Anda di halaman 1dari 15

Kepada Yth.

....................................................
Dibacakan : Kamis, 13 Desember 2018
Oleh : dr. Jimmy Andre
LAPORAN KASUS

ORBITAL APEX SYNDROME

Oleh:
dr.Jimmy Andre

Pembimbing:
dr. Robby Tumewu, Sp.M

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS – I


BAGIAN/KSM ILMU KESEHATAN MATA
FK UNSRAT/ RSUP PROF. DR. R.D. KANDOU
MANADO
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus dengan judul “Orbital Apex Syndrome” ini telah disetujui dan
dibacakan pada tanggal 13 Desember 2018.

dr. Robby Tumewu, Sp.M


ORBITAL APEX SYNDROME

PENDAHULUAN

Orbital apex syndrome (OAS) digambarkan sebagai sindrome yeng


meliputi kerusakan nervus occulomotor (III), nervus trochlear (IV), nervus
abducens (VI), nervus trigeminal cabang opthalmica ( V1) dan disfungsi nervus
optic (II). Sedangkan Cavernosus sinus syndrome (CSS) meliputi seluruh
gambaran OAS ditambah dengan keterlibatan nervus trigeminal V2 dan saraf
occulosympathetic. Cavernosus sinus syndrome biasanya bilateral.1
Istilah superior orbital fissure syndrome (SOFS) atau Rochon –
Duvigneaud syndrome sering digunakan jika lesi terletak lebih posterior daripada
apex orbita, pada keadaan ini terdapat palsi dari nervus occulomotor (III), nervus
trochlear (IV), nervus abducens (VI) dan nervus trigeminal V1 , tetapi tidak
didapatkan kerusakan nervus optik.1,2

Gambar 1 : Anatomi Fissura orbitalis Superior

Secara klinis sering didapatkan kesulitan untuk membedakan antara lesi


sinus cavernosus dengan superior orbital fissure, oleh karena nya digunakan
istilah syndrome sphenocavernosus atau parasellar .3

1
Visual loss dan opthalmoplegi sering menjadi tanda dari OAS. Karena nya
dokter mata sering menjadi dokter pertama yang ditemui pasien dengan OAS.
Nyeri periorbita dan wajah mencerminkan keterlibatan daripada nervus trigeminal
cabang ophthalmic (V1) atau cabang maxillary (V2). Nyeri periorbita sendiri
merupakan salah satu tanda dari Tolosa – Hunt syndrome (THS), suatu inflamasi
idiopatik penyebab orbital apex syndrome. Jika penyebabnya infeksi, inflamasi,
dan neoplasma sering dijumpai adanya proptosis, dan jika penyebabnya vascular
seperti fistula carotid-cavernosus sering dijumpai pulsatile proptosis .1,4
Penyebab orbital apex syndrome (OAS) meliputi inflamasi, infeksi,
neoplasma, iatrogenic/trauma, dan proses vascular. Dari penelitian retrospective
pada pasien cavernosus sinus syndrome didapatkan penyebab tersering adalah
tumor , iatrogenic/trauma, dan inflamasi self limited.1
Pemeriksaan neuroimaging diperlukan pada pasien dengan orbital apex
syndrome (OAS). High resolution MRI (1.5 T magnet atau lebih tinggi) lebih
disukai untuk kebanyakan pasien dengan OAS. Untuk evaluasi pasien dengan
cavernosus sinus syndrome (CSS) dan orbital apex syndrome , dilakukan MRI
pada brain dan orbita dengan kontras. CT scan juga berperan penting pada kasus
trauma, pasien diduga ada benda asing, atau yang memiliki kontra indikasi untuk
dilakukan MRI. CT scan lebih superior daripada MRI pada kasus yang diduga
fraktur tulang apex orbita.1,2
Jika diduga adanya lesi vascular pada sinus cavernosus , maka magnetic
resonance angiography (MRA) atau CT angiography mungkin membantu.1,2
Pemeriksaan laborat untuk kasus yang disebabkan inflamasi dan infeksi (
seperti misalnya eritrosit sedimen rate, darah lengkap, antibody, lumbar pungsi)
seharusnya dipertimbangkan.1
Jika penyebab daripada OAS tidak dapat ditentukan, maka manajemen
awal daripada OAS meliputi observasi, terapi kortikosteroid, dan biopsi. Jika
tidak ditemukan tanda tanda infeksi sistemik dan gejalanya seperti karena
inflamasi maka dicoba dengan terapi kortikosteroid dengan observasi ketat pada
periode tertentu. Jika terjadi progresifitas dari visual loss dan ophthalmoplegia ,
maka pemeriksaan neuroimaging diulangi dan dilakukan biopsi. 1

