Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Modernisasi berdampak terhadap kemajuan industri. Industrialisasi
diikuti dengan penggunaan bahan kimia dan mesin-mesin industri.
Lingkungan industri yang mengandung Hazard (potensi bahaya) berpengaruh
terhadap produktivitas Tenaga kerja. 1
Potensi bahaya di lingkungan industri dapat menyebabkan penyakit
akibat kerja yang mengenai organ-organ tubuh tenaga kerja. Salah satu organ
tubuh yang terkena adalah paru tenaga kerja. Di USA penyakit paru akibat
kerja merupakan penyakit akibat kerja nomer satu dikaitkan dengan frekuensi,
tingkat keparahan dan kemampuan pencegahannya. Biasanya disebabkan oleh
paparan iritasi atau bahan toksik yang dapat menyebabkan gangguan
pernapasan akut maupun kronis. Kebiasaan merokok akan memperparah
penyakit tersebut. Total pembiayaan penyakit akibat kerja dan kecelakaan
kerja mencapai $ 170 milyar pertahunnya. Pada tahun 2002, tercatat 294.500
kasus baru. Secara keseluruhan 2,5 per 10.000 tenaga kerja berkembang
menjadi non fatal penyakit akibat kerja. Penyakit akibat kerja biasanya sulit
disembuhkan akan tetapi mudah dicegah.2

Sepanjang tahun 2009, pemerintah mencatat telah terjadi


sebanyak 54.398 kasus kecelakaan kerja di Indonesia. Meski menunjukkan
penurunan, namun angka tersebut masih tergolong tinggi. Kecelakaan kerja di
sebuah pabrik gula di Jawa Tengah menyebabkan empat pekerjanya tewas
dan di Tuban Jawa Timur seorang meninggal dan dua orang lainnya terluka
akibat tersiram serbuk panas saat bekerja di salah satu pabrik semen adalah
beberapa contoh kasus kecelakaan kerja yang mengakibatkan kerugian
bahkan sampai menghilangkan nyawa.1

Kerugian akibat kecelakaan kerja tidak hanya dirasakan oleh tenaga


kerja itu sendiri, namun juga bisa berdampak pada masyarakat sekitar. Oleh

1
karena itu perlu adanya penerapan sebuah sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan Kerja (SMK3) di tempat kerja berbasis paradigma sehat.1

Penyakit paru akibat kerja merupakan penyakit atau kelainan paru


yang terjadi akibat terhirupnya partikel, kabut, uap atau gas yang berbahaya
saat seseorang sedang bekerja. Tempat tertimbunnya bahan-bahan tersebut
pada saluran pernafasan atau paru dan jenis penyakit paru yang terjadi
tergantung pada ukuran dan jenis yang terhirup. Beberapa jenis partikel yang
di antaranya bisa menyebabkan penyakit paru yaitu partikel organik dan
anorganik. Selain itu gas dan bahan aerosol lain seperti gas dari hidrokarbon,
bahan kimiawi insektisida, serta gas dari pabrik plastik dan hasil pembakaran
plastik. Jenis partikel organik dihasilkan oleh industri tekstil dimulai dari
proses awal sampai penenunan. Masa waktu untuk timbulnya penyakit ini
cukup lama,waktu yang terpendek adalah 5 tahun. Partikel anorganik yang
jika terhirup dalam jumlah banyak dapat pula menimbulkan gangguan paru,
hal ini banyak terjadi pada pekerja di pabrik semen, asbes, keramik dan
tambang.3
1.2 TUJUAN
Tujuan penyusunan makalah ini adalah menambah pengetahuan mengenai
Penyakit Paru Akibat Kerja. Penyusunan makalah ini sekaligus untuk
memenuhi persyaratan kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di
Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera
1.3 MANFAAT
Makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis maupun
pembaca khususnya peserta KKS dan menjadi suatu tolak ukur bagi penelitian
selanjutnya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI

Penyakit paru kerja adalah penyakit atau kerusakan paru yang


disebabkan oleh debu, uap atau gas berbahaya yang terhirup pekerja ditempat
pekerjaan.4

Penyakit Paru Akibat Pekerjaan terjadi akibat terhirupnya partikel,


kabut, uap atau gas yang berbahaya pada saat seseorang sedang bekerja. Lokasi
tersangkutnya zat tersebut pada saluran pernafasan atau paru-paru dan jenis
penyakit paru yang terjadi, tergantung kepada ukuran dan jenis partikel yang
terhirup. Partikel yang lebih besar mungkin akan terperangkap di dalam hidung
atau saluran pernafasan yang besar, tetapi partikel yang sangat kecil bisa sampai
ke paru-paru. 4

