DIABETES MELITUS
DI SUSUN OLEH :
1811040015
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETES MELITUS
A. DEFINISI
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan
tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik
akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh,
gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga
pendidikan dan dukungan untuk mencegah komplikasi akut dan untuk mengurangi risiko
B. KLASIFIKASI TIPE DM
1. Klasifikasi Klinis
a. Diabetes Melitus
2) Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II (DMTTI yang tidak mengalami
C. ETIOLOGI
kekurangan insulin adalah penyebab utama dan faktor herediter memegang peranan.
a. Faktor genetik, penderita diabetes tidak mewarisi diabetes type 1 itu sendiri
diabetes type 1.
b. Faktor immunologi, pada diabetes type 1 terdapat bukti adanya suatu proses
respon autoimun.
c. Faktor lingkungan, virus ataau vaksin menurut hasil penelitian dapat memicu
destruksi sel beta atau dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan
2. Diabetes type II (Non Insulin Depedent Diabetes Melitus /NIDDM) yaitu tidak
Menurut Kwinahyu (2011) ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan diabetes
melitus, yaitu :
1. Pola Makan
Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan oleh
tubuh dapat memacu timbulnya diabetes melitus. Hal ini disebabkan jumlah/kadar
insulin oleh sel β pankreas mempunyai kapasitas maksimum untuk disekresikan. Oleh
karena itu, mengonsumsi makanan secara berlebihan dan tidak diimbangi oleh sekresi
insulin dalam jumlah memadai dapat menyebabkan kadar gula dalam darah meningkat
2. Obesitas
kecenderungan yang lebih besar untuk terserang diabetes melitus dibanding dengan
3. Faktor genetik
Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab diabetes melitus orang tua. Biasanya,
seseorang yang menderita diabetes melitus mempunyai anggota keluarga yang juga
terkena. Jika kedua orang tua menderita diabetes, insiden diabetes pada anak-anaknya
meningkat, tergantung pada umur berapa orang tua menderita diabetes. Risiko terbesar
bagi anak-anak terserang diabetes terjadi jika salah satu atau kedua orang tua
mengalami penyakit ini sebelum berumur 40 tahun. Riwayat keluarga pada kakek dan
menimbulkan radang pankreas. Hal itu menyebabkan sel β pada pankreas tidak bekerja
optimal dalam mensekresi insulin. Beberapa penyakit tertentu, seperti kolesterol tinggi
D. PATOFISIOLOGI
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), patofisiologi dari diabetes melitus adalah :
1. Diabetes tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-
sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi
akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang
berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam
glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa
yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (Glukosuria).
Ketika glukosa yang berlebih dieksresikan dalam urin, ekskresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis
osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan
mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
2. Diabetes tipe II
Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin, yaitu
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan
reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini.
glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan
progresif maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya
dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan,
iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan
darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan
terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut
mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar
disbanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses
perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik
terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati
kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar
dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan
space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria
Menurut Kwinahyu (2011) manifestasi klinik dapat digolongkn menjadi gejala akut
1. Gejala Akut
Gejala penyakit DM ini dari satu penderita ke penderita lainnya tidaklah sama ;
dan gejala yang disebutkan di sini adalah gejala yang umum tibul dengan tidak
mengurangi kemungkinan adanya variasi gejala lain, bahkan ada penderita diabetes
yang tidak menunjukkan gejala apa pun sampai pada saat tertentu. Pada permulaan
Bila keadaan tersebut tidak cepat diobati, lama-kelamaan mulai timbul gejala
yang disebabkan kurangnya insulin. Jadi, bukan 3P lagi melainkan hanya 2P saja
(polidipsia dan poliuria ) dan beberapa keluhan lain seperti nafsu makan mulai
berkurang, bhkan kadang-kadang timbul rasa mual jika kadar glukosa darah
a. Banyak minum
b. Banyak kencing
c. Berat badan turun dengan cepat ( bisa 5- 10 kg dalam waktu 2-4 minggu.
d. Mudah lelah
e. Bila tidak lekas diobati akan timbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh
2. Gejala Kronik
Kadang-kadang penderita DM tidak menunjukkan gejala sesudah beberapa
bulan atau beberapa tahun mengidap penyakit DM. Gejala ini di sebut gejala kronik
atau menahun. Gejala kronik yang sering timbul adalah seorang penderita dapat
a. Kesemutan
c. Rasa tebal di kulit sehingga kalau berjalan seperti di atas bantal atau kasur.
d. Kram
e. Mudah mengantuk.
