Anda di halaman 1dari 35

OPINI GOING CONCERN, TINGKAT KETERGANTUNGAN AUDITOR

PADA KLIEN DAN PERGANTIAN AUDITOR


Studi Empiris pada Perusahaan Kesulitan Keuangan di
Bursa Efek Indonesia tahun 2007-2012

AHMAD SYAIFUDDIN
FITRIANY
Universitas Indonesia

Abstract
This study investigates the effect of auditor dependence on going concern
opinion and opinion shopping on auditor switching in financially distressed
companies that listed in Indonesia Stock Exchange during 2007-2012.
Auditor dependence was measured by auditor size, audit tenure, and audit
fee. Opinion shopping was measured by model which developed by Lennox
(2000). The result of this study shown that opinion shopping does not occur
in Indonesia. Furthermore, this study also found that going concern
opinion in financially distressed companies are not affected by auditor
dependence.
Keyword: auditor dependence, opinion shopping, going concern opinion,
auditor switching
Abstrak
Penelitian ini menguji pengaruh tingkat ketergantungan auditor pada klien
terhadap opini going concern dan opinion shopping terhadap pergantian
auditor pada perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan yang tercatat
di Bursa Efek Indonesia tahun 2007-2012. Tingkat Ketergantungan Auditor
pada Klien dilihat dari ukuran KAP, masa penugasan audit dan fee audit.
Sedangkan opinion shopping diukur dengan menggunakan model yang
dikembangkan Lennox (2000). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
fenomena opinion shopping tidak terjadi di Indonesia. Selain itu, penelitian
juga membuktikan bahwa opini going concern pada perusahaan yang
mengalami kesulitan keuangan tidak dipengaruhi oleh tingkat
ketergantungan auditor pada klien.
Kata kunci: tingkat ketergantungan auditor pada klien, opinion shopping,
opini going concern, pergantian auditor.

                                                            

 syaifuddin19@gmail.com

 fitri_any@yahoo.com

 
 
 
 
 

PENDAHULUAN

Opini yang dikeluarkan auditor atas laporan keuangan suatu perusahaan


merupakan salah satu komponen penting yang akan dipertimbangkan para investor
dalam pengambilan keputusan bisnis mereka. Auditor dituntut untuk memberikan
keyakinan memadai atas suatu laporan keuangan perusahaan, bahwa laporan tersebut
tidak mengandung salah saji material yang nantinya akan menyesatkan pengguna
laporan keuangan. Oleh karena itu, auditor sangat diandalkan dalam memberikan
informasi yang baik bagi investor (Levitt, 1998). Opini yang dikeluarkan auditor tidak
hanya terbatas pada masalah akurasi laporan keuangan ataupun deteksi terhadap
kecurangan. Lebih dari itu, auditor juga berkewajiban menilai kelangsungan hidup
perusahaan (going concern). Opini yang berkaitan dengan kelangsungan hidup tersebut
selanjutnya akan disebut sebagai opini going concern dalam penelitian ini.
Kelangsungan hidup(going concern) perusahaan merupakan asumsi dasar dalam
penyusunan laporan keuangan. Manajemen bertanggung jawab untuk menyajikan
laporan keuangan menggunakan dasargoing concern dan auditor bertangung jawab
untuk mendapatkan keyakinan bahwa penggunaan dasargoing concern oleh perusahaan
adalah layak dan diungkapkan secara memadai. Ketika suatu perusahaan mempunyai
masalah going concern, auditor dan manajemen sama-sama menghadapi pilihan yang
sulit.
Bagi auditor, pemberian opini going concern merupakan langkah yang sulit dan
dilematis, sebagaimana dikutip oleh Louwers pada penelitian Chow, NcNamee dan
Plumme (1987) “ the going concern determination is one of the most difficult and
complex decision face by the auditing profession". Kesulitan dan dilema tersebut
menghasilkan kesalahan opini (audit failures) yang dibuat auditor menyangkut opini
going concern. Terdapat 2 kemungkinan kesalahan opini yang dibuat auditor berkaitan
dengan masalah going concern, yaitu (1) laporan audit yang tidak memberikan opini
going concern pada perusahaan yang kemudian bangkrut, (2) laporan audit yang
memberikan opini going concern pada perusahaan yang tidak mengalami kebangkrutan
pada tahun berikutnya (Geiger dan Rama, 2006).
Sebagaimana dikutip Geiger dan Rama pada penelitian Kida (1980) dan Carcello
dan Neal (2003), kedua tipe kesalahan tersebut dapat menimbulkan kerugian besar bagi
auditor. Apabila kesalahan pertama yang terjadi, maka perusahaan tidak dapat
menerima hal tersebut sehingga mengakibatkan terjadinya pergantian auditor sehingga
auditor akan kehilangan klien. Apabila kesalahan kedua yang terjadi, maka auditor akan
 
 

dihadapkan pada tuntutan hukum yang akan menimbulkan biaya dan hilangnya reputasi.
Hal inilah yang menjadi dilema bagi auditor. Oleh karena itu diharapkan auditor sangat
berhati-hati dalam menilai kondisi going concern karena kesalahan dalam penlaian
kondisi tersebut akan berakibat kompleks bagi auditor.
Sedangkan bagi manajemen, opini going concern adalah sesuatu yang ingin
dihindari. Hal ini disebabkan manajer memiliki kepentingan untuk membangun image
sebagai the good steward (Watts dan Zimmerman, 1986). Selain itu, opinigoing
concerningin dihindari oleh manajer karena khawatir bahwa opini tersebut dapat
mempercepat kebangkrutan perusahaan. Lennox (2002) menyebut hal tersebut sebagai
pemenuhan ramalan dengan sendirinya (self-fulfilling prophecy).Ketika opini going
concern didapat oleh suatu perusahaan maka pasar akan bereaksi negatif sehingga nilai
perusahaan akan mengalami penurunan. Hal ini menyebabkan perusahaan sulit
mendapatkan pendanaan untuk mengatasi masalah going concern yang sedang
dihadapinya
Penelitian ini menitikberatkan pada keputusan yang diambil oleh auditor dan
manajemen terkait dengan masalah going concern. Auditor mempunyai pilihan untuk
menerbitkan opini going concern atau tidak, sedangkan manajemen tidak mempunyai
pilihan lain selain menghindarkan perusahaannya dari opini going concern.
Faktor yang dapat mempengaruhi pilihan auditor dalam menerbitkan opini going
concern adalah tingkat ketergantungan auditor pada klien (auditor dependence).
Tingkat ketergantungan auditor pada klien berhubungan erat dengan kesejahteraan
auditor itu sendiri sehingga pada titik inilah independensi auditor diuji. Jika tingkat
ketergantungan auditor pada klien tinggi maka kecil kemungkinan opini going concern
akan diberikan terhadap suatu perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan.
Sebaliknya jika tingkat ketergantungan auditor pada klien rendah maka besar
kemungkinan opini going concern akan diberikan terhadap suatu perusahaan yang
mengalami kesulitan keuangan. Tingkat ketergantungan auditor pada klien sendiri bisa
dilihat dari tiga hal yaitu, ukuran KAP, masa penugasan audit, dan fee audit (Lennox,
2002).
Selanjutnya adalah cara bagaimana manajemen dapat menghindari opini going
concern. Sebagaimana diungkapkan Teoh (1992) bahwa manajemen mempunyai dua
metode untuk menghindari opini going concern. Pertama, perusahaan mengancam akan
melakukan pergantian auditor sehingga auditor yang bertugas saat itu terpaksa
mengeluarkan opini audit bersih. Opini tersebut jelas tidak dilandasi independensi
 
 

auditor. Kedua, perusahaan mungkin secara strategis memberhentikan auditor yang


kemungkinan besar memberikan opini going concern dan menunjuk auditor baru yang
kemungkinan besar tidak akan memberikan opini going concern. Auditor baru
kemungkinan tidak mempunyai pemahaman sebaik auditor lama tentang kondisi going
concern perusahaan sehingga mengeluarkan opini audit bersih dan tidak memberikan
opini going concern. Fenomena ini disebut sebagai “Opinion Shopping”.
Lennox (2000) berpendapat bahwa perusahaan yang melakukan pergantian
auditor menurunkan kemungkinan mendapatkan opini audit yang tidak diinginkan,
daripada perusahaan yang tidak melakukan pergantian auditor. Perusahaan yang
berhasil dalam opinion shopping melakukan pergantian auditor dengan harapan
mendapat unqualified opinion dari auditor baru. Tujuan pelaporan dalam opinion
shopping dimaksudkan untuk meningkatkan (memanipulasi) hasil operasi atau kondisi
keuangan perusahaan. Oleh karena itu, pengaruh opinion shopping akan terlihat dari
keputusan pergantian auditor yang dilakukan oleh manajemen.
Berdasarkan penjabaran di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh tingkat ketergantungan auditor pada klien terhadap opini going
concern dan pengaruh opinion shopping terhadap pergantian auditor.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Lennox (2006) adalah penelitian ini
mengambil sampel yang berbeda dengan penelitian Lennox. Penelitian Lennox
mengambil sampel semua perusahaan yang terdaftar di bursa London sedangkan
penelitian ini mengambil sampel perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan
(financially distressed companies). Alasan mengapa penulis membatasi penelitian hanya
pada perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan disebabkan tingkat
ketergantungan auditor terhadap klien dan opinion shopping lebih jelas terlihat dalam
perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan dibanding perusahaan dalam kondisi
keuangan yang baik. Hal ini karena kemungkinan perusahaan yang mengalami kesulitan
keuangan mendapat opini going concern lebih besar dibanding perusahaan yang sehat
sehingga manajemen akan melakukan tindakan untuk menghindari opini going concern
tersebut (Geiger dan Rama, 2006).
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang penting kepada
regulator pasar modal, yaitumembantu memberikan masukan terhadap
efektivitasperaturan terkait pemberian jasa audit dimana terdapat kemungkinan
berkurangnya independensi auditor dan terjadinya praktik opinion shopping di
Indonesia. Sedangkan bagi pengembangan teori dan pengetahuan di bidang akuntansi,
 
 

penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi konseptual dan memperkaya literatur


terkait opini going concern.

TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Teori Low Balling


DeAngelo (1980) menyatakan bahwa tawar menawar auditor pada penugasan
audit awal membutuhkan pertimbangan yang rasional tentang adanya keuntungan di
masa yang akan datang. Kompetisi pada audit awal akan mendorong auditor
menurunkan nilai tawar menawar feeaudit sampai zero profit. Dengan kata lain dalam
kondisi persaingan sempurna, tawar menawar antara auditor pada kontak audit awal
akan menyebabkan low balling.
Low balling terjadi dalam kondisi (1) incumbent auditor memperoleh quasi-rent
(keuntungan di masa yag akan datang), (2) pasar audit pada periode awal bersifat
kompetitif.Low balling dalam penetapan awal fee audit tidak akan mempengaruhi
independensi auditor karena hanya merupakan respon terhadap persaingan kompetitif.
Namun demikian, Moore et al (1989) menyatakan bahwa meskipun lowballing dalam
awal penugasan audit memang tidak mempengaruhi independensi, namun kemauan
auditor untuk menutup sunk-cost yang muncul saat penetapan fee audit awal membuat
auditor akan mengupayakan apapun untuk mempertahankan perikatan audit selama
mungkin. Hubungan jangka panjang antara auditor dan klien inilah yang mempunyai
kemungkinan besar mempengaruhi independensi auditor.

Opini Going Concern


Laporan audit dengan opini going concern adalah laporan audit yang menyertakan
pendapat auditor atas kelangsungan hidup perusahaan. Opini going concern
menunjukkan kemampuan perusahaan untuk mempertahankan kegiatan usahanya dalam
jangka panjang dan tidak akan dilikuidasi dalam jangka pendek. Going concern adalah
salah satu konsep penting yang mendasari pelaporan keuangan (Gray et al. 2010).
Going concern sendiri dipakai sebagai asumsi dalam pelaporan keuangan sepanjang
tidak terbukti adanya informasi yang menunjukkan hal yang berlawanan. Biasanya
informasi yang secara signifikan dianggap berlawanan dengan asumsi going concern
adalah berhubungan dengan ketidakmampuan entitas bisnis memenuhi kewajiban pada
saat jatuh tempo tanpa melakukan penjualan sebagian besar aktiva kepada pihak luar
 
 

bisnis biasa, restrukturisasi utang, perbaikan operasi yang dipaksakan dari luar dan
kegiatan serupa yang lain (PSA No. 30).

Tingkat Ketergantungan Auditor pada Klien


Tingkat ketergantungan auditor pada klien (auditor dependence) merupakan
ketergantungan ekonomis auditor terhadap klien yang muncul ketika manajemen
memberikan tekanan kepada auditor untuk menerbitkan opini audit bersih. Lennox
(2002) menyatakan terdapat empat proxy yang dapat dijadikan indikator untuk menguji
tingkat ketergantungan auditor terhadap klien yaitu ukuran KAP, masa penugasan
auditor,fee audit, dan direktur dominan. Pada penelitian ini, penulis hanya mengambil
tiga dari empatproxy tersebut karena data untuk mengukur proxy direktur dominan tidak
tersedia di Indonesia.
Ukuran KAP menjadi indikator tingkat ketergantungan auditor pada klien
sebagaimana diungkapkan Dye (1993) bahwa KAP besar lebih mungkin untuk
mengungkapkan masalah going concern karena mereka lebih kuat dalam menghadapai
resiko hukum. Sebagai tambahan, satu klien individu secara proporsional berkontribusi
lebih sedikit bagi total pemasukan KAP besar.Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa KAP besar mempunyai tingkat ketergantungan pada klien yang lebih rendah
dibanding KAP kecil. Pendapat tersebut juga mengindikasikan bahwa KAP besar
mempunyai lebih banyak insentif untuk mendeteksi dan melaporkan masalah going
concern. Mutcler et al. (1997) menemukan bukti univariat bahwa auditor Big Six lebih
cenderung menerbitkan opini audit going concern pada perusahaan yang mengalami
kesulitan keuangan dibanding auditor non-Big Six.
Masa penugasan audit adalah lamanya auditor telah melakukan pemeriksaan
terhadap suatu perusahaan. Masa penugasan audit merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi tingkat ketergantungan auditor pada klien sebagaimana diutarakan
Barbadillo (2006) bahwa ketika auditor menghadapi ancaman pergantian dari
manajemen setelah mengeluarkan opini tidak wajar dan jika kerugian ekonomis akibat
pemutusan hubungan kerja berpotensi terjadi, maka auditor akan mengurangi
independensinya dengan tujuan mempertahankan perikatan audit. Hal ini diperkuat oleh
Carey dan Simnett (2006) bahwa berkurangnya kapabilitas auditor untuk bersikap kritis
karena sudah terlanjur familiar dengan kliennya memunculkan kepuasan, kurangnya
inovasi, kurang kuatnya prosedur audit, serta munculnya percaya diri berlebihan
 
 

terhadap klien. Faktor-faktor tersebut sangat mungkin membuat auditor tidak


mengungkapkan masalah going concern yang sedang dialami perusahaan.
Fee audit diartikan sebagai besarnya imbal jasa yang diterima oleh auditor
berkaitan dengan pelaksanaan audit. Imbal jasa dihubungkan dengan banyaknya waktu
yang digunakan auditor untuk menyelesaikan audit. Fee audit juga bisa diartikan
sebagai fungsi dari jumlah kerja yang dilakukan oleh auditor dan harga per jam (Al-
Shammari et al., 2008). Fee audit dianggap dapat mempengaruhi independensi auditor
dan menyebabkan suatu kantor akuntan publik menerima begitu saja tekanan
manajemen. Chen et al. (2005) menyatakan bahwa adanya penambahan fee audit
berhubungan dengan meningkatnya opini audit yang tidak tepat. Tang (2011)
memberikan bukti empiris bahwa peningkatan fee audit yang abnormal secara
signifikan mengurangi kemungkinan kemerosotan opini audit bahkan di saat komisaris
memiliki komite audit.

Pergantian Auditor
Pergantian auditor mulai menjadi perhatian penting sejak keruntuhan Enron dan
Worldcom di mana banyak negara kemudian memperbaiki struktur pengawasan
terhadap auditor dengan menerapkan kewajiban rotasi auditor. Kewajiban rotasi auditor
tersebut ditujukan untuk menjaga independensi auditor. Namun demikian, penelitian
yang ada menunjukkan hasil yang berbeda terkait efektivitas peraturan kewajiban rotasi
auditor.
Penelitian yang tidak mendukung adanya kewajiban rotasi auditor antara lain
dilakukan oleh St. Pierre dan Anderson (1984) yang menyatakan bahwa banyak
kesalahan-kesalahan audit dan perbuatan melawan hukum dilakukan auditor pada
tahun-tahun awal penugasan audit. Kemudian Davis et al. (2002) menyatakan bahwa
meningkatnya frekuensi pergantian auditor akan meningkatkan biaya terkait penugasan
awal auditor di mana perusahaan mencurahkan sumber daya guna membantu auditor
dalam mendapatkan pemahaman yang memadai terkait proses bisnis klien.
Sedangkan penelitian yang mendukung adanya kewajiban rotasi auditor salah
satunya dilakukan oleh Gietzmann dan Sen (2001). Penelitian tersebut menggunakan
game theory untuk mempelajari efek aturan kewajiban rotasi KAP terhadap
independensi auditor dan menemukan bahwa walaupun aturan kewajiban rotasi KAP
memiliki biaya tinggi, namun aturan tersebut meningkatkan independensi auditor
melebihi biaya di pasar, secara relatif pada beberapa klien besar.
 
 

Opinion Shopping
Opinion shopping didefinisikan oleh SEC (Securities Exchange Comissioner)
sebagai aktivitas mencari auditor yang mau mendukung perlakuan akuntansi yang
diajukan oleh manajemen untuk mencapai tujuan pelaporan perusahaan, walaupun
menyebabkan laporan tersebut menjadi tidak dapat diandalkan.Beberapa faktor yang
memotivasi manajer untuk melakukan opinion shopping, diantaranya keinginan untuk
mencapai target yang ditetapkan, serta kebutuhan untuk mempertahankan kelangsungan
hidup perusahaan (going concern). Manajer ingin laporan audit yang positif
(unqualified). Laporan audit yang negatif akan mempengaruhi kemampuan perusahaan
bertahan di pasar modal dan nilai return dari saham yang dimilikinya. Motivasi untuk
opinion shopping bisa juga ditimbulkan oleh kemunduran kondisi ekonomi.
Beberapa studi menyimpulkan bahwa perusahaan tidak berhasil melakukan
opinion shopping, karena opini setelah-pergantian tidak berubah banyak dibanding
opini sebelum-pergantian (Chow and Rice 1982, Smith 1986, Khrisnan 1994, Khrisnan
and Stephen 1996). Namun, Lennox (2000) menganggap bahwa kesimpulan tersebut
tidak benar, karena penting untuk membandingkan laporan yang akan diterima
perusahaan seandainya perusahaan tidak melakukan pergantian auditor. Lennox (2000)
menemukanbukti kuat yang mendukung keberhasilan dilakukannya opinion shopping di
perusahaan UK dan US.Tong Lu (2006) menyatakan bahwa terdapat dua dampak
negatif dari opinion shopping. Pertama, menurunnya keandalan laporan keuangan
karena auditor gagal mendeteksi salah saji material. Hal ini dia nyatakan sebagai
masalah kualitas audit. Kedua, memperbesar peluang manipulasi laba oleh manajemen
karena auditor gagal mengungkapkan masalah salah saji yang telah terdeteksi.

Pengembangan Hipotesis
Penelitian De Angelo (1981) dan Watts dan Zimmerman (1986) menemukan bukti
bahwa ukuran auditor akan mempengaruhi kualitas audit. Sedangkan Geiger dan Rama
(2006) menyatakan bahwa KAP Big Four mempunyai tingkat kesalahan pelaporan opini
going concern lebih kecil dibanding KAP non-Big Four. Sehingga pada perusahaan
yang mengalami kesulitan keuangan, kemungkinan perusahaan tersebut menerima opini
going concern semakin besar jika diaudit oleh KAP Big Four. Berdasarkan hal tersebut,
hipotesis penelitian dirumuskan sebagai berikut :
Hipotesis 1 : Ukuran KAP berpengaruh positif terhadap opini going concern pada
perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan.
 
