Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS

DI SUSUN OLEH :

ZANNA RAKHUL AULIA MATARI

1811040015

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2019
LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS

A. DEFINISI

Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan

tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik

akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh,

gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga

gangguan metabolism lemak dan protein ( Askandar, 2000 ).

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus

merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang

terjadi karena kelainansekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.

Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit kronis yang membutuhkan

perawatan medis berkelanjutan pada pasien sehingga dibutuhkan pengelolaan diri,

pendidikan dan dukungan untuk mencegah komplikasi akut dan untuk mengurangi risiko

komplikasi jangka panjang (ADA, 2012)

B. KLASIFIKASI TIPE DM

Klasifikasi Diabetes Melitus dari National Diabetus Data Group: Classification

and Diagnosis of Diabetes Melitus and Other Categories of Glucosa Intolerance:

1. Klasifikasi Klinis

a. Diabetes Melitus

1) Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I

2) Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II (DMTTI yang tidak mengalami

obesitas , dan DMTTI dengan obesitas)

b. Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)


c. Diabetes Kehamilan (GDM)

2. Klasifikasi risiko statistik

a. Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa

b. Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa

C. ETIOLOGI

Penyebab diabetes melitus belum diketahui pasti tapi umumnya diketahui

kekurangan insulin adalah penyebab utama dan faktor herediter memegang peranan.

Diabetes mellitus dapat dibedakan atas dua yaitu :

1. Diabetes type I (Insulin Depedent Diabetes Melitus/IDDM ) tergantung insulin

dapat disebabkan karena faktor genetik, imunologi dan mungkin lingkungan

misalnya infeksi virus.

a. Faktor genetik, penderita diabetes tidak mewarisi diabetes type 1 itu sendiri

tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya

diabetes type 1.

b. Faktor immunologi, pada diabetes type 1 terdapat bukti adanya suatu proses

respon autoimun.

c. Faktor lingkungan, virus ataau vaksin menurut hasil penelitian dapat memicu

destruksi sel beta atau dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan

destruksi sel beta.

2. Diabetes type II (Non Insulin Depedent Diabetes Melitus /NIDDM) yaitu tidak

tergantung insulin. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan penting dalam

proses terjadinya resistensi insulin.

Menurut Kwinahyu (2011) ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan diabetes

melitus, yaitu :
1. Pola Makan

Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan oleh

tubuh dapat memacu timbulnya diabetes melitus. Hal ini disebabkan jumlah/kadar

insulin oleh sel β pankreas mempunyai kapasitas maksimum untuk disekresikan. Oleh

karena itu, mengonsumsi makanan secara berlebihan dan tidak diimbangi oleh sekresi

insulin dalam jumlah memadai dapat menyebabkan kadar gula dalam darah meningkat

dan meyebabkan diabetes melitus.

2. Obesitas

Orang yang gemuk dengan berat badan melebihi 90 kg mempunyai

kecenderungan yang lebih besar untuk terserang diabetes melitus dibanding dengan

orang yang tidak gemuk.

3. Faktor genetik

Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab diabetes melitus orang tua. Biasanya,

seseorang yang menderita diabetes melitus mempunyai anggota keluarga yang juga

terkena. Jika kedua orang tua menderita diabetes, insiden diabetes pada anak-anaknya

meningkat, tergantung pada umur berapa orang tua menderita diabetes. Risiko terbesar

bagi anak-anak terserang diabetes terjadi jika salah satu atau kedua orang tua

mengalami penyakit ini sebelum berumur 40 tahun. Riwayat keluarga pada kakek dan

nenek kurang berpengaruh secara signifikan terhadap cucunya.

4. Bahan-bahan kimia dan obat-obatan

Bahan kimia tertentu dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan radang

pankreas. Peradangan pada pankreas dapat menyebabkan pankreas tidak berfungsi


secara optimal dalam mensekresikan hormon yang diperlukan unuk metabolisme dalam

tubuh, termasuk hormon insulin.

5. Penyakit dan infeksi pada pankreas

Mikroorganisme seperti bakteri dan virus dapat menginfeksi pankreas sehingga

menimbulkan radang pankreas. Hal itu menyebabkan sel β pada pankreas tidak bekerja

optimal dalam mensekresi insulin. Beberapa penyakit tertentu, seperti kolesterol tinggi

dan dislipidemia dapat meningkatkan risiko terkena diabetes melitus.

D. PATOFISIOLOGI

Menurut Smeltzer dan Bare (2001), patofisiologi dari diabetes melitus adalah :

1. Diabetes tipe I

Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-

sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi

akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang

berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam

darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi

glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa

yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (Glukosuria).

Ketika glukosa yang berlebih dieksresikan dalam urin, ekskresi ini akan disertai

pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis

osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan

mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).

Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang

menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera

makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup


kelelahan dan kelemahan.Proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut

menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang

mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping

pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan

asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang

diakibatkannya dapat menyebabkan tandatanda dan gejala seperti nyeri abdominal,

mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan

menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.

2. Diabetes tipe II

Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin, yaitu

resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan

reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor

tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel.

Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini.

Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan

glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan

progresif maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya

dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan,

iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan

yang kabur ( jika kadar glukosanya sangat tinggi).

Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada pembuluh

darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan

terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut

makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut

mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar
disbanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses

pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf

perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik

terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati

sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya

kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar

dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan

penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk

mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan closed

space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria

sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).


Pathway DIABETES MELITUS (DM)
E. Manifestasi Klinis

Menurut Kwinahyu (2011) manifestasi klinik dapat digolongkn menjadi gejala akut

dan gejala kronik

1. Gejala Akut

Gejala penyakit DM ini dari satu penderita ke penderita lainnya tidaklah sama ;

dan gejala yang disebutkan di sini adalah gejala yang umum tibul dengan tidak

mengurangi kemungkinan adanya variasi gejala lain, bahkan ada penderita diabetes

yang tidak menunjukkan gejala apa pun sampai pada saat tertentu. Pada permulaan

gejala ditunjukkan meliputi tiga serba banyak, yaitu :

a. Banyak makan ( polifagia )

b. Banyak minum ( polidipsia )

c. Banyak kencing ( poliuria )

Bila keadaan tersebut tidak cepat diobati, lama-kelamaan mulai timbul gejala

yang disebabkan kurangnya insulin. Jadi, bukan 3P lagi melainkan hanya 2P saja

(polidipsia dan poliuria ) dan beberapa keluhan lain seperti nafsu makan mulai

berkurang, bhkan kadang-kadang timbul rasa mual jika kadar glukosa darah

melebihi 500 mg/ dl, disertai :

a. Banyak minum

b. Banyak kencing

c. Berat badan turun dengan cepat ( bisa 5- 10 kg dalam waktu 2-4 minggu.

d. Mudah lelah

e. Bila tidak lekas diobati akan timbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh

koma ( tidak sadarkan diri ) dan di sebut koma diabetik.

2. Gejala Kronik
Kadang-kadang penderita DM tidak menunjukkan gejala sesudah beberapa

bulan atau beberapa tahun mengidap penyakit DM. Gejala ini di sebut gejala kronik

atau menahun. Gejala kronik yang sering timbul adalah seorang penderita dapat

mengalami beberapa gejala, yaitu :

a. Kesemutan

b. Kulit terasa panas atau seperti tertusuk-tusuk jarum.

c. Rasa tebal di kulit sehingga kalau berjalan seperti di atas bantal atau kasur.

d. Kram

e. Mudah mengantuk.

F. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Tarwoto (2012), untuk menentukan penyakit DM, di samping di kaji

ng dan gejala yang dialami pasien juga yang penting adalah di lakukan tes diagnostik

diantarannya:

1. Pemeriksaan gula dara puasa atau fasting Blood sugar (FBS)

Tujuan : Menentukan jumlah glukosa darah pada saat puasa

Pembatasaan : Tidak makan selama 12 jam sebelum tes biasanya jam 08.00

pagi sampai jam 12.00, minum boleh

Prosedur : Darah diambil dari vena dan kirim ke laboratorium

Hasil : Normal : 80-120 mg/ 100 ml serum

Abnormal : 140 mg/100 ml atau lebih

2. Pemeriksaan gula darah postprandial

Tujuan : Menentukan gula darah setelah makan

Pembatasaan : Tidak ada

Prosedur : pasien diberi makan kira-kira 100 gr karbohidrat, dua jam

kemudian di ambil darah venanya


Hasil : Normal (kurang dari 20 mg/100 ml serum)

Abnormal : lebih dari 120 mg/100 ml atau lebih, indikasi DM.

3. Pemeriksaan toleransi glukosa oral/oral glukosa tolerance tes (TTGO)

Tujuan : Menentukan toleransi terhadap respons pemberian

glukosa

Pembatasan : Pasien tidak makan 12 jam seblum tes dan selama test, boleh

minum air putih, tidak merokok, ngopi atau minum the selama

pemeriksaan (untuk mengukur respon tubuh terhadap

karbohidrat), sedikit aktivitas, kurangi sters (keadaan banyak

aktivitas dan stress menstimulasi epinephrine dan kortisol dan

berpengaruh terhadap peningkatan gula darah melalui

peningkatan glukoneogenesis).

Prosedur : Pasien di beri makan tinggi karbohidrat selama 3 hari sebelum

tes. Kemuadian puasa selama 12 jam, ambil darah puasa dan urin

untuk pemeriksaaan. Berikan 100 gr glukosa ditambah juice lemon

melalui mulut,periksaa darah dan urine ½, 1,2,3,4, dan 5 jam

setelah pemberian glukosa.

Hasil : Normal puncaknya jam pertama setelah pemberian 140 mg/dl dan

kembali normal 2 atau 3 jam kemudian.

Abnormal : Peningkatan glukosa pada jam pertama tidak kembali setelah 2 atau

3 jam, urine positif glukosa

4. Pemeriksaan glukosa urine

Pemeriksaan ini kurang akurat karena hasil pemeriksaan ini banyak dipengaruhi

oleh berbagai hal misalnya karena obat-obatan seperti aspirin, vitamin C dan

beberapa antibiotik, adanya kelainan ginjal pada lansia dimana ambang ginjal
meningkat. Adanya glukosuria menunjukkan bahwa ambang ginjal terhadap

glukosa terganggu.

