Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

GASTRITIS

NAMA : KOMANG DENI SEPTARINI

NIM : C2118040

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA USADA BALI

TAHUN PELAJARAN 2018/2019


TINJAUAN TEORI
OSTEOMALACIA
1. Definisi

Osteomalasia adalah penyakit metabolisme tulang yang ditandaidengan tidak


memadainya mineralisasi tulang. Pada orang dewasa, osteomalasiabersifat kronis dan deformitas
skeletalnya tidak seberat pada anak karenapertumbuhan skeletal telah selesai. (Suratun, 2008).
Osteomalasia “tulang yang lunak” merupakan akibat gangguan pada mineralisasi
matriks osteoid. Hal ini menyebabkan deformitas tulang pada usia muda dan
timbulnya nyeri pada tulang (Rahmalia : 2005).

Osteomalasia, sering kali dikenal sebagai rakitis dewasa, merupakan


gangguan metabolik tulang yang ditandai dengan ketidakadekuatan atau hambatan
mineralisasi matriks tulang pada tulang padat dan tulang spons matur,
menyebabkan pelunakan tulang (Praptiani:2012). Osteomalasia (osteomalacia),
adalah kelainan tulang dimana tulang menjadi lunak, lemah dan rapuh, sehingga
sangat mudah menjadi fraktur tulang (fragility fracture) (Tandra :2009).

Sehingga dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa osteomalasia


adalah suatu penyakit akibat kekurangan vitamin D yang menghasilkan terjadinya
kekurangan atau kehilangan garam kalsium, yang menyebabkan tulang menjadi
semkain lembut, fleksibel, rapuh dan cacat. Hal ini ditandai dengan mineralisasi
cacat tulang, nyeri tulang, peningkatan kerapuhan tulang dan patah tulang.

2. Anatomi dan Fisiologi

Anatomi yang berkaitan dengan penyakit osteomalacia adalah tulang dan


kelenjar paratiroid. Tulang berlaku seperti bank kimia yang menyimpan elemen-
elemen untuk penggunaan selanjutnya oleh tubuh. Tubuh dapat mengambil bahan
kimia ini sesuai kebutuhan. Sebagai contoh, tingkat minimum kalsium yang
dibutuhkan dalam darah; bila tingkatnya turun terlalu rendah, sensor kalsium
menyebabkan kelenjar paratiroid melepaskan sebagian parathormone ke darah, dan
hal ini menyebabkan tulang melepaskan kalsium yang dibutuhkan. Tulang
mengandung sekitar 97% kalsium yang terdapat di dalam tubuh. Kalsium tersebut

2
berupa senyawa anorganik maupun garam-garam, terutama kalsium fosfat. Kalsium
akan dilepaskan ke darah bila dibutuhkan.

Bentuk tulang

Berdasarkan bentuk dan ukurannya tulang yang menyusun rangka tubuh


manusiadibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu tulang pipa, tuulang
pendek,tulang pipih, dan tulang tidak beraturan

 Tulang pipa (tulang panjang)


Tulang pipah merupakan tulang yang berbentuk seperti pipa atau
silindris (diafise). Diafise merupakan bagian tengah tulang yang
memanjang dan di tengahnya terdapat rongga sedangkan epifise merupakan
bagian ujung tulang yang tersusun dari tulang rawan. Diantara epifise dan
diafise terdapat metafise. Metafise tersusun dari tulang rawan. Pada
metafise ini terdapat cakra epifise, yaitu bagian tulang pipa yang
mempunyai kemampuan untuk tumbuh memanjang bagian tengah tulang
pipa memiliki rongga yang didalamnya berisi sumsum tulang.
Sumsum tulang merupakan kumpulan pembuluh darah dan
pembuluh saraf, sumsum tulang pipa berupa sumsum tulang merah dan
kuning sumsum tulang merah merupakan tempat pembentukan sel-sel darah
merah, sedangkan sumsumsumsum tulang kuning merupakan tempat
pembentukan sel-sel lemak.tulang seperti ini umumnyaditemukan pada
tulang alat gerak , seperti tulang paha, tulang betis, dan tulang kasta.
 Tulang pendek
Tulang pendek merupakan tulang-tulang yang lebih kecil dan tidak
ada perbedaan yang nyata antara ukuran panjang dan lebarnya. Bentuk
tulang pendek seperti kubus, paku atau berbentuk bulat. Tulang pendek
dapat bergerak bebas. Tulang seperti ini ditemukan pada tulang telapak
tangan dan kaki.
 Tulang pipih
Tulang pipih merupakan tulang-tulang yang berbentuk lempengan-
lempengan pipih yang lebar. Tulang pipih berfungsi untuk melindungi