2
Terapi dari orbital apex syndrome tergantung daripada penyebab.
Menentukan penyebab apakah karena inflamasi, infeksi, neoplasia sering kali sulit
dan semuanya mungkin akan memberikan respon dengan pemberian
kortikosteroid. Pemberian kortikosteroid harus dipertimbangkan jika ada infeksi
terutama jamur, karena akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas.
Metrothexate dan azathioprine telah terbukti memberikan efek pada pasien Tolosa
–Hunt Syndrome (THS).1
Berikut ini akan dilaporkan kasus oftalmoplegi oculus dextra et causa
orbital apex syndrome pada seorang pasien wanita usia 34 tahun.

3
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
 Nama : OS
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Usia : 34 tahun
 Pendidikan Terakhir : S1 ners
 Pekerjaan : Perawat gigi
 Agama : Kristen Protestan
 Status Pernikahan : Menikah
 Tanggal berobat : 19 April 2018 (Pasien rujukan dari SMEC)

Anamnesis
Pasien mengeluh kelopak mata kanannya tertutup kurang lebih 2 minggu
lalu pada saat sedang dinas ke kota Bandung. Pasien tidak mengeluh kabur pada
mata kiri maupun kanan. Pasien juga tidak merasa adanya rasa sakit maupun
melihat ganda. Pasien juga tidak merasa gerak bola mata kanannya terganggu.
Riwayat pusing kepala hebat tidak ada, riwayat muntah tidak ada.
Riwayat berobat, pasien sebelumnya baru berobat ke dokter spesialis mata
untuk mendapatkan kacamata baru karena dirasakan kacamata lamanya tidak
cocok lagi. Riwayat penyakit, tidak ada hipertensi, tidak didapatkan kencing
manis, riwayat trauma kepala tidak ada, riwayat operasi bagian leher dan kepala
tidak ada. Pasien mengatakan tidak ada yang menderita seperti ini di keluarganya.
Pasien menyangkal pernah sakit seperti ini sebelumnya.

Pemeriksaan Fisik
 VOD : 6/12 f1  Gerakan bola mata OD = 0%
 VOS : 6/6 pada semua arah; OS = 100%
pada semua arah
 BST OD < OS

4
 CST OD < OS  Ishihara OS 21/21
 Ishihara OD 3/21
Segmen anterior :
OD OS
Ptosis Palpebra Oedem -
Injeksi - Konjungtiva Injeksi -
Ikterik - Sklera Ikterik -
Jernih Kornea Jernih
Sedang COA Sedang
Kripta + Sulkus dbn Iris Kripta + Sulkus dbn
Middilatasi, Pupil Reguler
RAPD + grade 3
Jernih Lensa Jernih

Segmen Posterior :
 OD : dalam batas normal
 OS : dalam batas normal

Diagnosis
Suspect Orbital Apex Syndrome OD

Penatalaksanaan
 Prednison 10-0-0
 Ranitidine 2x150mg
 Nerva plus 1x1
 Methycobal 2x1
 Kontrol hari Selasa tgl 24 April 2018

Follow Up
(Tanggal 24 April 2018)

5
S : belum ada perbaikan

O:
 VOD 6/15
 VOS 6/6
 Gerakan bola mata OD = 0% pada semua arah; OS = 100% pada semua arah
 Seg. Anterior OD : Pupil middilatasi, RAPD + grade 3
A : susp. Orbital Apex Syndrome OD
P:
 Prednison 10-0-0
 Ranitidine 2x150mg
 Nerva plus 1x1
 Methycobal 2x1
 MRI + Laboratorium

(Tanggal 30 April 2018)


