Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP PERILAKU KEKERASAN

1. Pengertian Perilaku Kekerasan

Suatu keadaan emosi yang merupakan campuran perasaan frustasi dan benci

atau amarah. Hal ini didasari keadaan emosi secara mendalam dari setiap orang

sebagai bagian penting dari keadaan emosional kita yang dapat diproyeksikan ke

lingkungan, ke dalam diri atau secara destruktif. (Iyus Yosep, 2007 : 145)

Perilaku kekerasan menurut Kusumawati dan Hartono (2011), adalah suatu

keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara

fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan aduh,

gelisah yang tidak terkontrol.

Dari beberapa pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa perilaku

kekerasan adalah suatu tindakan dengan tenaga yang dapat membahayakan diri

sendiri, orang lain, maupun lingkungan yang bertujuan untuk melukai yang

disebabkan karna adanya konflik dan permasalahan pada seseorang baik secara

fisik maupun psikologis.

2. Tanda dan Gejala

Menurut Nita Fitia, 2009 tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai

berikut.

a. Fisik : Mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup,

wajah memerah dan tegang serta postur tubuh kaku.

b. Verbal : Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan

nada keras, kasar, dan ketus.


c. Perilaku : Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak

lingkungan, amuk/agresif.

d. Emosi : Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam,

jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,

menyalahkan, dan menuntut.

e. Intelektual : Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak

jarang mengeluarkan kata-kata sarkasme.

f. Spiritual : Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak

bermoral, dan kreativitas terhambat.

g. Sosial : Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan sindiran.

h. Perhatian : Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual.

3. Rentang Respon Marah

Adaptif Maladaptif

Asertif frustasi pasif agresif kekerasan

Perilaku kekerasan (PK) adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

tindakan yang dapat membahayakan seseorang secara fisik, baik pada dirinya

sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang

terkontrol. (Iyus Yosep, 2007 : 146)

a. Rentang respon adaftif

1) Asertif

Asertif adalah suatu respon marah dimana individu mampu

mengatakan atau mengungkapkan rasa marah atau tidak setuju tanpa


menyalahkan atau menyakiti orang lain yang akan memberikan

ketenangan pada individu.

2) Frustasi

Frustasi adalah suatu respon yang terjadi akibat indivudu gagal

mencapai tujuan saat marah dan tidak dapat menemukan alternatif.

b. Rentang respon maladaptive

Respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu dalam

menyelesaikan masalahnya menyimpang dari norma-norma social dan

kebudayaan suatu tempat.

Respon maladaptif yaitu :

1) Pasif

Adalah suatu keadaan dimana individu tidak mampu

mengungkapkan perasaannya.

2) Agresif

Adalah suatu bentuk perilaku yang menyertai marah dan merupakan

dorongan individu untuk menuntut sesuatu yang dianggapnya benar dalam

bentuk destruktif tapi masih terkontrol.

3) Kekerasan

Adalah perasaan marah disertai dengan rasa permusuhan yang kuat

dan hilang kontrol, dimana individu dapat merusak diri dan orang lain

dan lingkungan.

4. Faktor Predisposisi

Menurut Towsend (1996) dalam Nita Fitria (2009) terdapat beberapa teori

yang dapat menjelaskan tentang faktor predisposisi perilaku kekerasan, yaitu

sebagai berikut.
a. Faktor Psikologis

1) Teori Psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya

kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego

dan membuat konsep diri yang rendah. Agresi dan kekerasan dapat

memberikan kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri

serta memberikan arti dalam kehidupannya. Teori lainnya berasumsi

bahwa perilaku agresif dan tindak kekerasan merupakan pengungkapan

secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaannya dan rendahnya harga

diri pelaku tindak kekerasan.

2) Teori Pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku yang

dipelajari, individu yang memiliki pengaruh biologik terhadap perilaku

kekerasan lebih cenderung untuk dipengaruhi oleh contoh peran

eksternal dibandingkan anak-anak tanpa faktor predisposisi biologik.

b. Faktor Sosiokultural

Kontrol masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima

perilaku kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah dalam masyarakat

merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku kekerasan.

c. Faktor Biologis

1) Pengaruh neurofisiologik, beragam komponen sistem neurologis

mempunyai implikasi dalam memfasilitasi dan menghambat impuls

agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya

perilaku bermusuhan dan respons agresif.

