Disusun Oleh :
Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Esa lagi Maha Penyayang , kami panjatkan puji
syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada
kami , sehingga kami dapat menyelesaikan makalah konsep keluarga.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi
pembaca.
BAB I
Latar Belakang
Korupsi merupakan perbuatan yang bertentangan dengan kaidah-kaidah umum yang
berlaku di tengah masyarakat. Mochtar Lubis mengartikan korupsi di Indonesia pada saat ini,
telah dianggap sebagai suatu kejahatan luar biasa. Berdasarkan realitas tersebut timbul public
judgement yang mengatakan bahwa korupsi sebetulnya adalah manifestasi dari budaya bangsa
Indonesia sendiri. Sebetulnya telah begitu banyak usaha yang dilakukan untuk memberantas
korupsi, tetapi hingga saat ini hasilnya masih jauh dari harapan masyarakat Indonesia.
Kaum muda adalah aset bangsa yang berharga, karena kaum muda adalah penerus yang
akan menggantikan para pemimpin saat ini. Kaum muda khususnya mahasiswa memiliki
tanggung jawab besar dalam menentukan arah bangsa Indonesia di masa mendatang. Apakah
maju atau mundur, gagal atau berhasil, sejahtera atau tidak sejahtera, semua bergantung pada
kaum muda saat ini. Oleh sebab itu, kaum muda khususnya mahasiswa sudah seharusnya dididik,
dibentuk, serta diarahkan untuk menjadi mahasiswa yang berdedikasi tinggi dalam menjunjung
aturan serta tata tertib yang berlaku.
Berkaitan dengan korupsi yang kini menjadi masalah terpopuler di Indonesia. Kaum
muda khususnya mahasiswa secara langsung dituntut untuk menjadi agen pembaharuan. Kaum
muda mesti memiliki kesadaran didalam diri untuk menolak segala bentuk kecurangan, termasuk
tindak pidana korupsi. Realitas membuktikan bahwa koruptor yang ada saat ini adalah
mahasiswa yang dulunya sangat getol menolak dan bahkan mencaci maki tindak pidana korupsi
dan para koruptor. Hal ini disebabkan oleh kehendak serta komitmen yang lemah untuk melawan
korupsi dalam diri para koruptor. Oleh sebab itu, penting untuk membasmi bibit-bibit korupsi
sejak dini sebelum menjadi suatu kebiassan yang berdampak masif bagi bangsa dan negara.
Dengan demikian jelaslah bahwa kaum muda dapat mencegh bahkan membasmi tindak
pidana korupsi yang menjadi masalah terpopuler bangsa Indonesia saat ini. Kaum muda
khususnya mahasiswa dapat memengaruhi sesamanya (kaum muda) dan masyarakat pada
umumnya untuk tidak terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam melakukan tindak
pidana korpsi, meskipun dalam skala yang sangat sederhana. Mahasiswa dapat mencegah tindak
pidana korupsi di dalam dan di luar kampus. Melalui berbagai kegiatan di dalam dan di luar
kampus mahasiswa mampu mengkampanyekan dampak masif dari tindak pidana korupsi bagi
kehidupan berbangsa dan bernegara. Melalui demonstrasi, seminar, serta berbagai tindakan anti
korupsi lainnya, secara tidak langsung mahasiswa telah memberikan pendidikan anti korupsi
kepada masyarakat umum. Jika mahasiswa sudah mampu memengaruhi opini masyarakat umum
akan dampak masif yang diakibatkan oleh tindak pidana korupsi, maka bukan tidak mungkin
tindak pidana korupsi perlahan akan mengalami penyusutan dan bahkan kepunahan.
Selanjutnya, bagaimanakah bentuk partisipasi aktif mahasiswa dalam mencegah tindak
pidana korupsi di Indonesia? Melalui tulisan ini, penulis membahas dan menguraikan lebih jauh
akan peran krusial kaum muda khususnya mahasiswa dalam mencegah tindak pidana korupsi
yang kini telah menjadi masalah urgen di Indonesia.