F. Pemeriksaan Diagnostik
ng dan gejala yang dialami pasien juga yang penting adalah di lakukan tes diagnostik
diantarannya:
Pembatasaan : Tidak makan selama 12 jam sebelum tes biasanya jam 08.00
glukosa
Pembatasan : Pasien tidak makan 12 jam seblum tes dan selama test, boleh
minum air putih, tidak merokok, ngopi atau minum the selama
peningkatan glukoneogenesis).
tes. Kemuadian puasa selama 12 jam, ambil darah puasa dan urin
Hasil : Normal puncaknya jam pertama setelah pemberian 140 mg/dl dan
Abnormal : Peningkatan glukosa pada jam pertama tidak kembali setelah 2 atau
Pemeriksaan ini kurang akurat karena hasil pemeriksaan ini banyak dipengaruhi
oleh berbagai hal misalnya karena obat-obatan seperti aspirin, vitamin C dan
beberapa antibiotik, adanya kelainan ginjal pada lansia dimana ambang ginjal
meningkat. Adanya glukosuria menunjukkan bahwa ambang ginjal terhadap
glukosa terganggu.
senyawa ini akan menumpuk pada darah dan urine. Jumlah keton yang besar pada
urin akan merubah preaksi pada stirip menjadi keunguan. Adanya ketonuria
selama 120 hari sebelumnya, sesuai dengan usia eritrosit. HbA1c digunakan
risiko komplikasi. Hasil HbA1c tidak berubah karna pengaruh kebiasaan makan
sehari sebelum test. Pemeriksaan HbA1c dilakukan diagnosis dan pada inteval
kali dalam sethaun bagi pasien DM. kadar yang direkomendasikan oleh ADA <
7% (ADA 2003 dalam black dan hawks, 2005 : ignativicius dan workman, 2006).
F. Komplikasi
1. Komplikasi Akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek
a. Hipoglikemia
keluar keringat dingin, detak jantung meningkat, sampai hilang kesadaran. Apabila
tidak segera ditolong dapat terjadi kerusakan otak dan akhirnya kematian.
2) Makan terlalu sedikit, lebih sedikit dari yang disarankan oleh dokter atau ahli
gizi .
4) Mengkonsumsi obat antidiabetes dalam dosis lebih besar dari pada seharusnya.
5) Minum alkohol
6) Stress.
pencetus seperti infark miokard, stroke, atau infeksi. Onsetnya lambat dengan poliuri
selama 2-3 minggu dan dehidrasi progresif. Kadar glukosa darah tinggi (sering di
atas 45,0 mmol/L) dan osmolalitas (seringkali di atas 400 mmol/L). Bikarbonat
plasma biasanya normal tanpa disertai ketonuria. Jika kadar bikarbonat plasma
rendah, pikirkan asidosis laktat. Pasien ini memrlukan cairan dalam jumlah banyak
(10 liter) yang diberikan dalam bentuk Nacl 0,9 % (David. dkk, 2011).
2. Komplikasi kronis
a. Komplikasi mikrovaskuler
merupakan kelainan yang lebih sering timbul setelah pubertas, namun juga dapat
terjadi selama periode prepurbertas memberikan efek yang tidak sama pada
b. Neuropati
Menurut Batubara (2010), sistem saraf sentral dan perifer juga terkena oleh
diabetes. Pola keterlibatan yang paling sering adalah neuropati perifer simetris di
ekstremitas bawah yang mengenai, baik fungsi motorik maupun sensorik, terutama
yang terakhir. Walaupun gejala klinis kelainan saraf pada anak dan remaja jarang
c. Komplikasi makrovaskuler
G. Penatalaksanaan
Tujuan utama dari pengobatan adalah untuk mencoba menormalisasi aktivitas
insulin dan kadar gula darah untuk menurunkan perkembangan komlikasi neuropati
dan vaskular. Tujuan terapeutik dari masing-masing diabetes adalah untuk mencapai
kadar glukosa darah tanpa mengalami hipoglikemia dan tanpa mengganggu aktivitas
2012).