3
struktur tubuh dibagian bawahnya dan dapat ditemukan pada tulang pingul,
belikat, dan tempurung kepala.
 Tulang tidak beraturan
Tulang tidak beraturan merupakan tulang dengan bentuk kompleks
yang berhubungan dengan fungsi khusus. Tulang tidak beraturan ditemukan
pada tulang rahang, tulang-tulang kepala, dan ruas-ruas tulang belakang.

Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut :
1. Mendukung jarinagn tubuh dan memberikan bentuk tubuh.
2. Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-paru)
dan jaringan lunak.
3. Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi
dan pergerakan).
4. Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang
(hematopoiesis).
5. Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor.

Kelenjar Paratiroid

 Paratiroid adalah 4 kelenjar kecil yang biasanya berada dibelakang tiroid.


Kelenjar paratiroid mensekresikan hormon paratiroid (PTH) yang mengatur
kadar kalsium dalam darah. Penurunan kalsium serum merangsang
pelepasan PTH, PTH meningkatkan kadar kalsium dengan metabolisme
kalsium dari tulang, meningkatkan arbsobsi kalsium dari usus,
mempercepat reabsorpsi kalsium dari tubulus renalis. Sintesis PTH

4
dikendalikan oleh kadar kalsium plasma, yaitu dihambat sintesisnya bila
kadar kalsium tinggi dan dirangsang bila kadar kalsium rendah.

Jadi dapat disimpulkan bahwa penyakit oseomalacia ini dapat terjadi karena
penurunan asupan vitamin D, kalsium dan fosfat pada tulang, yang
menyebabkan tulang menjadi lunak dan rapuh sehingga tulang mudah
mengalami patah tulang.
Kelenjar paratiroid ada 4 berada di belakang kelenjar tiroid, yang berfungsi
untuk menjaga tingkat normal kalsium (komponen struktural utama dari
tulang yang memberi kekakuan pada tulang). Hormon paratiroid memiliki
pengaruh yang sangat kuat pada sel-sel tulang.

3. Etiologi

Gambaran laboratorium dari osteomalasia akibat defisiensi vitamin D


adalah kadar kalsium serum rendah atau normal, hipofosfatemia, meningkatnya
kadar alkalin fosfatase, kadar osteokalsin serum normal, meningkatnya kadar
hormon paratiroid serum (jika hipokalsemia ada) dan rendahnya kadar 1,25
dihidroksi vitamin D (1,25-(OH)2D) di dalam serum. Pada osteomalasia akibat
defisiensi kalsium ekskresi kalsium urin menurun, kadar hormon paratiroid
meningkat, kadar 1,25 (OH)2 D normal dan kadar fosfor serum bisa rendah atau
normal. Osteomalasia akibat hipofosfatemia biasanya terjadi akibat hiperfosfaturia,
dimana didapatkan kadar osteokalsin, hormon paratiroid dan 25 hidroksi vitamin D
(25-OH vitamin D) adalah normal; kadar alkalin fosfatase biasanya meningkat,
kadar fosfor serum dan 1,25 (OH)2 vitamin D adalah rendah dan ekskresi fosfor urin
sangat tinggi. Pasien dengan asidosis tubular renal tipe II memiliki gangguan
reabsorpsi bikarbonat dan bermanifestasi asidosis hipokalemia hiperkloremia
dengan hipofosfatemia yang disebabkan oleh bertambahnya fosfaturia. Rendahnya

5
kadar 1,25 (OH)2 vitamin D pada beberapa pasien menjadi konsekuensi dari
abnormalitas metabolisme tubular proksimal. Pasien dengan asidosis tubular renal
dan sindrom Fanconi juga mengeksresikan banyak kalsium, magnesium, kalium,
asam urat, glukosa, asam amino dan sitrat. Osteomalasia akibat penggunaan
aluminium pada pasien dengan gagal ginjal kronik saat ini sudah jarang terjadi
karena pembatasan penggunaan pengikat fosfat yang mengandung aluminium
untuk mengendalikan hiperfosfatemia dan perbaikan metode untuk mempersiapkan
larutan dialisat.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa osteomalasia dapat terjadi