2) Pengaruh biokimia, menurut Goldstein dalam Towsend (1996)

menyatakan bahwa berbagai neurotransmiter (epineprin, norepineprin,

dopamin, asetilkolin, dan serotonin) sangat berperan dalam


memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Peningkatan hormon

androgen dan norepineprin serta penurunan serotonin dan GABA (6 dan

7) pada cairan cerebrospinal merupakan faktor predisposisi penting yang

menyebabkan timbulnya perilaku agresif pada seseorang.

3) Pengaruh genetik, menurut peneliti perilaku agresif sangat erat kaitannya

dengan genetik termasukgenetik tipe kariotipe XYY, yang umumnya

dimiliki oleh penghuni penjara pelaku tindak kriminal (narapidana).

4) Gangguan otak, sindrom otak organik berhubungan dengan berbagai

gangguan cerebral, tumor otak (khususnya limbik dan lobus tempral),

trauma otak, penyakit ensepalitis, epilepsi (epilepsi lobus temporal)

terbukti berpengaruh terhadap perilaku kekerasan agresif dan tindak

kekerasan.

5. Faktor Presipitasi

Menurut Nita Fitria (2009) faktor presipitasi dapat dibedakan menjadi faktor

internal dan eksternal.

a. Internal adalah semua faktor yang dapat menimbulkan kelemahan,

menurunnya percaya diri, rasa takut sakit, hilang kontrol, dan lain-lain.

b. Eksternal adalah penganiayaan fisik, kehilangan orang yang dicintai, krisis,

dan lain-lain.

Menurut Shives (1998) hal-hal yang dapat menimbulkan perilaku kekerasan atau

penganiayaan antara lain sebagai berikut.

a. Kesulitan kondisi sosial ekonomi.

b. Kesulitan dalam mengomunikasikan sesuatu.

c. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuannya

dalam menempatkan diri sebagai orang dewasa.


d. Pelaku mungkin mempunyai riwayat antisosial seperti penyalahgunaan obat

dan alkohol serta tidak mampu mengontrol emosi pada saat menghadapi rasa

frustasi.

e. Kematian anggota keluarga yang tepenting, kehilangan pekerjaan, perubahan

tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.

6. Mekanisme Koping

Mekanisme koping yang berhubungan dengan perilaku kekerasa adalah :

a. Denial (penyangkalan)

Tidak berani melihat dan mengakui kenyataan yang menakutkan.

Misalnya menutup mata karena tidak berani melihat sesuatu yang ngeri, tidak

mau memikirkan tentang kematian, tidak mau menerima bahwa anaknya

keterbelakangan, tidak mau mengerti bahwa dirinya berpenyakit yang

menakutkan dan sebagainya. penyangkalan terhadap kenyataan mungkin

merupakan mekanisme pembelaan ego yang paling sederhana dan primitive.

Dengan cara ini kita berhasil melindungi diri kita terhadap banyak stress, akan

tetapi mungkin kita terhambat dalam melihat banyak hal yang perlu sekali

untuk penyesuaian yang efektif.

b. Refresif

Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke

dalam sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang

tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya

sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan

dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia

dapat melupakannya.

c. Proyeksi
Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya

yang tidak baik. Misalnya seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia

mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh

bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.

d. Penyusunan reaksi (reaction Formation)

Mencegah keinginan yangf berbahaya bila diekspresikan, dengan

melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya

sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan

memperlakukan orang tersebut dengan kasar.

e. Sublimasi

Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya dimata

masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya

secara normal. Misalnya seorang yang sedang marah melampiaskan

kemarahannya pada objek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok

dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa

marah.

f. Salah-pindah (displacement)

Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada objek

yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan

emosi itu. Misalnya seorang anak berumur 4 tahun marah karena ia baru saja

mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar dinding kamarnya. Dia

mulai bermain perang-perangan dengan temannya. (Maramis, 2004 : 72-82).

7. Pohon Masalah

Resiko tinggi mencederai diri sendiri, orang alin, dan lingkungan


Perilaku Kekerasan PPS : Halusinasi

Regimen Terapeutik Inefektif Isolasi Sosial : Menarik diri

Harga diri rendah kronis

Koping keluarga

Tidak efektif Berduka Disfungsional


8. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul

a. Perilaku kekerasan.

b. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.

c. Perubahan persepsi sensori : halusinasi.

d. Harga diri rendah kronis.

e. Isolasi sosial.

f. Berduka disfungsial.

g. Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif.

h. Koping keluarga inefektif.