 

Variabel kedua untuk melihat tingkat ketergantungan auditor pada klien adalah
masa penugasan audit. Masa penugasan audit yang panjang memberikan auditor
pemahaman yang lebih memadai terhadap bisnis klien namun juga mengancam
independensi auditor (Knechel dan Vanstraelen, 2007). Sementara penelitian Carey dan
Simnett (2006) terhadap perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan menghasilkan
kesimpulan bahwa semakin panjang masa penugasan audit maka semakin rendah
kecenderungan auditor untuk menerbitkan opini going concern terhadap perusahaan
tersebut. Masa penugasan audit yang panjang membuat hubungan auditor dan klien
semakin akrab sehingga mengancam independensi auditor. Oleh karena itu, hipotesis
penelitian dirumuskan sebagai berikut :
Hipotesis 2 : Masa penugasan audit berpengaruh negatif terhadap opini going
concern pada perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan.

Dalam penelitian yang dilakukan di China, di mana secara relatif memiliki


efektifitas pasar saham yang sama dengan indonesia, yang dilakukan oleh Tang (2011)
diperoleh hasil bahwa peningkatan audit fee yang abnormal secara signifikan
mengurangi kemungkinan kemerosotan opini audit bahkan di saat komisaris memiliki
komite audit. Selain itu, penelitian terdahulu yang dilakukan Louwers (1998)
menemukan bukti bahwa fee audit berpengaruh negatif signifikan terhadap
kemungkinan perusahaan mendapat opini going concern. Dalam berbagai penelitian
lain juga disebutkan bahwa fee audit yang terlalu tinggi dapat mengurangi independensi
auditor dalam menerbitkan opini. Berdasarkan hal tersebut, hipotesis penelitian
dirumuskan sebagai berikut :
Hipotesis 3: Fee audit berpengaruh negatif terhadap opini going concern pada
perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan.

Berikutnya adalah variabel opinion shopping. Masih sedikit penelitian yang


mencoba menangkap dampak opinion shopping terhadap opini going concern. Selain
masih sedikit, penelitian yang ada juga menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda
terkait faktor opinion shopping. Hal tersebut terjadi karena opinion shopping sulit
diamati sehingga para peneliti menggunakan metodologi yang berbeda-beda. Metode
yang banyak digunakan sebagai acuan untuk melihat praktik opinion shopping adalah
metode Lennox (2000). Dalam penelitian selanjutnya, Lennox (2002) menemukan bukti
bahwa opinion shopping sukses dilakukan perusahaan di Inggris untuk menghindari
 
 

opini going concern. Variabel opinion shopping dalam Model Lennox (2002)
didefinisikan sebagai selisih antara kemungkinan mendapat opini going concern saat
melakukan pergantian dan kemungkinan mendapat opini going concern saat tidak
melakukan pergantian. Apabila kemungkinan mendapat opini going concern saat
melakukan pergantian auditor lebih besar dibanding mempertahankan auditor yang
bertugas saat ini, maka perusahaan tidak akan melakukan pergantian auditor. Namun
apabila kemungkinan mendapat opini going concern saat melakukan pergantian auditor
lebih kecil dibanding mempertahankan auditor yang bertugas saat ini, maka perusahaan
akan melakukan pergantian auditor.
Dari penjabaran di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa opinion shopping
akan berpengaruh terhadap keputusan pergantian auditor, baik untuk mempertahankan
auditor ataupun untuk mengganti auditor. Sehingga, hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Hipotesis 4 : Opinion shopping berpengaruh terhadap pergantian auditor pada
perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan.

MODEL PENELITIAN
Pengujian hipotesis dilakukan dengan model regresi probit karena variabel
dependennya adalah variabel dummy. Regresi probit dipilih karena mempunyai
kekuatan pengujian yang lebih baik dibanding dengan regresi logit dalam penelitian ini.
Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Model 1
Model ini digunakan untuk menguji hipotesis pertama dan kedua yaitu ukuran
KAP berpengaruh positif terhadap opini going concern dan masa penugasan audit
berpengaruh negatif terhadap opini going concern. Model yang digunakan adalah
sebagai berikut :

GC = α0 + α1AUDSIZE + α2TENURE + α3BANKRUPT + α4RETURN + α5ALAG +


α6PGC + ε.............................................................(1)

Keterangan :
GC = Opini Going Concern
AUDSIZE = Ukuran KAP
 
 

TENURE = Masa Penugasan Audit


BANKRUPT = Prediksi Kebangkrutan
RETURN = Return Saham
ALAG = Audit Lag
PGC = Opini Going Concern tahun sebelumnya

Model 2
Model ini digunakan untuk menguji hipotesis pertama, kedua, dan ketiga yaitu
ukuran KAP berpengaruh positif terhadap opini going concern, masa penugasan audit
berpengaruh negatif terhadap opini going concern, dan fee audit berpengaruh negatif
terhadap opini going concern. Dikembangkannya model 2 ini karena data fee audit baru
diungkapkan perusahaan di Indonesia pada tahun 2012, meskipun juga tidak semua
perusahaan mengungkapkannya. Sehingga model 2 ini hanya menguji sampel
perusahaan pada tahun 2012 yang mengungkapkan data fee audit. Model yang
digunakan adalah sebagai berikut :

GC = α0 + α1AUDSIZE+α2TENURE + α3LNFEE + α4BANKRUPT + α5RETURN +


α6ALAG + α7PGC + ε............................................(2)

Keterangan :
GC = Opini Going Concern
AUDSIZE = Ukuran KAP
TENURE = Masa Penugasan Audit
LNFEE = Natural logaritma Fee Audit
BANKRUPT = Prediksi Kebangkrutan
RETURN = Return Saham
ALAG = Audit Lag
PGC = Opini Going Concern tahun sebelumnya

Model 3
Model ini digunakan untuk menguji hipotesis keempat yaitu opinion shopping
berpengaruh terhadap pergantian auditor pada perusahaan yang mengalami kesulitan
keuangan. Model 3 adalah sebagai berikut :
AS = β0 + β1OS + β2BANKRUPT + β3RETURN + β4 SIZE + ε.................(3)
 
 

Keterangan :
AS = Pergantian Auditor
OS = Opinion Shopping
BANKRUPT = Prediksi Kebangkrutan
RETURN = Return Saham
SIZE = Ukuran Perusahaan

Pengukuran Variabel
Variabel Dependen
Opini Going Concern (GC)
Opini going concern merupakan opini audit modifikasi yang dalam pertimbangan
auditor terdapat ketidakmampuan atau ketidakpastian signifikan atas kelangsungan
hidup perusahaan dalam menjalankan operasinya. Dalam penelitian ini, hanya
unqualified opinion dan unqualified opinion with explanatory paragraph yang
digunakan dalam penelitian. Qualified Opinion, Disclaimer Opinion dan Adverse
Opinion dikeluarkan dari sampel penelitian karena kecil kemungkinan perusahaan yang
mendapat opini ini melakukan tekanan terhadap auditor atau melakukan opinion
shopping. Dalam penelitian ini, variabel opini going concern adalah variabel dummy, di
mana bernilai 1 apabila auditor mengeluarkan opini going concern dan bernilai 0
apabila auditor tidak mengeluarkan opinigoing concern.
Pergantian Auditor (AS)
Variabel ini adalah variabel dummy, bernilai 1 jika perusahaan melakukan
pergantian auditor dan bernilai 0 jika perusahaan tidak melakukan pergantian
auditor.Pergantian auditor dalam penelitian ini adalah pergantian riil, di mana meskipun
nama atau akuntan publiknya berganti tetapi jika afiliasi internasionalnya tidak berganti,
maka pergantian nama atau akuntan publik tersebut tidak dikategorikan sebagai
pergantian auditor.

Variabel Independen
Ukuran KAP (AUDSIZE)
Ukuran KAP merupakan variabel dummy, di mana bernilai 1 jika auditor
termasuk salah satu Big Four, dan bernilai 0 jika tidak termasuk Big Four. Anggota
KAP Big 4 meliputi Ernts & Young, Price Water House Cooper, Deloitte Touche
Tohmasu, dan KPMG. Penelitian-penelitian yang mencoba mengungkap hubungan
 
 

antara ukuran KAP dan opini going concern antara lain Mutcler (1997), Lennox (2002),
dan Geiger dan Rama (2006). Penulis mengharapkan hubungan positif antara ukuran
KAP dan opini going concern karena KAP Big Four mempunyai lebih banyak insentif
untuk mengungkapkan masalah going concern perusahaan dibanding KAP non-Big
Four.
Masa Penugasan Audit (TENURE)
Masa penugasan audit dihitung berdasarkan jumlah tahun KAP (jumlah tahun riil
dengan memperhatikan afiliasi internasional) mengaudit suatu perusahaan. Penulis
mengharapkan hubungan negatif antara masa penugasan audit dan opini going concern.
Hal ini disebabkan semakin lama auditor mengaudit suatu perusahaan, maka sangat
mungkin independensi auditor berkurang sehingga auditor enggan untuk mengeluarkan
opini going concern.Penelitian-penelitian yang menggunakan variabel masa penugasan
audit untuk meneliti opini going concern antara lain Louwers (1998), Lennox (2002),
Gosh dan Moon (2005), dan Carey dan Simnett (2006).
Natural Logaritma Fee Audit (LNFEE)
Bentuk natural logarima dari fee audit digunakan untuk menyeragamkan variabel
fee audit dengan variabel yang lain. Hal ini karena nilai fee audit cenderung besar dan
memiliki standar deviasi yang tinggi. Data terkait fee audit sendiri diambil dari jumlah
fee audit yang dibayarkan perusahaan terhadap auditor. Data fee audit diungkapkan
perusahaan dalam laporan tahunan. Di Indonesia pengungkapan data fee audit baru
diwajibkan pada tahun 2012, sehingga hanya sampel pada tahun 2012 saja yang
memakai data fee audit. Penelitian-penelitian yang mencoba mengungkapkan pengaruh
fee audit terhadap penerimaan opini going concern antara lain Lennox (2002), Chen et
al. (2005), Zhu dan Guo (2006), dan Tang (2011). Sesuai dengan hipotesis yang telah
dijelaskan sebelumnya, penulis mengharapkan hubungan negatif antara fee audit dan
opini going concern karena semakin besar fee audit maka tekanan yang diterima auditor
semakin besar sehingga kecil kemungkinan auditor akan mengeluarkan opini going
concern.
Opinion Shopping (OS)
Variabel opinion shopping didefinisikan Lennox (2000) sebagai selisih antara
opini yang diprediksi jika perusahaan melakukan pergantian auditor dan jika tidak
melakukan pergantian auditor. Nilai variabel opinion shopping dihitung dengan rumus :
OS =GC1- GC0....................................................................................................(4)
 
 