5. Pemeriksaan ketone urin

Badan ketone merupakan produk sampingan proses pemecahan lemak, dan

senyawa ini akan menumpuk pada darah dan urine. Jumlah keton yang besar pada

urin akan merubah preaksi pada stirip menjadi keunguan. Adanya ketonuria

menunjukkan adanya ketoasidosis

6. Pemeriksaan kolesterol dan kadar serum trigliserida, dapat meningkat karena

ketidakadekuatan kontrol glikemik

7. Pemeriksaan hemoglobin glikat (HbA1c)

Pemeriksaan lain untuk memantau rata-rata kadar glukosa darah adalah

glykosytaled hemoglobin ( HbA1c). tes ini mengukur protensis glukosa yang

melekat pada hemoglobim. Pemeriksaan ini menunjukkan kadar glukosa rata-rata

selama 120 hari sebelumnya, sesuai dengan usia eritrosit. HbA1c digunakan

untuk mengkaji kontrol glukosa jangka panjang, sehingga dapat memprediksi

risiko komplikasi. Hasil HbA1c tidak berubah karna pengaruh kebiasaan makan

sehari sebelum test. Pemeriksaan HbA1c dilakukan diagnosis dan pada inteval

tertentu untul mengevaluasi penatalaksanaan DM, direkomendasikan dilakukan 2

kali dalam sethaun bagi pasien DM. kadar yang direkomendasikan oleh ADA <

7% (ADA 2003 dalam black dan hawks, 2005 : ignativicius dan workman, 2006).

F. Komplikasi

Menurut Tarwoto (2012) komplikasi yang berkaitan dengan diabetes melitus

digolongkan menjadi dua, yaitu :

1. Komplikasi Akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek

dalam glukosa darah, yaitu : hipoglikemia, ketoasidosis diabetik, sindrom

hiperglikemik hiperosmolar non-ketotic (HHNK).

a. Hipoglikemia

Sindrom hipoglikemia ditandai dengan gejala klinis penderita merasa pusing,

lemas, gemetar, pandangan berkunang-kunang, pitam (pandangan menjadi gelap),

keluar keringat dingin, detak jantung meningkat, sampai hilang kesadaran. Apabila

tidak segera ditolong dapat terjadi kerusakan otak dan akhirnya kematian.

Menurut Depkes (2005), serangan hipoglikemia pada penderita diabetes

umumnya terjadi apabila penderita:

1) Lupa atau sengaja meninggalkan makan (pagi, siang atau malam)

2) Makan terlalu sedikit, lebih sedikit dari yang disarankan oleh dokter atau ahli

gizi .

3) Berolah raga terlalu berat

4) Mengkonsumsi obat antidiabetes dalam dosis lebih besar dari pada seharusnya.

5) Minum alkohol

6) Stress.

7) Mengkonsumsi obat-obatan lain yang dapat meningkatkan risiko.

b. Sindrom hiperglikemik hiperosmolar non- ketotic

HHNK terjadi pada manula, penyandang diabetes dengan obesitas, seringkali

adanya diabetes tidak terdiagnosis sebelumnya. Seringkali ditemukan faktor

pencetus seperti infark miokard, stroke, atau infeksi. Onsetnya lambat dengan poliuri

selama 2-3 minggu dan dehidrasi progresif. Kadar glukosa darah tinggi (sering di

atas 45,0 mmol/L) dan osmolalitas (seringkali di atas 400 mmol/L). Bikarbonat

plasma biasanya normal tanpa disertai ketonuria. Jika kadar bikarbonat plasma
rendah, pikirkan asidosis laktat. Pasien ini memrlukan cairan dalam jumlah banyak

(10 liter) yang diberikan dalam bentuk Nacl 0,9 % (David. dkk, 2011).

2. Komplikasi kronis

Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan, yaitu : makrovaskuler,

mikrovaskular, dan penyakit neuropati.

a. Komplikasi mikrovaskuler

Komplikasi mikrovaskuler berupa retinopati, nefropati, dan neuropati

merupakan kelainan yang lebih sering timbul setelah pubertas, namun juga dapat

terjadi selama periode prepurbertas memberikan efek yang tidak sama pada

masing-masing individu dalam hal komplikasi.

b. Neuropati

Menurut Batubara (2010), sistem saraf sentral dan perifer juga terkena oleh

diabetes. Pola keterlibatan yang paling sering adalah neuropati perifer simetris di

ekstremitas bawah yang mengenai, baik fungsi motorik maupun sensorik, terutama

yang terakhir. Walaupun gejala klinis kelainan saraf pada anak dan remaja jarang

didapatkan namun eberadaan kelainan subklinis sudah didapatan. Evaluasi klinis

dari pemeriksaan saraf perifer harus meliputi :

1. Anamnesis timbulnya nyeri,parestasia,maupun rasa tebal.

2. Penentuan sensasi vibrasi.

c. Komplikasi makrovaskuler

Penelitian tentang penebalan intima-media pada karotis merupakan tanda

yang sensitif untuk timbulnya komplikasi makrovaskuler yaitu penyakit jantung

koroner dan penyakit serebro vaskuler.