dari beberapa penyebab, yaitu : defisiensi vitamin D yang didalamnya terjadi
ketidakadekuatan asupan diet, kurang pajanan sinar matahari, malabsorpsi : (bypass
lambung, gangguan usus kecil, penyakit kandung empedu, insifisiensi pankreatik
kronik), gangguan ginjal atau hati, efek obat : (isoniazid, rifampin, antikonvulsan).
Deplesi fosfat yang didalamnya terjadi asupan tidak adekuat, gangguan absorpsi
akibat penggunaan antasid kronik, gangguan reabsorpsi tubular ginjal akibat
gangguan didapat atau genetik. Asidosis sistemik yang didalamnya terjadi asidosis
tubular ginjal, ureterosigmoidostomi, sindorm fanconi. Inhibitor mineralisasi tulang
yang didalamnya terjadi hipofasfatasia, natrium florida atau disodium etidronate
(didronel) intoksikasi aluminium. Serta gagal ginjal kronik dan malabsorpsi
kalsium.

4. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari osteomalasia terjadi keletihan dan kelemahan otot


yang mungkin menjadi tanda awal defisiensi vitamin D. Selain itu manifestasi klinis
dari osteomalasia juga menyerupai gangguan reumatik, meliputi nyeri tulang yang
mungkin samar dan general pada pertama, menjadi lebih intens dengan aktivitas
seiring dnegan perkembangan penyakit; terjadi paling sering pada panggul; tulang
panjang pada ekstremitas, spina, dan iga. Kesulitan berganti posisi dari posisi
berbaring ke posisi duduk dan dari posisi duduk ke posisi berdiri, gaya berjalan
bergoyang yang mungkin akibat nyeri dan kelemahan otot, kifosis dorsal yang
dapat terjadi pada kasus berat, fraktur patologis, mudah lelah, kelemahan proksimal
dan pelunakan periartikuler. Simptom ini membaik dengan terapi untuk mengoreksi

6
gangguan mineralisasi. Beberapa pasien dengan osteomalasia menunjukkan garis
radiolusen kortikal tipis (stress fracture) yang tegak lurus dengan tulang dan
seringkali simetris. Pasien lain memiliki fraktur lama pada kosta yang multipel
dengan pembentukan kalus yang buruk.

5. Patofisiologis

Dua penyebab utama osteomalasia adalah, yang pertama ketidakcukupan


absorpsi kalsium di usus karena kurangnya asupan kalsium atau defisiensi vitamin
D, dan kedua peningkatan kehilangan fosfor melalui urine (Porth & Matfin, 2009).
Pada bentuk alaminya, vitamin D didapat dari makanan tertentu dan radiasi
ultraviolet matahari. Vitamin D mempertahankan kadar serum kalsium dan fosfat
normal untuk mineralisasi normal tulang. Defisiensi vitamin D atau resistensi
terhadap kerja mengganggu mineralisasi normal tulang, menyebabkan peunakan
tulang. Vitamin D tidak aktif ketika diapsorbsi dari usus atau disintesis dari pajanan
terhadap terhadap sinar ultraviolet. Agar vitamin D menjadi aktif, proses dua
langkah harus terjadi. Vitamin D (dan metabolitnya) dipindahkan dari darah ke hati,
tempat vitamin D diubah menjadi kalsidiol. Kalsidiol kemudian ditransportasikan
ke ginjal dan diubah menjadi bentuk aktif, kalsitriol.

Bentuk aktif vitamin D diperlukan untuk absorpsi kalsium dan fosfor yang
optimal dari usus. Kalsium dan fosfor dipindahkan dari darah ke tulang untuk
mineralisasi normal. Jika terdapat kekurangan vitamin D, kalsium dan fosfor tidak
diabsorpsi dari usus dan kadar kalsium dan fosfor serum turun. Defisiensi mineral
ini pada gilirannya mengaktivasi kelenjar paratiroid, dengan kehilangan kalsium
dan fosfor dari tulang. Kehilangan kalsium dan fosfat yang berlebihan dalam tulang
mengganggu mineralisasi kalsium. Gangguan mineralisasi tulang menyebaban
abnormalitas ditulang spons dan tulang padat. Osteoid (bagian matriks yang lunak
dan tidak terkalsifikasi) terus menghasilkan terapi tidak mineralisasi. Penumpukan
abnormal tulang demineralisasi menyebabkan deformitas besar pada tulang
panjang, spina, panggul, dan tengkorak, menyebabkan tulang lunak dan tidak
mampu menyangga beban dan menekan atau membebani gerakan tubuh.