Nilai GC1 dan GC0 didapat dari hasil regresi Model Pelaporan Audit. Model
pelaporan audit sendiri adalah model yang dikembangkan Lennox (2000) yang
ditujukan untuk menghitung nilai variabel opinion shopping (OS). Model Pelaporan
Audit adalah sebagai berikut :

GC = α0+ α1AS + α2ASxPGC + α3BANKRUPT + α4RETURN + α5ALAG


+α6PGC.....................................................................................................(5)

Keterangan :
GC = Opini Going Concern
AS = Pergantian Auditor
ASxPGC = Interaksi Pergantian Auditor dan Opini Going Concern tahun
sebelumnya
BANKRUPT = Prediksi Kebangkrutan
RETURN = Return Saham
ALAG = Audit Lag
PGC = Opini Going concern tahun sebelumnya
Setelah dilakukan regresi terhadap model di atas, maka akan didapat koefisien
untuk masing-masing α. Koefisien tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam
persamaan di bawah ini.
GC1 adalah opini yang diprediksi ketika perusahaan melakukan pergantian
auditor. Sehingga persamaan untuk GC1adalah :

GC1 = α0+ α1(1) + α2(1)xPGC + α3BANKRUPT + α4RETURN + α5ALAG +


α6PGC........................................................................................................(6)

Jika hasil yang didapat dari persamaan 6 di atas ≥ 0 maka GC1 diberi nilai 1
sedangkan jika < 0 maka GC1 diberi nilai 0.
GC0 adalah opini yang diprediksi ketika perusahaan tidak melakukan pergantian
auditor sehingga persamaan untuk GC0 adalah :

GC0 = α0+ α1(0) + α2(0)xPGC + α3BANKRUPT + α4RETURN + α5ALAG +


α6PGC........................................................................................................(7)
 
 

Jika hasil yang didapat dari persamaan 7 diatas ≥ 0 maka GC0diberi nilai 1
sedangkan jika < 0 maka GC0diberi nilai 0. Selisih antara nilai GC1 dan GC0
menghasilkan variabel opinion shopping (OS).
Terdapat tiga kemungkinan nilai variabel opinion shopping (OS) yaitu 1, 0, dan -
1. Hal itu terjadi karena nilai GC0 dan GC1 hanya mempunyai dua kemungkinan yaitu 0
dan 1. Berikut ini adalah penjabaran dari masing-masing kemungkinan nilai variabel
opinion shopping (OS) tersebut :
1) Bernilai 1 (GC1>GC0)
Jika variabel opinion shopping bernilai 1 maka perusahaan tidak akan
melakukan pergantian auditor (AS=0), melainkan menekan auditor yang ada untuk
mendapatkan opini yang lebih baik.
2) Bernilai 0 (GC1 = GC0)
Jika variabel opinion shopping bernilai 0 maka perusahaan dapat memilih
antara melakukan pergantian atau tidak melakukan pergantian auditor (AS=0/1)
karena opini yang akan diterima perusahaan dari keputusan pergantian tidak akan
berbeda.
3) Bernilai -1 (GC1< GC0)
Jika variabel opinion shopping bernilai -1 maka perusahaan akan melakukan
pergantian auditor (AS=1), karena dalam kondisi ini pergantian auditor akan
membantu perusahaan mendapatkan opini yang lebih baik dibanding tidak
melakukan pergantian auditor.

Variabel Kontrol
Prediksi Kebangkrutan (BANKRUPT)
Prediksi kebangkrutan mewakili kondisi keuangan perusahaan. Variabel ini
digunakan sebagai variabel kontrol untuk model 1, 2, dan 3. Dalam model 1 dan 2
diharapkanvariabel prediksi kebangkrutan berpengaruh negatif terhadap opini going
concern. Hal ini disebabkan indikator keuangan menjadi acuan utama bagi auditor
untuk menetapkan masalah going concern. Ketika perusahaan mempunyai masalah
keuangan yang berdampak pada likuiditas perusahaan, maka auditor cenderung akan
mengeluarkan opini going concern. Penelitian tersebut antara lain adalah Mutchler
(1997), Chen dan Cruch (1996), Lennox (2002).
Untuk Model 3, diperkirakan variabel prediksi kebangkrutan berpengaruh negatif
terhadap pergantian auditor. Semakin tinggi nilai prediksi kebangkrutan maka
 
 

perusahaan semakin baik sehingga cenderung akan mempertahankan auditor dan


sebaliknya semakin rendah nilai prediksi kebangkrutan maka perusahaan semakin
mendekati kebangkrutan sehingga cenderung akan melakukan pergantian auditor.
Penelitian yang menggunakan variabel prediksi kebangkrutan antara lain adalah
Schwartz dan Menon (1995), Nasser (2006) dan Lennox (2006).
Prediksi kebangkrutan yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai Z-Score
Model Revisi Altman (2000) karena model tersebut didesain untuk dapat diterapkan
dalam semua sektor. Model Revisi Altman adalah sebagai berikut :

Z = 0.717Z1 + 0.874Z2 + 3.107Z3 + 0.420Z4 + 0.998Z5...................................(8)


Dimana :
Z1 = Modal Kerja / Total Aset
Z2 = Laba Ditahan / Total Aset
Z3 = Laba sebelum Bunga dan Pajak / Total Aset
Z4 = Nilai Buku Ekuitas / Nilai Buku Utang
Z5 = Penjualan / Total Aset

Return Saham(RETURN)
Variabel Return Saham digunakan sebagai variabel kontrol untuk model 1, 2, dan
3. Untuk Model 1 dan 2 sebagaimana diutarakan Lennox (2002) bahwa opini going
concern dan return saham adalah indikator yang berkaitan dengan masa depan
perusahaan, dibanding data keuangan yang lebih merepresentasikan hasil di masa lalu.
Penelitian lain yang juga menggunakan variabel ini untuk melihat pengaruhnya
terhadap opini going concern adalah Murphy dan Zimmerman (1993). Data return
saham yang digunakan adalah return rata-rata bulanan. Digunakannya return rata-rata
bulanan karena return tahunan cenderung bias dan tidak merefleksikan kondisi pasar
yang sebenarnya. Diprediksi terdapat hubungan negatif antara return saham dan opini
going concern. Hal ini disebabkan saat return saham turun maka perusahaan cenderung
di pandang investor sedang berada dalam kondisi yang buruk sehingga auditor
cenderung akan menerbitkan opini going concern.
Sedangkan untuk model 3 diprediksi terdapat hubungan negatif antara return
saham dan pergantian auditor. Hal ini disebabkan saat return saham turun maka
perusahaan cenderung akan mencari auditor baru yang dapat memberikan opini yang
lebih baik dibanding auditor. Sinason et al. (2001) meneliti 16.976 perusahaan di US
 
 

selama periode 20 tahun dan menemukan bahwa pergantian auditor secara signifikan
dipengaruhi oleh return saham. Penelitian yang menggunakan variabel ini adalah
Sinason et al. (2001) dan Lennox (2006)
Rumus untuk return saham sendiri adalah sebagai berikut :

R = {( SPit - SPit-1 / SPit-1)...........................................................................(9)

Dimana :
R =Return Saham per bulan
SPit = Harga saham perusahaan i akhir bulan
SPit-1 = Harga saham perusahaan i awal bulan
Kemudian untuk mencari return rata-rata bulanan digunakan rumus arithmetic
mean sebagai berikut :

… … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … . 10

Dimana :
RETURN = Rata-rata Return Bulanan
R =Return saham per bulan
n = Jumlah bulan transaksi saham dalam satu tahun

Audit Alag (ALAG)


Variabel Audit Lag digunakan sebagai variabel kontrol hanya untuk model 1 dan
2. Audit lag dihitung berdasarkan jumlah hari antara akhir periode akuntansi sampai
dikeluarkannya opini audit. McKeown et al. (1991) menyatakan bahwa auditor lebih
sering mengeluarkan opini going concern saat penerbitan laporan audit ditunda lebih
lama. Penelitian lain yang menggunakan variabel ini adalah Louwers (1998) dan
Lennox (2002). Peneliti memprediksi hubungan positif antara audit lag dan opini going
concern. Hal ini didasari pemikiran bahwa auditor kemungkinan besarmembutuhkan
waktu yang lama untuk meneritkan opini jika menemui masalah goingconcern. Selain
itu, jika menemui masalah going concern, auditor biasanya memberikan waktu bagi
perusahaan untuk menyelesaikan masalah going concern sebelum mengeluarkan opini.
Opini Going Concern Tahun Sebelumnya (PGC)
Variabel Opini Going Concern Tahun Sebelumnya digunakan sebagai variabel
kontrol untuk model 1 dan 2. Variabel ini adalah variabel dummy, bernilai 1 jika opini
 
 

tahun sebelumnya adalah opini going concern dan bernilai 0 jika opini tahun
sebelumnya bukan going concern. Peneliti memprediksi hubungan positif antara opini
going concern tahun sebelumnya dan opini going concern. Mutcler (1984) menemukan
bukti bahwa auditor mengeluarkan opini going concern lebih sering ketika opini tahun
sebelumnya mengungkapkan masalah going concern. Konsisten dengan penelitian
tersebut, penelitian Lennox (2002) menemukan bukti bahwa terdapat persistensi auditor
dalam mengeluarkan opini. Oleh karena itu, peneliti mengambil variabel opini going
concern tahun sebelumnya sebagai variabel kontrol.
Ukuran Perusahaan (SIZE)
Variabel Ukuran Perusahaan digunakan sebagai variabel kontrol hanya untuk
model 3. Ukuran sebuah perusahaan diukur dengan menggunakan logaritma natural dari
total aset perusahaan yang menjadi sampel didalam penelitian ini. Bentuk logaritma
digunakan karena pada umumnya nilai aset perusahaan sangat besar, sehingga untuk
menyeragamkan nilai dengan variabel lainnya nilai aset sampel diubah kedalam bentuk
logaritma terlebih dahulu.Penambahan variabel ukuranperusahaan sebagai variabel
kontrol dalam Model 3 mengacu pada penelitian Nasser et al. (2006) yang menyatakan
bahwa perusahaan dengan ukuran yang besar mempunyai kompleksitas operasi yang
tinggi sehingga mempunyai kecenderungan untuk mempertahankan auditor dalam
waktu yang lama. Dengan kata lain, perusahaan besar mempunyai kemungkinan yang
lebih rendah untuk melakukan pergantian auditor dibanding perusahaan kecil.

Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder, yaitu yang
diperoleh dari hasil publikasi pihak-pihak yang telah melakukan pengumpulan data
sebelumnya atau instansi terkait. Data ini diperoleh dari beberapa sumber, antara lain
dari situs resmi Bursa Efek Indonesia, Indonesian Capital Market Directory, serta
Thomson Reuters Datastream’s World Scope Database.

Pemilihan Sampel
Perusahaan yang menjadi sampel pada penelitian ini adalah perusahaan yang
mengalami kesulitan keuangan. Hal ini didasarkan pada penelitian Louwers (1998) dan
Geiger dan Rama (2006) bahwa perusahaan yang kemungkinan besar mencoba
mempengaruhi independensi auditor dan melakukan praktik opinion shopping adalah
perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan.
 
 

Kriteria yang digunakan untuk memilih sampel adalah sebagai berikut:


1) Perusahaan yang mengalami kesulitan finansial dimana memenuhi satu dari kriteria
kesulitan finansial. Kriteria untuk kesulitan finansial adalah:
a. Perusahaan mengalami retained earning negatif
b. Perusahaan mengalami rugi bersih dua tahun berturut-turut
2) Tidak termasuk dalam sektor keuangan.
3) Menerbitkan laporan keuangan yang disertai laporan auditor independen.
4) Data perusahaan terkait variabel dalam penelitian tersedia.

Berdasarkan kriteria di atas, maka berikut penulis sajikan proses pemilihan


sampel penelitian :

Tabel 1
Pemilihan Sampel (2007-2012)
Kriteria 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Total

Perusahaan Tercatat 375 391 396 419 439 459 2479


Perusahaan yang termasuk
(66) (69) (71) (73) (74) (76) (429)
Sektor Keuangan
Data tidak tersedia (6) (8) (1) (2) (3) (4) (24)
Perusahaan yang tidak
(261) (279) (289) (313) (328) (340) (1810)
Mengalami Kesulitan Keuangan
Perusahaan yang mengalami
42 35 35 31 34 39 216
kesulitan Keuangan
Data Outlier (1) (0) (1) (3) (0) (2) (7)
Perusahaan yang dijadikan
41 35 34 28 34 37 209
Sampel Penelitian

Variabel fee audit pada tahun 2007-2011 tidak diungkapkan oleh perusahaan.
Perusahaan mengungkapkan data terkait fee audit pada tahun 2012, inipun belum
dilakukan oleh semua perusahaan. Sehingga pengambilan sampel untuk model 2,
dimana memasukkan variabel fee audit adalah sebagai berikut :
 
 

Tabel 2
Pemilihan Sampel (2012)
Kriteria 2012
Perusahaan Tercatat 459
Perusahaan yang termasuk Sektor Keuangan (76)
Data tidak tersedia (12)
Perusahaan yang tidak Mengalami Kesulitan Keuangan (340)
Perusahaan yang Mengalami Kesulitan Keuangan 31
Data Outlier (2)
Perusahaan yang dijadikan Sampel Penelitian 29

HASIL DAN PEMBAHASAN

Statistik Deskriptif
Tabel 3 menyajikan statistik deskriptif untuk sampel tahun 2007-2012. Dari tabel
3 dapat dilihat bahwa dari 209 perusahaan terdapat 66,51% atau 139 perusahaan yang
mendapatkan opini going concern sedangkan 33,49% atau 70 perusahaan sisanya
mendapat opini non going concern.Perusahaan yang diaudit oleh KAP Big Four
berjumlah 25 perusahaan (11,96%) sedangkan perusahaan yang diaudit oleh KAP non-
Big Four sebanyak 184 perusahaan (88,04%).
Rata-rata masa penugasan audit bagi perusahaan yang dijadikan sampel adalah
sebesar 2,431. Hal itu menunjukkan bahwa pada umumnya perusahaan dalam penelitian
ini berganti auditor setelah 3 tahun. Dari data di atas dapat kita lihat bahwa sebagian
besar perusahaan tidak melakukan pergantian auditor. Perusahaan yang melakukan
pergantian auditor berjumlah 79 perusahaan (37,80%) sedangkan perusahaan yang tidak
melakukan pergantian auditor sebanyak 130 perusahaan (62,20%).
 
 

Tabel 3
Statistik Deskriptif 2007-2012 (untuk model 1 dan 3, n=209)
Variable Min Max Mean Std. Dev.
GC 0 1 0.665 0.473
AS 0 1 0.378 0.486
AUDSIZE 0 1 0.120 0.325
TENURE 1 7 2.431 1.583
OS -1 0 -0.287 0.454
BANKRUPT -7.08 5.7 -0.505 2.065
RETURN -0.373 0.203 -0.007 0.053
ALAG 13 203 92.416 31.898
PGC 0 1 0.612 0.488
SIZE 13.248 24.0174 19.444 2.056

GC = 1 jika perusahaan mendapat opini going concern dan 0 jika sebaliknya, ,AS
= 1 jika perusahaan melakukan pergantian auditor dan 0 jika
sebaliknya,AUDSIZE = 1 jika perusahaan diaudit KAP Big 4 dan 0 jika
sebaliknya, TENURE = jumlah tahunmenugasan audit,OS= opinion shopping,
BANKRUPT = nilai prediksi kebangkrutan Z-score, RETURN = rata-rata return
saham bulanan, ALAG = jumlah hari antara akhir periode akuntansi sampai
dikeluarkannya opini audit, PGC = 1 jika perusahan mendapat opini going
concern pada tahun sebelumnya dan 0 jika sebaliknya, SIZE = natural logaritma
dari total aset.

Kemudian peneliti juga menyampaikan statistik deskriptif namun hanya


mencakup tahun 2012. Hal ini disebabkan data fee audit tidak tersedia sebelum tahun
2012. Statistik deskriptif pada tahun 2012 hanya mencakup 29 perusahaan. Tabel 4
menyajikan statistik deskriptif dari 29 perusahaan tersebut. Dari jumlah tersebut
sebanyak sebanyak 16 (55,17%) perusahaan mendapat opini going concern dan 13
(44,83%) mendapat opini non going concern. Selain itu, 7 (24,14%) perusahaan
menggunakan jasa KAP Big Four dan sisanya 22 (75,86%) menggunakan jasa KAP non
Big Four.
Rata-rata masa penugasan audit perusahaan sampel pada tahun 2012 ini adalah
3,344828. Data fee audit menunjukkan jumlah fee yang dibayarkan perusahaan kepada
auditor untuk melakukan audit terhadap laporan keuangan. Dari tabel 4, diketahui
bahwa nilai rata-rata dari natural logaritma fee audit sebesar 20,827 dengan standar
deviasi sebesar 1,651465. Selanjutnya terdapat 6 (20,69%) perusahaan yang melakukan
pergantian auditor dimana 5 (17,24%) diantaranya melakukan pergantian auditor setelah
mendapat opini going concern pada tahun sebelumnya.
 
 

Tabel 4
Statistik Deskriptif 2012 (untuk model 2, n=29)
Variable Min Max Mean Std. Dev.
GC 0 1 0.552 0.506
AS 0 1 0.207 0.412
AUDSIZE 0 1 0.241 0.436
TENURE 1.00 7 3.345 1.932
LNFEE 16.205 23.702 20.827 1.652
OS -1 0 -0.241 0.436
BANKRUPT -5.17 2.85 -0.268 2.034
RETURN -0.03 0.20 0.018 0.045
ALAG 31 203 96.448 38.017
PGC 0 1 0.448 0.506
SIZE 15.581 23.738 20.387 2.055

GC = 1 jika perusahaan mendapat opini going concern dan 0 jika sebaliknya, ,AS
= 1 jika perusahaan melakukan pergantian auditor dan 0 jika sebaliknya,
AUDSIZE = 1 jika perusahaan diaudit KAP Big 4 dan 0 jika sebaliknya,
TENURE = jumlah tahunmenugasan audit, LNFEE= natural logaritma dari
jumlah fee audit, OS= opinion shopping, BANKRUPT = nilai prediksi
kebangkrutan Z-score, RETURN = rata-rata return saham bulanan, ALAG =
jumlah hari antara akhir periode akuntansi sampai dikeluarkannya opini audit,
PGC = 1 jika perusahan mendapat opini going concern pada tahun sebelumnya
dan 0 jika sebaliknya, SIZE = natural logaritma dari total aset.

Berikutnya penulis juga menyajikan matriks opini sekarang dan opini tahun
sebelumnya berdasarkan ada atau tidaknya pergantian auditor untuk memberikan
gambaran awal efek pergantian auditor.Dari tabel 5, perusahaan yang melakukan
pergantian karena mendapat opini going concern pada tahun sebelumnya sebesar
62,03% (49/79), sedangkan perusahaan yang tidak melakukan pergantian meskipun
mendapat opini going concern pada tahun sebelumnya sebesar 60,77% (79/130).
Perbedaan persentase ini tidak terlalu besar. Kemudian perubahan opini dialami oleh
7,59% (6/79) perusahaan yang melakukan pergantian dan 6,92% (9/130) perusahaan
yang tidak melakukan pergantian, perbedaan ini juga tidak terlalu berbeda jauh.
 
 

Tabel 5
Opini Audit Perusahaan yang Berganti Auditor / Tidak Berganti Auditor
Pergantian (AS = 1) Tidak Ada Pergantian ( AS = 0)
GC =1 GC = 0 Total GC =1 GC = 0 Total
PGC = 1 47 2 49 79 0 79
PGC = 0 4 26 30 9 42 51
Total 51 28 79 88 42 130

Selain itu tidak ada peningkatan opini baik oleh perusahaan yang melakukan
pergantian auditor maupun perusahaan yang tidak melakukan pergantian.Terlihat bahwa
tidak ada perusahaan yang tidak melakukan pergantian auditor mendapat opini bersih
setelah mendapat opini going concern pada tahun sebelumnya. Selain itu, hanya 6,92%
(9/130) perusahaan yang tidak melakukan pergantian auditor mendapat opini going
concern setelah mendapat opini bersih pada tahun sebelumnya. Begitu pula dengan
perusahaan yang melakukan pergantian auditor, perubahan opini yang terjadi juga tidak
signifikan. Terlihat dari perusahaan yang melakukan pergantian auditor hanya 2,53%
(2/79) perusahaan yang mendapat opini bersih setelah mendapat opini going concern
tahun sebelumnya dan hanya 5,06% (4/79) perusahaan yang mendapat opini going
concern setelah tahun sebelumnya mendapat opini bersih.