9. Data yang Perlu dikaji

Masalah Keperawatan Data yang Perlu Dikaji

Perilaku Kekerasan Data subjektif :

1. Klien mengancam

2. Klien mengumpat dengan kata-kata

kasar

3. Klien mengatakan dendam dan jengkel

4. Klien mengatakan ingin berkelahi

5. Klien menyalahkan dan menuntut

6. Klien meremehkan

Data objektif :

1. Mata melotot, pandangan tajam

2. Tangan mengepal

3. Rahang mengatup

4. Wajah merah dan tegang


5. Postur tubuh kaku

6. Suara keras

Faktor yang berhubungan dengan masalah perilaku kekerasan, menurut

Direja (2011) antara lain sebagai berikut :

a. Ketidakmampuan mengendalikan dorongan marah

b. Stimulus lingkungan

c. Status mental

d. Putus obat

e. Penyalahgunaan narkoba/alkohol.

7. Rencana Asuhan Keperawatan

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Perilaku kekerasan adalah sesuatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk

melukai seseorang, baik secara fisik maupun psikologis. Perilaku kekerasan dapat

dilakukan secara verbal yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan

lingkungan. Perilaku kkerasan mengacu pada dua bentuk, yaitu perilaku kekerasan

saat sedang berlangsung atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku

kekerasan).

a. Factor predisposisi

Menurut Stuart (2013), masalah perilaku kekerasan dapat disebabkan

oleh adanya factor predisposisi (factor yang (melatarbelakangi) munculnya

masalah dan factor presipitasi (factor yang memicu adanya masalah ).


1) Factor biologis

a) Teori dorongan naluri (instinctual drive theory)

Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan

oleh suatu dorongan kebutuhan dasar yang kuat.

b) Teori psikomatik (psycomatic theory)

Pengalaman marah dapat diakibatkan oleh respons peikologi

terhadap stimulus eksternal maupun internal. Sehingga, system

limbic memiliki peran sebagai pusat untuk mengekspresikan maupun

menghambat rasa marah.

2) Factor psikologis

a) Teori agresif frutasi ( frustasion aggression theory)

Teori ini menerjemahkan perilaku kekerasan terjadi sebagai

hasil akumulasi frustasi. Hal ini dapat terjadi apabila keinginan

individu untuk mencapai sesuatu gagal atau terlambat. Keadaan

frustasi dapat mendorong individu untuk berperilaku agresif karena

perasaan frustasi akan berkurang melalui perilaku kekerasan.

b) Teori perilaku (behaviororal theory)

Kemarahan merupakan bagian dari proses belajar. Hal ini dapat

dicapai apabila tersedia fasilitas atau situasi yang mendukung.

Reinforcement yang diterima saat melakukan kekerasan sering

menimbulkan kekerasan di dalam maupun di luar rumah.

c) Teori eksistensi (existential theory)

Salah satu kebutuhan dasar menusia adalah bertindak sesuai

perilaku.apabila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi melalui perilaku


konstruktif, maka individu akan memenuhi kebutuhannya melalui

perilaku destruktif.

b. Factor presipitasi

Factor presipitasi ini berhubungan dengan pengaruh stressor yang

mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu. Stressor dapat

disebebkan dari luar maupun dari dalam. Stressor yang berasal dari luar dapat

berupa serangan fisik, kehilangan, kematian dan lain-lain. Stressor yang

berasal dari dalam dapat berupa, kehilangan keluarga atau sahabat yang

dicintai, ketakutan terhadap penyakit fisik, penyakit dalam dan lain-lain.

Selain itu, lingkungan yang kurang kondusif, seperti penuh penghinaan, tindak

kekerasan, dapat memicu perilaku kekerasan.

c. Factor risiko

NANDA (2016) menyatakan factor-faktor risiko dari risiko perilaku

kekerasan terhadap diri sendiri (risk for self-directed violence) dan risiko

perilaku kekerasan terhadap orang lain (risk for other-directed violence).

1) Risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri (risk for self-directed

violence)

a) Usia >_ 45 tahun

b) Usia 15-19 tahun

c) Isyarat tingkah laku (menulis catatan cinta yang sedih, menyatakan

pesan bernada kemarahan kepada orang tertentu yang telah menolak

individu tersebut, dll.)

d) Konflik mengenai orientasi seksual

e) Konflik dalam hubungan interpersonal

f) Pengangguran atau kehilangan pekerjaan (masalah pekerjaan)


g) Terlibat dalam tindakan seksual autoerotik

h) Sumber daya personal yang tidak memadai

i) Status perkawinan (sendiri, menjanda, bercerai)

j) Isu kesehatan mental (defresi, psikosis, gangguan kepribadian,

penyalahgunaan zat)

k) Pekerjaan (professional, eksekutif, administrator atau pemilik bisnis,

dll)

l) Pola kesulitan dalam keluarga (riwayat bunuh diri, sesuatu yang

bersifat kekerasan atau konfliktual)

m) Isu kesehatan fisik

n) Gangguan psikologis

o) Isolasi sosial

p) Ide bunuh diri

q) Rencana bunuh diri

r) Riwayat upacara bunuh diri berulang

s) Isyarat verbal ( membicarakan kematian, menanyakan tentang

dosismematikan suatu obat, dll)