G. Penatalaksanaan
Tujuan utama dari pengobatan adalah untuk mencoba menormalisasi aktivitas

insulin dan kadar gula darah untuk menurunkan perkembangan komlikasi neuropati

dan vaskular. Tujuan terapeutik dari masing-masing diabetes adalah untuk mencapai

kadar glukosa darah tanpa mengalami hipoglikemia dan tanpa mengganggu aktivitas

sehari-hari pasien dengan serius. Terdapat lima komponen penatalaksanaan untuk

diabetes, yaitu : diet, latihan, pemantauan, obat-obatan dan penyuluhan (Tarwoto,

2012).

Menurut Tarwoto (2012) prinsip utama dalam penanganan pasien waktu sakit yaitu :

1. Pengobatan segera penyakit lain yang diderita pasien dengan diabetes

Pengoatan penyakit tidak berbeda dengan anak normal. Pasien sebaiknya segera

berobat karena mungkin memerlukan antibiotik atau terapi lainnya.

2. Pemberian insulin

Insulin harus terus diberikan dengan dosis biasa meskipun anak tidak makan. Pada

penderita diabetes yang sakit mungkin akan menimbulkan hiperglikemia akibat

glukoneogenesis atau glikolisis karena kerja hormon anti insulin. Bila kadar glukosa

darah > 250 mg/dL, segera lakukan pemeriksaan keton darah. Bila keton darah

>1mmol/L berarti dosis insulin kurang dan perlu ditambah . Bila kadar glukosa darah

>250mg/dL dan keton darah <1 mmol/L, tidak perlu ditambahan insulin dan periksa

kembali glukosa darah setelah 2 jam. Pemberian insulin tambahan pada balita sebesar

1U dapat menurunkan glukosa darah rata-rata 100 mg/dL, sedangkan pada anakn

sekolah dan remaja dosis tersebut mungkin hanya menurunkan glukosa darah sebesar
30-50 mg/dL. Penambahan dosis insulin dapat juga dilakukan dengan

memperhitungkan 5-20% dari total dosis harian,tergantung situasi.

3. Pemberian minum yang cukup

Apabila kadar glukosa darah tidak menurun dengan dosis tambahan dosis insulin,

maka pemberian cairan untuk hidrasi tubuh pasien kemungkinan kurang adekuat.

Berikan minum sebanyak mungkin kepada pasien. Bila glukosa tetap tinggi, maka pada

pasien masih akan terjadi diuresis osmotik yang menyebabkan kehilangan cairan.

Adanya demam akan meningkatkan kebutuhan kesehatan pasien.

4. Pasien harus istirahat

Anjurkan pasien agar beristirahat di rumah bila merasa tidak enak badan.

5. Pemberian obat yang tidak mengandung gula

Penting untuk tidak memberikan obat-obatan yang mengandung gula.

6. Peralatan untuk mengantisipasi ‘sick-day management’ di rumah

Setiap keluarga sebaiknya dapat menyiapkan peralatan yang diperlukan. Misalnya

insulin kerja cepat/penfill atau dalam flakon, strip test glukosa dan keton darah , glukon-

ketonmeter, jarum/lancet untuk mengambil kapiler darah, alkohol 70% , persendiaan

permen, coklat, jus buah, limun rendah kalori atau soft drink rendah kalori serta air

mineral.

7. Penyuluhan

Lingkungan pasien DM tipe-1 amat penting. Kerabat pasien harus mengetahui

prinsip-prinsip menangani pasien DM tipe-1 yang sedang sakit. Insulin harus tetap

diberikan meskipun pasien DM tipe-1 yang sedang sakit tidak mau makan atau hanya

mau makan sedikit. Glukosa darah pasien dapat meningkat selama sakit karena

glukoneogenesis. Muntah merupakan gejalah serius yang perlu penangan segera.

Adanya keton dalam urin atau darah yang disertai kadar glukosa darah yang tinggi
merupakan tanda kurangnya kerja insulin, dan bila hal ini tidak segera diatasi maka

pasien akan jatuh ke dalam KAD yang mengancam jiwa.

8. Pemberian nutrisi

Bila pasien merasa mual dan tidak mau makan, maka dianjurkan untuk tetap minum

cairan berkalori.

Ada lima kategori obat hipoglikemik oral, yaitu:

a. Sulfonilurea

1) Secara primer menstimulasi pelepasan insulin dari sel beta selama waktu kerja

farmakologis obat (4 sampai 24).

2) Sulfonilurea sering berhasil jika digunakan secara tunggal.

3) Efek samping meliputi penambahan berat badan

4) Dikontraindikasikan pada defisiensi insulin (diabetes tipe 1), kehamilan dan

menyusui.

b. Biguanida (metformin)

1) Menurunkan glukosa darah dengan menurunkan absorpsi glukosa usus,

meningkatkan sensitivitas insulin dan ambilan glukosa perifer hepar.

2) Tidak menyebabkan hipoglikemia.

3) Keuntungan lain meliputi penurunan kadar kolesterol total, trigliserida, dan LDL.