Uji Statistik
Pengujian Multikolinieritas digunakan untuk melihat hubungan antarvariabel
independen. Jika terdapat hubungan yang kuat antarvariabel independen dalam sebuah
penelitian, maka taksiran koefisien akan menyesatkan interpretasi karena asumsi ceteris
paribus (holding other aspects constant) dalam syarat persamaan regresi tidak
terpenuhi. Ketika nilai VIF> 10, maka dikatakan terdapat gejala multikolinieritas.
Berdasarkan hasil uji multikolinearitas, variabel independen dari model 1, model 2, dan
model 3 tidak ada yang memiliki nilai VIF > 10. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada
gejala multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi.
Pengujian Goodness of Fit Hosmer Lemeshowdilakukan untuk melihat kelayakan
model. Dari hasil pengujian, didapatkan probabilitas signifikansi model 1 sebesar 1,000,
model 2 sebesar 0,9805, model 3 sebesar 0,4135. Nilai tersebut lebih besar dari 5%
menunjukkan bahwa seluruh model dalam penelitian ini sudah layak.
 
 

Pengujian Sensitivity dan Specitivity digunakan untuk melihat kekuatan prediksi


dari model. Dari hasil pengujian diketahui bahwa model 1, model 2 dan model 3 secara
umum mempunyai kemampuan prediksi yang baik. Model 1 mempunyai kemampuan
untuk memprediksi hasil sebesar 94,26%, Model 2 mempunyai kemampuan untuk
memprediksi hasil sebesar 82,76%, dan Model 3 memiliki nilai prediksi yang rendah
dibanding dua model sebelumnya yaitu hanya sebesar 65,07%.

Pembahasan
Pengujian Hipotesis 1 dan 2
Tabel 6 adalah hasil regresi untuk menguji hipotesis apakah ukuran KAP
berpengaruh positif signifikan terhadap opini going concern dan apakah masa
penugasan audit berpengaruh negatif signifikan terhadap opini going concern.

Tabel 6
Hasil Regresi Model 1
GC = α0 + α1AUDSIZE + α2TENURE + α3BANKRUPT + α4RETURN +
α5ALAG + α6PGC + ε.........................................................(1)
Variabel Ekspektasi Koefisien p-value
Cons -4.158 0.000
AUDSIZE + -0.435 0.274
TENURE - 0.229 0.060 *
BANKRUPT - -0.324 0.005 ***
RETURN - -7.612 0.015 **
ALAG + 0.029 0.000 ***
PGC + 3.496 0.000 ***
Pseudo R-squared 0.7766
p-value (prob >LR) 0.0000

GC = 1 jika perusahaan mendapat opini going concern dan 0 jika sebaliknya,


AUDSIZE= 1 jika perusahaan diaudit KAP Big 4 dan 0 jika sebaliknya,
TENURE= jumlah tahunmenugasan audit, BANKRUPT = nilai prediksi
kebangkrutan Z-score, RETURN = rata-rata return saham bulanan, ALAG =
jumlah hari antara akhir periode akuntansi sampai dikeluarkannya opini audit,
PGC = 1 jika perusahan mendapat opini going concern pada tahun sebelumnya
dan 0 jika sebaliknya.
*signifikan 10% **signifikan 5% ***signifikan 1%

Pada tabel 6 terlihat probability LR-statistic sebesar 0,000. Sehingga dapat


dikatakan bahwa model yang digunakan signifikan pada tingkat keyakinan 99%. Hal ini
mengindikasikan bahwa variabel independen yang digunakan dalam model secara
 
 

bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Uji McFadden‘s


Pseudo R-squared dalam penelitian ini digunakan untuk melihat kemampuan variabel
independen menjelaskan variabel dependen. Pada tabel dibawah dapat dilihat koefisien
Pseudo R-squared sebesar 0,7766. Dari nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel
independen dalam penelitian ini dapat menjelaskan variabel dependen, yaitu GC,
sebesar 77,66%. Sedangkan 22,34% sisanya dijelaskan faktor-faktor lain diluar
penelitian ini.
Kemudian dari pengujian z-statistic, dapat diketahui bahwa variabel ukuran KAP
(AUDSIZE) tidak berpengaruh signifikan terhadap opini going concern. Hal ini terlihat
dari nilai p-value sebesar 0,274 lebih besar dari α. Nilai koefisiennya juga tidak sesuai
yang dihipotesiskan yaitu -0,435. Variabel masa penugasan audit (TENURE)
berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini going concern pada level 10%. Hal
ini terlihat dari nilai p-value sebesar 0,060. Namun demikian, koefisien bernilai positif
sebesar 0,229 berlawanan dengan hipotesis bahwa masa penugasan audit berpengaruh
negatif dengan opini going concern.

Pengujian Hipotesis 1, 2, dan 3


Tabel 7 adalah hasil regresi untuk menguji hipotesis apakah ukuran KAP
berpengaruh positif signifikan terhadap opini going concern, apakah masa penugasan
audit berpengaruh negatif signifikan terhadap opini going concern, dan apakah fee audit
berpengaruh negatif signifikan terhadap opini going concern.
Model 2 ini hanya menggunakan 29 sampel karena hanya mengambil sampel pada
tahun 2012 saja.Model 2 signifikan pada tingkat keyakinan 99% dimana probabilitas
LR-Statistic 0,0000< 0,01. Hal ini mengindikasikan bahwa variabel independen yang
digunakan dalam model secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel
dependen.Uji McFadden‘s Pseudo R-squared dalam penelitian ini digunakan untuk
melihat kemampuan variabel independen menjelaskan variabel dependen. Pada tabel
dibawah dapat dilihat koefisien Pseudo R-squared sebesar 0,7048. Dari nilai tersebut
dapat disimpulkan bahwa variabel independen dalam penelitian ini dapat menjelaskan
variabel dependen, yaitu GC, sebesar 70,48%. Sedangkan 29,52% sisanya dijelaskan
faktor-faktor lain diluar penelitian ini.
Variabel ukuran KAP (AUDSIZE) mempunyai hasil yang sama dengan model 1
yaitu tidak berpengaruh signifikan terhadap opini going concern dengan p-value sebesar
0,322. Sedangkan variabel masa penugasan audit (TENURE) dalam model 2
 
 

mempunyai hasil yang berbeda dengan model 1 yaitu tidak berpengaruh signifikan
terhadap opini going concern dimana p-value bernilai 0,323.
Variabel natural logaritma fee audit (LNFEE) mempunyai p-value sebesar 0,292,
lebih besar dari α. Hal ini menunjukkan bahwa fee audit tidak berpengaruh signifikan
terhadap opini going concern. Nilai koefisien natural logaritma fee audit (LNFEE)
sendiri sebesar 0,315 berlawanan dengan hipotesis bahwa fee audit berpengaruh negatif
terhadap penerimaan opini going concern.

Tabel 7
Hasil Regresi Model 2
GC = α0 + α1AUDSIZE +α2 TENURE + α3 LNFEE + α4BANKRUPT
+α5RETURN + α6ALAG + α7PGC + ε..................................(2)
Variabel Ekspektasi Koefisien p-value
Cons ‐11.240 0.223
AUDSIZE + -1.395 0.322
TENURE - -0.158 0.323
LNFEE - 0.315 0.292
BANKRUPT - -1.154 0.117
RETURN - -14.227 0.190
ALAG + 0.055 0.130
PGC + 2.303 0.049 **
Pseudo R-squared 0.7048
p-value (prob >LR) 0.0000

GC = 1 jika perusahaan mendapat opini going concern dan 0 jika sebaliknya,


AUDSIZE = 1 jika perusahaan diaudit KAP Big 4 dan 0 jika sebaliknya,
TENURE = jumlah tahunmenugasan audit, LNFEE= natural logaritma dari
jumlah fee audit,BANKRUPT = nilai prediksi kebangkrutan Z-score, RETURN
= return saham, ALAG = jumlah hari antara akhir periode akuntansi sampai
dikeluarkannya opini audit, PGC = 1 jika perusahan mendapat opini going
concern pada tahun sebelumnya dan 0 jika sebaliknya,
*signifikan 10% **signifikan 5% ***signifikan 1%

Pengujian Hipotesis 4
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis 4, berikut ini dijabarkan penghitungan
variabel opinion shopping. Variabel opinion shopping didapat dari hasil regresi Model
Pelaporan Audit, setelah melakukan regresi probit, didapatlah nilai α sehingga kita
memperoleh persamaan berikut:
 
 

GC = -3,025 -0,114AS -5,236ASxPGC -0,353BANKRUPT-7,280RETURN +


0,031ALAG+ 8,237PGC

Dari persamaan tersebut, kita dapat membangun variabel opinion shopping (OS).
1
GC adalah opini yang diprediksi ketika perusahaan melakukan pergantian auditor. Nilai
GC1didapat dengan persamaan :

GC1 = -3,025 -0,114(1)-5,236(1)xPGC -0,353BANKRUPT-7,280RETURN +


0,031ALAG+ 8.237PGC

Sedangkan GC0adalah opini yang diprediksi ketika perusahaan tidak melakukan


pergantian auditor. NilaiGC0diperoleh dari persamaan :
GC0= -3,025 -0,114(0)-5,236(0)xPGC -0,353BANKRUPT-7,280RETURN +
0,031ALAG+ 8.237PGC

Selisih dari kedua nilai dari persamaan tersebut membentuk variabel opinion
shopping (OS).
Kemudian setelah mendapatkan nilai variabel opinion shopping, kita dapat
menguji pengaruh opinion shopping terhadap pergantian auditor dengan Model 3.
Argumenen bahwa opinion shopping dilakukan oleh perusahaan untuk menghindari
opini going concernhanya dapat dibuktikan apabila variabel opinion
shoppingberpengaruh signifikan terhadap keputusan pergantian auditor.
Dari tabel 8 terlihat bahwa probability LR-statistic sebesar 0,0050. Sehingga dapat
dikatakan bahwa model yang digunakan signifikan karena nilainya < 1%. Hal ini
mengindikasikan bahwa variabel independen yang digunakan dalam model secara
bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.Uji McFadden‘s
Pseudo R-squared dalam penelitian ini digunakan untuk melihat kemampuan variabel
independen menjelaskan variabel dependen. Pada tabel dibawah dapat dilihat koefisien
Pseudo R-squared sangat kecil dengan nilai sebesar 0,0535. Dari nilai tersebut dapat
disimpulkan bahwa variabel independen dalam penelitian ini dapat menjelaskan
variabel dependen sebesar 5,35%. Sedangkan 94,65% sisanya dijelaskan faktor-faktor
lain diluar penelitian ini. Hal ini mengindikasikan bahwa faktor lain di luar penelitian
ini lebih dominan mempengaruhi variabel dependen.
 