2) risiko perilaku kekerasan terhadap orang lain ( risk for other-directed

violence)

a) Akses atau ketersediaan senjata

b) Alterasi (gangguan) fungsi kognitif

c) Perlakuaan kejam terhadap binatang

d) Riwayat kekerasan masa kecil, baik secara fisik, psikologis maupun

seksual.

e) Riwayat penyalahgunaan zat


f) Riwayat menyaksiakan kekerasan dalam keluarga

g) Impulsif

h) Pelanggaran atau kejahatan kendaraan bermotor (seperti, pelanggaran

lalu lintas, penggunaan kendaraan bermotor untuk melampiaskan

amarah)

i) Bahasa tubuh negative (seperti, kekakuan, mengepalkan

tinju/pukulan, hiperaktivitas, dll.)

j) Gangguan neurologis ( trauma kepala, gangguan serangan, kejang,

dll.)

k) Intoksikasi patologis

l) Riwayat melakukan kekerasan tidak langsung (kencing di lantai,

menyobek ojek di dinding, melempar barang, memecahkan kaca,

membanting pintu, dll.)

m) Pola perilaku kekerasan terhadap orang lain ( menendang, memukul,

menggigit, mencakar, upaya perkosaan, memperkosa, pelecehan

seksual, mengencingi orang lain, dll.)

n) Pola ancaman kekerasan (ancaman secara verbal terhadap objek atau

orang lain, menyupah serapah,gesture atau catatan

mengancam,ancaman seksual, dll.)

o) Pola prilaku kekerasan antisosial(mencuri, meminjam dengan

memaksa,penolakan terhadap medikasi,dll)

p) Komplikasi perinatal

q) Komplikasi prenatal

r) Menyalakan api

s) Gangguan psikosis
t) Prilaku bunuh diri

d. Tanda dan gejala

Tanda dan gejala perilaku kekerasan dapat dinilai dari ungkpan pasien

dan di dukung dengan hasil observasi.

1) Data subjektif

a) Ungkapan berupa ancaman

b) Ungkapan kata-kata kasar

c) Ungkapan ingin memukul/ melukai

2) Data objektif

a) Wajah memerah dan tegang

b) Pandangan tajam

c) Mengatupkan rahang dengan kuat

d) Mengepalkan tangan

e) Bicara kasar

f) Suara tinggi, menjerit atau berteriak

g) Mondar mandir

h) Melempar atau memukul benda/orang lain

e. Mekanisme koping

Perawat perlu mempelajari mekanisme koping untuk membantu klien

mengembangkan nekanisme koping yang konstruktif dalam mengekspresikan

amarahnya. Secara umum, mekanisme koping yang sering digunakan, antara

lain mekanisme pertahanan ego, seperti displancement, sublimasi, proyeksi,

denial dan reaksi formasi.


f. Perilaku

Klien dengan gangguan perilaku kekerasan memiliki beberapa perilaku

yang perlu diperhatikan. Perilaku klien dengan gangguan perilaku kekerasan

dapat membahayakan bagi dirinya sendiri, orang lain, maupun lingkungan

sekitar. Adapun perilaku yang harus dikenali dari klien gangguan risiko

perilaku kekerasan, antara lain:

1) Menyerang atau menghindari

Pada keadaan ini respons fisiologis timbul karena kegiatan system

syaraf otonom bereaksi terhadap sekresi ephineprin yang menyebabkan

tekanan darah meningkat, takikardi, wajah memerah pupil melebar, mual,

sekresi HCL meningkat, peristaltik gester menurun, pengeluaran urine dan

saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan meningkat, diserta ketegangan

otot seperti; rahang terkatup, tangan mengepal, tubuh menjadi kaku dan

disertai reflex yang cepat.

2) Menyatakan secara sertif

Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan

kemarahannya, yaitu prilaku pasif, agresif, dan asertif. Perilaku asertif

merupakan cara terbaik individu untuk mengekspresikan rasa marahnya

tanpa menyakiti orang lain secara fisik maupun psikologis. Dengan

perilaku tersebut, individu juga dapat mengembangkan diri.

