Anda di halaman 1dari 16

TEKNOLOGI PEMBAKARAN BATUBARA

A. Latar Belakang
Batubara memiliki berbagai penggunaan yang penting di seluruh dunia.
Penggunan yang paling penting adalah untuk membangkitkan tenaga listrik, produksi
baja, pembuatan semen dan proses industri lainnya serta sebagai bahan bakar cair.
Batubara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah batuan
sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, batuan organik yang
terutama terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Pada masa sekarang ini telah banyak
terdapat industri penambangan batubara dan industri pemanfaatan batubara, seperti yang
telah dijelaskan diatas bahwa salah satu pemanfaatan batubara adalah untuk membangkit
tenaga listrik. Pembangkit ini dilakukan dengan cara pembakaran batubara dengan
berbagai teknologi pembakaran batubara.

Batu bara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah batuan
sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa
tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri
dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batu bara juga adalah batuan organik yang memiliki
sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk.

B. Teknologi Pembakaran Batubara


Proses pembakaran batubara akan berlangsung dengan baik jika tersedia udara
dalam jumlah yang cukup. Proses pembakaran dimulai dari terjadinya oksidasi pada fase
uap dan penyalaan volatile matter (zat terbang) yang terlepas dari batubara yang
selanjutnya menyebabkan menyalanya residu bahan padat (residual char). Tahap
penyalaan volatile matter menyebabkan kestabilan flame (nyala) dan temperatur sehingga
residu padat bisa menyala, sementara pada penyalaan residu padat terjadi mekanisme
reaksi-reaksi yang kompleks yang selanjutnya menghasilkan panas pembakaran.

Pembakaran batubara dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:


1. Pembakaran dalam Unggun Tetap
2. Pulverized Coal Combustion
3. Fluidized Bed Combustion/FBC
B.1. Pembakaran dalam Unggun Tetap

Metode lapisan tetap menggunakan stoker boiler untuk proses


pembakarannya. Sebagai bahan bakarnya adalah batubara dengan kadar abu yang
tidak terlalu rendah dan berukuran maksimum sekitar 30mm. Selain itu, karena
adanya pembatasan sebaran ukuran butiran batubara yang digunakan, maka perlu
dilakukan pengurangan jumlah fine coal yang ikut tercampur ke dalam batubara
tersebut. Alasan tidak digunakannya batubara dengan kadar abu yang terlalu rendah
adalah karena pada metode pembakaran ini, batubara dibakar di atas lapisan abu tebal
yang terbentuk di atas kisi api (traveling fire grate) pada stoker boiler. Bila kadar
abunya sangat sedikit, lapisan abu tidak akan terbentuk di atas kisi tersebut sehingga
pembakaran akan langsung terjadi pada kisi, yang dapat menyebabkan kerusakan
yang parah pada bagian tersebut. Oleh karena itu, kadar abu batubara yang disukai
untuk tipe boiler ini adalah sekitar 10 – 15%. Adapun tebal minimum lapisan abu
yang diperlukan untuk pembakaran adalah 5cm.

Gambar 3. Stoker Boiler

(Sumber: Idemitsu Kosan Co., Ltd)

Pada pembakaran dengan stoker ini, abu hasil pembakaran berupa fly ash
jumlahnya sedikit, hanya sekitar 30% dari keseluruhan. Kemudian dengan upaya
seperti pembakaran NOx dua tingkat, kadar NOx dapat diturunkan hingga sekitar 250
– 300 ppm. Sedangkan untuk menurunkan SOx, masih diperlukan tambahan fasilitas
berupa alat desulfurisasi gas buang.