4) Karena terkadang berefek samping kehilangan selera makan dan penurunan berat

badan, obat ini lebih disukai penanganan pasien obese.

5) Efek samping meliputi gastrointestinal minor yang dapat dikontrol dengan

menurunkan dosis. Konsekuensi serius yang jarang terjadi adalah asidosis laktat,
ini biasanya muncul bila ada kontraindikasi seperti insufisiensi ginjal yang tidak

ketahuan.

6) Dikontraindikasikan pada gangguan ginjal, kehamilan, dan ketergantungan

insulin, dan harus digunakan dengan hati-hati pada pasien hepar, jantung, atau

paru.

c. Derivat asam benzoat (meglitinida, repaglinida)

1) Secara struktur berbeda dari sulfonilurea, tetapi serupa dalam mekanisme

stimulasi sekresi insuli.

2) Dirancang untuk meningkatkan sekresi insulin saat makan dan harus diminum

saat makan.

d. Inhibitor alfa-glukosidase (acarbose, voglibose, miglitol)

1) Mempunyai aksi memengaruhi enzim di dalam usus yang memecah gula

kompleks. Memperlambat kecepatan pencernaan polisakarida, mengakibatkan

keterbatasan absorpsi glukosa dari karbohidrat yang dikonsumsi. Tampaknya

memperbaiki kadar glukosa darah setelah makan dan menurunkan hemoglobin

terglikosilasi.

2) Tidak menyebabkan hipoglikemia

3) Efek samping berupa serupa degan intoleransi laktosa karena efek gula yang tidak

tercerna oleh bakteria kolon (diare, nyeri abdomen, flatus dan distensi abdomen).

e. Tiazolidinedion (rosiglitazon, pioglitazon)

1) Meningkatkan sensitivitaas hepar dan menurunkan resistensi insulin.

2) Efek sampingnya minimal dan meliputi retensi cairan dan kadang peningkatan

enzim fungsi hepar secara reversibel.


H. Prognosis

Sebagian besar dari pasien dengan diabetes tipe 2 meninggal dalam waktu satu

tahun dari infark, miokard akut (MI) (44,2% dari rata-rata diabetes, 36, 9% wanita

diabetes) dan sejumlah besar pasien meninggal bahkan sebelum mereka mencapai

rumah sakit. Sebuah studi terbaru menunjukkan bahwa diabetes menurun harapan

hidup seorang individu dengan delapan tahun. Tingkat ketahanan hidup pada subyek

diabetes dengan penyakit arteri koroner yang angiographically terbukti mengalami

penurunan sebesar 30% dibandingkan dengan rekan-rekan mereka nondiabetes

(Ansari, 2012).
A. ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap dimana perawat mengumpulkan data secara sistematis,

memilih dan mengatur data yang dikumpulkan dan mendokumentasikan data dalam format

yang didapat. Untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien

sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan (Tarwoto, 2012).

Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantung pada tahap ini yang terbagi atas :

1. Pengumpulan data

Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan status

kesehatan dan pola pertahanan penderita , mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan

penderita yang dapt diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemerikasaan

laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.

2. Anamnese

a. Identitas penderita

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status

perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.

b. Keluhan Utama

Menggambarkan alasan seseorang masuk rumah sakit. Pada umumnya keluhan utamanya

yakni adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya

luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.

Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:

a. Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi

nyeri.
b. Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah

seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.

c. Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau

menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.

d. Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan

skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan

fungsinya.

e. Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari

atau siang hari.

3. Riwayat kesehatan sekarang

Menggambarkan perjalanan penyakit yang saat ini sedang dialaminya. Berisi tentang

kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah dilakukan oleh

penderita untuk mengatasinya.

4. Riwayat kesehatan dahulu

5. Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya dengan

defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas,

maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang

biasa digunakan oleh penderita.

6. Riwayat kesehatan keluarga

Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga

menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi

insulin misal hipertensi, jantung.

7. Riwayat psikososial

Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita

sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.


8. Genogram

Genogram dapat menunjukan riwayat kesehatan keluarga, adanya faktor keturunan atau

genetik sebagai faktor predisposisi penyakit yang di derita klien. Pada kasus diabetes

militus, salah satu penyebabnya menyebutkan bahwa beberapa orang bisa menjadi

pembawa bakat (berupa gen).

9. Pola kegiatan sehari-hari ( 11 pola Gordon )

a. Pola persepsi management kesehatan

Menjelaskan tentang persepsi atau pandangan klien terhadap sakit yang dideritanya,

tindakan atau usaha apa yang dilakukan klien sebelum dating kerumah sakit, obat apa

yang telah dikonsumsi pada saat akan dating kerumah sakit. Pada pasien gangren kaki

diabetik terjadi perubahan persepsi management kesehatan karena kurangnya

pengetahuan tentang dampak gangren kaki diabetik sehingga menimbulkan persepsi

yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur

pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang

benar dan mudah dimengerti pasien.

b. Pola nutrisi dan metabolisme

Menggambarkan asupan nutrisi, keseimbangan cairan dan elektrolit, kondisi rambut,

kuku dan kulit, kebiasaan makan, frekuensi makan, nafsu makan, makanan pantangan,

makanan yang disukai dan banyaknya minum yang dikaji sebelum dan sesudah masuk

RS. Pada pasien DM akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi

insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan

keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan

mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan

metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.