Rumusan Masalah
Tujuan
BAB II
Korupsi
Permasalahan korupsi telah lama dikenal dalam peradaban manusia. Ribuan tahun
lamanya manusia direpotkan dengan permasalahan korupsi tersebut, baik dalam sejarah Mesir,
Babilonia, India, Cina, Yunani maupun Romawi Kuno. Di dalam Perjanjian Lama, Kitab
Eksodus (1200 SM) dikatakan “Waspadalah terhadap uang suap; uang suap dapat membutakan
mata orang, walaupun ia seorang yang bijaksana dan hati-hati, dan mengusik keputusan,
walaupun ia orang yang adil”. Selain itu Isaiah seorang nabi di dalam Perjanjian Lama yang
hidup dalam abad ke-8 Sebelum Masehi melukiskan orang yang akan selamat dari malapetaka
yang mengerikan ialah orang yang mengatakan kebenaran, menolak penghasilan yang haram
dan yang mencampakkan uang suap.[3]
Syed Hussein Alatas dalam The Sociology of Corruption (1980) mengatakan ciri-ciri korupsi
ringkasnya sebagai berikut:[5]
f. Adanya kewajiban dan keuntungan bersama dalam bentuk uang atau yang lain
Alatas berpendapat korupsi terbagi dalam tujuh tipologi, yaitu:[6] Korupsi Transaktif
(Transactive corruption), Korupsi yang Memeras (Extortive corruption), Korupsi Investif
(Investive corruption), Korupsi Perkerabatan (Nepostic corruption), Korupsi Defensif (Defensive
corruption), Korupsi Otogenik (Autogenic corruption), dan Korupsi Dukungan (supportive
corruption). Sedangkan menurut perspektif hukum di Indonesia, defenisi korupsi secara
gamblang telah dijelaskan dalam 13 buah Pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20
Tahun 2001.[7]
Dampak Korupsi
h. Efek psikosentris, yaitu menciptakan hasrat dan ketagihan untuk korup dan
memperoleh kekuasaan.
Korupsi Di Indonesia
Indonesia disimpulkan berada dalam kondisi gawat korupsi karena kondisinya yang
sudah sangat memprihatinkan. Praktis tidak ada lagi aparatur negara yang bisa dipercayai di
negeri ini, baik Jaksa, Polisi, Hakim, Pegawai Negeri, Pejabat, Anggota Dewan, dan bahkan
sudah masuk ke levelan terendah aparatur negara dengan toleransi yang sangat tinggi terhadap
perbuatan korupsi. Tidak heran setiap harinya kita selalu disuguhi oleh berita yang membuat
banyak orang frustasi terhadap kondisi negara, seperti kriminalisasi pimpinan KPK, Kasus
century, kasus rekening gendut para jenderal, kasus suap pemilihan Gubernur BI, kasus mafia
pajak Gayus Tambunan, “kamar hotel” Artalyta, kasus korupsi lebih 50% kepala daerah, dan
berbagai kasus lainnya.
Negara yang kaya seperti Indonesia seharusnya dapat mensejahterakan warga negaranya,
namun APBN kurang lebih Rp 1.047,7 triliun pada tahun 2010 sepertinya tidak memiliki dampak
yang signifikan karena lebih banyak dihabiskan untuk anggaran rutin bukan pembangunan,
terlebih lagi sangat banyak terdapat kebocoran anggaran. Birokrat, aparat penegak hukum, dan
politisi merupakan penikmat kebocoran anggaran terbesar. Tidak heran maka Transparancy
International pada tahun 2010 lalu melakukan riset dan mendapatkan bahwa tahun 2010 Indeks
Persepsi Korupsi Indonesia adalah 2,8. Sejajar dengan Negara seperti benin, Bolivia, Gabon,
Kosovo dan Solomon Islands yang sama-sama punya skor 2,8 dan berada dalam urutan 110.
Indonesia kalah dengan negara-negara tetangga yang skornya lebih baik seperti Singapore (9,3),
Brunei (5,5), Malaysia (4,4) dan Thailand (3,5). [9]
Pemuda memiliki peran yang sangat signifikan dalam sejarah Indonesia. Dimulai dari
sejarah perjuangan kemerdekaan hingga sampai pada fase mengisi kemerdekaan dan mengawal
keutuhan bangsa. Pemuda juga selalu siap untuk maju kedepan jika ternyata pemegang amanat
rakyat tidak menjalankan amanatnya dengan baik. Orde Lama ditumbangkan oleh kekuatan
pemuda/mahasiswa dan orde baru pun juga ditumbangkan oleh kekuatan pemuda/mahasiswa
sehingga melahirkan reformasi. Terakhir menurut penulis gerakan pemuda kembali mencapai
puncaknya dalam mempertahankan keutuhan KPK dan menghentikan kriminalisasi pimpinan
KPK Bibit Chandra.
Namun apakah peran pemuda saat ini hanya sampai batas dalam tataran aksi terutama
untuk kasus korupsi? Memang pemuda saat ini banyak terjebak dalam tindakan responsif bersifat
aksi ketika terdapat pelanggaran oleh aparatur negara. Bahkan kondisi yang sangat menyedihkan
adalah pemuda saat ini terjebak dalam pragmatisme sehingga mampu dijadikan alat kekuasaan
sehingga menghilangkan kekritisannya terhadap korupsi, justru menjadi aktor penikmat hasil
korupsi.