Ada tiga pola dasar pengumpanan batubara dan udara yang telah dikembangkan:
- Overfeed
Pada pola pengumpanan overfeed, aliran batubara dan udara saling
berlawanan (countercurrent). Bahan bakar diumpankan dari atas unggun
(bed) dan mengalir ke bawah sambil dikonsumsi, sementara udara
mengalir dari atas melewati lapisan abu, kokas dan batubara baru.
Batubara baru yang telah diumpankan dipanaskan lewat kontak dengan
batubara yang sudah terbakar yang ada dibawahnya dan juga oleh gas-gas
pembakaran yang mengalir berlawanan arah. Produk-produk sisa
pembakaran yang dihasilkan selanjutnya turun ke bawah sampai
berbatasan dengan grate dan secara periodik produk sisa pembakaran ini
dikeluarkan dengan cara dumping, shaking dan vibrating dari grate atau
pada beberapa stoker dengan cara grate berjalan secara kontinyu.
- Underfeed
Pada pola pengumpanan underfeed, aliran batubara dan udara terjadi
secara paralel dan biasanya mengalir ke atas. Volatille matter, air, dan
udara pembakaran mengalir melalui lapisan bahan bakar yang terbakar.
Tipe ini menghasilkan lebih sedikit asap selama pengumpanan dan
pengoperasian beban yang rendah.
- Crossfeed
Pola pengumpanan crossfeed merupakan pola pengumpanan udara dan
bahan bakar yang banyak diterapkan. Dalam hal ini batubara sebagai
bahan bakar bergerak secara horizontal, sementara udara bergerak dari
bawah ke atas dengan sudut yang tepat. Pola pembakaran ini terdiri dari
stoker uang dilengkapi dengan hopper untuk tempat pengumpanan, chain
grate, travelling grate dan vibrating, reciprocating atau oscilating grate.

B.2. Pulverized Coal Combustion


Saat ini, kebanyakan PLTU terutama yang berkapasitas besar masih
menggunakan metode PCC pada pembakaran bahan bakarnya. Hal ini karena sistem
PCC merupakan teknologi yang sudah terbukti dan memiliki tingkat kehandalan yang
tinggi. Upaya perbaikan kinerja PLTU ini terutama dilakukan dengan meningkatkan
suhu dan tekanan dari uap yang dihasilkan selama proses pembakaran.
Perkembangannya dimulai dari sub critical steam, kemudian super critical steam,
serta ultra super critical steam (USC). Sebagai contoh PLTU yang menggunakan
teknologi USC adalah pembangkit no. 1 dan 2 milik J-Power di teluk Tachibana,
Jepang, yang boilernya masing – masing berkapasitas 1050 MW buatan Babcock
Hitachi. Tekanan uap yang dihasilkan adalah sebesar 25 MPa (254.93 kgf/cm 2) dan
suhunya mencapai 600℃/610℃ (1 stage reheat cycle). Perkembangan kondisi uap
dan grafik peningkatan efisiensi pembangkitan pada PCC ditunjukkan pada gambar 4
di di bawah ini.

Gambar 4. Perkembangan kondisi uap PLTU

(Sumber: Clean Coal Technologies in Japan, 2005)

Pada PCC, batubara diremuk dulu dengan menggunakan coal pulverizer (coal
mill) sampai berukuran 200 mesh (diameter 74μm), kemudian bersama – sama dengan
udara pembakaran disemprotkan ke boiler untuk dibakar. Pembakaran metode ini
sensitif terhadap kualitas batubara yang digunakan, terutama sifat ketergerusan
(grindability), sifat slagging, sifat fauling, dan kadar air (moisture content). Batubara
yang disukai untuk boiler PCC adalah yang memiliki sifat ketergerusan dengan HGI
(Hardgrove Grindability Index) di atas 40 dan kadar air kurang dari 30%, serta rasio
bahan bakar (fuel ratio) kurang dari 2. Pembakaran dengan metode PCC ini akan
menghasilkan abu yang terdiri diri dari clinker ash sebanyak 15% dan sisanya berupa
fly ash.

Gambar 5. PCC Boiler

(Sumber: Idemitsu Kosan Co., Ltd)

Ketika dilakukan pembakaran, senyawa Nitrogen yang ada di dalam batubara


akan beroksidasi membentuk NOx yang disebut dengan fuel NOx, sedangkan
Nitrogen pada udara pembakaran akan mengalami oksidasi suhu tinggi membentuk
NOx pula yang disebut dengan thermal NOx. Pada total emisi NOx dalam gas buang,
kandungan fuel NOx mencapai 80 – 90%. Untuk mengatasi NOx ini, dilakukan
tindakan denitrasi (de-NOx) di boiler saat proses pembakaran berlangsung, dengan
memanfaatkan sifat reduksi NOx dalam batubara.
Gambar 6. Proses denitrasi pada boiler PCC

(Sumber: Coal Science Handbook, 2005)

Pada proses pembakaran tersebut, kecepatan injeksi campuran batubara serbuk


dan udara ke dalam boiler dikurangi sehingga pengapian bahan bakar dan pembakaran
juga melambat. Hal ini dapat menurunkan suhu pembakaran, yang berakibat pada
menurunnya kadar thermal NOx.