 

Tabel 8
Hasil Regresi Model 3
AS = β0 + β1OS + β2BANKRUPT + β3RETURN + β4 ALAG + β5 SIZE + ε..(3)
Variabel Ekspektasi Koefisien p-value
Cons 2.689 0.002  
OS +/- 0.281 0.117  
BANKRUPT - -0.007 0.442  
RETURN - 2.278 0.119  
SIZE - -0.151 0.001 ***
Pseudo R-squared 0.0535
p-value (prob >LR) 0.0050

AS = 1 jika perusahaan melakukan pergantian auditor dan 0 jika sebaliknya,


OS= opinion shopping, BANKRUPT = nilai prediksi kebangkrutan Z-score,
RETURN = rata-rata return saham bulanan, SIZE = natural logaritma dari total
aset
*signifikan 10% **signifikan 5% ***signifikan 1%

Dari tabel 8 juga terlihat bahwa opinion shopping mempunyai koefisien positif
sebesar 0,281 dengan signifikansi sebesar 0,117. Karena signifikansinya > 5%, maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa opinion shopping tidak mempengaruhi keputusan
pergantian auditor pada perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan. Selain itu,
dapat disimpulkan bahwa tidak ada cukup bukti untuk menyatakan fenomena opinion
shopping terjadi dan membuat perusahaan dapat menghindari opini going concern.

Pengaruh Tingkat Ketergantungan Auditor pada klien terhadap opini going concern
Dari hasil regresi Model 1 dan Model 2 di atas kita dapat menyimpulkan bahwa
tingkat ketergantungan auditor pada klien tidak berpengaruh terhadap opini going
concern pada perusahaan yang megalami kesulitan keuangan. Hal ini disimpulkan
setelah melihat bahwa arah koefisien variabel untuk mengukur tingkat ketergantungan
auditor pada klien berlawanan dengan hipotesis. Selain itu, hanya variabel masa
penugasan audit (TENURE) yang berpengaruh signifikan, sedangkan variabel ukuran
KAP (AUDSIZE) dan natural logaritma feeaudit (LNFEE) tidak memiliki pengaruh
yang signifikan. Hasil pengujian ini sejalan dengan penelitian Lennox (2006) yang
 
 

menyatakan bahwa tingkat ketergantungan auditor pada klien tidak dapat menjelaskan
pengaruh penerimaan opini going concern pada perusahaan yang mengalami kesulitan
keuangan.
Masa penugasan audit (TENURE) berhubungan positif dengan opini going
concern. Hal ini berlawanan dengan argumen bahwa masa penugasan audit yang
panjang cenderung dapat mengurangi tingkat independensi auditor. Namun, hal ini juga
mengindikasikan bahwa masa penugasan audit yang panjang mempermudah auditor
untuk mendeteksi masalah going concern dibanding masa penugasa audit yang pendek.
Hasil ini sejalan dengan penelitian Lennox (2006) dan Gosh dan Moon (2005) bahwa
masa penugasan audit yang panjang membuat auditor lebih memahami bisnis klien
sehingga mempermudah dalam mendeteksi masalah going concern.
Variabel prediksi kebangkrutan (BANKRUPT) berpengaruh signifikan terhadap
opini going concern pada perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan. Hal ini
terlihat dari hasil regresi model 1 dimana nilai p-value variabel BANKRUPT< 5%. Nilai
koefisiennya juga sesuai dengan yang diprediksikan yaitu negatif. Sehingga dapat
ditarik kesimpulan bahwa semakin tinggi nilai prediksi kebangkrutan maka semakin
kecil kemungkinan menerima opini going concern. Hasil ini konsisten dengan beberapa
penelitian sebelumnya antara lain Mutchler (1997), Chen dan Cruch (1997), Lennox
(2002).
Variabel return saham (RETURN) berpengaruh signifikan terhadap opini going
concern. Hal ini terlihat dalam hasil regresi model 1 dimana p-value < 5%. Arah
hubungannya juga sesuai dengan yang diprediksi yaitu negatif. Hal ini sesuai dengan
penelitian-penelitian yang ada bahwa return saham berhubungan negatif dengan opini
going concern karena Return Saham merupakan indikator keuangan yang juga dilihat
auditor.
Variabel Audit Lag (ALAG) berpengaruh signifikan terhadap opini going concern
dengan nilai koefisien positif. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama auditor
menerbitkan laporan audit maka semakin besar kemungkinan perusahaan menerima
opini going concern. Hasil ini sesuai dengan penelitian Mutcler (1997) dan Louwers
(1998). Auditor melakukan penundaan penerbitan opini sehingga audit lag semakin
panjang dengan tujuan agar dapat memberikan waktu bagi manajemen menghadapi
masalah going concern.
Opini Going concern tahun sebelumnya (PGC) juga berpengaruh signifikan
terhadap opini going concern pada perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan.
 
 

Opini Going concern tahun sebelumnya berhubungan positif dengan opini going
concern karena terdapat persistensi dalam penerbitan opini. Hasil ini juga konsisten
dengn beberapa penelitian yang telah ada antara lain Kaplan dan William (2012) dan
Mutcler (1997).

Pengaruh Opinion shopping terhadap Pergantian Auditor


Dari hasil regresi probit model 3, dapat disimpulkan bahwa opinion shopping
tidak terjadi di Indonesia. Hasil tersebut memang bertentangan dengan penelitian
Lennox (2002), namun sejalan dengan penelitian Tong Lu (2006) dan Praptitorini dan
Januarti (2011).
Variabel opinion shopping diharapkan berpengaruh signifikan terhadap pergantian
auditor untuk mendukung argumen bahwa fenomena opinion shopping terjadi. Hal ini
karena berangkat dari asumsi bahwa apabila kemungkinan menerima opini going
concernpada saat melakukan pergantian auditor lebih besar dibanding mempertahankan
auditor yang bertugas saat ini (OS>0), maka perusahaan tidak akan melakukan
pergantian auditor (AS=0), tetapi apabila kemungkinan menerima opini going
concern lebih besar saat mempertahankan auditor yang bertugas saat ini (OS< 0 ),
maka perusahaan akan melakukan pergantian auditor (AS=1). Sehingga argumen
opinion shopping hanya dapat didukung jika opinion shopping berpengaruh signifikan
terhadap pergantian auditor. Dengan kata lain, opinion shopping mempengaruhi
keputusan untuk mengganti atau mempertahankan auditor.
Hasil ini diperkuat dari analisa perbandingan antara opini yang diterima
perusahaan yang melakukan pergantian auditor dan yang tidak melakukan pergantian
auditor yang telah disebutkan dalam statistik deskriptif di mana persentase perusahaan
yang melakukan pergantian auditor atau tidak melakukan pergantian auditor karena
memperoleh opini going concern pada tahun sebelumnya hampir sama. Selain itu, tidak
ada pula peningkatan opini yang signifikan karena pergantian auditor maupun karena
mempertahankan auditor yang ada.
Variabel prediksi kebangkrutan (BANKRUPT) dan variabel return saham
(RETURN) tidak berpengaruh signifikan terhadap pergantian auditor. Hal ini
mengindikasikan perusahaan indonesia menganggap opini yang akan didapat dengan
mengganti atau mempertahankan auditor saat kondisi keuangan perusahaan buruk tidak
akan jauh berbeda. Variabel ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap
pergantian auditor. Nilai koefisiennya negatif menunjukkan adanya hubungan negatif
 
 

antara ukuran perusahaan dan pergantian auditor. Hasil ini sesuai dengan penelitian
Nasser et al. (2006) bahwa perusahaan besar lebih jarang berganti auditor dibanding
perusahaan kecil.

Analisis Sensitivitas
Penelitian ini juga menggunakan analisis sensitivitas untuk mengetahui robustness
dari pengujian model.
1) Mengeluarkan Sampel Tahun 2008
Persentase perusahaan yang mendapat opini going concern paling banyak
terjadi pada tahun 2008 yaitu 85,71%. Hal ini kemungkinan terjadi sebagai dampak
dari krisis keuangan global yang terjadi di Eropa dan Amerika. Oleh karena itu,
kondisi ekonomi pada tahun 2008 dapat dikatakan ekstrim sehingga dilakukan
pengujian dengan mengeluarkan sampel tahun 2008 untuk menghilangkan efek krisis
keuangan global terhadap tren opini going concern.
2) Menambah Variabel Kategori Berdasarkan Ukuran KAP dan Masa Penugasan Audit
Digunakan variabel dummy untuk melihat tingkat ketergantungan auditor
dengan menggabungkan pengaruh ukuran KAP dan masa penugasan audit. Pertama,
Ukuran KAP dibagi menjadi dua kelompok yaitu Big Four dan non Big Four. Kedua,
masa penugasan audit juga dibagi menjadi dua kelompok yaitu panjang dan pendek.
Untuk menentukan panjang atau pendeknya masa penugasan audit mengacu pada
rata-rata masa penugasan audit. Dalam penelitian ini rata-rata penugasan 2,4
sehingga batas penentuan panjang pendeknya audit adalah 2,4. Jika masa penugasan
audit ≤ 3 tahun maka dikategorikan masa penugasan audit pendek sedangkan jika
masa penugasan audit > 3 tahun maka dikategorikan masa penugasan audit panjang.
Dari pembagian di atas didapatkan empat kelompok auditor yaitu kelompok 1
(KAP Big Four dan Masa Penugasan Audit Panjang), kelompok 2 (KAP Big Four
dan Masa Penugasan Audit Pendek), kelompok 3 (KAP non Big Four dan Masa
Penugasan Audit Panjang), dan kelompok 4 (KAP non Big Four dan Masa
Penugasan Audit Pendek).
3) Mengubah variabel prediksi kebangkrutan dengan dummy variabel
Variabel prediksi kebangkrutan yang digunakan dalam model ini mengambil
nilai z-score revised altman model tanpa dilakukan pengelompokkan. Pada analisis
sensitivitas kali ini dikelompokkan antara perusahaan yang sehat ditunjukkan dengan
z-score di atas 2,90 diberi nilai 2, perusahaan yang berada dalam kategori abu-abu
 
 

yaitu perusahaan dengan nilai z-score antara 2,90 dan 1,93 diberi nilai 1, dan
perusahaan yang bangkrut dengan z-score kurang dari 1,93 diberi nilai 0.