Di dalam paru-paru, beberapa partikel dicerna dan bisa diserap ke


dalam aliran darah. Partikel yang lebih padat yang tidak dapat dicerna akan
dikeluarkan oleh sistem pertahanan tubuh. 4

Tubuh memiliki beberapa cara untuk membersihkan partikel yang


terhirup:

 Di dalam saluran pernafasan, lendir akan membungkus partikel, sehingga


bisa lebih mudah dikeluarkan melalui batuk
 Di dalam paru-paru, sel-sel pembersih tertentu, akan menelan partikel
tersebut dan melenyapkannya.

Partikel yang berbeda akan menghasilkan reaksi yang berbeda pula di


dalam tubuh. Beberapa partikel (misalnya serbuk tanaman) dapat menyebabkan
reaksi alergi seperti rinitis alergika atau asma. Serbuk batubara, karbon dan

3
oksida perak tidak menimbulkan reaksi yang berarti dalam paru-paru. Serbuk
silika dan asbes bisa menimbulkan jaringan parut yang menetap pada jaringan
paru-paru (fibrosis paru). Dalam jumlah yang cukup besar, asbes bisa
menyebabkan kanker pada perokok.5

2.2 KLASIFIKASI PENYAKIT PARU AKIBAT KERJA6

KELOMPOK PENYAKIT UTAMA AGEN PENYEBAB


Iritasi saluran nafas atas Gas iritan, pelarut
Gangguan jalan nafas (asma kerja, Diisosianat, alergen asal binatang, debu
bisinosis, dll) kapas
Trauma inhalasi Akut Gas iritan, Hasil pembakaran bakteri,

Pneumonitis hipersensitif jamur, protein binatang


Penyakit infeksi TB, virus, bakteri
Pneumokoniosis Asbes, silika, batubara, berilium
Keganasan Asbes, radon

2.3 KOMPONEN PENYEBARAN PENYAKIT PARU AKIBAT KERJA


1. Faktor penyebab
Faktor penyebab penyakit paru akibat kerja di golongkan menjadi 2
golongan besar yaitu: :
a. Golongan kimiawi meliputi debu logam berat, debu organik,
debu anorganik
b. Golongan biologis meliputi bakteri, virus dan jamur
2. Faktor Host
Faktor host yang berpengaruh terhadap timbulnya penyakit paru
akibat kerja adalah :
a. Faktor imunitas
b. Faktor gizi
3. Faktor Lingkungan

4
Keadaan yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan tenaga kerja
adalah kondisi fisik dan sanitasi dari lingkungan kerja tersebut, sistem
organisasi kerja ( lama kerja, lama istirahat dan sistem shift) dan
ketersediaan pelayanan kesehatan kerja.6

2.4 MACAM PENYAKIT PARU AKIBAT KERJA


Berdasarkan Keppres RI no 22 tahun 1993 penyakit paru akibat kerja
meliputi Pneumokoniosis, Penyakit paru dan saluran napas oleh debu logam berat,
Penyakit paru dan saluran napas disebabkan oleh debu kapas, vlas, henep dan sisal
(Byssinosis), Asma akibat kerja, Alveolitis alergika akibat debu organik, Kanker
paru atau mesothelioma dan Penyakit infeksi oleh virus, bakteri atau parasit yang
didapat pada pekerjaan berisiko terkontaminasi.7
1. Pneumoconiosis
Pneumoconiosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan
oleh adanya partikel (debu) yang masuk atau mengendap di dalam paru-paru.
Penyakit pnemokoniosis banyak jenisnya, tergantung dari jenis partikel (debu)
yang masuk atau terhisap ke dalam paru-paru. Penyakit tersebut antara lain:4,6
a. Penyakit Silikosis

Penyakit Silikosis disebabkan oleh pencemaran debu silika bebas,


berupa SiO2, yang terhisap masuk ke dalam paru-paru dan kemudian mengendap.
Debu silika bebas ini banyak terdapat di pabrik besi dan baja, keramik,
pengecoran beton, bengkel yang mengerjakan besi (mengikir, menggerinda, dll).
Selain dari itu, debu silika juka banyak terdapat di tempat di tempat penampang
bijih besi, timah putih dan tambang batubara. Pemakaian batubara sebagai bahan
bakar juga banyak menghasilkan debu silika bebas SiO2. Pada saat dibakar, debu
silika akan keluar dan terdispersi ke udara bersama – sama dengan partikel
lainnya, seperti debu alumina, oksida besi dan karbon dalam bentuk abu.