Selain itu, sebagaimana terlihat pada gambar 6 di atas, bahan bakar tidak
semuanya dimasukkan ke zona pembakaran utama, tapi sebagian dimasukkan ke
bagian di sebelah atas burner utama. NOx yang dihasilkan dari pembakara utama
selanjutnya dibakar melalui 2 tingkat. Di zona reduksi yang merupakan pembakaran
tingkat pertama atau disebut pula pembakaran reduksi (reducing combustion),
kandungan Nitrogen dalam bahan bakar akan diubah menjadi N2. Selanjutnya,
dilakukan pembakaran tingkat kedua atau pembakaran oksidasi (oxidizing
combustion), berupa pembakaran sempurna di zona pembakaran sempurna. Dengan
tindakan ini, NOx dalam gas buang dapat ditekan hingga mencapai 150 – 200 ppm.
Sedangkan untuk desulfurisasi masih memerlukan peralatan tambahan yaitu alat
desulfurisasi gas buang.

Secara praktis, batubara diumpankan bersama sebagian udara pembakaran.


Udara yang dimasukkan di bagi dua yaitu udara primer dan udara sekunder. Udara
primer dimasukkan bersama-sama dengan batubara sementara udara sekunder
dimasukkan secara terpisah dari udara primer melewati dua pipa konsentrik ke dalam
boiler atau tanur. Pada umunya udara primer bersama batubara dimasukkan lewat
pipa ditengah, sementara udara sekunder dimasukkan lewat annulus. Metode
pembakaran pulverized coal hampir tidak tergantung pada karakteristik batubara.
Secara umum hampir semua batubara dapat digunakan dengan sistem ini dengan
sistem yang tepat.

- Dry Bottom Firing


Operasi unit abu kering lebih sederhana dan lebih fleksibel terhadap
perubahan jumlah dan sifat-sifat batubara dibandingkan dengan unit wet
bottom firing. Kerugian utama unit dry bottom firing ini adalah karena
ukuranya lebih besar (sehingga lebih mahal) dan sekitar 80-90% abu.
Gambar 1. Susunan Burner dan Cara Pemasukan Udara Primer pada

Pembakaran Batubara Pulverized


a.Vertikel firing
b.Tangential firing
c.Opposed inclined firing
d.Horizontal firing Harus dikeluarkan dari boiler dan
presipitaor hopper dalam bentuk debu yang sangat halus

- Wet Bottom Firing


Unit wet bottom firing ini dikembangkan untuk mengatasi masalah
penanganan debu dengan cara membuat abu lebih berat, berbentuk
granular dan tinggal dalam tanur lebih banyak dibandingkan dalam unit
abu kering. Dalam unit web bottom ini aliran leburan abu yang mengalir
dari tanurdisemprot dengan air pendingin sehingga terbentuk produk
dengan ukuran yang diinginkan. Sekitar 80% abu bisa tinggal dalam tanur
untuk beberapa unit desain tertentu. Dibandingkan dengan dry bottom
firing, unit wet bottom firing mempunyai kerugian-kerugian seperti kurang
fleksibel terhadap pemilihan batubara, lebih banyak terjadi fouling dan
korosi eksternal, pembentukan N0x yang lebih tinggi dan uap yang
diperoleh lebih sedikit.

