Anda di halaman 1dari 50

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infeksi sistem saraf pusat dapat mengenai jaringan otak (ensefalitis) atau
meninges (meningitis). Pada ensefalitis dan meningitis respon imun dan
inflamasi menyebabkan peningkatan pembengkakan dan edema di dalam atau
disekitar otak sehingga terjadi peningkatan tekanan intra kranial. Ensefalitis
juga berkaitan dengan kematian neuron yang disebabkan oleh mikroorganisme
yang menginfeksi.
Meningitis dan ensefalitis merupakan penyakit yang menyerang sistem
saraf. Kebanyakan penyakit ini menyerang pada anak-anak. Banyak yang
tidak mengetahui sesungguhnya kedua penyakit ini berbeda walaupun pada
permukaannya nampak sama.
Meningitis adalah radang membran pelindung sistem saraf pusat. Penyakit
ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme, luka fisik, kanker, obat-obatan
tertentu. Meningitis adalah penyakit serius karena letaknya dekat dengan otak
dan tulang belakang, sehingga dapat menyebabkan kerusakan kendali gerak,
pikiran, bahkan kematian. Kebanyakan kasus meningitis disebabkan oleh
mikroorganisme, seperti virus, bakteri, jamur, atau parasit yang menyebar
dalam darah ke cairan otak.
Sedangkan ensefalitis adalah peradangan akut otak yang disebabkan oleh
infeksi virus. Terkadang ensefalitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri,
seperti meningitis, atau komplikasi dari penyakit lain seperti rabies
(disebabkan oleh virus) atau sifilis (disebabkan oleh bakteri). Penyakit parasit
dan protozoa, seperti toksoplasmosis, malaria, atau primary amoebic
meningoencephalitis, juga dapat menyebabkan ensefalitis pada orang yang
sistem kekebalan tubuhnya kurang. Kerusakan otak bisa saja terjadi
dikarenakan otak terdorong dan terdesak ke arah tengkorak dan menyebabkan
kematian.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan meningitis, ensefalitis dan abses otak.
2. Apa saja etiologi dari meningitis, ensefalitis dan abses otak.
3. Bagaimana patofisiologi dari meningitis, ensefalitis dan abses otak.
4. Bagaimana manifestasi klinis dari meningitis, ensefalitis dan abses otak.
5. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari meningitis, ensefalitis dan abses
otak.
6. Bagaimana penatalaksanaan dari meningitis, ensefalitis dan abses otak.
7. Apa saja komplikasi dari meningitis, ensefalitis dan abses otak.
8. Bagaimana prognosis dari meningitis, ensefalitis dan abses otak.
9. Bagaimana WOC dari meningitis, ensefalitis dan abses otak.
10. Bagaimana asuhan keperwatan pada klien dengan meningitis, ensefalitis
dan abses otak.
11. Bagaimana tumbuh kembang anak dengan infeksi sistem saraf.
12. Bagaimana peran orang tua dalam merawat anak dengan infeksi sistem
saraf.

1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi dari meningitis, ensefalitis dan abses otak.
2. Mengetahui etiologi dari meningitis, ensefalitis dan abses otak.
3. Mengetahui patofisiologi dari meningitis, ensefalitis dan abses otak.
4. Mengetahui manifestasi klinis dari meningitis, ensefalitis dan abses otak.
5. Mengetahui pemeriksaan diagnostik dari meningitis, ensefalitis dan
abses otak.
6. Mengetahui penatalaksanaan dari meningitis, ensefalitis dan abses otak.
7. Mengetahui komplikasi dari meningitis, ensefalitis dan abses otak.
8. Mengetahui prognosis dari meningitis, ensefalitis dan abses otak.
9. Mengetahui WOC dari meningitis, ensefalitis dan abses otak.
10. Mengetahui asuhan keperwatan pada klien dengan meningitis, ensefalitis
dan abses otak.
11. Mengetahui tumbuh kembang anak dengan infeksi sistem saraf.

2
12. Mengetahui peran orang tua dalam merawat anak dengan infeksi sistem
saraf.

1.4 Manfaat
1. Mahasiswa memahami konsep dan proses keperawatan pada klien dengan
gangguan neurologi meningitis ensefalitis dan abses otak sehingga
menunjang pembelajaran mata kuliah keperawatan neurologi 2.
2. Mahasiswa mengetahui proses keperawatan yang benar sehingga dapat
menjadi bekal dalam persiapan praktik di rumah sakit maupun di
lapangan.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Meningitis
2.1.1 Definisi
Meningitis adalah inflamasi dari meninges (membrane yang
mengelilingi otak dan medulla spinalis) dan disebabkan orgasme bakteri atau
jamur. Tipe meningitis termasuk aseptik, septik, dan tuberculosis. Meningitis
aseptik mengacu pada meningitis virus atau iritasi meningeal, misalnya
ensefalitis. Meningitis septik mengacu pada meningitis yang disebabkan oleh
bakteri, misalnya basilus influenza. Meningitis tuberkulosis disebabkan oleh
basilus tuberkel. Infeksi meningeal umumnya berawal dari satu atau dua cara:
baik melalui aliran darah akibat infeksi lain (selulitis) atau oleh ekstensi
langsung (setelah cedera traumatik pada tulang wajah). Dalam kasus yang
jumlahnya kecil penyebab meningitis adalah iatrogenik atau sekunder akibat
prosedur invasive (pungsi lumbar) atau alat bantu (alat pemantau TIK).
Diagnosa awal dan terapi antibiotik dapat menurunkan angka kematian dan
komplikasi dari meningitis oleh bakteri.

2.1.2 Etiologi
Organisme utama dapat berbeda disetiap kejadian bergantung pada
usia penderita. Organisme yang dapat menyerang di usia neonatus adalah
group B Streptococc sp. dan Escherichia coli. Pada usia 12 bulan hingga 2
tahun, ada 3 organisme atau patogen yang dapat menyerang yaitu
Haemophilus influenzae type B, Neisseria meningitidis, dan Streptococcus
pneumoniae yang menjadi penyebab 95% dari kasus meningitis. Sedangkan
Tubercolous sp. dan Borrelia burgdorferi menjadi penyebab terbesar. Tiga
tipe meningitis sebagai hasil infeksi yang terlokalisasi yaitu otitis media,
sinusitis, faringitis, pnumonia, dan peningkatan cairan serebrospinal.
Organisme dapat mudah dikenali ketika organisme masuk kedalam
luka pada kulit dan berinteraksi dengan kulit, sinus juga cairan serebrospinal.
Masuknya organisme tersebut juga dapat melalui lumbar puntum, patah

4
tengkorak, dan pembedahan. Meningococcal meningitis dapat disebabkan oleh
Neisseria meningitidis dan sering terjadi pada anak-anak dan dewasa. Karena
mudah ditularkan melalui infeksi droplet, resiko penularan meningkat. Virus
meningitis dapat berupa virus cacar, parammyxovirus, virus herpes, dan
enterovirus. Pada beberapa kasus protozoa pada jamur dapat menyebabkan
meningitis, terutama pada anak-anak yang menderita AIDS.

2.1.3 Patofisiologi
Meningitis adalah proses inflamasi meningen otak sebagai hasil dari
mesuknya patogen ke salam sistem saraf pusat dan menyebabkan respon
toksik. Proses ini berlanjut hingga terjadi peningkatan tekanan intrakranial dan
berkembang menjadi emfiema subdural. Jika infeksi menyebar hingga
ventrikel, edema dan kerusakan jaringan di sekitar ventrikel menyebabkan
obstruksi CSF dan hidrosepalus. Proses ini dapat tejadi cukup cepat. CSF
merupakan cairan yang baik dalam perkembangan bakteri meningitis, karena
CSF mengandung nutrisi seperti protein dan glukosa. Leukosit tidak dapat
menjalankan fungsinya pada cairan CSF. Leukosit hanya melumpuhkan dan
merusak jaringan bakteria sehingga bakteria yang dapat dibunuh hanya sedikit
sedangkan dapat berkembang dengan cepat. Infeksi dapat berkembang dalam
jaringan otak dan mengubah permeabilitas kapiler dan pembuluh darah pada
dura mater. Perubahan ini meningkatkan aliran albumin dan air ke dalam sub
dura dan terakumulasi juga dengan protein dan cairan lainnya, hal tersebut
juga merupakan sebab terjadinya peningkatan intrakranial.