3) Memberontak

Perilaku yang muncul biasanya disertai kekerasan akibat konflik

perilaku untuk menarik perhatian orang lain.


4) Perilaku kekerasan

Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri,

orang lain, maupun lingkungan.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan risiko perilaku kekerasan dirumuskan jika klien saat

ini tidak melakukan perilaku kekerasan, tetapi pernah melakukan perilaku

kekerasan dan belum mampu mengendalikan perilaku kekerasan tersebut.

Pohon masalah diagnosa risiko perilaku kekerasan


Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan

Risiko perilaku kekerasan

Perilaku kekerasan

3. Intervensi Keperawatan

a. Rencana tindakan keperawatan untuk klien

Strategi pelaksanaan 1 (SP 1) untuk klien

1) Mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan

2) Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan

3) Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan

4) Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan

5) Menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan

6) Membantu klien mempraktikkan latihan cara mengontrol fisik 1

7) Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian


Strategi pelaksanaan 2 (SP 2) untuk klien

1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien

2) Melatih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik II

3) Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

Strategi pelaksanaan 3 (SP 3) untuk klien

1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien

2) Melatih klien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara verbal

3) Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

Strategi pelaksanaan 4 (SP 4) untuk klien

1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien

2) Melatih klien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara spiritual

3) Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

Strategi pelaksanaan 5 (SP 5) untuk klien

1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien

2) Melatih klien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara minum obat

3) Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

Tindakan keperawatan klien

1) Diskusikan bersama klien penyebab perilaku kekerasan yang terjadi di

masa lalu dan saat ini

2) Diskusikan perasaan klien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan

3) Diskusikan bersama klien mengenai tanda dan gejala perilaku kekerasan,

baik kekerasan fisik, psikologis, social, spiritual dan intelektual


4) Diskusikan bersama klien perilaku secara verbal yang biasa dilakukan

pada saat marah baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun

lingkungan

5) Diskusikan bersama klien akibat yang ditimbulkan dari perilaku

marahnya

6) Diskusikan bersama klien cara mengontrol perilaku kekerasan baik

secara fisik (pukul kasur atau bantal serta Tarik napas dalam), obat-

obatan, social atau verbal (dengan mengungkapkan kemarahannya secara

asertif), ataupun spiritual ( shalat atau berdoa sesuai keyakinan klien).

2. Rencana tindakan keperawatan untuk keluarga

Strategi pelaksanaan 1 (SP 1) untuk keluarga

1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien

2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala perilaku kekerasan yang

dialami klien beserta proses terjadinya.

3) Menjelaskan cara-cara merawat klien perilaku kekerasan

Strategi pelaksanaan 2 (SP 2) untuk keluarga

1) Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat klien perilaku kekerasan

2) Melatih keluarga melakukan cara merawat klien perilaku kekerasan

Strategi pelaksanaan 3 (SP 3) untuk keluarga

1) Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk

minum obat

2) Menjelaskan follow up klien setelah pulang

Tindakan keperawatan untuk keluarga


1) Diskusikan bersama keluarga masalah yang dirasakan keluarga dalam

merawat klien

2) Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan meliputi

penyebab, tanda dan gejala, perilaku yang muncul. Serta akibat dari

perilaku tersebut

3) Latih keluarga untuk merawat anggota keluarga dengan perilaku

kekerasan

a) Anjurkan keluarga untuk selalu memotivasi klien agar melakukan

tindakan yang telah diajarkan oleh perawat

b) Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada klien bila

anggota keluarga dapat melakukan kegiatan tersebut secara tepat

c) Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila

klien menunjukkan klien-klien perilaku kekerasan

Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi klien yang perlu segera

dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau , memukul benda/orang

lain.

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan adalah

katagori dari prilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk

mencapai tujuan dan hasil yang dipekirakan dari asuhan keperawatan dilakukan

dan diselesaikan. Dalam teori, implementasi dari rencana asuhan keperawatan

mengikuti komponen perencanaan dari proses keperawatan. Namun demikian, di

banyak lingkungan perawatan kesehatan, implementasi mungkin dimulai secara

langsung setelah pengkajian (Potter & Perry, 2005).


5. Evaluasi

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan

perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan

tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan

secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan

lainnya. Jika hasil evaluasi menunjukkan tercapainya tujuan dan kriteria hasil,

klien bisa keluar dari siklus proses keperawatan. Jika sebaliknya, klien akan masuk

kembali ke dalam siklus tersebut mulai dari pengkajian ulang (reassessment).

Secara umum, evaluasi ditujukan untuk:

a. Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan.

b. Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum.

c. Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai (Asmadi,

2008).

Anda mungkin juga menyukai