- Slurry Firing
Pembakaran dalam bentuk slurry bertujuan agar bahan bakar lebih
mudah ditransportasikan, disimpan dan digunakan dibandingkan dalam
bentuk padat. Bahan bakar dalam bentuk slurry ini diantaranya coal-water
mixtures(CWM) dan coal-oil Mixtures (COM).
 Coal- Water Mixture(CWM) CWM merupakan campuran antara
batubara berukuran halus dan air dengan perbandingan tertentu serta
dengan penambahan aditif tertentu untuk menjaga kestabilan fluida
agar batubara tidak dapat mengendap. Tujuan utama CWM adalah agar
dapat ditransportasikan dengan pipa-pipa sehingga lebih murah biaya
transportasinya dibandingkan biaya transportasi batubara dalam
keadaan padat. Yang perlu diperhatikan dalam CWM ini adalah dalam
masalah penyimpanan yang membutuhkan tempat khusus, kestabilan
fluida dalam waktu tertentu, masalah dewatering baik secara termal
maupun mekanik, dan masalah keberhasilan dalam pembakaran.
 Coal-Oil Mixtures(COM) COM merupakan campuranantara
batubarahalus dan minyak dengan perbandingan tertentu. COM tidak
terlalu menimbulkan masalah menyangkut keberhasilan dalam
pembakaran, dibandingkan CWM.
- Tanur Cyclone
Pengembangan metoda pembakaran pulverized coal diantaranya
adalah dengan menginjeksikan udara dan batubara secara tangensial dan
dengan kecepatan tinggi kedalam tanur cyclone horizontal silindris,
kemudian membakar batubara tersebut bergerak mengikuti bentuk spiral.
Dibawah kondisi aerodinamis yang tepat, tanur ini bisa menghasilkan
panas mencapai 500.000 Btu/jam ft3 ruang pembakaran (bandingkan
dengan sistem dry bottom yang hanya menghasilkan panas paling tinggi
150.000 dan sistem slag-tap yang menghasilkan panas 400.000 Btu).
Karena temperatur nyala api yang tinggi (3000oF) maka dihasilkan sekitar
90% abu sebagai abu lebur (molten slag) yang cenderung menempel pada
dinding tanur dengan lengket sehingga masih menyisahkan partikel-
partikel batubara yang terbakar.

- Pengendalian Polusi
Pada umumnya polutan yang ada di udara berasal dari sumber
pembakaran dalam sekitar 90% dan polutan ini berasal dari hanya lima
jenis emisi yaitu gas karbon monoksida, hidrokarbon, partikulat, nitric
oxida dan sulfur oksida. Emisi yang berasal dari batubara disebabkan oleh
abu, nitrogen clan sulfur. Abu yang dihasilkan oleh pembakaran batubara
akan mencemari atmosfir jika terlepas bersama gas pembakaran dan dapat
mencemari air tanah atau sumber-sumber air jika dikeluarkan dari gas dan
dibuang di tempat pembuangan. Lagipula, meskipun terdapat tekni-teknik
penangkapan abu yang sangat efektif, masih ada sebagian kecil abu yang
terlepas. Abu yang terlepas ini umumnya berupa partikel-partikel halus
yang sulit dilepaskan dari gas-gas pebakaran sehingga sangat berpengaruh
pada kesehatan. Batubara juga mengandung sulfur yang terkonversikan
menjadi sulfur oksida SO2 selama pembakaran. Sulfur dalam batubara
dapat sebagai ikatan organik dan anorganik. Sulfur anorgaik lebih mudah
dihilangkan (dengan proses pencucian dsb). Oksida nitrogen NO dan
NO2(NO2 merupakan sumber pencemaran nomer tiga yang terdapat dalam
pembakaran batubara. NO terbentuk dari senyawa nitrogen dalam
batubara dan dari nitrogen dalam udara pembakaran.
Emisi dapat dikendalikan dengan salah satu atau lebih dari ke tiga cara
berikut ini:
o Penghilangan substansi yang menyebabkan pencemaran dari bahan
bakar (contoh : de-ashing dan gasifikasi).
o Modifikasi variabel-variabel yang mengendalikan proses
pembakaran itu sendiri.

o Penghilangan substansi yang tidak diinginkan dari effluent.