6. Penatalaksanaan Medis

7
a. Penatalaksanaan Medik

Jika penyebabnya kekurangan vitamin D, maka dapat disuntikkan vitamin


D 200.000 IU per minggu selama 4-6 minggu, yang kemudian dilanjutkan dengan
1600 IU setiap hari atau 200.000 IU setiap 4-6 bulan. Jika terjadi kekurangan fosfat
(hipofosfatemia), maka dapat diobati dengan mengkonsumsi 1,25 dihydroxy
vitamin D.

b. Penatalaksanaan Non Medik

Jika kekurangan kalsium maka yang harus dilakukan adalah memperbanyak


konsumsi unsur kalsium. Agar sel osteoblas (pembentuk tulang) bisa bekerja lebih
keras lagi. Selain mengkonsumsi sayur-sayuran, buah, tahu, tempe, ikan teri,
daging, dan yogurt mengkonsumsi suplemen kalsium sangatlah disarankan. Jika
kekurangan vitamin D, sangat dianjurkan untuk memperbanyak konsumsi makanan
seperti ikan salmon, kuning telur, minyak ikan, dan susu. Untuk membantu
pembentukan vitamin D dalam tubuh cobalah sering berjemur di bawah sinar
matahari pagi antara pukul 07.00 - 09.00 pagi dan sore pada pukul 16.00 -
17.00. Selain itu diperlukan diet vitamin D disertai suplemen kalsium, apabila
osteomalasia atau rakitis disebabkan oleh penyakit lain, maka penyakit tersebut
akan memerlukan penanganan terlebih dahulu, Pemajanan sinar matahari
dianjurkan, serta jika terjadi deformitas ortopedik persisten perlu penggunaan brace
atau korset atau dengan pembedahan.
7. Komplikasi

1) Kesemutan ditangan dan kaki


2) Cocok (kejang)
3) Kram
4) Rasa berkedut dalam tubuh

8
TINJAUAN KASUS OSTEOMALASIA

3.1 Pengkajian

Riwayat kesehatan meliputi infomasi tentang aktivitas hidup sehari-hari,pola


ambulasi, alat bantu yang digunakan (misalnya kursi roda,tongkat, walker), dan
nyeri (jika ada nyei tetapkan lokasi,derajat nyeri,lama, faktor yang memperberat
dan fakto pencetus) kram atau kelemahan.

Pengkajian perlu dilakukan secara sistematis,teliti dan terarah. Data yang


dikumpulkan meliputi data subjektif dan objektif dengan cara melakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diasnotik.

Anamnesis

1. Data demografi : data ini meliputi nama,usia, jenis kelamin, tempat tinggal
orang yang dekat dengan klien.
2. Riwayat perkembangan : data ini untuk mengetahui tingkat perkembangan
pada neonatus,bayi,prasekolah,remaja,dewasa,tua.
3. Riwayat sosial : data ini meliputi pendidikan dan pekerjaan. Sseorang yang
terpapar terus-menerus dengan agens tertentu dalam pekerjaan status
kesehatan dapat dipengaruhi.
4. Riwayat penyakit keturunan : riwayat penyakit keluarga perlu diketahui
untuk menentukan hubungan genetik yang perlu diidentifikasi misalnya
(penyakit diabetes melitus yang merupakan predisposisi penyakit sendi
degeneratif,TBC,artritis,riketsia,osteomielitis dll).
5. Riwayat diet : identifikasi adanya kelebihan berat badan karena kondisi ini
dapat mengakibatkan stes pada sendi penyangga tubuh dan predisposisi
terjadi instabilitas ligamen,khsu pada punggung bagian bawah, kurangnya
asupan kalsium dapat menimbulkan fraktur karena adanya delkasifikasi.
Bagaimana menu makanan sehari-hari dan konsumsi vitamin A,D,
kalsium, serta protein yang merupakan zat untuk menjaga kondisi
muskuloskeletal.
6. Aktivitas kegiatan sehari-hari : identifikasi pkerjaan pasien dan aktivitas
sehari-hari. Kebiasaan membawah benda-benda berat yang dapat

