah, lalu saya dan teman
saya memotivasi narasumber untuk bersekolah lagi dikarenakan
sekolah adalah salah satu gerbang untuk mencapai kesuksesan dalam
hidup.
Narasumber pun terlihat tegar dalam menanggapi nasihat yang saya
berikan, iapun meminta kepada orang tuanya agar mendaftarkanya ke
sekolah lagi seperti anak lain pada umumnya.
Saya juga memberi motivasi, ia kelak harus membahagiakan orang
tuanya dan membuat bangga kedua orang tuanya yang telah
membesarkanya dikarenakan mereka tidak merasa menyesal
menyesekolahkan anaknya demi masa depan yang lebih cerah.
2.2 Analisa
Menurut analisa saya dari yang saya amati dari narasumber tersebut
yang saya kunjungi terdapat beberapa faktor yaitu:
- Kurangnya skill mumpuni yang mereka terima.
- Kurangnya bantuan dari pemerintah.
- Globalisasi yang makin menjadi.
Dari ketiga faktor tersebut saya akan memperjelaskan satu per
satu agar lebih rinci dalam dan saya akan menguraikan dari sudut
pandang saya secara pribadi.
1. Kurangnya skill yang mumpuni, Skill atau kemampuan adalah
dasar bagi setiap orang untuk menjalani hidup dan menafkahi
hidup beserta keluarganya. Dikarenakan orang tua rido ini
hanya lulusan sd maka skill yang mereka punya pun tidak
seberapa jika dibandingkan dengan orang – orang yang
mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan dirinya.

2. Kurangnya bantuan dari pemerintah, Sebagai suatu negara


yang sah harusnya pemerintah memberikan fasilitas yang
cukup dan standard dalam mengurusi rakyatnya yang dilanda
kemiskinan, sejauh ini saya menilai bantuan pemerintah di
Indonesia ini belum merata dikarenakan masih banyak
rakyatnya yang masih kesusahan.

3. Globalisasi yang makin menjadi , Hal ini sangat berpengaruh


sekali dikarenakan makin tingginya globalisasi di dunia ini
maka makin banyak juga pengangguran dan kurangnya
lapangan kerja yang memadai dan seimbang dalam
kehidupan kita selama ini.
Dari faktor faktor tersebut masih banyak yang harus kita
benahi dalam mengurus apa yang ada dalam negara ini.
Adapun faktor lainya:

1. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri


individu itu sendiri. Ketidakmampuan individu dalam
melakukan usaha atau beraktifitas, menjadikan hidup
mereka menjadi miskin. Contoh ketidak mampuan yang
dimaksud adalah sebagai berikut :
a. Ketidakmampuan secara fisik misalnya cacat, kurang gizi,
sakit-sakitan.
b. Di bidang intelektual misalnya kurangnya pengetahuan
maupun kurangnya informasi.
c. Kelemahan spiritual misalnya tidak jujur, penipu, serakah,
tidak disiplin.
d. Kondisi sosial psikologis yang kurang mendukung,
misalnya kurang motivasi, kurang percaya diri, kurangnya
hubungan serta jaringan, kurang mampu mencari dukungan.
e. Tidak mempunyai kemampuan atau keterampilan yang
sesuai dengan lapangan kerja.
2. Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri
individu. Bentuk-bentuk pengaruh dari luar diri antara lain
sebagai berikut :
a. Terbatasnya pelayanan sosial dasar.
b. Tidak dilindunginya hak atas kepemilikan tanah.
c. Budaya yang kurang mendukung kemajuan dan
kesejahteraan.
d. Kondisi geografis yang sulit
e. Terbatasnya lapangan pekerjaan formal dan kurang
terlindunginya usaha-usaha sektor informal.
Faktor-faktor tersebut mencakup seluruh aspek kehidupan
individu, baik hubungan individu dengan individu lain,
maupun individu dengan kelompok yang dalam hal ini
adalah dengan sesama masyarakat.
Dari satu permasalahan sosial saja yakni kemiskinan dapat
memunculkan permasalahan-permasalahan sosial yang lain.
Kemiskinan memberikan dampak sosial yang beraneka
ragam mulai dari tindak kriminal, pengangguran, kesehatan
terganggu dan masih banyak lagi. Berdasarkan penelusuran
yang telah dilakukan oleh banyak pihak, tindakan-tindakan
kriminal yang marak terjadi kebanyakan dilatarbelakangi
oleh motif ekonomi yakni ketidakmampuan seseorang untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak.
2.3 Refleksi iman
Hambatan dalam Pengentasan Kemiskinan
Upaya pengentasan kemiskinan sering gagal karena faktor
penghambat tidak diselesaikan lebih dahulu, yaitu:

1. Kemiskinan kultural/budaya yaitu lemahnya nilai-nilai dan pola


hidup yang terbentuk sebagai budaya dalam mental seseorang
sehingga ia cenderung mengembangkan sikap apatisme, malas,
serba tergantung, tidak memiliki inisiatif dan mudah
menyerah/tidak ulet.
2. Orientasi spiritualitas yang keliru sebab ia menganggap segala
sesuatu yang terjadi dalam hidup ini merupakan takdir Allah,
sehingga cenderung bersikap pasif dan pasrah. Ia tidak
memahami bahwa Allah menjadikan manusia sebagai
mandataris-Nya untuk mengelola dengan keahlian, tekun dan
bertanggungjawab.
3. Kebiasaan hidup yang buruk yaitu: mabuk, pesta-pora,
konsumerisme
4. Managemen waktu yang salah sehingga menyia-nyiakan
kesempatan, menunda pekerjaan, tidak disiplin dan melakukan
hal-hal yang tidak berguna.

Upaya Pengentasan Kemiskinan


Upaya pengentasan kemiskinan membutuhkan proses waktu, pola
pendekatan, perubahan paradigma dan mentalitas serta spiritualitas
seseorang sehingga terjadi pembaruan yang utuh dalam
kehidupannya. Tiga langkah untuk melakukan upaya pengentasan
kemiskinan, yaitu:

1. Pendekatan karitatif yaitu pola ajar berupa pemberian berbagai


kebutuhan primer dalam jangka waktu tertentu seperti memberi
“sembilan kebutuhan pokok” untuk meringankan beban
kemiskinan yang berakibat rentan terhadap penyakit dan
problem sosial.
2. Pendekatan reformatif yaitu pola ajar yang sifatnya
memberdayakan dengan memberikan pelatihan, pembinaan, dan
pendampingan sehingga yang bersangkutan mengalami
perubahan paradigma dan pengembangan keahlian. Dengan
demikian ia dapat mengatasi setiap persoalan hidup dan
keluarganya dengan daya inisiatif yang tinggi dan memiliki
kemampuan yang terus berkembang. Karena itu dengan bantuan
reformatif seseorang semakin diperlengkapi dengan kemampuan
yang semakin memadai. Ia berkembang dan mampu menjadi
seorang yang profesional dalam bidang pekerjaannya.
3. Pendekatan transformatif yaitu pola ajar yang mampu
mengembangkan para anggota masyarakat sebagai komunitas
untuk saling menginspirasi, berbenah dan mengembangkan diri
sehingga menciptakan kondisi sosial, budaya dan ekonomi serta
tingkat pendidikan untuk mencapai suatu kualitas hidup yang
lebih tinggi. Dengan pendekatan transformatif tersebut
perubahan bukan hanya bersifat personal atau suatu kelompok
kecil tetapi suatu komunitas dalam lingkup yang lebih luas.
Karena saling menginspirasi dan memberdayakan, maka
perubahan dengan peningkatan kualitas hidup yang lebih tinggi
bergerak secara sentrifugal yaitu gerak yang semakin meluas
dan melebar.