c. Pola eliminasi
Menggambarkan pola eliminasi klien yang terdiri dari frekuensi, volume, adakah

disertai rasa nyeri, warna dan bau. Pada kasus DM adanya hiperglikemia

menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang menyebabkan pasien sering kencing

(poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine (glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif

tidak ada gangguan.

d. Pola tidur dan istirahat

Menggambarkan penggunaan waktu istirahat atau waktu senggang, kesulitan

dan hambatan dalam tidur, pada pasien dengan kasusu DM Adanya poliuri, nyeri pada

kaki yang luka dan situasi rumah sakit yang ramai akan mempengaruhi waktu tidur

dan istirahat penderita, sehingga pola tidur dan waktu tidur penderita mengalami

perubahan.

e. Pola aktivitas dan latihan

Menggambarkan kemampuan beraktivitas sehari-hari, fungsi pernapasan dan

fungsi sirkulasi. Pada kasus DM adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot pada

tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-

hari secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.

f. Pola persepsi dan konsep diri

Menggambarkan citra diri, identitas diri, harga diri dan ideal diri seseorang

dimana perubahan yang terjadi pasa kasus DM adanya perubahan fungsi dan struktur

tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka

yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan

menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga ( self

esteem ).

g. Pola hubungan dan peran


Menggambarkan tentang hubngan klien dengan lingkungan disekitar serta

hubungannya dengan keluarga dan orang lain. Seseorang dengan kasus DM akan

menyebabkan Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita

malu dan menarik diri dari pergaulan.

h. Pola seksual dan reproduksi

Meggambarkan tentang seksual klien. Dampak angiopati dapat terjadi pada

sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi

sek, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi

serta orgasme.

i. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress

Menggambarkan kemampuan koping pasien terhadap masalah yang dialami dan

dapat menimbulkan ansietas. Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang

kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis

yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat

menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang

konstruktif / adaptif.

j. Pola tata nilai dan kepercayaan

Menggambarkan sejauh mana keyakinan pasien terhadap kepercayaan yang

dianut dan bagaimana dia menjalankannya. Adanya perubahan status kesehatan dan

penurunan fungsi tubuh serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam

melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.

10. Pemeriksaan fisik

a. Status kesehatan umum

Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan

tanda – tanda vital.


b. Kepala dan leher

Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-

kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah

menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah

penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.

c. Sistem integumen

Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan

shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka,

tekstur rambut dan kuku.

d. Sistem pernafasan

Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi

infeksi.

e. Sistem kardiovaskuler

Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi,

hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.

f. Sistem gastrointestinal

Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan

berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.

g. Sistem urinary

Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.

h. Sistem muskuloskeletal

Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah

dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.

i. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat,

kacau mental, disorientasi.

11. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :

a. Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua

jam post prandial > 200 mg/dl.

b. Urine

Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan

cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine :

hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).

c. Kultur pus

Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan

jenis kuman.

12. Analisa Data

Data yang sudah terkumpul selanjutnya dikelompokan dan dilakukan analisa serta

sintesa data. Dalam mengelompokan data dibedakan atas data subyektif dan data

obyektif dan berpedoman pada teori Abraham Maslow yang terdiri dari :

a. Kebutuhan dasar atau fisiologis

b. Kebutuhan rasa aman

c. Kebutuhan cinta dan kasih sayang

d. Kebutuhan harga diri

e. Kebutuhan aktualisasi diri


f. Data yang telah dikelompokkan tadi di analisa sehingga dapat diambil kesimpulan

tentang masalah keperawatan dan kemungkinan penyebab, yang dapat dirumuskan

dalam bentuk diagnosa keperawatan meliputi aktual, potensial, dan kemungkinan.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut b/d agen injuri fisik

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis.

3. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik: perubahan sirkulasi,

imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati)

4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak nyaman nyeri, intoleransi aktifitas,

penurunan kekuatan otot

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal (Familiar) dengan sumber

informasi.

6. Deficit self care b/d kelemahan, penyakitnya

7. PK: Hipo / Hiperglikemi

8. PK : Infeksi
C. RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosa NOC NIC

1 Nyeri akut b/d agen Setelah dilakukan asuhan Manajemen nyeri :

injuri fisik keperawatan,tingkat 1. Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,

kenyamanan klien meningkat, dan karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan ontro presipitasi.

dibuktikan dengan level nyeri: 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.

klien dapat melaporkan nyeri pada3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman

petugas, frekuensi nyeri, ekspresi nyeri klien sebelumnya.

wajah, dan menyatakan4. Kontrol ontro lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu

kenyamanan fisik dan psikologis, ruangan, pencahayaan, kebisingan.

TD 120/80 mmHg, N: 60-1005. Kurangi ontro presipitasi nyeri.

x/mnt, RR: 16-20x/mnt 6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis)..

7. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk

mengetasi nyeri..
Control nyeri dibuktikan dengan8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.

klien melaporkan gejala nyeri dan9. Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.

control nyeri. 10. Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian

analgetik tidak berhasil.

11. Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri.

Administrasi analgetik :.

1. Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.

2. Cek riwayat alergi..

3. Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.

4. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik.

5. Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul.

6. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.

2. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nutrisi

nutrisi kurang dari keperawatan, klien1. kaji pola makan klien

kebutuhan tubuh bd menunjukan status nutrisi2. Kaji adanya alergi makanan.


ketidakmampuan adekuatdibuktikan dengan BB3. Kaji makanan yang disukai oleh klien.

tubuh mengabsorbsi stabil tidak terjadi mal nutrisi,4. Kolaborasi dg ahli gizi untuk penyediaan nutrisi terpilih sesuai dengan

zat-zat gizi tingkat energi adekuat, masukan kebutuhan klien.

berhubungan dengan nutrisi adekuat 5. Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisinya.

faktor biologis. 6. Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat untuk

mencegah konstipasi.

7. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan pentingnya bagi tubuh

klien.

Monitor Nutrisi

1. Monitor BB setiap hari jika memungkinkan.

2. Monitor respon klien terhadap situasi yang mengharuskan klien makan.

3. Monitor lingkungan selama makan.

4. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan waktu klien

makan.

5. Monitor adanya mual muntah.


6. Monitor adanya gangguan dalam proses mastikasi/input makanan

misalnya perdarahan, bengkak dsb.

7. Monitor intake nutrisi dan kalori.

3. Kerusakan integritas Setelah dilakukan asuhan Wound care

jaringan bd faktor keperawatan, Wound healing


1. Catat karakteristik luka:tentukan ukuran dan kedalaman luka, dan

mekanik: perubahan meningkat klasifikasi pengaruh ulcers

sirkulasi, imobilitas dengan criteria: 2. Catat karakteristik cairan secret yang keluar

dan penurunan Luka mengecil dalam ukuran dan


3. Bersihkan dengan cairan anti bakteri

sensabilitas peningkatan granulasi jaringan 4. Bilas dengan cairan NaCl 0,9%

(neuropati) 5. Lakukan nekrotomi K/P

6. Lakukan tampon yang sesuai

7. Dressing dengan kasa steril sesuai kebutuhan

8. Lakukan pembalutan

9. Pertahankan tehnik dressing steril ketika melakukan perawatan luka

10. Amati setiap perubahan pada balutan

11. Bandingkan dan catat setiap adanya perubahan pada luka


12. Berikan posisi terhindar dari tekanan

4.. Kerusakan mobilitas Setelah dilakukan Asuhan Terapi Exercise : Pergerakan sendi

fisik bd tidak nyaman keperawatan, dapat teridentifikasi


1. Pastikan keterbatasan gerak sendi yang dialami

nyeri, intoleransi Mobility level 2. Kolaborasi dengan fisioterapi

aktifitas, penurunan Joint movement: aktif. 3. Pastikan motivasi klien untuk mempertahankan pergerakan sendi

kekuatan otot Self care:ADLs 4. Pastikan klien untuk mempertahankan pergerakan sendi

Dengan criteria hasil: 5. Pastikan klien bebas dari nyeri sebelum diberikan latihan

1. Aktivitas fisik meningkat 6. Anjurkan ROM Exercise aktif: jadual; keteraturan, Latih ROM pasif.

2. ROM normal Exercise promotion

3. Melaporkan perasaan peningkatan


1. Bantu identifikasi program latihan yang sesuai

kekuatan kemampuan dalam


2. Diskusikan dan instruksikan pada klien mengenai latihan yang tepat

bergerak Exercise terapi ambulasi

4. Klien bisa melakukan aktivitas 1. Anjurkan dan Bantu klien duduk di tempat tidur sesuai toleransi

5. Kebersihan diri klien terpenuhi


2. Atur posisi setiap 2 jam atau sesuai toleransi

walaupun dibantu oleh perawat atau


3. Fasilitasi penggunaan alat Bantu

keluarga
Self care assistance:

Bathing/hygiene, dressing, feeding and toileting.

1. Dorong keluarga untuk berpartisipasi untuk kegiatan mandi dan

kebersihan diri, berpakaian, makan dan toileting klien

2. Berikan bantuan kebutuhan sehari – hari sampai klien dapat merawat

secara mandiri

3. Monitor kebersihan kuku, kulit, berpakaian , dietnya dan pola

eliminasinya.

4. Monitor kemampuan perawatan diri klien dalam memenuhi kebutuhan

sehari-hari

5. Dorong klien melakukan aktivitas normal keseharian sesuai kemampuan

6. Promosi aktivitas sesuai usia


5. Kurang pengetahuan Setelah dilakukan Teaching : Dissease Process

tentang penyakit dan asuhankeperawatan, pengetahuan


1. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang proses penyakit

perawatan nya klien meningkat. 2. Jelaskan tentang patofisiologi penyakit, tanda dan gejala serta penyebab