2.1.4 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala meningitis bervariasi, bergantung pada usia anak
dan durasi penyebaran penyakit tersebut. Tanda dan gelaja pada meningitis
tidak hanya satu. Pada neonatus, bayi dan anak-anak gejala meningitis timbul
tidak spesifik dan seperti tidak tampak. Meningitis pada bayi bisa ditandai
oleh tingkat menyusu yang tidak terlalu tinggi, muntah, diare, kelemahan otot,
tangisan lemah, hipo/hipertermi, apnea, kejang, sepsis, disseminated
intravaskular koagulasi, tekanan darah yang tinggi, dan letargi. Tanda-tanda

5
meningitis pada bayi dan anak usia prasekolah yaitu seperti demam, nafsu
makan menurun, muntah, irritabilitas, kejang, tangisan terdengar melengking,
bulging anterior, dan letargi. Tanda-tanda awal pada meningitis seperti sakit
kepala yang sangat berat, fotophobia, nyeri otot, purpura, kekakuan sendi,
demam, letargi, irritabiliti, muntah, diare, dan agitasi. Tanda kernig dan
brudzinski juga sering muncul. Dalam kasus inveksi meningococcal, pteki
atau ruam pada kulit dapat terlihat. Tanda-tanda selanjutnya seperti penurunan
kesadaran dan kejang dapat terjadi.

2.1.5 Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan diagnostik rutin pada klien meningitis meliputi
laboratorium klinik rutin (Hb, leukosit, LED, trombosit, retikulosit, glukosa).
Pemeriksaan faal hemostasis diperlukan untuk mengetahui secara awal adanya
DIC. Serum elektrolit dan serum glukosa dinilai untuk mengidentifikasi
adanya ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremia. Selain itu
diagnosis dapat dilakukan tes cairan serebrospinal melalui lumbal puntum.
Lumbal puntum tidak bisa dikerjakan pada klien dengan peningkatan tekanan
intracranial. Dalam pemeriksaan tersebut kita dapat menemukan peningkatan
tekanan cairan, cairan tersebut keruh, konsentrasi protein tinggi, dan level
glukosa rendah.
Untuk lebih spesifik mengetahui jenis mikroba, maka organism
penyebab infeksi dapat diidentifikasi melalui kultur kuman pada cairan
serebrospinal dan darah. Counter Immuno Electrophoresis (CIE) digunakan
secara luas untuk mendeteksi antigen bakteri pada cairan tubuh, umumnya
cairan serebrospinal dan urine. Pemeriksaan lainnya diperlukan sesuai klinis
klien meliputi foto Rontgen paru, CT scan kepala. CT scan dilakukan untuk
menentukan edema serebri atau penyakit saraf lainnya. Hasilnya biasanya
normal, kecuali pada penyakit yang sudah sangat parah.

2.1.6 Penatalaksanaan Medis

6
Penatalaksanaan medis lebih bersifat mengatasi etiologi dan perawat
perlu menyesuaikan dengan standar pengobatan sesuai tempat bekerja yang
berguna sebagai bahan kolaborasi dengan tim medis. Apabila anak positif
menerita meningitis bacterial maka anak-anak ditempatkan pada ruang isolasi
(Pencegahan Transmisi Droplet) dan ini dilakukan kurang lebih 24 jam setelah
antibiotik diberikan. Inisisasi langsung dan pemasangan IV yang tidak
mengaggu antibiotik secara esensial pada kasus meningitis bakteri; sebuah
penolakan dapat berakibat fatal. Perawatan ini dimulai sebelum organisme
kausatif yang diidentifikasi karena budaya yang mungkin membutuhkan
waktu sekitar 3 hari. Pemilihan antibiotik didasarkan pada usia anak, infeksi
patogen dan keadaan CSF. Jika IV sulit dipasang maka dosis pertama harus
diberikan secara IM.
Penatalaksanaan mengingitis bacterial pada bayi diberikan ampisilin
dan aminoglikosida atau generasi ketiga sefalosporin. Ini sangat penting untuk
memonitor level antibiotic untuk mencegah ototiksik dan nefrotoksik dari
aminoglikosida. Pada remaja dan orang dewasa, mengobatan yang dipilih
adalah pemberian ampisilin (ampisilin G, generasi ketiga sefalosporin). Ketika
tes culture menunjukkan hasil yang positif, pengobatan segera diberikan.
Anga kejadian dan kematian berhubungan dengan bakteri meningitis yang
dapat menurun dengan pemberian dexamitasone.
Pemberian antibiotik yang mampu melewati barier darah otak ke ruang
subarakhnoid dalam konsentrasi yang cukup untuk menghentikan
perkembangbiakan bakteri. Biasanya menggunakan sefaloposforin generasi
keempat atau sesuai dengan hasil uji resistensi antibiotik agar pemberian
antimikroba lebih efektif digunakan.
Obat anti- infeksi (meningitis tuberkulosa) :
1. Isoniazid 10-20 mg/kgBB/24 jam, oral, 2 x sehari maksimal 500 mg
selama 1 ½ tahun.
2. Rifampisin 10-15 mg/kgBB/24 jam, oral, 1 x sehari selama 1 tahun.
3. Streptomisin sulfat 20-40 mg/kgBB/24 jam, IM, 1-2 x sehari selama 3
bulan.
Obat anti-infeksi (meningitis bacterial) :

7
1. Sefalosporin generasi ketiga
2. Amfisilin 150-200 mg (400mg)/kgBB/ 24 jam, IV, 4-6 x sehari
3. Kloramfenikol 50 mg/kgBB/24 jam, IV, 4 x sehari
Pengobatan simtomatis :
1. Antikonvulsi, Diazepam IV; 0,2-0,5 mg/kgBB/dosis, atau rectal:
0,4-0,6 mg/kgBB, atau Fenitoin 5 mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari atau
Fenobarbital 5-7 mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari.
2. Antipiretik : parasetamol/ asam salisilat 10 mg/kgBB/dosis.
3. Antiedema serebri : Diuretik osmotic (seperti manitol) dapat
digunakan untuk mengobati edema serebri.
4. Pemenuhan oksigenasi dengan O2
5. Pemenuhan hidrasi atau pencegahan syok hipovolemik: pemberian
tambahan volume cairan intravena.

2.1.7 Komplikasi
Gejala yang paling banyak muncul pada meningitis adalah penurunan
pendengaran, penurunan intelektual, kejang, penurunan penglihatan, dan
masalah perilaku. Komplikasi lain yang dapat mucul adalah disfungsi saraf
cranial, abses otak, dan SIADH. Meningoccemia yang disebabkan Neisseria
meningitides menunjukkan tanda-tanda ptekie dan purpura dapat
menyebabkan insufisiensi adrenal, pendarahan andrenal bilateral dan syok
septik. Komplikasi akut meningitis adalah kejang, pembentukan abses,
hidrosefalus, sekresi hormon antidiuretik yang tidak sesuai, dan syok septik.