- Fluidized-Bed Combustion
Dalam pembakaran fluidized-bed, ukuran partikel cukup kecil
sehingga bisa diapungkan oleh aliran udara pembakaran yang bergerak
dari baah keatas. Partikel selanjutnya bergerak keatas dan kebawah secara
mengelompok. Gerakan vertikal yang bolak-balik ini menghasilkan
pencampuran yang baik dan distribusi partikel yang merata sehingga
partikel-partikel tersebut “teraduk‟ dengan baik.
Temperatur beg dikendalikan dengan mengatur kedalaman bed, dengan
menambah atau tidak penukar panas(heat exchanger), clan dengan
penggunaan ballast (bahan inert) dalam bed. Fluidized bed mempunyai
banyak alternatif dalam memecahkan masalah-masalah diatas, sebagai
contoh, apakah sistem dijalankan dengan bed agak panas atau agak
dingin. Pressurized Fluidized-bed Combustion. Pada pembakaran jenis ini
tekanan pembakaran dinaikkan dan ukuran ruang pembakaran jenis ini
tekanan pembakaran bisa lebih diperkecil sehingga menurunkan biaya
investasi. Juga, pada tekanan pembakaran di atas 4-6 atm, turbin gas dapat
dijalankan oleh gas pembakaran untuk menekan udara pembakaran dan
menghailkan daya listrik hasilnya dapat meningkatkan efisiensi dalam
menghasilkan listrik.

B.3. Pembakaran Lapisan Mengambang (Fluidized Bed Combustion/FBC)

Pada pembakaran dengan metode FBC, batubara diremuk terlebih dulu dengan
menggunakan crusher sampai berukuran maksimum 25mm. Tidak seperti
pembakaran menggunakan stoker yang menempatkan batubara di atas kisi api selama
pembakaran atau metode PCC yang menyemprotkan campuran batubara dan udara
pada saat pembakaran, butiran batubara dijaga agar dalam posisi mengambang,
dengan cara melewatkan angin berkecepatan tertentu dari bagian bawah boiler.
Keseimbangan antara gaya dorong ke atas dari angin dan gaya gravitasi akan menjaga
butiran batubara tetap dalam posisi mengambang sehingga membentuk lapisan seperti
fluida yang selalu bergerak. Kondisi ini akan menyebabkan pembakaran bahan bakar
yang lebih sempurna karena posisi batubara selalu berubah sehingga sirkulasi udara
dapat berjalan dengan baik dan mencukupi untuk proses pembakaran.
Karena sifat pembakaran yang demikian, maka persyaratan spesifikasi bahan
bakar yang akan digunakan untuk FBC tidaklah seketat pada metode pembakaran
yang lain. Secara umum, tidak ada pembatasan yang khusus untuk kadar zat terbang
(volatile matter), rasio bahan bakar (fuel ratio) dan kadar abu. Bahkan semua jenis
batubara termasuk peringkat rendah sekalipun dapat dibakar dengan baik
menggunakan metode FBC ini. Hanya saja ketika batubara akan dimasukkan ke
boiler, kadar air yang menempel di permukaannya (free moisture) diharapkan tidak
lebih dari 4%. Selain kelebihan di atas, nilai tambah dari metode FBC adalah alat
peremuk batubara yang dipakai tidak terlalu rumit, serta ukuran boiler dapat
diperkecil dan dibuat kompak.

Bila suhu pembakaran pada PCC adalah sekitar 1400 – 1500℃, maka pada
FBC, suhu pembakaran berkisar antara 850 – 900℃ saja sehingga kadar thermal NOx
yang timbul dapat ditekan. Selain itu, dengan mekanisme pembakaran 2 tingkat
seperti pada PCC, kadar NOx total dapat lebih dikurangi lagi.

Kemudian, bila alat desulfurisasi masih diperlukan untuk penanganan SOx


pada metode pembakaran tetap dan PCC, maka pada FBC, desulfurisasi dapat terjadi
bersamaan dengan proses pembakaran di boiler. Hal ini dilakukan dengan cara
mencampur batu kapur (lime stone, CaCO3) dan batubara kemudian secara bersamaan
dimasukkan ke boiler. SOx yang dihasilkan selama proses pembakaran, akan bereaksi
dengan kapur membentuk gipsum (kalsium sulfat). Selain untuk proses desulfurisasi,
batu kapur juga berfungsi sebagai media untuk fluidized bed karena sifatnya yang

lunak sehingga pipa pemanas (heat exchanger tube) yang terpasang di dalam boiler
tidak mudah aus.
Gambar 7. Tipikal boiler FBC

(Sumber: Coal Science Handbook, 2005)

Berdasarkan mekanisme kerja pembakaran, metode FBC terbagi 2 yaitu


Bubbling FBC dan Circulating FBC (CFBC), seperti ditampilkan pada gambar 7 di
atas. Dapat dikatakan bahwa Bubbling FBC merupakan prinsip dasar FBC, sedangkan
CFBC merupakan pengembangannya.