Ketiga pendekatan tersebut seharusnya bukan suatu pilihan tetapi


suatu tahapan agar upaya pengentasan kemiskinan menjadi upaya
yang bersifat struktural dan kultural. Dengan demikian upaya
pengentasan kemiskinan yang bersifat karitatif hanyalah pintu masuk
dalam suatu periode tertentu agar dapat mengembangkan pola
pendekatan yang bersifat reformatif dan pada akhirnya mencapai
pendekatan yang bersifat transformatif. Kesalahan terbesar bagi
beberapa kalangan atau lembaga termasuk pelayanan gerejawi adalah
hanya terbatas pada pendekatan karitatif belaka. Akibatnya justru
menjadi bumerang. Mereka yang dibantu bukan semakin keluar dari
lingkaran kemiskinan, sebaliknya mereka semakin mengembangkan
kebiasaan tergantung dan pasif. Seharusnya pendekatan karitatif
dilaksanakan dalam jangka waktu yang relatif pendek tetapi
mengutamakan pendekatan reformatif dalam jangka waktu yang lebih
panjang sehingga menghasilkan kemandirian dan pemberdayaan yang
sesuai dengan talenta atau karunia setiap orang.

Bentuk-bentuk Kemiskinan
Situasi kemiskinan sering merupakan situasi yang kompleks, saling
terjalin dalam suatu sistem. Secara garis-besar kemiskinan dibagi
menjadi tiga bentuk, yaitu:

1. Kemiskinan Absolut: Arti kemiskinan yang absolut adalah suatu


kondisi kekurangan ekonomis secara ekstrim dalam jangka
waktu yang panjang. Dalam kondisi kemiskinan absolut,
seseorang atau suatu keluarga tidak dapat memperoleh
kebutuhan dasar seperti makanan, air bersih, sanitasi, kesehatan,
pendidikan dan perlindungan yang layak. Karena itu dalam
kemiskinan absolut, seseorang atau keluarga hanya dapat
bertahan dari sisa-sisa yang dimiliki. Setelah itu ia akan
kehilangan semuanya termasuk tempat tinggal, harta milik dan
kesempatan yang ada. Karena itu tidaklah mengherankan dalam
kondisi kemiskinan absolut seseorang atau suatu keluarga
menjadi sangat egoistis dan tidak peduli dengan kehidupan
orang lain.
2. Kemiskinan Relatif: Arti kemiskinan relatif adalah suatu kondisi
kekurangan secara ekonomis dengan pendapatan di bawah rata-
rata anggota masyarakat pada umumnya sehingga ia tidak
mampu memenuhi berbagai kebutuhan sebab terlilit oleh hutang
yang sulit dibayar. Dalam konteks kemiskinan relatif seseorang
masih dapat memiliki tempat tinggal dan pekerjaan, namun
jumlah pendapatan dia begitu minim. Dengan kondisi
kemiskinan relatif seseorang hanya dapat memenuhi kebutuhan
yang paling dasar (primer) namun serba terbatas.
3. Kemiskinan Struktural adalah kondisi kemiskinan yang dialami
sekelompok orang yang disebabkan oleh sistem dan struktur
sosial yang tidak mampu menciptakan kesempatan dan keadilan
bagi anggota masyarakatnya. Karena itu para anggota
masyarakat tersebut tidak memiliki akses untuk memperoleh
pendidikan yang berkualitas dan pekerjaan yang layak walaupun
mereka telah berupaya secara optimal. Dengan demikian makna
kemiskinan struktural terjadi bukan karena faktor kemalasan,
keengganan dan keuletan bekerja. Secara fundamental
kemiskinan struktural terjadi karena penguasa korup, memeras
dan berlaku tidak adil.