9
menimbulkan regangan otot dan trauma lainya. Kurangnya melakukan
aktivitas mengakibatkan tonus otot menurun. Fraktur atau trauma dapt
timbul pada olahraga sepak bola dan hoki, sedangkan nyeri sendi tengan
dapat timbul akibat olahraga tenis. Pemakaian hak sepatu yang terlalu
tinggi dapat menimbulkan kontraksi pada tendon achiles dan dapat terjadi
dislokasi. Perlu di kaji pula aktivitas hidup sehari-hari, saat ambulasi
apakah ada nyeri pada sendi, apakah menggunakan alat bantu (kursi
roda,tongkat ataupun walker).
7. Riwayat ksehatan masa lalu : data ini meliputi kondisi kesehatan individu.
Data tentang adanya efek langsung atau tidak langsung terhadap
muskulokeletal, misalnya riwayat trauma atau kerusakan tulang rawan,
riwaya artritis osteomielitis.
8. Riwayar kesehatan sekarang : sejak kapan timbul keluhan, apakah ada
riwayat trauma. Hal-hal yang menimbulkan gejala. Timbulnya gejala
mendadak atau berlahan. Timbulnya untuk pertamakalinya atau berulang.
Perlu ditanyakan pula tentang ada tidak gangguan pada sistem lainnya kaji
klien untuk mengungkapkan alasan klien emeriksa diri atau mengunjungi
fasilitas kesehatan, keluhan utama pasien dan ganngguan muskuloskeletal
meliputi :
1) Nyeri : identifikasi lokasi nyeri. Nyeri biasanya berkaitan dengan
pembuluh darah,sendi,fasia atau periosteum. Nyeri berdenyut
biasanya berkaitan dengan tulang dan sakit berkaitan dengan otot,
sedangkan nyeri yang menusuk berkaitan dengan fraktur atau
infeksi tulang. Identifikasi apakah nyeri timbul setelah diberi
aktivitas atau gerakan. Nyeri saat bergerak merupakan satu tanda
masalah persendian. Degenerasi panggul menimbulkan nyeri
selama badan bertumpu pada sendi tersebut. Degenerasi pada lutut
menimbulkan nyeri selama dan setelah berjalan. Nyeri pada
osteoartritis makin meningkat pada suhu dingin. Tanyakan kapan
nyeri makin meningkat pada pagi atau malam hari. Inflamasi pada
bursa dan tendon makin meningkat pada malam hari. Tanyakan

10
apakah nyeri hilang saat istirahat. Apakah nyeri bisa diatasi dengan
obat tersebut.
2) Kekuatan sendi : tanyakan sendi mana yang mengalami kekakuan,
lamanya kekakuan tersebut dan apakah selalu terjadi kekakuan.
Beberapa kondisi seperti spondilitis ankilosis terjadi remisi
kekakuan beberapa kali sehari. Pada penyakit degenerasi sendi
sering terjadi kekakuan yang meningkat pada pagi setelah bangun
tidur (inaktivitas). Bagaimana dengan perubahan suhu dan
aktivitas. Suhu dingin dan kurang aktivitas biasanya meningkatkan
kekakuan sendi. Suhu panas biasanya menurunkan spasmen otot.
3) Bengkak : tanyakan berapa lama terjadi pembengkakan, apakah
juga disertai dengan nyeri, karena bengkak dan nyeri sering
menyertai cedera pada otot. Penyakit degenerasi sendi sering kali
tidak timbul bengkak pada awal serangan, tetepi muncul setelah
beberapa minggu terjadi nyeri. Dengan istirahat dan meninggikan
bagian tubuh,ada yang dipasang gips. Identifikasi apakah ada
padas atau kemerahan karen tanda tersebut menunjukan adanya
inflamasi,infeksi atau cedera.
4) Derformitas dan imobilitas : tanyakan kapan terjadinya, apakah
tiba-tiba atau bertahap, apakah menimbulkan keterbatasan gerak.
Apakah semakin memburuk dengan aktivitas, apakah dengan
posisi tertentu makin memburuk. Apakah klien menggunakan alat
bantu (kruk,tongkat dll).
5) Perubahan sensori : tanyakan apakah ada penurunan rasa pada
bagian tubuh tertentu. Apakah menurutnya rasa atau sensasi
tersebut berkaitan dengan nyeri. Penekanan pada syaraf dan
pembuluh darah akibat bengkak,tumor atau fraktur dapat
menyebabkan menurunnya sensasi.