Debu silika yang masuk ke dalam paru-paru akan mengalami masa


inkubasi sekitar 2 sampai 4 tahun. Masa inkubasi ini akan lebih pendek, atau
gejala penyakit silicosis akan segera tampak, apabila konsentrasi silika di udara

5
cukup tinggi dan terhisap ke paru-paru dalam jumlah banyak. Penyakit silicosis
ditandai dengan sesak nafas yang disertai batuk-batuk. Batuk ii seringkali tidak
disertai dengan dahak. Pada silicosis tingkah sedang, gejala sesak nafas yang
disertai terlihat dan pada pemeriksaan fototoraks kelainan paru-parunya mudah
sekali diamati. Bila penyakit silicosis sudah berat maka sesak nafas akan semakin
parah dan kemudian diikuti dengan hipertropi jantung sebelah kanan yang akan
mengakibatkan kegagalan kerja jantung.

Tempat kerja yang potensial untuk tercemari oleh debu silika perlu
mendapatkan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja dan lingkungan yang
ketat sebab penyakit silicosis ini belum ada obatnya yang tepat. Tindakan
preventif lebih penting dan berarti dibandingkan dengan tindakan pengobatannya.
Penyakit silicosis akan lebih buruk kalau penderita sebelumnya juga sudah
menderita penyakit TBC paru-paru, bronchitis, astma broonchiale dan penyakit
saluran pernapasan lainnya. Pengawasan dan pemeriksaan kesehatan secara
berkala bagi pekerja akan sangat membantu pencegahan dan penanggulangan
penyakit-penyakit akibat kerja. Data kesehatan pekerja sebelum masuk kerja,
selama bekerja dan sesudah bekerja perlu dicatat untuk pemantulan riwayat
penyakit pekerja kalau sewaktu – waktu diperlukan.

b. Penyakit Asbestosis

Penyakit Asbestosis adalah penyakit akibat kerja yang disebabkan


oleh debu atau serat asbes yang mencemari udara. Asbes adalah campuran dari
berbagai macam silikat, namun yang paling utama adalah Magnesium silikat.
Debu asbes banyak dijumpai pada pabrik dan industri yang menggunakan asbes,
pabrik pemintalan serat asbes, pabrik beratap asbes dan lain sebagainya.

Debu asbes yang terhirup masuk ke dalam paru-paru akan


mengakibatkan gejala sesak napas dan batuk-batuk yang disertai dengan dahak.
Ujung-ujung jari penderitanya akan tampak membesar / melebar. Apabila
dilakukan pemeriksaan pada dahak maka akan tampak adanya debu asbes dalam
dahak tersebut. Pemakaian asbes untuk berbagai macam keperluan kiranya perlu

6
diikuti dengan kesadaran akan keselamatan dan kesehatan lingkungan agar jangan
sampai mengakibatkan asbestosis ini.

c. Penyakit Bisinosis

Penyakit Bisinosis adalah penyakit pneumoconiosis yang disebabkan


oleh pencemaran debu napas atau serat kapas di udara yang kemudian terhisap ke
dalam paru-paru. Debu kapas atau serat kapas ini banyak dijumpai pada pabrik
pemintalan kapas, pabrik tekstil, perusahaan dan pergudangan kapas serta pabrik
atau bekerja lain yang menggunakan kapas atau tekstil; seperti tempat pembuatan
kasur, pembuatan jok kursi dan lain sebagainya.

Masa inkubasi penyakit bisinosis cukup lama, yaitu sekitar 5 tahun.