Menurut Tarwoto (2012) prinsip utama dalam penanganan pasien waktu sakit yaitu :
Pengoatan penyakit tidak berbeda dengan anak normal. Pasien sebaiknya segera
2. Pemberian insulin
Insulin harus terus diberikan dengan dosis biasa meskipun anak tidak makan. Pada
glukoneogenesis atau glikolisis karena kerja hormon anti insulin. Bila kadar glukosa
darah > 250 mg/dL, segera lakukan pemeriksaan keton darah. Bila keton darah
>1mmol/L berarti dosis insulin kurang dan perlu ditambah . Bila kadar glukosa darah
>250mg/dL dan keton darah <1 mmol/L, tidak perlu ditambahan insulin dan periksa
kembali glukosa darah setelah 2 jam. Pemberian insulin tambahan pada balita sebesar
1U dapat menurunkan glukosa darah rata-rata 100 mg/dL, sedangkan pada anakn
sekolah dan remaja dosis tersebut mungkin hanya menurunkan glukosa darah sebesar
30-50 mg/dL. Penambahan dosis insulin dapat juga dilakukan dengan
Apabila kadar glukosa darah tidak menurun dengan dosis tambahan dosis insulin,
maka pemberian cairan untuk hidrasi tubuh pasien kemungkinan kurang adekuat.
Berikan minum sebanyak mungkin kepada pasien. Bila glukosa tetap tinggi, maka pada
pasien masih akan terjadi diuresis osmotik yang menyebabkan kehilangan cairan.
Anjurkan pasien agar beristirahat di rumah bila merasa tidak enak badan.
insulin kerja cepat/penfill atau dalam flakon, strip test glukosa dan keton darah , glukon-
permen, coklat, jus buah, limun rendah kalori atau soft drink rendah kalori serta air
mineral.
7. Penyuluhan
prinsip-prinsip menangani pasien DM tipe-1 yang sedang sakit. Insulin harus tetap
diberikan meskipun pasien DM tipe-1 yang sedang sakit tidak mau makan atau hanya
mau makan sedikit. Glukosa darah pasien dapat meningkat selama sakit karena
Adanya keton dalam urin atau darah yang disertai kadar glukosa darah yang tinggi
merupakan tanda kurangnya kerja insulin, dan bila hal ini tidak segera diatasi maka
8. Pemberian nutrisi
Bila pasien merasa mual dan tidak mau makan, maka dianjurkan untuk tetap minum
cairan berkalori.
a. Sulfonilurea
1) Secara primer menstimulasi pelepasan insulin dari sel beta selama waktu kerja
menyusui.
b. Biguanida (metformin)
3) Keuntungan lain meliputi penurunan kadar kolesterol total, trigliserida, dan LDL.
4) Karena terkadang berefek samping kehilangan selera makan dan penurunan berat
menurunkan dosis. Konsekuensi serius yang jarang terjadi adalah asidosis laktat,
ini biasanya muncul bila ada kontraindikasi seperti insufisiensi ginjal yang tidak
ketahuan.
insulin, dan harus digunakan dengan hati-hati pada pasien hepar, jantung, atau
paru.
2) Dirancang untuk meningkatkan sekresi insulin saat makan dan harus diminum
saat makan.
terglikosilasi.
3) Efek samping berupa serupa degan intoleransi laktosa karena efek gula yang tidak
tercerna oleh bakteria kolon (diare, nyeri abdomen, flatus dan distensi abdomen).