2.1.8 Pencegahan
Pengobatan meningitis virus dapat dilakukan secara simptomatik dan
suportif ditambah dengan perawatan pemulihan. Untuk itu direkombinasikan
untuk mendapat vaksinasi seperti:
a. Kemoprofilaksis (rimpafisin atau siprofloksasin) diindikasikan untuk
orang yang serumah dengan pasien meningitis meningokokal.
b. Imunisasi untuk pencegahan infeksi Haemophillus influenza
(menggunakan vaksin Haemophillus influenza tipe b)

8
direkomendasikan untuk diberikan secara rutin pada anak berusia 2, 3,
dan 4 bulan, dan telah mengurangi insidensi meningitis yang
disebabkan oleh organisme ini.
2.1.9 Prognosis
Meningitis menyerang rata-rata pada anak 1 bulan hingga 5 tahun, tapi
dapat terjadi pula pada berbagai usia. Tingkat frekuensi pada jenis kelamin
laki-laki lebih besar daripada perempuan. , dan insiden ini lebih tinggi terjadi
pada anak-anak Afrika daripada anak-anak Amerika yang berkulit putih.
Insiden yang disebabkan oleh virus Hemophilus influenzae type B lebih cepat
tertangani semenjak pemerintah menggalakkan imunisasi.

9
2.1.10 WOC

Bakteri Virus

Masuk Melalui Aliran Darah dan CSF

Radang pada Meningen

MENINGITIS

Blood Breathing Brain Bowel Bladder Bone

Trombus, Aliran darah cerebral Kerusakan neurologis Penyebaran virus


dalam darah
Perubahan aliran darah CO2 meningkat Permeabilitas Penurunan curah
vascular jantung ke ginjal Menyebar ke
Penurunan kesadaran pada serebri seluruh tubuh
Kerusakan permukaan
endotel pembuluh Penurunan
Transudasi Penurunan
Penumpukan sekret perfusi jaringan
cairan
kekuatan otot
Perubahan komposisi
pembuluh darah MK: Bersihan jalan MK :
Peningkatan
napas tidak efektif CSF Abnormalitas Kaku sendi
sekresi ADH
Eksundat purulan menyebar ke dasar
otak dan medulla spinalis TIK meningkat (N: MK : Gangguan
cserebri
0-15mmHg) mobilitas fisik
Aktivitas makrofag
dan virus MK : Defisit
Kejang MK: MK:
Nyeri Penurunan perawatan diri
Pelepasan zat pirogen MK: Risiko kapasitas
endogen cidera Mual dan adaptif MK : koping
muntah intrakaranial individu tidak
Merangsang kerja efektif
berlebihan dari PG EO
di hipotalamus Penurunan
MK: Diare nafsu makan

Instabil termogulasi
MK:
Ketidakseimbangan
Suhu tubuh sistemik
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
MK: Hipertemia 10
2.2 Ensefalitis
2.2.1 Definisi
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai sistem saraf pusat (SSP) yang
disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang nonpurulen dan
mengakibatkan perubahan fungsi berbagai bagian otak dan medulla spinalis.
Ensefalitis dapat disebabkan oleh berbagai jenis organisme, antara lain
bakteri, spiroketa, fungi, protozoa, helmintes, dan virus. Ensefalitis juga dapat
terjadi pascainfeksi campak, influenza, varicella, dan pascavaksinasi pertusis.
Penyebab tersering disebabkan oleh virus.

2.2.2 Etiologi
Ensefalitis dapat terjadi karena invasi virus secara langsung ke SSP,
atau serangan pasca-infeksi ke SSP setelah menderita penyakit yang
disebabkan virus. Biasanya organisme virus; herpes simpleks tipe 1 adalah
penyebab paling umum selama periode neonatal; enterovirus sering
diidentifikasi sebagai agen penyebab; agen non virus termasuk bakteri, parasit,
jamur, dan riketsia. Proses infeksi biasanya dimulai di tempat lain dalam
tubuh. Prognosis tergantung pada tingkat keterlibatan SSP; gejala sisa
neurologis permanen bisa terjadi.
Mayoritas kasus yang etiologinya diketahui memiliki hubungan
dengan penyakit virus pada masa kanak-kanak. Kebanyakan infeksi virus lain
adalah infeksi virus yang melibatkan vektor artropoda dan virus yang
menyebabkan demam hemoragik. Reservoir vektor yang sebagian besar agens
patogen untuk manusia dan terdeteksi di Amerika Serikat adalah nyamuk dan
kutu. Oleh karena itu, sebagian besar kasus ensefalitis di Amerika terjadi pada
musim panas. Virus herpes simpleks merupakan penyebab yang sering
dijumpai pada ensefalitis, 30% kasus infeksi ini menyerang anak-anak.

2.2.3 Patofisiologi
Virus masuk tubuh klien melalui kulit, saluran napas dan saluran
cerna, setelah masuk ke dalam tubuh, virus akan menyebar ke seluruh tubuh
dengan secara lokal yaitu aliran virus terbatas menginfeksi selaput lendir

11
permukaan atau organ tertentu, penyebaran hematogen primer dengan virus
masuk ke dalam darah, kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di
organ tersebut dan menyebar melalui saraf dengan cara virus berkembang biak
di permukaan selaput lendir dan menyebar melalui sistem persarafan.
Setelah terjadi penyebaran ke otak, timbul manifestasi klinis
ensefalitis. Masa prodromal berlangsung selama 1-4 hariditandai dengan
demam, sakit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorok, malaise, nyeri
ekstremitas dan pucat, Suhu badan meningkat, fotopobia, sakit kepala, muntah
letargi, kadang disertai kaku kuduk jika infeksi mengenai meningen.

2.2.4 Manifestasi Klinis


Gejala dan tanda pasien ensefalitis mengalami nyeri kepala, demam,
penurunan tingkat kesadaran dalam beberapa jam atau hari. Dapat terjadi
kejang dan tanda neurologis fokal yang mungkin menunjukkan disfungsi
hemisfer serebri atau batang otak. Tanda-tanda hemisferik meningkatkan
kecurigaan ensefalitis herpes simpleks.

2.2.5 Pemeriksaan Diagnostik


a. CT scan dan MRI otak dapat menyingkirkan kemungkinan lesi massa
dan menunjukkan edema otak.
b. Biopsi otak, yang biasanya dilakukan pada lobus temporalis untk
menegakkan diagnosis ensefalitis.
c. Pemeriksaan cairan serebrospinal karena terjadi peningkatan tekanan
cairan serebrospinal pada pasien, biasanya disertai limfositosis,
peningkatan protein, dan kadar glukosa yang normal. Arbovirus jarang
terdeteksi di dalam darah atau cairan spinal, tetapi virus herpes,
parotitis, campak, dan enterovirus dapat ditemukan dalam cairan
serebrospinal.
d. Diagnosis serologik dapat diperoleh dengan bantuan berbagai uji
antibodi. Untuk menegakkan diagnosa ensefalitis ini, titer antibodi
virus hanya membantu secara retrospektif. Diagnosis dini dapat
dibantu dengan immunoassay antigen virus dan PCR untuk amplifikasi

12
DNA virus. Pemeriksaan pertama harus segera dilakukan setelah
awitan penyakit, dan pengujian kedua dilakukan 2 atau 3 minggu
kemudian. Pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi DNA virus
dalam CSS dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis ensefalitis.
e. EEG menunjukkan kelainan dengan bukti disfungsi otak difus.
Gambaran EEG yang khas pada ensefalitis herpes simpleks, adalah
kompleks periodik yang dapat terjadi pada regio temporalis.