Tanda-tanda awal penyakit bisinosis ini berupa sesak napas, terasa berat pada
dada, terutama pada hari Senin (yaitu hari awal kerja pada setiap minggu). Secara
psikis setiap hari Senin bekerja yang menderita penyakit bisinosis merasakan
beban berat pada dada serta sesak nafas. Reaksi alergi akibat adanya kapas yang
masuk ke dalam saluran pernapasan juga merupakan gejala awal bisinosis. Pada
bisinosis yang sudah lanjut atau berat, penyakit tersebut biasanya juga diikuti
dengan penyakit bronchitis kronis dan mungkin juga disertai dengan emphysema.

d. Penyakit Antrakosis

Penyakit Antrakosis adalah penyakit saluran pernapasan yang


disebabkan oleh debu batubara. Penyakit ini biasanya dijumpai pada pekerja-
pekerja tambang batubara atau pada pekerja-pekerja yang banyak melibatkan
penggunaan batubara, seperti pengumpa batubara pada tanur besi, lokomotif
(stoker) dan juga pada kapal laut bertenaga batubara, serta pekerja boiler pada
pusat Listrik Tenaga Uap berbahan bakar batubara.

Masa inkubasi penyakit ini antara 2 – 4 tahun. Seperti halnya penyakit


silicosis dan juga penyakit-penyakit pneumokonisosi lainnya, penyakit antrakosis
juga ditandai dengan adanya rasa sesak napas. Karena pada debu batubara
terkadang juga terdapat debu silikat maka penyakit antrakosis juga sering disertai

7
dengan penyakit silicosis. Bila hal ini terjadi maka penyakitnya disebut
silikoantrakosis. Penyakit antrakosis ada tiga macam, yaitu penyakit antrakosis
murni, penyakit silikoantraksosis dan penyakit tuberkolosilikoantrakosis.

Penyakit antrakosis murni disebabkan debu batubara. Penyakit ini


memerlukan waktu yang cukup lama untuk menjadi berat, dan relatif tidak begitu
berbahaya. Penyakit antrakosis menjadi berat bila disertai dengan komplikasi atau
emphysema yang memungkinkan terjadinya kematian. Kalau terjadi emphysema
maka antrakosis murni lebih berat daripada silikoantraksosis yang relatif jarang
diikuti oleh emphysema. Sebenarnya antara antrakosis murni dan silikoantraksosi
sulit dibedakan, kecuali dari sumber penyebabnya. Sedangkan paenyakit
tuberkolosilikoantrakosis lebih mudah dibedakan dengan kedua penyakit
antrakosis lainnya. Perbedaan ini mudah dilihat dari fototorak yang menunjukkan
kelainan pada paru-paru akibat adanya debu batubara dan debu silikat, serta juga
adanya baksil tuberculosis yang menyerang paru-paru.

e. Penyakit Beriliosis

Udara yang tercemar oleh debu logam berilium, baik yang berupa
logam murni, oksida, sulfat, maupun dalam bentuk halogenida, dapat
menyebabkan penyakit saluran pernapasan yang disebut beriliosis. Debu logam
tersebut dapat menyebabkan nasoparingtis, bronchitis dan pneumonitis yang
ditandai dengan gejala sedikit demam, batuk kering dan sesak napas. Penyakit
beriliosis dapat timbul pada pekerja-pekerja industri yang menggunakan logam
campuran berilium, tembaga, pekerja pada pabrik fluoresen, pabrik pembuatan
tabung radio dan juga pada pekerja pengolahan bahan penunjang industri nuklir.

Selain dari itu, pekerja-pekerja yang banyak menggunakan seng


(dalam bentuk silikat) dan juga mangan, dapat juga menyebabkan penyakit
beriliosis yang tertunda atau delayed berryliosis yang disebut juga dengan
beriliosis kronis. Efek tertunda ini bisa berselang 5 tahun setelah berhenti

8
menghirup udara yang tercemar oleh debu logam tersebut. Jadi lima tahun setelah
pekerja tersebut tidak lagi berada di lingkungan yang mengandung debu logam
tersebut, penyakit beriliosis mungkin saja timbul. Penyakit ini ditandai dengan
gejala mudah lelah, berat badan yang menurun dan sesak napas. Oleh karena itu
pemeriksaan kesehatan secara berkala bagi pekerja-pekerja yang terlibat dengan
pekerja yang menggunakan logam tersebut perlu dilaksanakan terus – menerus.

2. Asma akibat kerja


Merupakan kasus penyakit paru akibat kerja paling sering timbul di
USA. Diperkirakan 15 hingga 23% dari kasus penyakit asma baru yang muncul
pada penderita dewasa merupakan asma akibat kerja. Kasus ini termasuk asma
yang diperburuk oleh kondisi lingkungan kerja ( aggravate preexisting asthma )2
Karakteristik keluhan asma kerja:4
 Keluhan timbul setelah tiba ditempat kerja, hilang setelah
meninggalkannya
 Keluhan mulai beberapa jam setelah hilang dan kemudian hilang
 Keluhan ringan pada awal minggu mulai bekerja, memberat pada hari
selanjutnya
 Makin lama bekerja keluhan makin berlanjut
 Tidak ada keluhan pada waktu libur
 Keluhan timbul pada tempat kerja yang baru.