S : kelopak mata sudah tidak tertutup seluruhnya, kadang melihat dobel tapi
jarang
O:
 VOD 6/15
 VOS 6/6
 Gerakan bola mata
o OD =
20
80 80

10 10

10 10
10
o OS = 100% pada semua arah
 Posisi bola mata OD : superoexotropia

6
 Cover/uncover test : OD Exotropia
 Seg. Anterior OD : Pupil RAPD + grade 2
 Laboratorium dalam batas normal
 MRI :
Tidak tampak lesi intraparenchym cerebri, cerebellum maupun pada daerah sinus
cavernosus

7
8
A : susp. Orbital Apex Syndrome OD
P:
 Metil prednisolone 4mg 12-0-0
 Ranitidine 2x150mg
 Nerva plus 1x1
 Methycobal 2x1

(Tanggal 8 Mei 2018)


S : kelopak mata sudah tidak tertutup sama sekali
O:
 VOD 6/15
 VOS 6/6
 Gerakan bola mata
o OD =
90
90 90

80 80

80 80
80
o OS = 100% pada semua arah
 Posisi bola mata OD : superoexotropia
 Cover/uncover test : OD Exotropia
 Seg. Anterior OD : Pupil RAPD + grade 2
A : susp. Orbital Apex Syndrome OD
P:
 Metil prednisolone 4mg 6-0-0
 Ranitidine 2x150mg
 Nerva plus 1x1
 Methycobal 2x1

9
(Tanggal 22 Mei 2018)
S : kelopak mata sudah tidak tertutup sama sekali, tidak melihat dobel, badan
terasa membengkak, timbul jerawat2 di leher
O:
 VOD 6/6
 VOS 6/6
 Gerakan bola mata
o OD =
100
90 100

100 80

80 90
90
o OS = 100% pada semua arah
 Posisi bola mata OD : superoexotropia
 Cover/uncover test : OD Exotropia
 Seg. Anterior OD : Pupil RAPD -
A : susp. Orbital Apex Syndrome OD + steroidal acne
P:
 STOP Prednison
 Lyteers 4x1 ODS
 Nerva plus 1x1
 Methycobal 2x1
 Konsul Kulit

10
DISKUSI

Pasien ini didiagnosis suspek orbital apex syndrome berdasarkan


anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis pasien mengeluh kelopak mata kanannya tertutup kurang
lebih 2 minggu lalu pada saat sedang dinas ke kota Bandung. Pasien tidak
mengeluh kabur pada mata kiri maupun kanan. Pasien juga tidak merasa adanya
rasa sakit maupun melihat ganda. Pasien juga tidak merasa gerak bola mata
kanannya terganggu. Riwayat pusing kepala hebat tidak ada, riwayat muntah tidak
ada.
Riwayat berobat, pasien sebelumnya baru berobat ke dokter spesialis mata
untuk mendapatkan kacamata baru karena dirasakan kacamata lamanya tidak
cocok lagi. Riwayat penyakit, tidak ada hipertensi, tidak didapatkan kencing
manis, riwayat trauma kepala tidak ada, riwayat operasi bagian leher dan kepala
tidak ada.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Visus OD 6/12 f1. Gerakan bola mata
OD = 0% pada semua arah; OS = 100% pada semua arah, BST OD < OS, CST
OD < OS, Ishihara OD 3/21 ;OS 21/21, segmen anterior mata kanan : palpebra :
Ptosis, pupil middilatasi, RAPD positif grade III, lain lain dalam batas normal.
Segmen posterior ODS: Refleks Fundus (+) uniform, Papil N II : batas tegas,
CDR 0,3, Makula dalam batas normal, retina dalam batas normal.
Hal tersebut diatas sesuai dengan literature yang menyatakan bahwa tanda
orbital apex syndrome adalah proptosis, dan oftalmoplegi, dan visual loss.
oftalmoplegi pada orbital apex syndrome terjadi karena adanya palsi dari nervus
III,IV, VI. Sedangkan kabur (visual loss) terjadi karena keterlibatan daripada
nervus II. 1,2,3,4,5,6
Pemeriksaan tersebut diatas sesuai dengan kepustakaan, bahwa untuk
menilai disfungsi nervus optik maka disamping dilakukan pemeriksaan visus, juga
dilakukan pemeriksaan pupil (RAPD), pemeriksaan color visison , pemeriksaan
perimetri (jika visual acuity normal). Pada pasien ini dari pemeriksaan RAPD