2.2.6 Penatalaksanaan Medis


Pasien-pasien yang diduga menderita ensefalitis harus segera dirawat
di rumah sakit untuk memperoleh pengamatan pengobatan lebih lanjut dan
asuhan keperawatan yang terampil. Tetapi terutama bersifat penunjang
meliputi asuhan keperawatan yang cermat, pengendalian manifestasi yang
serebral, terap nutrisi dan hidrasi yang adekuat, dengan pengamatan
pengobatan dan penatalaksanaan seperti untuk gangguan lain yang melibatkan
cedera serebral. Perawatan tindak lanjut dengan re-evaluasi periodik dan
rehabilitasi merupakan persyaratan penting bagi para pasien yang bertahan
hidup namun mengalami efek residu dari penyakit.
Untuk penatalaksanaan medis juga ada pemberian asiklovir (10 mg/kg
intravena setiap 8 jam selama 14 hari) telah mengubah penanganan ensefalitis
serta menurunkan mortalitas dan morbiditas. Kematian dan disabilitas serius
dapat tetap terjadi terutama jika diagnosis dan terapi tertunda. Jadi, asiklovir
harus diberikan sedini mungkin jika ada kecurigaan tanpa menunggu hasil
pemeriksaan cairan serebrospinal dan tanpa menunggu biopsi otak, yang
jarang diperlukan.
Tidak ada terapi spesifik untuk penyebab ensefalitis lainnya, kecuali
pemberian gansiklovir pada kecurigaan infeksi sitomegalovirus. Akan tetapi,
pasien tetap membutuhkan terapi suportif seperti antikonvulsan untuk kejang
dan deksametason atau manitol untuk edema serebri yang makin memburuk.

13
2.2.7 Prognosis
Prognosis bagi anak-anak yang menderita ensefalitis bergantung pada usia
anak, tipe organisme penyebab, dan kerusakan neurologik residual. Anak yang
masih kecil, berusia kurang ari 2 tahun dapat menunjukkan peningkatan
disabilitas neurologik antara lain kesulitan belajar dan gangguan kejang.

2.2.8 Perbedaan Ensephalitis dan Meningitis

Encephalitis Meningitis
Kesadaran ↓ Kesadaran relatif masih baik
Demam ↓ Demam ↑
Lokasi terinfeksi di jaringan otak Lokasi terinfeksi di selaput otak
Banyak disebabkan virus Banyak disebabkan bakteri

14
2.2.9 WOC

Virus Bakteri Jamur Riketsia

Masuk melalui kulit, saluran napas


dan saliran cerna
Menginfeksi selaput lendir permukaan da saraf

Peradangan di otak

Ensefalitis

Bowel Brain Breathing Bladder Blood Bone

Mual & Muntah Kerusakan neurologis Perubahan Penyebran


aliran darah virue dalam
darah
Pemenuhan Penurunan CO2 Penurunan
nutrisi < permeabilitas meningkat curah Perubahan Menyebar ke
kebutuhan vascular pada jantung ke komposisi seluruh tubuh
serebri ginjal darah
Penurunan
Anorexia
kesadaran Penurunan
Transudasi Penurunan
esadaran Penyebaran kekuatan otot
Kejang cairan perfusi
jaringan eksudat
Penumpukan
purulan Kaku sendi
Peningkatan sekret
MK : Resiko
CSF MK : vol.
kejang Aktivitas
Haluaran MK:
berulang MK : makrofag &
Peningkatan TIK urin Gangguan
Bersihan virus mobilitas fisik
(0-15 mmHg) jalan nafas berkurang
tidak
efektif Pelepasan zat
MK : Nyeri pirogen
endogen

Merangsang
kerja
berlebihan dari
PG EO di
hipotalamus

15
Suhu tubuh Instabil
sistemik termoregulasi

MK : Hipertemia
2.3 Abses Otak
2.3.1 Definisi
Abses otak adalah suatu proses infeksi dengan pernanahan yang
terlokalisisr diantara jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam
variasi bakteri, fungus, dan protozoa. Abses otak ini bisa terjadi pada semua
umur, dimana pria terkena 2 kali lebih sering disbanding yang wanita.
Insidennya 1 per 100.000 penduduk (Gilrey J, 1992. Johnson R.T, 1997).

2.3.2 Stadium Abses


Dinamika perkembangan suatu abses otak dipelajari oleh Britt dan
Enzmann untuk pertama kali. Berdasar penelitian eksperimental klasik dan
studi klinisnya mereka mengidentifikasi empat stadium proses patologi abses
otak yaitu (14):
a. Stadium serebritis dini / Early cerebritis (1-3 hari)
a) Respon inflamasi perivaskuler mengelilingi pusat nekrotik pada hari ke
tiga
b) Terdapat edema pada substansia alba
c) Munculnya pusat nekrotik dan respon inflamasi lokal di sekeliling
pembuluh darah (mencapai puncak pada hari ke-3 dengan adanya
edema)
d) Pada saat ini lesi tidak dapat dibedakan dari jaringan otak sehat.
b. Stadium serebritis lanjut / Late cerebritis (4-9 hari)
a) Pusat nekrotik mencapai bentuk maksimum
b) Muncul fibroblas (membentuk kapsul dan menambah neovaskularisasi
perifer dari pusat nekrotik)
c) Terdapat respon reaktif astrosit di sekitar edema substansia alba
d) Pus membentuk pembesaran dari pusat nekrotik yang dikelilingi oleh
zona sel inflamasi dan makrofag.
e) Fibroblas membentuk jaringan retikulin yang perupakan prekursor dari
kapsul Kolagen
c. Stadium formasi kapsul dini / Early capsule formation (10-13 hari)
a) Penurunan bentuk pusat nekrotik

16
b) Terdapat fibroblas dengan deposisi retikulin pada bagian korteks
c) Di luar kapsul terdapat serebritis dan neovaskularisasi dengan
peningkatan astrosit reaktif.
d) Kapsul semakin menebal di sekitar pusat nekrotik.
e) Formasi kapsul tersebut membatasi penyebaran infeksi dan perusakan
parenkim otak. Formasi kapsul berkembang lebih lambat pada daerah
medial / ventrikel karena vaskularisasi yang lebih sedikit pada
substansia alba yang lebih dalam.
d. Stadium formasi kapsul lanjut / Late capsule formation (> 14 hari)
a) Kapsul menebal dengan reaktif kolagen pada minggu ketiga
b) Ditandai dengan 5 zona histologi :
1. Adanya pusat nekrotik
2. Zona perifer dari sel inflamasi dan fibroblast
3. Kapsul kolagen
4. Lapisan neovaskularisasi di luar kapsul dengan cerebritis sisa
(residual cerebritis)
5. Zona edema dan gliosis reaktif di luar kapsul.
Penemuan-penemuan ini mengalami rekonfirmasi oleh berbagai
studi eksperimental serta observasi klinis peneliti-peneliti lainnya.
Faktor-faktor yang berperan dalam kecepatan dan kematangan
pembentukan kapsul abses otak mencakup organisme penyebab,
asal infeksi (ekstensi langsung atau metastasis), mekanisme
pertahanan penderita, pemberian kortikosteroid, dan terapi
antibiotika.

2.3.3 Etiologi
Sebuah abses otak adalah kumpulan bahan infeksius di dalam
substansi otak itu sendiri. Hal ini terjadi dikarenakan beberapa penyebab,
seperti :
a. Akibat invasi langsung oleh otak karena trauma intrakranial atau operasi
b. Dikarenakan penyebaran infeksi dari situs terdekat seperti sinus, telinga,
dan gigi (infeksi sinus paranasal, otitis media, sepsis gigi)

17
c. Dengan penyebaran infeksi dari organ lain (abses paru, infeksi
endokarditis) juga dapat menjadi komplikasi yang terkait dengan beberapa
bentuk meningitis.
Abses otak adalah komplikasi yang dihadapi pada pasien yang sistem
kekebalan tubuh telah ditekan baik melalui terapi atau penyakit. Untuk
mencegah abses otak, otitis media, mastoiditis, sinusitis, infeksi gigi, dan
infeksi sistemik harus segera diobati.
Penyebab abses otak adalah bakteri piogenik yang menyebar ke otak
secara perkontnuitatum atau hematogen. Bakteri yang dapat diisolir dari abses
otak adalah:

a. Bakteri aerob= Staphyloccocus aureus, strepcoccus pneumoni, s.