Pemeriksaan fisik

11
Pengkajian skeletal tubuh

Hal-hal yang perlu dikaji pada skelet tubuh,yaitu :


1. Adanya derformitas dan ketidak sejajaran yang dapat disebabkan oleh
penyakit sendi
2. Pertumbuhan tulang abnormal. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya tumor
tulang
3. Pendekatan eksteremitas, aputasi dan bagian tubuh yang tidak sejajar
dengan anatomis
4. Angulasi abnormal pada tulang panjang. Gerakan pada titik buka sendi
teraba krepitus pada titik gerakan abnormal. Manunjukan adanya patah
tulang

Pengkajian tulang belakang


Deformitas tulang belakang yang sering terjadi perlu diperhatikan yaitu :

1. Skoliosis (deviasi kurvantura lateral tulang belakang)


- Bahu tidak sama tinggi
- Garis pinggang yang tidak simetris
- Skapula yang menonjol

Skoliosis tidak diketahui penyebabnya (idiopatik),kelainan kongenital,


atau akibat kerusakan otat para-spinal,seperti poliomielitis

2. Kifosis (kenaikan kurvantura tulang belakang bagian dada). Sering terjadi


pada lansia dengan osteoporosis atau penyakit neuromuskular.
3. Lordosis (membbek, kurvantura tulang bagian pinggang yang berlebihan
lordosis biasa di temukan pada wanita hamil

Pada saat inspeksi tulang belakang sebaiknya baju pasien dilepaskan untuk melihat
seluruh punggung,bkng dan tungkai. Pemeriksaan kurvantura tulang belakang dan
kesimetrisan batang tubuh dilakukan dari pandangan anterior,posterior,dan lateral.
Dengan berdiri dibelakang pasien,perhatikan setiab perbedaan tinggi bahu dan
krista iliaka. Lipatan bokong normalnya simetris. Kesimetrisan bahu,pinggul dan

12
kelurusan tulang belakang diperiksa pada posisi pasien berdiri tegak dan
membungkuk ke depan.

Pengkajian sistem persendian


Pengkajian sistem persendian dengan pemeriksaan luas gerak sendi baik aktif
maupun pasif,deformitas ,stabilitas dan adanya benjolan. Pemeriksaan sendi
menggunakan alat goniometer. Yaitu busur derajat yang yang dirancang khusus
untuk evakuasi gerak sendi.

1. Jika sendi diekstensikan maksimal namun masih ada sisa fleksi, luas grakan
ini dianggap terbatas. Keterbatasan ini dapat disebabkan oleh deformitas
skeletal, patologi sendi, kontraktur otot dan tendon sekitar.
2. Jika gerakan sendi mengalami gangguan atau nyeri, harus dipaksa adanya
kelebihan cairan dalam kapsulnya (efusi) pembengkakan dan inflamasi.
Tempat yang sering terjadi efusi adalah pada lutut.

Palapasi sendi sambil sendi digerakkan secara pasif akan memberi informasi
mengenai inegritas sendi. Suara “gemeletuk” dapat menunjukan adanya ligamen
yang tergelncir di antara tonjolan tulang. Adanya krepitus karena permukaan sendi
yang tidak rata di temukan pada pasien artritis. Jaringan sekitar sendi terdapat
benjolan yang khas di temukan pada pasien :

1. Artritis reumatoid,benjolan lunak di dalam dan sepanjang tendon


2. Gout, benjolan keras di dalam dan di sebelah sendi
3. Osteoatritis,benjolan keras dan tidak nyeri merupakan pertumbuhantulang
akibat destruksi permukaan kartilago pada tulang kapsul sendi, biasanya
ditemukan pada lansia.

Kadang-kadang ukuran sendi menonjol akibat artrofi otot di proksimal dan distal
sendi sering terlihat pada artritis reumatoid sendi lutut.

13
Pengkajian sistem otot

Pengkajian sistem otot meliputi kemampuan mengubah pasisi, kekuatan dan


koordianasi otot,serta ukuran masing-masing otot. Kelemahan sekelompok otot
menunjukkan berbagai kondisi seperti polineuropati,gangguan elektrolit,miastenia
grafis,poliomielitis dan distrofi otot.

Palpasi otot dilakukan ketika ekstremitasi rileks dan di gerakkan secara


pasif. Perawat akan merasakan tonus otot. Kekuatan otot dapat dapat diukur dengan
minta pasien menggerakkan ekstremitasdengan atau tanpa tahanan. Musalnya, otot
bisep yang diuji dengan meminta klien mluruskan dengan sepenuhnya kemudian
fleksikan lengan melawan tahanan yang diberikan oleh perawat. Tonis otot
(konteksi ritmk otot)dapat dibangkitkan pada pergelangan kaki dengan dorso-fleksi
kaki mendadak dan kuat,dan tangan dengan ekstensi pergelangan tangan.