2) Efek sampingnya minimal dan meliputi retensi cairan dan kadang peningkatan
Sebagian besar dari pasien dengan diabetes tipe 2 meninggal dalam waktu satu
tahun dari infark, miokard akut (MI) (44,2% dari rata-rata diabetes, 36, 9% wanita
diabetes) dan sejumlah besar pasien meninggal bahkan sebelum mereka mencapai
rumah sakit. Sebuah studi terbaru menunjukkan bahwa diabetes menurun harapan
hidup seorang individu dengan delapan tahun. Tingkat ketahanan hidup pada subyek
(Ansari, 2012).
A. ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
memilih dan mengatur data yang dikumpulkan dan mendokumentasikan data dalam format
yang didapat. Untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien
Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantung pada tahap ini yang terbagi atas :
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan status
2. Anamnese
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status
perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Menggambarkan alasan seseorang masuk rumah sakit. Pada umumnya keluhan utamanya
yakni adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya
luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
a. Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi
nyeri.
b. Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah
c. Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau
d. Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan
skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan
fungsinya.
e. Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari
Menggambarkan perjalanan penyakit yang saat ini sedang dialaminya. Berisi tentang
kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah dilakukan oleh
5. Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya dengan
defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas,
maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga
7. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita
Genogram dapat menunjukan riwayat kesehatan keluarga, adanya faktor keturunan atau
genetik sebagai faktor predisposisi penyakit yang di derita klien. Pada kasus diabetes
militus, salah satu penyebabnya menyebutkan bahwa beberapa orang bisa menjadi
Menjelaskan tentang persepsi atau pandangan klien terhadap sakit yang dideritanya,
tindakan atau usaha apa yang dilakukan klien sebelum dating kerumah sakit, obat apa
yang telah dikonsumsi pada saat akan dating kerumah sakit. Pada pasien gangren kaki
yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur
pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang
kuku dan kulit, kebiasaan makan, frekuensi makan, nafsu makan, makanan pantangan,
makanan yang disukai dan banyaknya minum yang dikaji sebelum dan sesudah masuk
RS. Pada pasien DM akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi
insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan
keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan
mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan
c. Pola eliminasi
Menggambarkan pola eliminasi klien yang terdiri dari frekuensi, volume, adakah
disertai rasa nyeri, warna dan bau. Pada kasus DM adanya hiperglikemia
(poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine (glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif
dan hambatan dalam tidur, pada pasien dengan kasusu DM Adanya poliuri, nyeri pada
kaki yang luka dan situasi rumah sakit yang ramai akan mempengaruhi waktu tidur
dan istirahat penderita, sehingga pola tidur dan waktu tidur penderita mengalami
perubahan.
fungsi sirkulasi. Pada kasus DM adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot pada
Menggambarkan citra diri, identitas diri, harga diri dan ideal diri seseorang
dimana perubahan yang terjadi pasa kasus DM adanya perubahan fungsi dan struktur
tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka
yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan
menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga ( self
esteem ).
hubungannya dengan keluarga dan orang lain. Seseorang dengan kasus DM akan
menyebabkan Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita
sek, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi
serta orgasme.
yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat
konstruktif / adaptif.
dianut dan bagaimana dia menjalankannya. Adanya perubahan status kesehatan dan
penurunan fungsi tubuh serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-
kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah
menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah
c. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan
shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka,
d. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi
infeksi.
e. Sistem kardiovaskuler
f. Sistem gastrointestinal
g. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
h. Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah
i. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat,
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua
b. Urine
cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine :
c. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan
jenis kuman.
Data yang sudah terkumpul selanjutnya dikelompokan dan dilakukan analisa serta
sintesa data. Dalam mengelompokan data dibedakan atas data subyektif dan data
obyektif dan berpedoman pada teori Abraham Maslow yang terdiri dari :
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak nyaman nyeri, intoleransi aktifitas,
informasi.