viridans, haemophylus influenza, baccilus gram negative.
b. Bakteri anaerob= bacterioides fragilis, microaerophyliccocc, actinomyes
israelii, bacteroides Sp, fusobacterium.
Sebagian besar abses otak berasal langsung dari penyebaran infeksi telinga
tengah, sinusitis (paranasal, ethmoidalis, sphenoidalis dan maxxilaries).
a. Abses dapat timbul akibat penyebaran secara hematogen dari infeksi paru
sistemik (empyema, abses paru, bronkhiektasie, pneumonia), endikarditis
bacterial akut dan subakut dan pada penyakitjantung bawaan. Tetralogy
fallot ( abses multiple, lokasi pada subtansi putih dan abu dari jaringan
otak). Abses otak yang penyebarannya secaa hematigen, letak abses sesuai
dengan peredaran darahyang didistribusi oleh arteri serebri media terutama
lobus parietalis, atau cerebellum dan batang otak.
b. Abses dapat juga dijumpai pada penderita penyakit immunologic seperti
AIDS, penderita penyakit kronis yang mendapat kemoterapi/steroid yang
dapat menurunkan system kekebalan tubuh.
c. 20-37 % penyebab abses otak tidak diketahui.
d. Penyebab abses yang jarang dijumpai, osteomyelitis tengkorak, sellulitis,
erysipielas wajah, abses tonsil, pustule kulit, luka tembus pada tengkorak
kepala, infeksi gigi luka tembak dikepala, septicemia. Berdasarkan sumber
infeksi dapat ditentukan lokasi timbulnya abses dilobus otak.

18
e. Infeksi sinus paranasal dapat menyebar secara retrograd thrombophlebitis
melalui klep vena diploika menuju lobus frontalis atau temporal. Bentuk
absesnya biasanya tunggal, terletak superficial diotak, dekat dengan
sumber infeksinya.
f. Sinusitis frontal dapat menyebabkan abses dibagian anterior atau inferior
lobus frontalis.
g. Sinusitis sphenoidalis dapat menyebabkan abses pada lobus frontalis atau
temporalis.
h. Sinusitis maxxilaris dapat menyebabkan abses pada lobus temporalis.
i. Sinusitis ethmoidalis dapat menyebabkan abses pada lobus frontalis.
j. Infeksi pada telinga tengah dapat menyebar ke lobus temporalis.
k. Infeksi padamastoid dan kerusakan tengkorak kepala karena kelainan
bawaan seperti kerusakan tegmentum timpani atau kerusakan tuang
temporal oleh koleostoma dapat menyebar kedalam cerebellum.
l. Infeksi parasite (Schistosomiasis, Amoeba, Fungus (Actinomycosis,
Candida Albicans) dapat menimbulkan abses, tetapi hal ini sangat jarang
terjadi.

2.3.4 Patofisiologi
Proses dimulai dengan serebritis lokal dengan perlunakan, peradangan
dan hiperemi. Perubahan nekrotik dimulai di tengah diikuti pencairan dan
pembentukan nanah. Fibroblast dan gliosis yang melingkari serebritis
membentuk kapsul. Semula tidak rata, lama - kelamaan lebih tegas. Biasanya
jaringan di sekitarnya memperlihatkan tanda edema dan jaringan tersebut
dimasuki sel oleh lekosit polimorfonuklear dan sel plasma, tidak perlu
terdapat sel limfosit. Jaringan nekrosis tersebut membentuk kapsul. waktu
yang diperlukan membentuk jaringan nekrosis ini adalah antara 4-6 minggu.

2.3.5 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis abses otak akibat dari perubahan dalam dinamika
intrakranial (edema, pergeseran otak), infeksi, atau lokasi abses, sakit kepala,
biasanya lebih buruk di pagi hari, adalah gejala yang paling sering dirasakan

19
atau terjadi pada pasien. Tanda-tanda neurologis fokal (kelemahan
ekstremitas, visi menurun, kejang) dapat terjadi, tergantung pada lokasi abses.
Mungkin ada perubahan status mental pasien, sebagaimana tercermin dalam
lesu, bingung, marah, atau perilaku disorientasi. Demam mungkin atau
mungkin tidak hadir. Evaluasi diagnostik. pemeriksaan neurologis berulang
dan penilaian berkelanjutan dari pasien yang diperlukan untuk menentukan
secara akurat lokasi abses. CT sangat berharga dalam menunjukkan lokasi
abses, setelah evolusi dan resolusi lesi supuratif, dan menentukan waktu yang
optimal untuk intervensi bedah.
Kumpulan pus menyebabkan gambaran yang dapat dipresiksi yaitu
gambaran massa yang membesar di otak:
a. Peningkatan tekanan intracranial.
b. Tanda fokal (disfasia, hemiparesis)
c. Kejang-kejang (30-50%).
Demam sering terjadi tetapi tidak selalu. Progresivitas gejala dan
tanda, terutama dalam hitungan hari atau bahkan beberapa minggu, dapat
menyerupai gambaran neoplasma otak. Tanda-tanda lain yang muncul seperti:
a. Hampir seluruh penderita abses didapati keluhan sakit kepala (70-90%)
b. Muntah-muntah (25-50%)
c. Gejala-gejala pusing, vertigo, atksia ( pada penderita abses cerebelli).
d. Gangguan bicara (19,6%), hemionopsis (31%). Unilateral midriasis
(20,5%) yang merupakan indikasi terjadinya herniasi tentorial ( pada
penderita abses temporal)
e. Gejala fokal (61%) pada penderita abses supratentorial

20
2.3.6 WOC ABSES OTAK

Trauma, pembedahan Bakteri Komplikasi dari meningitis

Penurunan kekebalan Infeksi Abses otak

Breath Bowel Brain Bone Blood Bladder

Kesadaran menurun Peningkatan TIK Kekuatan otot  Perubahan


Penurunan
aliran darah
curah jantung
Ketidak- Tingkat kesadaran Kelemahan ke ginjal
Kemampuan
mampuan dan status mental ekstremitas Pembentukan
penurunan batuk
menelan mengalami transudate
perubahan dan eksudat Penurunan
Peningkatan Aktivitas perfusi
produksi sputum Intake nutrisi terganggu jaringan
inadekuat Koma Aktivitas
makrofag
Sesak napas MK: MK: volume
Gangguan & virus
MK: MK: Penurunan haluaran urin
kapasitas adaptif mobilitas fisik berkurang
Pemenuhan
Penggunaan nutrisi kurang intracranial
MK: Kecemasan Pelepasan
otot bantu napas dari kebutuhan
keluarga zat pirogen
endogen
MK: Bersihan
jalan napas
tidak efektif Merangsang kerja
berlebihan dari PG
EO di hipotalamus

Suhu tubuh Instabil


sistemik termoregulasi

MK:
Hipertermia

21
2.3.7 Pemeriksaan Diagnostik
a. Glasgow cima scale : untuk menentukan derajat kesadaran penderita
b. Rontgen foto kepala, sinus atau mastoid, thorax: ubtuk mencari sumber
infeksi
c. USG: untuk mendapatkan gambaran lateralisasi
d. Angiografi: untuk menentukan lokalisasi abses (34%)
e. Electro Enchepalo Graphy: menunjukkan adanya lateralisasi oleh
abses supratentorial
f. CT-Scan: untuk menunjukkan lokasi abses dengan tepat dan fase-fase
dari abses tersebut.
g. Lumbal fungsi tidak dianjurkan (tidak sesifik untuk abses otak), karena
dapat dengan cepat menunjukkan tanda-tanda herniasi otak.