11
positif grade III, maka bisa dicurigai bahwa visual loss pada pasien terjadi karena
disfungsi nervus optic. 1,7,8
Hasil laboratorium darah lengkap dalam batas normal. Pemeriksaan
laboratorium untuk kasus yang disebabkan inflamasi dan infeksi (seperti misalnya
eritrosit sedimen rate, darah lengkap, antibody, lumbar pungsi) seharusnya
dipertimbangkan.1
Menurut kepustakaan Pemeriksaan neuroimaging diperlukan pada pasien
dengan orbital apex syndrome (OAS). High resolution MRI (1.5 T magnet atau
lebih tinggi) lebih disukai untuk kebanyakan pasien dengan OAS. Untuk evaluasi
pasien dengan cavernosus sinus syndrome (CSS) dan orbital apex syndrome ,
dilakukan MRI pada brain dan orbita dengan kontras. CT scan juga berperan
penting pada kasus trauma, pasien diduga ada benda asing, atau yang memiliki
kontra indikasi untuk dilakukan MRI. CT scan lebih superior daripada MRI pada
kasus yang diduga fraktur tulang apex orbita. Jika diduga adanya lesi vascular
pada sinus cavernosus , maka magnetic resonance angiography (MRA) atau CT
angiography mungkin membantu.1,2
Pada pasien tersebut diatas dilakukan pemeriksaan MRI, dengan Hasil
MRI : kesan Tidak tampak lesi intraparenchym cerebri, cerebellum maupun pada
daerah sinus cavernosus.
Terapi pada pasien ini prednisone 10-0-0, ranitidine 2x1 tablet,
Methycobal 2x1 caps, nerva plus 1x1
Pada Kepustakaan disebutkan bahwa terapi orbital apex syndrome harus
sesuai dengan penyebabnya. Pada beberapa literature disebutkan pemakaian
steroid direkomendasikan untuk orbital apex syndrome yang disebabkan oleh
inflamasi. Tetapi semua orbital apex syndrome dapat memberikan respon jika
diterapi dengan kortikosteroid dan mengurangi keluhan pasien. Dan pemakaian
steroid harus dipertimbangkan jika ada tanda tanda infeksi terutama jamur.1,2
Pada pasien ini karena penyebabnya diduga merupakan suatu inflamasi
maka pemberian kortikosteroid memberikan efek yang cukup baik. Untuk
pemakaian methycobal dan vitamin B complex pada kepustakaan disebutkan
dapat sebagai terapi adjuvant pada kasus orbital apex syndrome.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Yeh S, Froozan R. Orbital apex syndrome. Curr opin opthalmol. 2004; 15;
p.490-498.
2. Shama SA, Gheida U. Superior orbital fissure syndrome and its mimics: What
the radiologist should know?. The Egyptian journal and nuclear medicine.
2012.p 589-594.
3. Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Neuro-Ophthalmology.American academy of
Opthalmology.Canada .2012.p 236.
4. Spalton DJ, Hitchings RA, Hunter PA. Atlas of clinical ophthalmology 3rded.
Philadelphia.2005.
5. Miller NR, Newman NJ, Biousse V, kerrison JB. Walsh and hoyt’s clinical
neuro- ophthalmology : the essentials.2nded. Philadelphia.2008. p.402
6. Hadley DM, Bone I. Syndrome of the orbital fissure, cavernosus sinus,
cerebellopontine angle, and skull base. J neurol neurosurg psychiatry.2005;76 (
suppl III); iii29-iii38.
7. Savino PJ, Meyer HVD. Color atlas &synopsis of clinical ophthalmology wills
eye institute.2nd ed.Philadelphia.2012.Chapter 10.
8. Kline LB, Foroozan R, bajandas FJ. Neuro- ophthalmology review
manual.7nded.USA.2013.

13

Anda mungkin juga menyukai