Lingkaran ekstremitas harus diukur untuk membantu pertambhan ukuran


akibat edema atau perdarahan, penurunan akibat atrofi dan dibandingkan
ekstremitas yang sehat. Pengukuran otot dilakukan di lingkaran terbesar ektremitas
pada lokasi yang sama, pada posisi yang sama dan otot dalam keadaan istirahat.

Gradasi Ukuran Kekuatan Otot

0 (zero) Tidak ada kontraksi saat palpasi


1 (trace) Terasas adanya kontraksi otot, tetapi tidak ada gerakan
Dengan bantuan atau menyangga sendi dapat melakukan
2 (poor)
gerakan sendi (range of motion, ROM) secara penuh
Dapat melakukan gerakan sendi (ROM) secara penuh dengan
3 (fair)
melawan gravitasi, tetapi tidak dapat melawan tahanan
Dapat melakukan ROM secara penuh dan dapat melawan
4 (good)
tahanan tingkat sedang
Dapat melakukan gerakan sendi (ROM) secara penuh dan dapat
5 (normal)
melawan gravitasi dan tahanan

Pengkajian Cara Berjalan

14
Pada pengkajian ini, pasien diminta berjalan. Perhatikan hal berikut :

1. Kehalusan dan irama berjalan, gerakan teratur atau tidak


2. Pincang dapat disebabkan oleh nyeri atau salah satu ekstrimitas pendek
3. Keterbatassan gerak sendi dapat memengaruhi cara berjalan

Abnormalitas neourologis yang berhubungan dengan cara berjalan. Misalnya,


pasien hemiparesis – stroke menunjukkan cara berjalan spesifik, pasien dengan
penyakit parkinson nmenunjukkan cara berjalan bergetar.

3.2. Masalah Keperawatan


1. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik, biologis
2. Resiko cedera berhubungan dengan kehilangan integritas tulang
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidaknyamanan
4. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan penampilan peran

3.3 Intervensi

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN (NURSING CARE PLAN)

Diagnosa
No Keperawata Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
n
1 Nyeri b/d Tujuan : NIC
agen cedera Setelah dilakukan perawatan Pain Management
klien melaporkan nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri
fisik,
berkurang atau hilang secara komprehensif
biologis NOC label : termasuk lokasi,
karakteristik, durasi
- Pain Level frekuensi, kualitas dan
- Pain control faktor presipitasi
- Comfort level 2. Observasi reaksi nonverbal
dan ketidaknyamanan
3. Gunakan teknik
Kriteria Hasil : komunikasi terapeutik
1. Mampu mengontrol nyeri untuk mengetahui
(tahu penyebab nyeri, pengalaman nyeri pasien
mampu menggunakan tehnik

15
nonfarmakologi untuk 4. Kaji kultur yang
mengurangi nyeri, mencari mempengaruhi respon
bantuan) nyeri
2. Melaporkan bahwa nyeri 5. Evaluasi pengalaman nyeri
berkurang dengan masa lampau
menggunakan manajemen 6. Evaluasi bersama pasien
nyeri dan tim kesehatan lain
3. Mampu mengenali nyeri tentang ketidakefektifan
(skala, intensitas, frekuensi kontrol nyeri masa Iampau
dan tanda nyeri) 7. Bantu pasierl dan keluarga
4. Menyatakan rasa nyaman untuk mencari dan
setelah nyeri berkurang menemukan dukungan
8. Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
9. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
10. Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan
intervensi
11. Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
12. Berikan anaIgetik untuk
mengurangi nyeri
13. Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
14. Tingkatkan istirahat
15. Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak
berhasil
16. Monitor penerimaan
pasien tentang manajemen
nyeri
Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan

16
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
2. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari Satu
5. Tentukan pilihan
analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
6. Tentukan analgesik
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
7. Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur
8. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
9. Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
2 Hambatan Tujuan : NIC Label :
mobilitas Setelah dilakukan perawatan, 1. Kaji keterbatasan gerak
klien dapat melakukan semdi
fisik b/d
mobilisasi dengan atau tanpa 2. Monitor lokasi
gangguan bantuan perawat ketidaknyamanan atau
cara berjalan Noc Label : Body Mechanics nyeri saat beraktivitas
Performance 3. Lindungi pasien dari
Kriteria hasil : cedera selama latihan
-Klien dapat melakukan ROM 4. Ajarkan penggunaan alat
aktif bantu berpindah
-Klien dapat berpindah dengan 5. Jelaskan pada pasien
bantuan alat tentang pentingnya
pembatasan aktivitas