2.3.8 Penatalaksanaan
a. Konservatif
Penanganan konservatif dilakukan pada abses otak stadiumserbritis,
abses kecil berdiameter ± 2-3 cm, berlokasi dibatang otak, abses
dengan lokasi sulit dan dalam:
a) Perawatan umum meliputi 5B (Blood, Brain, Breathing, bladder,
dan Bowel)
b) Kausal
b. Operatif
Dilakukan oleh ahli bedah saraf dengan teknik eksisi, aspirasi atau
drainase.
c. Abses otak diobati dengan terapi antimikroba dan irisan pembedahan
aspirasi
d. Pengobatan antimikroba diberikan untuk menghilangkan organisme
penyebab atau menurunkan perkembangan virus
e. Dosis besar melalui iv biasnya ditentukan praoperatif untuk menembus
jaringan otak dan abses ota. Terapi diteruskan pada pascaoperasi

22
f. Kortikosteroid dapat diberikan utuk menolong menurunkan peradngan
edema serebri jika klien memperlihatkan adanya peningkatn deficit
neurologis
g. Obat-obat antikonvulsan (fenitoin, fenobarbital) dapat diberikan
sebagai profilaksis mencegah terjadinya kejang. Abese luas dapat
diobati dengan terapi antimikroba yang tepat, dengan pemantauan
ketat melalui pengamatan CT scan.

2.3.10 Komplikasi
a. Robeknya kapsul abses kedalam ventrikel atau ke ruangan
subarakhnoidal
b. Penyumbatan cairan serebrospinal → hidrosefalus
c. Edema otak
d. Herniasi tentorial

2.3.11 Prognosis
Mortalitas lebih tinggi pada penderita yang menunjukkan perjalanan
penyakit yang cepat. Penderita mempunyai gejala lebih dari 2 minggu dan
memperlihatkan abses berkapsul mempunyai prognosis yang lebih baik.
Keadaan umum penderita juga menentukan prognosis. Penderita dalam
keadaan koma preoperatif mempunyai prognosis yang buruk. Penderita
dengan gangguan kekebalan mempunyai prognosis buruk. Keterlambatan
operasi dapat pula menyebabkan kematian. Kematian disebabkan oleh karena
ruptur abses ke dalam ventrikel atau ruang subaraknoid, herniasi atau sepsis.
Kejang dapat terjadi selama atau setelah pembentukan abses. Paska operasi
terdapat serangan kejang pada 30-50% penderita. Bila kejang telah terjadi
sebelum dilakukan operasi umumnya selalu terjadi kejang paska operasi.
Kejang dapat terjadi setelah 4 tahun pengobatan. Penderita mengalami kejang
paska operasi, 50% berupa kejang umum dan 30% menunjukkan epilepsi
parsial kompleks atau epilepsi fokal

23
2.4 Tumbuh Kembang Anak dengan Infeksi Sistem Saraf
Tumbuh kembang yang biasa terjadi akan berbeda pada setiap jangka
perkembangan manusia.
1. Pada neonatus :
a. Seringnya gejala meningitis timbul tidak spesifik dan seperti tidak
tampak.
b. Diawali dengan demam yang disertai dengan tingkat menyusu yang
tidak terlalu tinggi, muntah, diare, kelemahan otot, tangisan lemah,
apnea, kejang, sepsis, disseminated intravaskular koagulasi, tekanan
darah yang tinggi, dan letargi.
c. Sering menangis, terutama pada saat diangkat atau diayun-ayun. Hal
ini menunjukkan peningkatan intrakranial yang disertai penonjolan
tengkorak kepala (ubun-ubun). Tangisannya terdengar melengking
mengalami pula bulging anterior, dan letargi.
2. Pada Toodler dan Prasekolah:
a. Perkembangan penyakit infeksi dari bayi hingga massa toodler
menyebabkan kelemahan-kelemahan pada otot organ gerak (tangan
dan tungkai), sehingga menyebabkan keterlambatan motorik.
b. Terjadinya penurunan penglihatan dan pendengaran sehingga
menyebabkan keterlambatan sensori, seperti mendengar, melihat,
berbicara, dan penurunan penangkapan stimulus lainnya.
3. Pada Anak Usia Sekolah :
a. Gejala yang sudah terjadi pada massa toodler dan prasekolah bisa saja
tidak tampak ataupun masih dapat terjadi pada massa sekolah.
b. Biasanya gangguan yang terbawa hingga massa sekolah adalah
keterlambatan perkembangan yaitu retardasi mental.
c. Autisme, sindrom down, dan penyakit mental dapat diidentifikasi.
4. Pada Remaja :
a. Perkembangan sistem motorik dan sensori tidak sempurna sehingga
penggunaan fungsi anggota gerak dan sistem lainnya tidak maksimal.
b. Vertigo dapat teridentifikasi, biasanya disertai dengan kejang,
kesadaran menurun, hingga koma.

24
c. Kelumpuhan dapat terjadi.
5. Pada Dewasa :
a. Biasanya pada tingkat perkembangan dewasa akan merasakan sakit
kepala yang sangat berat, fotophobia, kekakuan sendi, demam, letargi,
irritabiliti, muntah, diare, dan agitasi. Nyeri otot pada sendi serta
purpura juga merupakan tanda dari adanya infeksi pada sistem otak.

25
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Infeksi Sistem Otak


3.1.1 Pengkajian
1. Identitas klien.
Identitas meliputi nama, jenis kelamin, agama, suku bangsa, alamat.
Usia anak rentan terkena meningitis pnemokokus adalah usia 6 bulan
hingga 4,5 tahun. Karena usia tersebut paling rentan terkena bakteri
pnemonia (berhrman, kleigman, & arvin, 2000)
2. Keluhan Utama
Hal yang biasanya menjadi alasan pasien meminta pertolongan
kesehatan adalah kejang, penurunan kesadaran, demam, dan sakit
kepala.
3. Riwayat kesehatan yang lalu
Pengkajian pada anak mungkin didapatkan riwayat menderita penyakit
yang disebabkan oleh virus, seperti virus influenza, infeksi bakteri,
cacing, dan riketsia.
4. Riwayat kesehatan sekarang
a. Aktivitas
Gejala : Perasaan tidak enak (malaise). anak menjadi lesu atau
terjadi kelemahan secara umum, nyeri ekstremitas, mudah marah,
demam (39-410C), nafsu makan menurun, muntah, nyeri kepala,
nyeri tenggorok, pucat, dan gelisah.
b. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi : endokarditis dan PJK.
Tanda : tekanan darah meningkat, nadi menurun, dan tekanan nadi
berat, taikardi, disritmia.
c. Eliminasi
Tanda : Inkontinensi dan atau retensi.

26
d. Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, sulit menelan. Tanda : anoreksia,
muntah, turgor kulit jelek dan membran mukosa kering.
e. Higiene
Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri.
f. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, parestesia, terasa kaku pada persarafan yang
terkena, kehilangan sensasi, hiperalgesia, kejang, diplopia,
fotofobia, ketulian dan halusinasi penciuman. Tanda : letargi
sampai kebingungan berat hingga koma, delusi dan halusinasi,
kehilangan memori, afasia, anisokor, kejang umum/lokal,
hemiparese, tanda brudzinki positif dan atau kernig positif,
rigiditas nukal, babinski positif,reflek abdominal menurun dan
reflek kremastetik hilang pada laki-laki.
g. Nyeri/keamanan
Gejala : sakit kepala(berdenyut hebat, frontal). Tanda : gelisah,
menangis.
h. Pernafasan
Gejala : riwayat infeksi sinus atau paru. Tanda : peningkatan kerja
pernafasan.