4) Mengubah return saham dari rata-rata return saham bulanan menjadi rata-rata return
saham mingguan
Return saham yang digunakan dalam penelitian ini adalah rata-rata return
saham bulanan. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih riil, dalam analisis
sensitivitas ini akan digunakan return saham mingguan. Dengan rumus yang sama
dengan return saham bulanan, berbeda pada bagian jumlah minggu transaksi dalam
satu tahun.
Hasil dari analisis sensitivitas dengan mengeluarkan sampel tahun 2008 tidak
memberikan perbedaan dalam hasil regresi, di mana tingkat ketergantungan auditor
dilihat dari ukuran KAP dan masa penugasan audit tidak berpengaruh signifikan
terhadap opini going concern. Kemudian pengelompokkan auditor berdasarkan ukuran
KAP dan masa penugasan audit juga tidak memberikan hasil yang berbeda. Tidak ada
satupun kelompok auditor tersebut yang berpengaruh signifikan terhadap opini going
concern. Analisis sensitivitas dengan mengubah variabel prediksi kebangkrutan tidak
memberikan perbedaan. Variabel prediksi kebangkrutan dengan dummy variabel tetap
memberikan pengaruh yang signifikan dengan arah koefisien yang sama baik untuk
model 1 maupun model 3. Selanjutnya penggunaan rata-rata return saham mingguan
juga tidak memberikan hasil yang berbeda untuk model 1. Namun, untuk model 3
variabel rata-rata return saham mingguan berpengaruh signifikan terhadap pergantian
auditor dengan arah koefisien sesuai dengan yang diprediksi.

KESIMPULAN
Penelitian ini tidak menemukan bukti bahwa tingkat ketergantungan auditor pada
klien mempengaruh keputusan auditor untuk memberikan opini going concern pada
perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan. Hal ini disimpulkan setelah hasil
penelitian tidak memberikan cukup bukti bahwa ukura KAP dan fee audit berpengaruh
signifikan terhadap opini going concern. Masa penugasan audit memang berpengaruh
signifikan terhadap opini going concerntetapi arah koefisiennya berlawanan dengan
yang prediksi sehingga tidak mendukung hipotesis tentang hubungan masa penugasan
audit sebagai indikator tingkat ketergantungan auditor pada klien dan opini going
concern.
 
 

Opinion shopping merupakan suatu cara yang diambil manajemen untuk


menghindari opinigoing concern. Dalam penelitian ini, opinion shopping tidak
berpengaruh terhadap pergantian auditor. Hal tersebut membuktikan bahwa praktik
opinion shopping tidak terjadi di Indonesia. Hal ini memperkuat penelitian sebelumnya
terkait fenomena opinion shopping di Indonesia oleh Praptitorini dan Januarti (2011).
Opini going concern pada perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan dipengaruhi
secara signifikan oleh kondisi keuangan yang diukur dengan prediksi kebangkrutan,
return saham, audit lag, dan opini going concern tahun sebelumnya.
Pada penelitian ini sampel yang digunakan hanya perusahaan yang mengalami
kesulitan keuangan sehingga kecil kemungkinan perusahaan dalam sampel ini tidak
mendapat opini going concern. Hal ini membuat kekuatan pengujian untuk mengetahui
faktor-faktor yang menjadi pertimbangan auditor dalam memberikan opini going
concern atau tidak terhadap suatu perusahaan menjadi berkurang. Penelitian selanjutnya
diharapkan tidak membatasi sampel hanya pada perusahaan yang mengalami kesulitan
keuangan untuk meningkatkan kekuatan pengujian untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi penerbitan opini going concern.
Kemudian, datafee audit merupakan indikator yang paling mudah diamati untuk
menetukan tingkat ketergantungan auditor terhadap klien. Namun, dalam penelitian ini
data terkait fee auditl ini hanya tersedia pada tahun 2012 saja dan hanya melibatkan
sampel yang masih sangat kecil sehingga generalisasi menjadi sulit. Penelitian
selanjutnya diharapkan pengumpulan data fee audit harus diperbanyak agar dapat
digeneralisasi sehingga mendapatkan hasil yang lebih konsisten terkait hubungan fee
audit terhadap opini going concern.
Periode penelitian yang digunakan hanya enam tahun. Periode ini tidak cukup
panjang sehingga belum cukup memadai untuk menentukan tren penerbitan opini going
concern. Sehingga diharapkan pada penelitian selanjutnya mengambil periode
penelitian yang lebih panjang untuk dapat menentukan tren penerbitan opini going
concern pada perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan
 
 

DAFTAR PUSTAKA

Altman, E., & McGough, T. (1974). Evaluation of A Company as A Going concern.


Journal of Accountancy, 50-57
Al-Shammari, B., Al-Yaqout, A., & Al-Husaini, A. (2008). Determinants of Audit Fee
in Kuwait. Journal of the Academy of usiness and Economics, 8 (1), 1-7.
Barbadillo, E.R., Aguilar, N.G., & Lopez, E.B. (2006). Long-Term Audit Engagements
and Opinion shopping : Spanish Eveidence. Accounting Forum, 30, 61-79.
Carcello, J.V., & Neal, T.L. (2003). Audit Committee Characteristic and Auditor
Dismissal following New Going concern Reports. The Accounting Review, 78 (1),
95-117.
Carey, P., & Simnett, R. (2006). Audit Partner Tenure and Audit Quality. The
Accounting Review, 81 (3), 653-676.
Chen, J.P., Su, J.X., & Wu, X. (2005), Abnormal audit fees and the improvement of
unfavorable audit outcomes”, China Accounting and Finance Review, 7 (4), 29-
54.
Chow, C., & Rice, S. (1982). Modified audit opinions and auditor switching. The
Accounting Review 57, 326-35.
Chow, C., McNamee, A., & Plumlee, D. (1987). Practitioners' Perceptions of Audit Step
Difficulty and Criticalness: Implications for Audit Research, Auditing. A Journal
of Practice and Theory, Spring, 123-133.
DeAngelo, L.E. (1981). Auditor Independency, Low Balling, and Disclosure
Regulation. Journal of Accounting and Economics, 3, 113-127.
DeAngelo, L. (1981). Auditor Size and Audit Quality. Journal of Accounting and
Economics, 3, 183-199.
Dye, R. (1993). Auditing Standards, Legal Liability and Auditor Wealth. Journal of
Political Economy, 101, 887-914.
Geiger, M.A., & Rama, D.V. (2006). Audit Firm Size and Going concern Reporting
Accuracy. Accounting Horizons, 20 (1), 1-17.
Gosh, A. & Moon, D. (2005). Auditor Tenure and Perceptions of Audit Quality. The
Accounting Review, 80 (2), 585-612.
Gray, G.L., Turner, J.L., Coram, P.J., & Mock, T.J. (2010). Perceptions and
Misperceptions regarding the Unqualified Auditor's Report by Financial Statement
Preparers, Users, and Auditors. Accounting Horizons, 25 (4), 659-684.
Ikatan Akuntansi Indonesia. (2001). Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta:
Salemba Empat.
Kaplan, S.E., & Williams, D.D. (2012). The Changing Relationship between Audit Firm
Size and Going concern Reporting. Journal of Accounting, Organizations, and
Society, 37, 322-341.
Kida, T. (1980). An Investigation into Auditor Continuity and Related Qualification
Judgements. Journal of Accounting Research, Autumn, 506-523.
Knechel, W.R.,& Vanstraelen, A. (2007). The Relationship Between Auditor Tenure
and Audit Quality Implied By Going concern Opinions. Auditing A Journal Of
Practice And Theory, 26 (1), 113-131.
Krishnan J. (1994). Auditor Switching And Conservatism. The Accounting Review, 69,
200-215.
Krishnan, J., & Stephens, R. (1996). The Simultaneous Relation Between Auditor
Switching and Auditor Opinion: An Empirical Analysis. Accounting and Business
Research, 26, 224-36.
Lennox, C. (2000). Do Companies Successfully Engage in Opinion shopping : Evidence
from The UK?. Journal of Accounting and Economics, 29, 321-370.
 
 

Lennox, C. (2002). Opinion shopping and Audit Committees. SSRN Working Paper
Series, March 2002.
Lennox, C. (2006). Going-concern Opinions in Failing Companies: Auditor
Dependence and Opinion shopping. Journal of Accounting and Economics, 18,
31-54.
Levitt, A. (1998). The Numbers Game. The CPA Journal. 68, 14–19.
Louwers, T. (1998). The Relation Between Going-Concern Opinions and the Auditor’s
Loss function. Journal of Accounting Research, 36 (1), 143-156.
Lu, T. (2006). Does Opinion shopping Impair Auditor Independency and Audit Quality.
Journal of Accounting Research, 44 (3), 561-583.
McKeown, J.L., Mutchler, J.F., & Hoopwood, W. (1991). Toward An Explanation of
Auditor Failure Comodity The Audit Reports of Bankrupt Companies. Auditing: A
Journal of Practice and Theory, 1-13.
Moore, G., & Scott, G.R. (1989). Auditor’s Legal Liability, Collusion with
Management and Investor’s Loss. Contemporary Accounting Research, 5, 754-
774.
Mutchler, J.F., Hopwood, W., & McKeown, J.C. (1997). The Influence of Contrary
Information and Mitigating Factors on Audit Report Decisions on Bankrupt
Companies. Journal of Accounting Research, 35 (2), 295-310.
Nasser, A., Wahid, E.A., Nazri, S., & Hudaib, M. (2006). Auditor-Client Relationship :
The Case of Auditor Tenure and Auditor Switching in Malaysia. Managerial
Accounting Journal, 21 (7), 724-737.
Praptitorini, M.D., & Januarti, I. (2011). Analisis Pengaruh Kualitas Audit, Debt
Default, dan Opinion shopping terhadap Opini Going concern. Jurnal Akuntansi
dan Keuangan Indonesia, 8 (1), 78-93.
Smith, D. (1986). Auditor ‘Subject to’ Opinions, Disclaimers and Auditor Changes.
Auditing: A Journal of Practice and Theory, 6, 95-108.
Tang, Y. (2011). Audit Fees, Motivation of Avoiding Loss and Opinion shopping.
China Finance Review International, 1 (3), 241-261.
Watts, R.,& Zimmerman, J. (1986). Positive Accounting Theory. New York, NY:
Prentice Hall.
Zhu, X.P.,& Guo, Z.Y. (2006). Research on Information Content of Audit Fees Increase
without Auditor Change. The Audit Research, 2, 64-8.

Anda mungkin juga menyukai