Knowledge : Illness Care dg yang mungkin

kriteria : 3. Sediakan informasi tentang kondisi klien

1 Tahu Diitnya 4. Siapkan keluarga atau orang-orang yang berarti dengan informasi tentang

2 Proses penyakit perkembangan klien

3 Konservasi energi 5. Sediakan informasi tentang diagnosa klien

4 Kontrol infeksi 6. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk

5 Pengobatan mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau kontrol proses

6 Aktivitas yang dianjurkan penyakit

7 Prosedur pengobatan 7. Diskusikan tentang pilihan tentang terapi atau pengobatan

8 Regimen/aturan pengobatan 8. Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan atau terapi

9 Sumber-sumber kesehatan 9. Dorong klien untuk menggali pilihan-pilihan atau memperoleh alternatif

10 Manajemen penyakit pilihan

10. Gambarkan komplikasi yang mungkin terjadi


11. Anjurkan klien untuk mencegah efek samping dari penyakit

12. Gali sumber-sumber atau dukungan yang ada

13. Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala yang muncul pada

petugas kesehatan

14. kolaborasi dg tim yang lain.

6. Defisit self care Setelah dilakukan asuhan Bantuan perawatan diri

keperawatan, klien mampu1. Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan diri

Perawatan diri
Self care :Activity Daly Living2. Monitor kebutuhan akan personal hygiene, berpakaian, toileting dan

(ADL) dengan indicator : makan

· Pasien dapat melakukan aktivitas3. Beri bantuan sampai klien mempunyai kemapuan untuk merawat diri

sehari-hari (makan, berpakaian,4. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya.

kebersihan, toileting, ambulasi) 5. Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai

· Kebersihan diri pasien terpenuhi kemampuannya

6. Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin

7. Evaluasi kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

8. Berikan reinforcement atas usaha yang dilakukan dalam melakukan

perawatan diri sehari hari.

7. PK: Hipo / Setelah dilakukan asuhan Managemen Hipoglikemia:

Hiperglikemi keperawatan, diharapkan perawat


1. Monitor tingkat gula darah sesuai indikasi

akan menangani dan meminimalkan


2. Monitor tanda dan gejala hipoglikemi ; kadar gula darah < 70 mg/dl, kulit

episode hipo / hiperglikemia dingin, lembab pucat, tachikardi, peka rangsang, gelisah, tidak sadar ,

bingung, ngantuk.
3. Jika klien dapat menelan berikan jus jeruk / sejenis jahe setiap 15 menit

sampai kadar gula darah > 69 mg/dl

4. Berikan glukosa 50 % dalam IV sesuai protokol

5. K/P kolaborasi dengan ahli gizi untuk dietnya.

Managemen Hiperglikemia

1. Monitor GDR sesuai indikasi

2. Monitor tanda dan gejala diabetik ketoasidosis ; gula darah > 300 mg/dl,

pernafasan bau aseton, sakit kepala, pernafasan kusmaul, anoreksia, mual

dan muntah, tachikardi, TD rendah, polyuria, polidypsia,poliphagia,

keletihan, pandangan kabur atau kadar Na,K,Po4 menurun.

3. Monitor v/s :TD dan nadi sesuai indikasi

4. Berikan insulin sesuai order

5. Pertahankan akses IV

6. Berikan IV fluids sesuai kebutuhan


7. Konsultasi dengan dokter jika tanda dan gejala Hiperglikemia menetap

atau memburuk

8. Dampingi/ Bantu ambulasi jika terjadi hipotensi

9. Batasi latihan ketika gula darah >250 mg/dl khususnya adanya keton

pada urine

10. Pantau jantung dan sirkulasi ( frekuensi & irama, warna kulit, waktu

pengisian kapiler, nadi perifer dan kalium

11. Anjurkan banyak minum

Monitor status cairan I/O sesuai kebutuhan

8. PK : Infeksi Setelah dilakukan asuhan1. Pantau tanda dan gejala infeksi primer & sekunder

keperawatan, perawat akan2. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.

menangani / mengurangi komplikasi3. Batasi pengunjung bila perlu.

defesiensi imun 4. Intruksikan kepada keluarga untuk mencuci tangan saat kontak dan

sesudahnya.

5. Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci tangan.

6. Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.


7. Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung.

8. Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.

9. Lakukan perawatan luka dan dresing infus setiap hari.

10. Amati keadaan luka dan sekitarnya dari tanda – tanda meluasnya infeksi

11. Tingkatkan intake nutrisi.dan cairan

12. Berikan antibiotik sesuai program.

13. Monitor hitung granulosit dan WBC.

14. Ambil kultur jika perlu dan laporkan bila hasilnya positip.

15. Dorong istirahat yang cukup.

16. Dorong peningkatan mobilitas dan latihan.

17. Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi.


DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8,

Penerbit RGC, Jakarta.

Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition,

IOWA Intervention Project, Mosby.

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second

Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.

NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.

Noer, Prof.dr.H.M. Sjaifoellah. 2004. Ilmu Penyakit Endokrin dan Metabolik, Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Teguh, Subianto. (2009). Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus. [ serial Online]

cited 12 Februari 2012], avaible from

URL: http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/06/asuhan-

keperawatan-diabetes-mellitus.htmlhttp://www.hyves.web.id/askep-

diabetes-melitus/

Umami, Vidhia, Dr. 2007. At a Glance Ilmu Bedah , Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit

Erlangga

Anda mungkin juga menyukai