8. PK : Infeksi
C. RENCANA KEPERAWATAN
injuri fisik keperawatan,tingkat 1. Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
kenyamanan klien meningkat, dan karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan ontro presipitasi.
klien dapat melaporkan nyeri pada3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
wajah, dan menyatakan4. Kontrol ontro lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu
x/mnt, RR: 16-20x/mnt 6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis)..
mengetasi nyeri..
Control nyeri dibuktikan dengan8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
klien melaporkan gejala nyeri dan9. Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.
control nyeri. 10. Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian
Administrasi analgetik :.
tubuh mengabsorbsi stabil tidak terjadi mal nutrisi,4. Kolaborasi dg ahli gizi untuk penyediaan nutrisi terpilih sesuai dengan
berhubungan dengan nutrisi adekuat 5. Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisinya.
faktor biologis. 6. Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat untuk
mencegah konstipasi.
klien.
Monitor Nutrisi
makan.
sirkulasi, imobilitas dengan criteria: 2. Catat karakteristik cairan secret yang keluar
8. Lakukan pembalutan
4.. Kerusakan mobilitas Setelah dilakukan Asuhan Terapi Exercise : Pergerakan sendi
aktifitas, penurunan Joint movement: aktif. 3. Pastikan motivasi klien untuk mempertahankan pergerakan sendi
kekuatan otot Self care:ADLs 4. Pastikan klien untuk mempertahankan pergerakan sendi
Dengan criteria hasil: 5. Pastikan klien bebas dari nyeri sebelum diberikan latihan
1. Aktivitas fisik meningkat 6. Anjurkan ROM Exercise aktif: jadual; keteraturan, Latih ROM pasif.
4. Klien bisa melakukan aktivitas 1. Anjurkan dan Bantu klien duduk di tempat tidur sesuai toleransi
keluarga
Self care assistance:
secara mandiri
eliminasinya.
sehari-hari
perawatan nya klien meningkat. 2. Jelaskan tentang patofisiologi penyakit, tanda dan gejala serta penyebab
1 Tahu Diitnya 4. Siapkan keluarga atau orang-orang yang berarti dengan informasi tentang
4 Kontrol infeksi 6. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk
5 Pengobatan mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau kontrol proses
9 Sumber-sumber kesehatan 9. Dorong klien untuk menggali pilihan-pilihan atau memperoleh alternatif
13. Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala yang muncul pada
petugas kesehatan
Perawatan diri
Self care :Activity Daly Living2. Monitor kebutuhan akan personal hygiene, berpakaian, toileting dan
· Pasien dapat melakukan aktivitas3. Beri bantuan sampai klien mempunyai kemapuan untuk merawat diri
kebersihan, toileting, ambulasi) 5. Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai
episode hipo / hiperglikemia dingin, lembab pucat, tachikardi, peka rangsang, gelisah, tidak sadar ,
bingung, ngantuk.
3. Jika klien dapat menelan berikan jus jeruk / sejenis jahe setiap 15 menit
Managemen Hiperglikemia
2. Monitor tanda dan gejala diabetik ketoasidosis ; gula darah > 300 mg/dl,
5. Pertahankan akses IV
atau memburuk
9. Batasi latihan ketika gula darah >250 mg/dl khususnya adanya keton
pada urine
10. Pantau jantung dan sirkulasi ( frekuensi & irama, warna kulit, waktu
8. PK : Infeksi Setelah dilakukan asuhan1. Pantau tanda dan gejala infeksi primer & sekunder
defesiensi imun 4. Intruksikan kepada keluarga untuk mencuci tangan saat kontak dan
sesudahnya.
10. Amati keadaan luka dan sekitarnya dari tanda – tanda meluasnya infeksi
14. Ambil kultur jika perlu dan laporkan bila hasilnya positip.
Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8,
Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition,
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second
Noer, Prof.dr.H.M. Sjaifoellah. 2004. Ilmu Penyakit Endokrin dan Metabolik, Buku
URL: http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/06/asuhan-
keperawatan-diabetes-mellitus.htmlhttp://www.hyves.web.id/askep-
diabetes-melitus/
Umami, Vidhia, Dr. 2007. At a Glance Ilmu Bedah , Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit
Erlangga