Refleksi Teologis terhadap Tiga Bentuk Kemiskinan

1. Kondisi kemiskinan absolut salah satunya dikisahkan dalam


Kitab 1 Raja-raja 17 tentang seorang janda miskin. Justru
kepada janda miskin tersebut Allah mengutus Nabi Elia untuk
meminta pertolongan. Sebab melalui nubuat nabi Elia, Allah
tidak menurunkan hujan atau embun hampir selama tiga tahun
enam bulan. Dengan kondisi tanpa hujan sehingga sungai-sungai
menjadi kering, maka Nabi Elia tidak dapat memperoleh
makanan. Namun di tengah-tengah situasi itu Allah justru
mengutus Nabi Elia pergi ke rumah janda miskin di Sarfat. Di
Kitab 1 Raja-raja 17:9 Allah berfirman: “Bersiaplah, pergi ke
Sarfat yang termasuk wilayah Sidon, dan diamlah di sana.
Ketahuilah, Aku telah memerintahkan seorang janda untuk
memberi engkau makan.” Janda di Sarfat begitu miskin.
Kekayaan yang ia miliki hanyalah segengam tepung dalam
tempayan dan sedikit minyak dalam buli-buli. Namun di tengah-
tengah kemiskinannya janda di Sarfat tersebut bersedia
memberikan hasil olahan tepung menjadi sepotong roti kepada
Nabi Elia. Janda di Sarfat tersebut justru memperlihatkan
kepedulian dan kemurahan hati kepada orang lain, barulah dia
membuat sepotong roti dari sisa tepung yang telah diolahnya.
Karena itu Allah menyatakan pemeliharaan-Nya dengan kuasa
mukjizat, yaitu: “Tepung dalam tempayan itu tidak habis dan
minyak dalam buli-buli itu tidak berkurang seperti firman Tuhan
yang telah diucapkan-Nya dengan perantaraan Elia.” Secara
ekonomis janda di Sarfat tersebut hidup di bawah garis
kemiskinan, tetapi secara rohaniah ia adalah seorang yang kaya
di hadapan Allah. Di tengah-tengah kemiskinannya ia tetap
melakukan perbuatan yang mulia dan berbuat kebajikan kepada
sesama yang juga sedang kekurangan. Itu sebabnya janda di
Sarfat diberkati Allah dan memperoleh pemeliharaan Allah
dengan kuasa-Nya.

2. Kondisi kemiskinan relatif dapat dilihat di Lukas 21:2


mengisahkan seorang janda miskin yang memasukkan dua peser
ke dalam peti persembahan di Bait Allah. Pada zaman Kerajaan
Romawi waktu itu terdapat tiga logam utama untuk alat
penukar, yaitu emas, perak-tembaga, dan perungu/kuningan.
Uang logam yang dipersembahkan janda miskin tersebut terbuat
dari perungu. Dalam bahasa Yunani koin dari perungu disebut
dengan Khalkon. Tetapi tampaknya uang yang dipersembahkan
janda miskin tersebut begitu kecil sehingga disebut dengan
nama assarion (Yunani) dan lepton (Yahudi). Itu sebabnya di
Lukas 21:2 menyatakan bahwa janda tersebut hanya
memasukkan dua peser saja. Kata “miskin” yang digunakan
dalam Lukas 21:2 adalah kata penikhros. Makna kata penikhros
dipakai untuk menunjuk kepada seseorang yang sangat miskin
atau berkekurangan namun tetap bekerja mencari nafkah, dan
nafkah tersebut dipakai untuk sesuatu yang mulia dan kudus.
Dalam kondisi kekurangan, seseorang dengan spiritualitas
penikhros bekerja mencari nafkah dan mempersembahkan
nafkah tersebut untuk pekerjaan Tuhan atau menolong orang
lain. Karena itu situasi kemiskinan tidak menghalangi dia untuk
melakukan yang terbaik bagi Allah. Aspek yang menonjol dari
janda tersebut adalah kemurahan hati dan cintanya yang
berkobar-kobar kepada Allah. Itu sebabnya Yesus memuji sikap
janda tersebut karena ia memiliki hati yang kaya dalam
kemurahan walau berada di tengah-tengah situasi melarat.

