Anda di halaman 1dari 7

PENGARUH TERAPI MUSIK TERHADAP PERUBAHAN

GAMBARAN EKG PADA PASIEN KOMA DI RUANG ICU


Mata Kuliah : Metodologi Penelitian
Dosen Koordinator : Ns. Chrisyen Damanik S.kep,.M.kep

Disusun oleh:

Siti Lestari Nurhamidah


16.0488.823.01

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIYATA HUSADA
SAMARINDA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak dasar anak yang harus dipenuhi. Anak usia 0-60
bulan atau biasa dikenal dengan istilah balita, merupakan masa
pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Termasuk didalamnya pada
usia 12-24 bulan yang biasa dikenal dengan istilah baduta, tergolong periode
emas sekaligus periode kritis, karena apabila bayi dan anak pada masa ini
tidak memperoleh makanan yang sesuai kebutuhan gizinya, maka periode
emas akan berubah menjadi periode kritis yang akan mengganggu tumbuh
kembang bayi dan anak baik pada masa sekarang maupun masa yang akan
datang (Kusumaningtyas, Soesanto, & Deliana, 2017).

Anak merupakan aset berharga suatu bangsa. Hal ini dikarenakan anak
merupakan generasi penerus, sehingga dibutuhkan anak yang ber- kualitas
untuk mencapai masa depan bangsa yang baik. Kualitas anak yang baik
dapat dicapai dengan memastikan bahwa proses tumbuh kembang anak juga
baik. Pertumbuhan merujuk pada perubahan yang bersifat kuantitatif,
seperti tinggi badan, berat badan, dan lingkar kepala, sedangkan
perkembangan adalah perubahan dan peningkatan kemampuan secara
bertahap, seperti kemampuan motorik, sensori, bahasa, dan sosial
(Handayani, Sulastri, Mariha, & Nurhaeni, 2017).

Golden age (periode emas) merupakan periode yang sangat penting sejak
janin sampai usia dua tahun. Pada dua tahun pertama kehidupan tersebut
terjadi proses pertumbuhan dan perkembangan tubuh yang dimulai sejak
janin. Jika pemenuhan gizi pada masa tersebut baik, maka proses
pertumbuhan dan perkembangan dapat optimal. Jika kebutuhan zat gizi
kurang maka dapat berisiko menimbulkan gangguan pertumbuhan dan
perkembangan pada seluruh organ dan sistem tubuh sehingga akan
berdampak pada masa yang akan datang. Kelompok usia yang menjadi
perhatian penting karena sering mengalami rawan gizi selain ibu hamil, ibu
menyusui dan lanjut usia adalah balita. Masa balita merupakan periode yang
penting karena pada masa tersebut terjadi pertumbuhan yang pesat
diantaranya adalah pertumbuhan fisik, perkembangan psikomotorik, mental
dan sosial yang dialami balita tersebut. Usia 0-24 bulan merupakan periode
emas karena pada masa tersebut terjadi pertmubuhan dan perkembangan
yang pesat, tetapi pada usia 0-24 bulan tersebut juga merupakan periode
kritis. Periode emas dapat terjadi apabila pada usia tersebut, balita
memperoleh asupan gizi yang sesuai bagi tumbuh kembangnya. Periode
kritis dapat terjadi apabila saat usia tersebut, balita tidak memperoleh
asupan atau makanan sesuai kebutuhan gizinya sehingga dapat
mengakibatkan tumbuh kembang yang terhambat. Tumbuh kembang yang
terhambat tersebut dapat terjadi pada saat itu dan juga pada waktu
selanjutnya atau pada saat dewasa (Puspasari & Andriani, 2017).