Pemuda melawan korupsi bukanlah perkara mudah karena korupsi sudah menjalar ke
seluruh lapisan masyarakat. Pemuda harus mampu melawan orang tuanya yang korupsi,
saudaranya yang korupsi, paling tidak teman atau tetangganya yang korupsi. Pemuda harus
mampu melawan dirinya untuk tidak ikut serta menikmati harta hasil korupsi. Ketika berkendara
dan ditilang ia harus mampu untuk tidak menyuap polentas, tidak menyogok aparatur negara
dalam mempercepat urusan pelayanan, melaporkan gurunya ataupun dosennya yang korup, dan
lain sebagainya. Namun jika hal tersebut dapat dilakukan oleh para pemuda maka kekuatan
pemuda akan menjadi penghalang utama bagi koruptor-koruptor yang merugikan keuangan
negara dan memiskinkan warga negara Indonesia.
Di sekolah, pelajar jangan ragu untuk membuat kelompok studi dan gerakan anti korupsi
menjadi kegiatan ekstrakulikuler. Tindakan konkritnya dimulai dengan mengawasi penggunaan
anggaran sekolah. Organisasi mahasiswa dan kepemudaan pun harus mampu secara konkrit
mengambil bagian. Hal tersebut dapat dimulai dengan menambah Bidang Anti Korupsi di
struktur organisasinya dan kemudian terjun dalam gerakan anti korupsi. Organisasi pemuda
tingkatan daerah haruslah menjadi pengawas kinerja aparatur di daerah, sedangkan organisasi
pemuda di tingkatan nasional haruslah menjadi pengawas kinerja aparatur di tingkatan nasional.
Lalu bagaimana dengan pemuda yang tidak berorganisasi? Meskipun hanya sebagai individu,
tidak menutup kemungkinan seseorang berperan serta dalam pemberantasan korupsi. Peran
tersebut dapat dimulai dari sikap zero tolerance terhadap tindakan korupsi, melakukan
pengawasan, bahkan sampai pelaporan kasus korupsi dapat dilakukan oleh setiap orang/individu,
tidak hanya organisasi.
Jika telah terdapat komitmen untuk berperan dalam pemberantasan korupsi, maka
berjejaringlah dengan sesama pemuda yang juga berkomitmen dalam pemberantasan korupsi.
Hal tersebut dikarenakan pemberantasan korupsi tidak akan berhasil karena individu, kelompok
ataupun satu organisasi melainkan oleh gerakan anti korupsi yang massive, terorganisir dan
terkonsolidasi.
Salah satu contoh tindakan korupsi di Athena pada abad ke 5 Sebelum Masehi. Persoalan
korupsi menjadi sarana pengembangan politik dengan dilakukannya pembaharuan oleh Solon
(640-559 SM), seorang pembuat undang-undang dan negarawan Athena. Setiap warga negara
diperbolehkan menggugat siapa saja atas nama orang lain atau diri sendiri. Anak-anak muda
berlomba-lomba menggugat para pejabat, dengan motif adalah untuk kemajuan karir politik.
Mereka kemudian disebut kelompok benalu (sycophants). Misalnya Pericles menuntut Jendral
Athena Kimon yang korup. Semakin merajalelanya kegiatan para benalu tersebut menimbulkan
ketakutan psikologis di samping juga menghangatkan perbincangan mengenai korupsi.[10]
Pemuda Indonesia tentunya dapat berperan sama seperti sycophants tersebut karena banyak
saluran yang disediakan oleh sistem hukum di negeri ini, tentunya dengan motif yang murni
untuk memberantas korupsi.
Lalu bagaimana dengan pemuda yang tidak berorganisasi? Meskipun hanya sebagai
individu, tidak menutup kemungkinan seseorang berperan serta dalam pemberantasan korupsi.
Peran tersebut dapat dimulai dari sikap zero tolerance terhadap tindakan korupsi, melakukan
pengawasan, bahkan sampai pelaporan kasus korupsi dapat dilakukan oleh setiap orang/individu,
tidak hanya organisasi.
Daftar Pustaka
[3]Alatas, Korupsi: Sifat, Sebab dan Fungsi, Cet. I. (Jakarta: Lembaga Penelitian, Pendidikan
dan Penerangan Ekonomi dan Sosial Jakarta,1987), hal. 2.
[7] Komisi Pemberantasan Korupsi, Memahami untuk Membasmi. Cet I. (Jakarta: KPK, Agustus
2006), hal. 15.
[9] http://www.ti.or.id/index.php/publication/2010/10/26/corruption-perception-index-2010-
global
[10] Cerita ini terdapat dalam Aristotle, The Athenian Constitution, hal 81,83. Terjemahan H.
Rackma, hal. 81, W Heinemann, London, 1952. Dikutip oleh Alatas, hal. 5