3. Kondisi kemiskinan struktural merupakan kemiskinan yang


disebabkan oleh kerusakan sistem dan struktur sosial sehingga
menimbulkan ketidakadilan, eksploitasi dan kemiskinan
digambarkan oleh Kitab Amos. Di Amos 2:6 menyatakan:
“Beginilah firman Tuhan, karena tiga perbuatan jahat Israel
bahkan empat, Aku tidak akan menarik kembali keputusan-Ku.
Oleh karena mereka menjual orang benar karena uang dan orang
miskin karena sepasang kasut.” Para penguasa Israel pada
zaman Nabi Amos melakukan kejahatan dan tindakan korup,
sehingga mereka tidak membela orang benar tetapi berpihak
kepada mereka yang memiliki uang. Di Amos 5:12 menyatakan:
“Sebab Aku tahu, bahwa perbuatanmu yang jahat banyak dan
dosamu berjumlah besar, hai kamu yang menjadikan orang
benar terjepit, yang menerima uang suap dan yang
mengesampingkan orang miskin di pintu gerbang.” Melalui
Nabi Amos, Allah menyatakan perlawanan kepada para
penguasa Israel yang korup dan melakukan kejahatan sehingga
orang benar dan orang miskin tertindas. Para penguasa yang
korup dan penindas tersebut dari sudut agama adalah orang-
orang yang gemar melakukan perayaan atau ritual keagamaan.
Mereka mempersembahkan korban persembahan dalam jumlah
yang besar. Tetapi tindakan keagamaan mereka justru
merupakan sesuatu yang memuakkan Allah (Am. 5:22). Allah
menghendaki keadilan, dan bukan persembahan: “Tetapi biarlah
keadilan bergulung-gulung seperti air dan kebenaran seperti
sungai yang selalu mengalir” (Am. 5:24).

Tanggapan
.

Kasus janda di Sarfat walau terjerat oleh situasi kemiskinan absolut


nuraninya tidak menjadi lemah. Sebaliknya kepeduliannya terhadap
orang lain yaitu Nabi Elia tetap menjadi prioritas. Melalui harta milik
satu-satunya yaitu segenggang tepung dan sedikit minyak dalam buli-
buli ia membuatkan roti terlebih dahulu untuk orang lain. Kemiskinan
absolut tidak meniadakan hakikat manusiawinya yaitu mendahulukan
keselamatan orang lain walau ia dan keluarga sedang bertaruh dengan
maut yaitu kelaparan di depan mata. Dalam konteks ini yang
seharusnya dibutuhkan oleh janda di Sarfat adalah bantuan karitatif
dari orang-orang di sekelilingnya. Tetapi ia justru memberi bantuan
karitatif kepada Nabi Elia. Tindakan janda di Sarfat yang menyatakan
kemurahan dan kepedulian yang tulus kepada Nabi Elia justru tidak
membuat dia menjadi semakin miskin. Sebaliknya Allah menyatakan
pemeliharaan-Nya secara ajaib. Janda di Sarfat dan anaknya itu tetap
terpelihara selama musim kering dan tanpa hujan tiga tahun enam
bulan lamanya.
Kasus janda di Lukas 21:1-2 yang terjerat oleh kemiskinan relatif
memiliki spiritualitas penikhros. Spiritualitas penikhros yang dimiliki
oleh janda tersebut adalah di tengah-tengah kemiskinan dia bekerja
mencari nafkah namun nafkah tersebut dipersembahkan untuk
pekerjaan atau karya Allah. Janda tersebut telah melakukan upaya
reformatif bagi dirinya sendiri. Dia tidak tergantung pada pemberian
atau bantuan orang lain. Ia mampu membiayai hidupnya sendiri,
tetapi juga ia bekerja mencari nafkah agar dapat ambil bagian dalam
karya keselamatan Allah. Karya reformatif yang dilakukan oleh janda
tersebut telah melewati tahap kemandirian. Ia mencari nafkah untuk
sesuatu yang dianggap luhur bagi pihak lain. Dalam kehidupan sehari-
hari sifat reformatif janda tersebut diimplementasikan oleh beberapa
orang yang bekerja keras mencari nafkah tetapi hasil kerja keras
tersebut dipakai untuk kesejahteraan anak-anak yang terlantar, para
yatim-piatu dan orang-orang yang sedang mengalami kesusahan.