Menurut Fauziah (2009), menyebutkan bahwa anak usia 12-36 bulan


bersifat konsumen pasif dan anak usia 36-60 bulan bersifat konsumen aktif.
Konsumen pasif artinya pada usia tersebut makanan yang dikonsumsi
tergantung pada apa yang disediakan oleh ibu atau pengasuh, sedangkan
konsumen aktif artinya anak dapat memilih makanan yang disukainya.
Proyek baduta di Indonesia yang diprogramkan mulai tahun 2013-2017
berfokus pada peningkatan ibu dalam pemberian makan bayi termasuk
pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan, terus menyusui selama 2 tahun
dan waktu dalam pemberian makanan tambahan, perawatan praktek di
tingkat masyarakat, memperkuat pelayanan gizi melalui sistem kesehatan
dan meningkatkan akses ke air minum yang bersih (GAIN, 2013)

Permasalahan gizi yang dihadapi anak-anak Indonesia tidak hanya masalah


kurang gizi, namun penentu kesehatan seseorang, tingkat pengetahuan
masalah gizi lebih sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat.
Berdasarkan Riskesdas 2007, 2010 dan 2013 terlihat adanya kecenderungan
bertambahnya prevalensi anak balita pendek-kurus, bertambahnya anak
balita pendek-normal (2,1%) dan normal-gemuk (0,3%) dari tahun 2010.
Sebaliknya, ada kecenderungan penurunan prevalensi pendek-gemuk (0,8
%), normal-kurus (1,5 %) dan normal-normal (0,5%) dari tahun 2010. Pada
tahun 2013 prevalensi gemuk secara nasional di Indonesia adalah 11,9
persen, yang menunjukkan terjadi penurunan dari 14,0 persen pada tahun
2010 (daratul laila, asnia zainuddin, 2018).

Masa balita adalah periode perkembangan fisik dan mental yang pesat.
Pada masa ini otak balita telah siap menghadapi berbagai stimulasi seperti
belajar berjalan dan berbicara lancar.Kondisi otak dan fisik anak
dikemudian hari tergantung dari jenis dan jumlah makanan yang di berikan
kepadanya, sejak masih kandungan sampai masa kanak- kanak. Balita
memiliki kebutuhan gizi yang berbeda dari orang dewasa. Mereka butuh
lebih banyak lemak dan lebih sedikit serat. Cermati perbedaan ini saat ibu
merencanakan menu makan balita. Untuk itu pengetahuan ibu tentang
perawatan bayi dan anak-anak prasekolah boleh dikatakan penting sekali
untuk menciptakan generasi masa datang yang lebih baik dan peran ibu
menjadi faktor penentunya (Mukhtar Effendi Harahap, 2018) .

Untuk mencapai tumbuh kembang yang baik diperlukan nutrisi yang


adekuat. Makanan yang kurang baik secara kualitas maupun kuantitas akan
menyebabkan gizi kurang. Keadaan gizi kurang dapat menyebabkan
gangguan pertumbuhan dan perkembangan, khusus pada perkembangan
dapat mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi otak. Otak manusia
mengalami perubahan struktural dan fungsional yang luar biasa antara
minggu ke-24 sampai minggu ke-42 setelah konsepsi. Perkembangan ini
berlanjut saat setelah lahir hingga usia 2 atau 3 tahun, periode tercepat usia
6 bulan pertama kehidupan. Dengan demikian pertumbuhan sel otak
berlangsung sampai usia 3 tahun.² Kekurangan gizi pada usia di bawah 2
tahun akan menyebabkan sel otak berkurang 15%– 20%, sehingga anak
kelak di kemudian hari mempunyai kualitas otak sekitar 80%–85%,
(Gunawan, Fadlyana, & Rusmil, 2017).
Suatu penelitian menyebutkan bahwa pada ibu yang memiliki anak berstatus
gizi lebih adalah sebesar 51,7% ibu memiliki persepsi anaknya gemuk,
sedangkan sebesar 45% ibu yang memiliki anak berstatus gizi lebih
mempunyai persepsi bahwa ukuran tubuh anak normal. Hal ini
membuktikan bahwa terjadi perbedaan persepsi pada ibu tentang status gizi
anaknya. Jika anak mempunyai status gizi lebih, akan mengganggu
aktivitasnya dan mengakibatkan risiko penyakit degeneratif, seperti jantung
koroner, diabetes mellitus, hipertensi, dll, sedangkan jika anak mengalami
kurang gizi, akan menurunnya daya tahan tubuh anak, postur tubuh anak
menjadi pendek, perilakunya menjadi tidak tenang, mudah tersinggung, dan
cengeng, (Margawati & Astuti, 2018).