3.1.2 Diagnosa Keperawatan


1. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial berhubungan dengan
peningkatan kontinu TIK
2. Nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK
3. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh
4. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
secret akibat penurunan kesadaran.
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan nafsu makan.
6. Risiko cedera berhubungan dengan kejang
7. Diare berhubungan dengan malabsorbsi

27
8. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot,
kekakuan sendi
9. Kecemasan orangtua berhubungan dengan status kesehatan anak
10. Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan abnormalitas sekresi
ADH
11. Volume urin berkurang berhubungan dengan penurunan perfusi jaringan

3.1.3 Intervensi Keperawatan


1. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial berhubungan dengan peningkatan
kontinu TIK
Kriteria Hasil & NOC NIC
a) Fungsi kesadaran neurologi : a) Memposisikan pasien semifowler
compos mentis b) Memberikan lingkungan yang
b) Tekanan intra kranial terkontrol nyaman dan menurunkan stimulus
dan tanda peningkatan tekanan c) Anjurkan pasien untuk beristirahat
berkurang dan tidur
c) Pola nafas normal d) Anjurkan keluarga untuk selalu
d) Tanda-tanda vital normal berkomunikasi dengan pasien
e) Nyeri kepala berkurang e) Memberikan diuretic osmotic
f) Pola tidur klien teratur f) Memonitor peningkatan TIK
g) Memonitor ukuran pupil dan
kesimetrisannya terhadap cahaya
h) Kaji level kesadaran
i) Kaji tanda-tanda vital
j) Meminimalkan aktivitas yang
dapat meningkatkan TIK
2. Nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK
Kriteria Hasil & NOC NIC
a) Nyeri terkontrol dan berkurang a) Kaji tingkat keparahan dan durasi
b) Kecemasan menurun nyeri
c) Tingkat nyeri menurun b) Kaji tingkat ketidaknyamanan
d) Penggunaan obat analgesic pasien selama nyeri

28
menurun c) Anjurkan pemberian obat analgesic
e) Tanda-tanda vital normal d) Kaji tingkat pengetahuan pasien
dalam mengatasi nyeri
e) Kaji tingkat kenyamanan pasien
dalam aktivitas sehari-hari
f) Ajarkan kepada keluarga pasien
dalam membantu menurunkan
nyeri pasien
g) Atur lingkungan sekitar pasien
sehingga membuat pasien nyaman
seperti suhu, cahaya dan suara
h) Hindarkan pasien dari sesuatu yang
dapat meningkatkan nyeri pasien
seperti ketahutan dan kecemasan
i) Ajarkan teknik relaksasi untuk
menurunkan rasa nyeri
j) Kolaborasikan teknik manajemen
nyeri dengan petugas medis
lainnya
k) Anjurkan pasien untuk beristirahat
atau tidur untuk mengurangi rasa
nyeri
3. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh
Kriteria Hasil & NOC NIC
a) termoregulasi (suhu tubuh) dalam Hyperthermia Treatment
rentang normal a) Pastikan kepatenan jalan napas
b) kulit kering dan membrane b) Pantau tanda-tanda vital
mukosa tidak ada c) Pindahkan pasien dari tempat yang
c) tanda-tanda vital normal bersuhu panas ke lingkungan
bersuhu lebih dingin
d) Gunakan metode pendinginan
eksternal (tempelkan plester dingin

29
di leher, dada, perut, dahi, ketiak,
dan baju serta selimut pendingin),
bila perlu
e) Tempatkan pasien di suhu lebih
sejuk untuk mencegah menggigil
f) Sediakan solusi rehidrasi oral
(missal: berikan minum).
g) Hentikan aktivitas pendinginan jika
suhu tubuh telah mencapai 39o C
h) Pantau adanya abnormalitas mental
status (missal: kebingungan, cemas,
hilang konsentrasi, gelisah, kejang)
4. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan secret
akibat penurunan kesadaran.
Kriteria Hasil & NOC NIC
a) Status respirasi: ventilasi normal Airway Management
b) Kepatenan jalan napas, secret a) Cek tanda-tanda vital pasien
tidak ada b) Posisikan pasien untuk
c) Tanda-tanda vital normal memaksimalkan potensi ventilasi
c) Lakukan fisioterapi dada, bila perlu
d) Keluarkan secret dengan batuk atau
suction
e) Ajarkan teknik napas dalam dan
batuk efektif
f) Auskultasi suara napas, area
penurunan ventilasi dan suara napas
abnormal
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan nafsu makan.
Kriteria Hasil & NOC NIC
a) Status nutrisi normal Nutrition Management
b) Intake makanan dan cairan a) Tetapkan status nutrisi pasien untuk

30
tercukupi menentukan kebutuhan nutrisinya
c) Nafsu makan meningkat b) Ajarkan pasien mengenai kebutuhan
nutrisi (missal: mendiskusikan
pedoman diet dan pyramid
makanan)
c) Dukung keluarga untuk membawa
makanan favorit pasien selama
berada di rumah sakit, jika
diperlukan.
Nutrition Therapy
a) Pantau makanan atau cairan yang
dapat dicerna dan hitung kebutuhan
kalori per hari, bila perlu
b) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan kebutuhan nutrisi
pasien
c) Sajikan makanan dengan menarik,
mulai dari tatanan yang bagus,
warna, tekstur dan jenisnya.
d) Berikan perawatan oral hygiene
sebelum makan
e) Kaji posisi nyaman pasien sebelum
makan
Nutrition Monitoring
a) Timbang BB pasien
b) Pantau kecenderungan kehilangan
BB
c) Pantau mual dan muntah
d) Tetapkan pola makan pasien (misal
makanan yang disukai dan tidak
disukai, interaksi orangtua dan anak
saat makan)

31
e) Tentukan factor yang
mempengaruhi intake nutrisi pasien
f) Review data lain yang berhubungan
dengan status nutrisi pasien
6. Risiko cedera berhubungan dengan kejang
Kriteria Hasil & NOC NIC
a) Control resiko Environmental Management
b) Seizure self-control a) Ciptakan lingkungan yang aman
untuk pasien
b) Identifikasi kebutuhan keamanan
pasien berdasarkan level fungsi fisik
dan kognitif serta riwayat tingkah
laku masa lalu.
c) Jauhkan benda-benda disekitar
pasien yang dapat membahayakan
pasien
d) Batasi pengunjung
Fall prevention
a) Identifikasi deficit kognitif dan fisik
pasien yang dapat meningkatkan
potensi jatuh
b) Ajarkan pasien bagaimana posisi
jatuh untuk meminimalkan cedera
yang terjadi
c) Edukasi anggota keluarga mengenai
resiko yang dapat mempengaruhi
jatuh dan bagaimana cara
mengurangi resiko tersebut.
Seizure Precaution
a) Pastikan pasien atau keluarga untuk
memantau pengobatan yang diambil
dan timbulnya kejang

32
b) Ajarkan pasien mengenai obat dan
efek sampingnya
c) Ajarkan keluarga pasien mengenai
pertolongan pertama saat terjadi
kejang
d) Jauhkan benda-benda di sekitar
yang dapat membahayakan diri
pasien
e) Pastikan restrain bed dalam posisi
yang tepat
7. Diare berhubungan dengan malabsorbsi
Kriteria Hasil & NOC NIC
a) Keseimbangan cairan elektrolit Diarrhea Management
dan asam basa terpenuhi a) Tentukan riwayat diare pasien
b) Fungsi gastrointestinal membaik b) Ambil sampel feses untuk kultur
c) Eliminasi normal dan sensitivitas bila diare
berlangsung terus menerus
c) Evaluasi profil pengobatan yang
memiliki efek samping terhadap
system gastrointestinal
d) Evaluasi catatan intake nutrisi
e) Ajarkan pasien untuk menghindari
makanan pedas dan makanan yang
dapat menghasilkan gas
f) Identifikasi factor yang dapat
mempengaruhi/menyebabkan diare
(missal: obat, bakteri,)
g) Pantau persiapan makanan yang
aman dan sehat
h) Ajarkan pasien dan keluarga untuk
menjaga kebersihan dan kesehatan
makanan sehari-hari