Pada CFBC, terdapat alat lain yang terpasang pada boiler yaitu cyclone suhu
tinggi. Partikel media fluidized bed yang belum bereaksi dan batubara yang belum
terbakar yang ikut terbang bersama aliran gas buang akan dipisahkan di cyclone ini
untuk kemudian dialirkan kembali ke boiler. Melalui proses sirkulasi ini, ketinggian
fluidized bed dapat terjaga, proses denitrasi dapat berlangsung lebih optimal, dan
efisiensi pembakaran yang lebih tinggi dapat tercapai. Oleh karena itu, selain batubara
berkualitas rendah, material seperti biomasa, sludge, plastik bekas, dan ban bekas
dapat pula digunakan sebagai bahan bakar pada CFBC. Adapun abu sisa pembakaran
hampir semuanya berupa fly ash yang mengalir bersama gas buang, dan akan

ditangkap lebih dulu dengan menggunakan Electric Precipitator sebelum gas buang
keluar ke cerobong asap (stack).

Gambar 8. CFBC Boiler

(Sumber: Idemitsu Kosan Co., Ltd)

Pada FBC, bila tekanan di dalam boiler sama dengan tekanan udara luar,
disebut dengan Atmospheric FBC (AFBC), sedangkan bila tekanannya lebih tinggi
dari pada tekanan udara luar, sekitar 1 MPa, disebut dengan Pressurized FBC (PFBC).
Faktor tekanan udara pembakaran memberikan pengaruh terhadap perkembangan
teknologi FBC ini. Untuk Bubbling FBC berkembang dari PFBC menjadi Advanced
PFBC (A-PFBC), sedangkan untuk CFBC selanjutnya berkembang menjadi Internal
CFBC (ICFBC) dan kemudian Pressurized ICFBC (PICFBC).

 PFBC

Pada PFBC, selain dihasilkan panas yang digunakan untuk memanaskan


air menjadi uap untuk memutar turbin uap, dihasilkan pula gas hasil pembakaran
yang memiliki tekanan tinggi yang dapat memutar turbin gas, sehingga PLTU
yang menggunakan PFBC memiliki efisiensi pembangkitan yang lebih baik
dibandingkan dengan AFBC karena mekanisme kombinasi (combined cycle) ini.
Nilai efisiensi bruto pembangkitan (gross efficiency) dapat mencapai 43%.

Sesuai dengan prinsip pembakaran pada FBC, SOx yang dihasilkan pada
PFBC dapat ditekan dengan mekanisme desulfurisasi bersamaan dengan
pembakaran di dalam boiler, sedangkan NOx dapat ditekan dengan pembakaran
pada suhu relatif rendah (sekitar 860℃) dan pembakaran 2 tingkat. Karena gas
hasil pembakaran masih dimanfaatkan lagi dengan mengalirkannya ke turbin gas,
maka abu pembakaran yang ikut mengalir keluar bersama dengan gas tersebut
perlu dihilangkan lebih dulu. Pemakaian CTF (Ceramic Tube Filter) dapat
menangkap abu ini secara efektif. Kondisi bertekanan yang menghasilkan

pembakaran yang lebih baik ini secara otomatis akan menurunkan kadar emisi
CO2 sehingga dapat mengurangi beban lingkungan.

Gambar 9. Prinsip kerja PFBC


(Sumber: Coal Note, 2001)

Untuk lebih meningkatkan efisiensi panas, unit gasifikasi sebagian (partial


gasifier) yang menggunakan teknologi gasifikasi lapisan mengambang (fluidized
bed gasification) kemudian ditambahkan pada unit PFBC. Dengan kombinasi
teknologi gasifikasi ini maka upaya peningkatan suhu gas pada pintu masuk (inlet)
turbin gas memungkinkan untuk dilakukan.

Pada proses gasifikasi di partial gasifier tersebut, konversi karbon yang


dicapai adalah sekitar 85%. Nilai ini dapat ditingkatkan menjadi 100% melalui
kombinasi dengan pengoksidasi (oxidizer). Pengembangan lebih lanjut dari PFBC
ini dinamakan dengan Advanced PFBC (A-PFBC), yang prinsip kerjanya
ditampilkan pada gambar 10 di bawah ini. Efisiensi netto pembangkitan (net
efficiency) yang dihasilkan pada A-PFBC ini sangat tinggi, dapat mencapai 46%.