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi asupan makan seseorang adalah
pengetahuan gizi yang akan berpengaruh terhadap status gizi seseorang.
Pengetahuan gizi adalah pengetahuan terkait makanan dan zat gizi. Sikap
dan perilaku ibu dalam memilih makanan yang akan dikonsumsi oleh balita
dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah tingkat pengetahuan
seseorang tentang gizi sehingga dapat mempengaruhi status gizi seseorang
tersebut. Pengetahuan gizi ibu yang kurang dapat menjadi salah satu
penentu status gizi balita karena menentukan sikap atau perilaku ibu dalam
memilih makanan yang akan dikonsumsi oleh balita serta pola makan terkait
jumlah, jenis dan frekuensi yang akan mempengaruhi asupan makan pada
bayi tersebut (Puspasari & Andriani, 2017).

B. Rumusan Masalah
Bagaimana pengetahuan ibu tentang gizi yang akan diberikan kepada anak
agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik ?
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu tentang gizi terhadap
pertumbuhan dan perkembangan anak usia 1-3 tahun.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi pengetahuan ibu tentang gizi terhadap
pertumbuhan dan perkembangan anak usia 1-3 tahun.
b. Mengidentifikasi kemampuan ibu dalam pemberian gizi terhadap
pertumbuhan dan perkembangan anak usia 1-3 tahun.
c. Menganalisa hubungan pengetahuan ibu tentang gizi terhadap
pertumbuhan dan perkembangan anak usia 1-3 tahun.

D. Manfaat
1. Manfaat secara Teoritis
a. Diharapkan dapat berguna untuk pengembangan ilmu keperawatan
khususnya keperawatan anak.
b. Diharapkan dapat berguna untuk menambah pengetahuan
mahasiswa keperawatan Stikes wiyata husada Samarinda.

2. Manfaat secara Praktis


a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukkan
bagi Stikes wiyata Husada Samarinda dalam pengembangan ilmu
kesehatan.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan
khusunya dalam pemberian gizi terhadap pertumbuhan dan
perkembanagan anak.
DAFTAR PUSTAKA

daratul laila, asnia zainuddin, J. (2018). Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakt. 3(2),
1–6.
Gunawan, G., Fadlyana, E., & Rusmil, K. (2017). Hubungan Status Gizi dan
Perkembangan Anak Usia 1 - 2 Tahun. Sari Pediatri.
https://doi.org/10.14238/sp13.2.2011.142-6
Handayani, D. S., Sulastri, A., Mariha, T., & Nurhaeni, N. (2017). Penyimpangan
Tumbuh Kembang Anak dengan Orang Tua Bekerja. Jurnal Keperawatan
Indonesia, 20(1), 48. https://doi.org/10.7454/jki.v20i1.439
Kusumaningtyas, D. E., Soesanto, & Deliana, S. M. (2017). Pola Pemberian
Makanan Terhadap Status Gizi Usia 12-24 Bulan pada Ibu Bekerja. Public
Health Perspective Journal, 2(2), 155–167. Retrieved from
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/phpj
Margawati, A., & Astuti, A. M. (2018). Pengetahuan ibu, pola makan dan status
gizi pada anak stunting usia 1-5 tahun di Kelurahan Bangetayu, Kecamatan
Genuk, Semarang. Jurnal Gizi Indonesia, 6(2), 82.
https://doi.org/10.14710/jgi.6.2.82-89
Mukhtar Effendi Harahap, M. L. (2018). Gambaran pengetahuan ibu tentang
pemberian gizi pada balita wilayah kerja uptd puskesmas sogae’adu
kabupaten nias tahun 2018. 4(2), 530–535.
Puspasari, N., & Andriani, M. (2017). Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Gizi
dan Asupan Makan Balita dengan Status Gizi Balita ( BB / U ) Usia 12-24
Bulan Association Mother ’ s Nutrition Knowledge and Toddler ’ s Nutrition
Intake with Toddler ’ s Nutritional Status ( WAZ ) at the Age 12 -24 M.
Amerta Nutr, 3(2), 369–378. https://doi.org/10.20473/amnt.v1.i4.2017.369-
378

Anda mungkin juga menyukai