3. Alveolitis alergika akibat debu organic


Penyakit ini lebih sering disebut juga sebagai Hypersensitivity
pneumonitis. Alveolitis alergika merupakan penyakit paru yang diakibatkan
inhalasi dari debu organik seperti spora jamur, kotoran burung. Debu organik
yang terhirup menyebabkan peradangan pada alveoli dan dapat menimbulkan
jaringan parut. Penyakit ini menyerang tenaga kerja yang bergerak. Kematian
akibat penyakit ini meningkat dari tahun ke tahun.4

9
4. Penyakit infeksi oleh virus, bakteri atau parasit yang didapat
pada pekerjaan berisiko terkontaminasi.
Penyakit yang termasuk dalam golongan ini adalah Anthrak,
Tuberkulosis, Avian Infleuenza. Penyakit anthrak di derita oleh tenaga kerja di
sektor peternakan dan penyamakan kulit binatang. Penyakit tuberkulosis
menyerang tenaga kerja yang bekerja pada semua tenaga yang berisiko terkena
penyebab penyakit paru akibat kerja lainnya. Penyakit avian influenza menyerang
tenaga kerja di sektor peternakan unggas dan babi. 6

2.5 UPAYA PENCEGAHAN


Dalam rangka pencegahan Penyakit Paru akibat Kerja diperlukan kerja-
sama sinergis antara tenaga kerja, Departemen K3, dokter perusahaan dan pihak
manajemen perusahaan.8
Kegiatan pencegahan meliputi kegiatan:8
1. Penerapan peraturan perundangan yang berlaku
Upaya perlindungan dan pencegahan terhadap akibat yang merugikan
perusahaan maupun tenaga kerja melalui penerapan Standart Operating Procedure
( SOP ), Petunjuk dan cara kerja berdasar norma kerja berdasar Undang-undang
dan peraturan K3 yang berlaku seperti Nilai Ambang Batas Faktor Kimia di
tempat kerja.

2. Identifikasi Potensi Bahaya dan penilaian risiko


Merupakan pengenalan terhadap kondisi lingkungan kerja, pekerjaan dan
beberapa faktor lingkungan kerja yang dapat mengakibatkan timbulnya penyakit
paru akibat kerja. Hasil dari pengenalan dapat digunakan bahan dalam melakukan
analisis risiko. Kedua hal tersebut sangat penting dalam upaya pencegahan.
3. Pengujian dan pemantauan lingkungan kerja
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mendapat data mengenai faktor kimia
maupun biologis. Dari kegiatan ini akan didapatkan hasil kadar potensi bahaya
yang ada.

10
4. Pengujian Kesehatan Tenaga Kerja & Pemantauan Biologis
Pemeriksaan kesehatan sangat perlu dalam rangka penegakan diagnosis
penyakit akibat kerja. Pemeriksaan kesehatan tersebut meliputi pemeriksaan
kesehatan awal, berkala dan khusus.
5. Teknologi Pengendalian
Berdasarkan hirarki pengendalian mulai darieliminasi, subtitusi,
engineering control, administrasi dan alat pelindung diri.
Selain itu terdapat juga beberapa pencegahan lain yang dapat ditempuh agar
bekerja bukan menjadi lahan untuk menuai penyakit. Hal tersebut berdasarkan
Buku Pengantar Penyakit Akibat Kerja, diantaranya:3

1. Pencegahan Primer – Health Promotion


1. Perilaku Kesehatan
2. Faktor bahaya di tempat kerja
3. Perilaku kerja yang baik
4. Olahraga
5. Gizi seimbang
2. Pencegahan Sekunder – Specifict Protection
1. Pengendalian melalui perundang-undangan
2. Pengendalian administrative/organisasi: rotasi/pembatasan jam
kerja
3. Pengendalian teknis: subtitusi, isolasi, ventilasi, alat pelindung
diri (APD)
4. Pengendalian jalur kesehatan: imunisasi
3. Pencegahan Tersier
Early Diagnosis and Prompt Treatment