Kasus kemiskinan struktural harus diatasi dengan perubahan struktur


dan sistem dalam lingkup sosial dan budaya serta keagamaan agar
keadilan dapat diberlakukan kepada setiap orang. Lembaga-lembaga
masyarakat dan keagamaan tidak senantiasa berpihak kepada
kebenaran dan keadilan. Mereka bisa dipengaruhi oleh suap,
hubungan relasi/kerabat dan perbedaan etnis. Karena itu pengentasan
kemiskinan melalui pendekatan struktural berarti menata kembali
struktur, hubungan sosial, sistem nilai, paradigma, penegakan hukum
dan penolakan terhadap berbagai diskriminasi. Kemiskinan struktural
akan terwujud apabila keadilan dijamin dan kesejahteraan
ditumbuhkan. Pengentasan kemiskinan secara struktural merupakan
upaya pengentasan yang bersifat transformatif.
2.4 Kesimpulan
Perkuatlah ilmu kita baik ilmu agama, sosial dan yang lain – lain
dikarenakan ilmu adalah pintu untuk mencapai segalanya, jangan lupa
berdoa dalam menjalankan seluruh aktivitas agar dilancarkan dalam
dunia maupun akhirat.

Catatan: narasumber tidak ingin diambil dalam bentuk foto, foto ini
dilakukan secara diam diam
1.1 Pengantar
Makna “miskin” secara umum dipahami sebagai kondisi tidak
memiliki harta dan kemampuan ekonomis untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan hidup yang paling mendasar (primer) yaitu:
makanan, air, kesehatan dan pendidikan serta tempat tinggal.
Seseorang yang hidup dalam situasi kemiskinan tidak mampu
menikmati kesejahteraan secara ekonomis dan sosial, sehingga ia
mengalami kesulitan untuk meningkatkan kualitas hidup
sebagaimana yang seharusnya. Dalam konteks ini kita dapat
melihat hubungan yang erat antara kesejahteraan hidup dengan
kualitas hidup. Seseorang disebut sejahtera apabila mampu
meningkatkan kualitas hidupnya. Makna kesejahteraan bukan
sekadar sejahtera secara ekonomis saja, tetapi juga secara sosial,
kesehatan dan tingkat pendidikan serta makna hidup. Itu
sebabnya kualitas hidup manusia mencakup keseluruhan aspek,
yaitu ekonomi, sosial, kesehatan, pendidikan dan makna hidup.
Salah satu faktor yang tidak dapat disangkal untuk mencapai
kesejahteraan hidup adalah faktor ekonomi. Walau faktor
ekonomi tidak lebih tinggi daripada kebutuhan sosial, kesehatan,
pendidikan dan makna hidup tetapi tanpa didukung oleh
kemampuan ekonomis kita tidak dapat mencapai kualitas hidup
yang seharusnya. Karena itu salah satu faktor pengentasan
kemiskinan adalah perlunya peningkatan kemampuan ekonomis
yang didukung oleh keahlian, pendidikan, pelatihan, cara
pandang, mentalitas dan spiritualitas serta iman. Dengan
demikian upaya pengentasan kemiskinan bersifat holistik, yaitu
terintegrasinya setiap segi dalam kesatuan sehingga
menghasilkan sinergi spiritual untuk meraih tahap-tahap kualitas
hidup.

Anda mungkin juga menyukai