17
6. Anjurkan partisipasi aktif
sesuai kemampuan dalam
kegiatan sehari – hari
7. Anjurkan pasien
melakukan range of
motian pasif bila
diindikasikan

3 Resiko Tujuan : NIC


cedera Setelah dilakukan perawatan, Enviromental Management
diagnosa keperawatan tidak 1. Ciptakan lingkungan
berhubungan
menjadi aktual yang aman untuk pasien
dengan Kriteria hasil : 2. Identifikasi kebutuhan
kehilangan NIc Label : keamanan pasien,
- Risk Control berdasarkan tingkat fisik,
integritas
- Knowledge: Personal Safety fungsi kognitif dan
tulang 1. Pasien mengenal tanda sejarah tingkah laku
dan gejala yang 3. Hilangkan bahaya
mengindikasikan faktor lingkungan
resiko 4. Jauhkan objek berbahaya
2. Pasien dapat dari lingkungan
mengidentifikasi resiko 5. Menjaga dengan siderail
kesehatan yang mungkin jika diperlukan
terjadi 6. Sediakan tempat tidur
3. Pasien mengetahui yang rendah jika
tentang risiko cidera diperlukan
4. Pasien mengetahui 7. Tempatkan furniture
strategi untuk mengatasi diruangan dengan
risiko cidera susunan terbaik untuk
akomodasi
ketidakmampuan pasien
dan keluarga
8. Jauhkan dari pajanan
yang tidak diperlukan,
mengerikan dan panas
9. Manipulasi pencahayaan
untuk keuntungan
terapeutik
10. Batasi pengunjung

4 Harga diri Tujuan : NIC


rendah Self Esteem Enhancement

18
berhubungan Setelah dilakukan asuhan 1. Dorong pasien
dengan keperawatan diharapkan pasien mengidentifikasi
tidak mengalami harga diri kekuatan dirinya
perubahan
rendah. 2. Ajarkan keterampilan
penampilan NOC label: perilaku yang positif
peran. - Body Image, disiturbed melalui bermain peran,
Kriteria hasil : model peran, diskusi
1. Menunjukkan Penilaian 3. Dukung peningkatan
pribadi tentang harga diri tanggung jawab diri, jika
2. Mengungkapkan diperlukan
penerimaan diri 4. Buat statement positif
3. Komunikasi terbuka terhadap pasien
4. Mengatakan optimisme 5. Monitor frekuensi
tentang masa depan komunikasi verbal pasien
5. Menggunakan strategi yang negative
koping efektif 6. Dukung pasien untuk
menerima tantangan baru
7. Kaji alasan-alasan untuk
mengkritik atau
menyalahkan diri sendiri
8. Kolaborasi dengan
sumber-sumber lain
(petugas dinas social,
perawat spesialis klinis,
dan layanan keagamaan)
Counseling
1. Menggunakan proses
pertolongan interakftif
yang berfokus pada
kebutuhan, masalah, atau
perasaan pasien dan orang
terdekat untuk
meningkatkan atau
mendukung koping
pemecahan masalah

19
DAFTAR PUSTAKA

Asmin Yasih.2000.Keperawatan Medikal Bedah : Buku Saku Dari Brunner &


Suddarth.Jakarta : EGC

Jurnal Mulyana Ardi (20 juli 2016) (Farmakologi penerbit ECG halaman 568)

Lawler W,dkk. Buku pintar Patologi untuk kedokteran gig. Jakarta : ECG
(halaman 177) oleh

Patrick Davey.2006.At a Glance Medicine.Jakarta : Erlangga

Priscilla LeMone,dkk.2016.Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah.Jakarta :EGC

Risnanto & Uswatun.2014.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah :


Sistem Muskulokeletal.Yogyakarta :Deepublish

Suratun,dkk.2008.Klien Gangguan Muskulokeletal : Seri Asuhan


Keperawatan.Jakarta : EGC

Tandra Hans.2009.Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang


Osteoporosis.Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

20

Anda mungkin juga menyukai