1. Pemeriksaan kesehatan pra-kerja


2. Pemeriksaan kesehatan berkala
3. Surveilans

11
4. Pemeriksaan lingkungan secara berkala
5. Pengobatan segera bila ditemukan gangguan pada pekerja
6. Pengendalian segera di tempat kerja

Kondisi fisik sehat dan kuat sangat dibutuhkan dalam bekerja, namun dengan
bekerja benar teratur bukan berarti dapat mencegah kesehatan kita terganggu.
Kepedulian dan kesadaran akan jenis pekerjaan juga kondisi pekerjaan dapat
menghalau sumber penyakit menyerang. Dengan didukung perusahaan yang sadar
kesehatan, maka kantor pun akan benar-benar menjadi lahan menuai hasil
bukanlah penyakit.

2.6 PENATALAKSANAAN
Penyakit paru akibat kerja telah diketahui sejak masa awal mesir kuno pada
tahun 1713 ramazzini telah menyebutkan penyakit paru diantara pekerja pembuat
kuali, penenun dan petani, banyak dokter yagn mempunyai kesulitan dalam menata
laksanaan penderita setelah didiaknosis sebagai penyakit paru akibat kerja penata
laksanaan dibagi menjadi:6

a. Medikamentosa
ada banyak jenis penyakit paru akibat kerja, obat merupakan peran yang
sangat sedikit dan terapai pada umumnya terdiri dari anjuran untuk
menghadapi pajanan lebih lanjut terhadap bahan yang berbahaya. Obat
yang diberikan biasanya bersipat sintomatis
b. Terapi okupasi
Beberapa cara yang dapat dilakakan antara lain :
1. mengganti (subtitusi) bahan yang berbahaya dengan bahan yang kurang
atau tidak berbahaya
2. membatasi bahan pajanan
3. ventilasi keluar
4. memakai APD (Alat Pelindung Diri)

12
Penatalaksanaan penyakit paru akibat kerja termasuk mengganti pekerjaan yang
menyebabkan penyakit atau pembatasan menyangkut apa yang boleh atau yang
tidak boleh dilakuakan.

13
BAB III
KESIMPULAN
Penyakit paru kerja merupakan penyakit atau kerusakan paru yang
disebabkan oleh debu, uap atau gas berbahaya yang terhirup pekerja ditempat
kerja. Berbagai penyakit paru dapat terjadi akibat pajanan zat seperti serat, debu
dan gas yang timbul pada proses industrialisasi. Jenis penyakit paru yang timbul
tergantung pada jenis zat pajanan, tetapi manifestasi klisnis penyakit paru kerja
mirip dengan penyakit paru yang lain yang tidak berhubungan dengan kerja.
Penyakit paru akibat kerja ini bersifat irreversibel. Terapinya hanya berupa
terapi suportif. Maka yang dapat dilakukan hanyalah melalui pencegahan primer,
sekunder, dan tersier.
Pencegahan primer adalah untuk mengurangi faktor resiko pajanan.
Pencegahan sekunder adalah melakukan deteksi dini kelainan pada pekerjaan
berisiko. Pencegahan tersier adalah pencegahan penyakit agar tidak menjadi
semakin parah.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI.Penyakit Akibat Kerja. Direktorat Bina Kesehatan Kerja


2010.
2. Relich CA. Occupational lung Disorder: General Principles and
Approaches. In: Fishman AP. Pulmonary Disease and Disorders.
3rd. New york: McGraw;Hill Co; 2008:867-75
3. Djojodibroto, R D. 1999. Kesehatan kerja di Perusahaan.
Gramedia. Jakarta
4. Ikhsan. M., Penyakit Paru Kerja. Departemn Pulmonologi dan
Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta. 2010
5. Soetedjo. Penyakit Paru Kerja. Bagian Ilmu Penyakit Dalm
Universita Wijaya Kusuma. Surabaya.2011
6. Pandia, PS. Penyakit paru kerja. Departemen Paru FK-USU.adam
malik. Medan. 2008
7. Keputusan Presiden No 22 Tahun 1993 tentang Penyakit yang
Timbul Karena Hubungan Kerja
8. Kurniawidjaja. L. Program Perlindungan Kesehatan Respirasi di
Tempat Kerja manajemen Risiko Penyakit Paru Akibat Kerja.
FKM-UI

15

Anda mungkin juga menyukai