Gambar 10. Prinsip kerja A-PFBC

(Sumber: Coal Science Handbook, 2005)

 ICFBC

Penampang boiler ICFBC ditampilkan pada gambar 11 di bawah ini.


Gambar 11. Penampang boiler ICFBC

(Sumber: Coal Note, 2001)

Seperti terlihat pada gambar, ruang pembakaran utama (primary combustion


chamber) dan ruang pengambilan panas (heat recovery chamber) dipisahkan oleh
dinding penghalang yang terpasang miring. Kemudian, karena pipa pemanas (heat
exchange tube) tidak terpasang langsung pada ruang pembakaran utama, maka
tidak ada kekhawatiran terhadap keausan pipa sehingga pasir silika digunakan
sebagai pengganti batu kapur untuk media FBC. Batu kapur masih tetap
digunakan sebagai bahan pereduksi SOx, hanya jumlahnya ditekan sesuai dengan
keperluan saja.

Di bagian bawah ruang pembakaran utama terpasang windbox untuk


mengalirkan angin ke boiler, dimana angin bervolume kecil dialirkan melalui
bagian tengah untuk menciptakan lapisan bergerak (moving bed) yang lemah, dan
angin bervolume besar dialirkan melewati kedua sisi windbox tersebut untuk
menimbulkan lapisan bergerak yang kuat. Dengan demikian maka pada bagian
tengah ruang pembakaran utama akan terbentuk lapisan bergerak yang turun
secara perlahan, sedangkan pada kedua sisi ruang tersebut, media FBC akan
terangkat kuat ke atas menuju ke bagian tengah ruang pembakaran utama dan
kemudian turun perlahan – lahan, dan kemudian terangkat lagi oleh angin
bervolume besar dari windbox. Proses ini akan menciptakan aliran berbentuk
spiral (spiral flow) yang terjadi secara kontinyu pada ruang pembakaran utama.
Mekanisme aliran spiral dari media FBC ini dapat menjaga suhu lapisan
mengambang supaya seragam. Selain itu, karena aliran tersebut bergerak dengan
sangat dinamis, maka pembuangan material yang tidak terbakar juga lebih mudah.

Kemudian, ketika media FBC yang terangkat kuat tersebut sampai di bagian
atas dinding penghalang, sebagian akan berbalik menuju ke ruang pengambilan
panas. Karena pada ruang pengambilan panas tersebut juga dialirkan angin dari
bagian bawah, maka pada ruang tersebut akan terbentuk lapisan bergerak yang
turun perlahan juga. Akibatnya, media FBC akan mengalir dari ruang pembakaran
utama menuju ke ruang pengambilan panas kemudian kembali lagi ke ruang
pembakaran utama, membentuk aliran sirkulasi (circulating flow) di antara kedua
ruang tersebut. Menggunakan pipa pemanas yang terpasang pada ruang
pengambilan panas, panas dari ruang pembakaran utama diambil melalui
mekanisme aliran sirkulasi tadi.

Secara umum, perubahan volume angin yang dialirkan ke ruang pengambilan


panas berbanding lurus dengan koefisien hantar panas secara keseluruhan. Dengan
demikian maka hanya dengan mengatur volume angin tersebut, tingkat
keterambilan panas serta suhu pada lapisan mengambang dapat dikontrol dengan
baik, sehingga pengaturan beban dapat dilakukan dengan mudah pula. Untuk lebih
meningkatkan kinerja pembangkitan, proses pada ICFBC kemudian diberi tekanan
dengan cara memasukkan unit ICFBC ke dalam wadah bertekanan (pressurized
vessel), yang selanjutnya disebut dengan Pressurized ICFBC (PICFBC). Dengan
mekanisme ini maka selain uap air, akan dihasilkan pula gas hasil pembakaran
bertekanan tinggi yang dapat digunakan untuk memutar turbin gas sehingga
pembangkitan secara kombinasi (combined cycle) dapat diwujudkan.

Anda mungkin juga menyukai