33
8. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot, kekakuan sendi
Kriteria Hasil & NOC NIC
a) Pasien dapat menjaga a) Tentukan aktivitas yang dapat
keseimbangan tubuh dilakukan pasien
b) Pasien mampu menggerakkan b) Kolaborasikan terapi dengan
anggota tubuh sendiri dengan petugas medis lainnya
mudah c) Kaji tingkat fungsi sensori
c) Pasien dapat berjalan, berlari, d) Kondisikan lingkungan yang aman
berguling dan melompat bagi pasien dalam beraktivitas
e) Anjurkan pasien untuk mengikuti
terapi latihan dalam menjaga
keseimbangan seperti berdiri
dengan satu kaki
f) Anjurkan pasien untuk latihan
berjalan
g) Anjurkan pada pasien untuk
menggunakan alat bantu penjaga
keseimbangan seperti tongkat,
bantal dan lain-lain
h) Anjurkan pasien untuk sering
duduk dan berdiri
i) Kaji tingkat keterbatasan gerak
sendi
j) Berikan penjelasan kepada pasien
dan keluarga mengenai latihan
yang akan diberikan
k) Kaji lokasi ketidaknyamanan sendi
selama beraktivitas
l) Hindarkan pasien dari trauma
selama latihan
m) Kaji posisi badan pasien saat
melakukan pergerakan sendi

34
n) Anjurkan untuk melakukan ROM
o) Anjurkan untuk menjaga aktivitas
untuk menghindari nyeri dan cidera
p) Berika penjelasan mengenai hasil
yang yang didapatkan selama
latihan kepada pasien dan keluarga
9. Kecemasan orangtua berhubungan dengan status kesehatan anak
Kriteria Hasil & NOC NIC
a) Kecemasan pada orang tua a) Kaji pengetahuan orang tua
berkurang mengenai kondisi penyakit
b) Jelaskan seluruh prosedur,
termasuk sensasi rasa yang akan
dialami selama prosedur tindakan
c) Menyediakan informasi yang benar
dan fakta mengenai diagnosis,
perawatan dan prognosis penyakit
d) Anjurkan untuk selalu berada disisi
pasien
e) Beri kesempatan pada keluarga
untuk mengungkapkan perasaanya
f) Gunakan komunikasi terapeutik
10. Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan abnormalitas sekresi ADH
Kriteria Hasil & NOC NIC
a) Menunjukkan keseimbangan Pengkajian:
cairan, integritas jaringan: kulit Kaji ulkus statis dan gejala selulitis
dan membrane mukosa dan Perawatan sirkulasi (NIC):
perfusi jaringan perifer yang a) Lakukan pengkajian komprehensif
dibuktikan oleh indicator sebagai terhadap sirkulasi perifer
berikut: (gangguan eksterm, b) Pantau tingkat ketidaknyamanan atau
berat, sedang, ringan, tidak ada nyeri saat melakukan latihan fisik
gangguan) c) Pantau status cairan termasuk asupan
b) pasien akan mendeskripsikan dan haluaran

35
rencana perawatan dirumah. Manajemen sensasi perifer (NIC):
c) ekstremitas bebas dari lesi. a) Pantau perbedaan ketajaman atau
ketumpulan, panas atau dingin
b) Pantau parestesia, kebas, kesemutan,
hiperestesia dan hipoestesia
c) Pantau tromboflebitis dan thrombosis
vena profunda
d) Pantau kesesuaian alat penyangga,
prosthesis, sepatu dan pakaian
Penyuluhan untuk pasien dan keluarga:
a) Ajarkan pasien dan keluarga tentang:
b) Menghindari suhu yang eksterm pada
ekstremitas
c) Pentingnya mematuhi program diet
dan program pengobatan
d) Tanda dan gejala yang dapat
dilaporkan pada dokter
Perawatan sirkulasi (NIC):
a) ajarkan pasien untuk melakukan
perawatan kaki yang tepat
b) Pentingnya pencegahan statis vena
Manajemen sensasi perifer (NIC):
a) Anjurkan pasien atau keluarga untuk
memantau posisi bagian tubuh saat
pasien mandi, duduk, berbaring atau
mengubah posisi
b) Ajarkan pasien atau keluarga untuk
memeriksa kulit setiap hari untuk
mengetahui perubahan integritas
kulit
Aktivitas kolaboratif:
a) Beri obat nyeri, beritahu dokter jika

36
neri tidak kunjung reda
b) Perawatan sirkulasi (NIC): beri obat
antitrombosit atau antikoagulan, jika
perlu
Aktivitas lain:
a) Hindari trauma kimia, mekanik, atau
panas yang melibatkan ekstremitas
b) Kurangi rokok dan penggunaan
stimulan
Perawatan sirkulasi: insufisiensi
arteri (NIC):
a) letakkan ekstremitas pada posisi
menggantung, jika perlu
Perawatan sirkulasi: insufisiensi vena
(NIC):
a) Lakukan modaitas terapi kompresi,
jika perlu
b) Evaluasi ekstremitas yang terkena 20
derajat atau lebih diatas jantung jika
perlu
c) Dorong latihan rentang pergrakan
sendi aktif dan pasif, terutama pada
ekstremitas bawah, saat tirah baring
Penatalaksanaan sensasi perifer
(NIC):
a) Hindari atau pantau penggunaan alat
yang panas atau dingin
b) Letakkan ayunan diatas bagian tubuh
yang terkena dan tidak menyentuh
linen tempat tidur
c) Diskusikan dan identifikasi penyebab
sensasi tidak normal atau perubahan

37
sensasi
11. Volume haluaran urin berkurang
Kriteria Hasil & NOC NIC
kriteria hasil: Urinary Retention Care
1. Kandung kemih kosong a) Monitor intake dan output
secarapenuh b) Monitor penggunaan obat
2. Tidak ada residu urine >100- antikolinergik
200 cc c) Monitor derajat distensi bladder
3. Intake cairan dalam rentang d) Instruksikan pada pasien dan
normal keluarga untuk mencatat output urine
4. Bebas dari ISK e) Sediakan privacy untuk eliminasi
5. Tidak ada spasme bladder f) Stimulasi reflek bladder dengan
6. Balance cairan seimbang kompres dingin pada abdomen.
g) Kateterisaai jika perlu
NOC: h) Monitor tanda dan gejala ISK (panas,
1. Urinary elimination hematuria, perubahan bau dan
2. Urinary Contiunence konsistensi)
3. Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x24 jam
retensi urin pasien teratasi
12. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan keterlambatan sensori
akibat kerusakan sistem saraf pusat infeksi meningitis ditandai dengan
kesulitan berbicara, kesulitan mengekspresikan tubuh dan wajah serta
disorientasi orang, tempat dan waktu
KriteriaHasil& NOC NIC

a) Dapat mengekspresikan pesan a) Kaji kecepatan, penekanan jumlah


verbal volume dari kata yang diucapkan
b) Dapat berbicara dengan baik b) Kaji tingkat kognitif pasien, seperti
dengan menggunakan bahasa memori, pendengaran dan bahasa
yang jelas c) Kaji tingkat emosi pasien
d) Sediakan metode alternatif dalam

38
berkomunikasi
e) Batasi pengunjung untuk
meminimalkan kegaduhan dan
mengurangi stres
f) Ajarkan pasien untuk berbicara
secara perlahan
g) Kolaborasikan dengan keluarga dan
terapis untuk perencanaan
komunikasi yang efektif
13. Risiko ketidakseimbangan perkembangan berhubungan dengan faktor
risiko infeksi meningitis
KriteriaHasil& NOC NIC

a) Dapat respon terhadap suara, a) Kaji tingkat kognitif pasien


wajah b) Ajarkan pasien untuk berbicara dan
b) Dapat menulis, menyebutkan mendengar
satu sampai tiga kata c) Berikan stimulus untuk membantu
c) Dapat berjalan, berlari, meningkatkan fungsi otak dan
melompat perkembangan pasien baik dalam
d) Dapat berinteraksi dengan orang kondisi sadar atau tidak sadar.
dewasa dalam permainan Seperti, memberi lagu-lagu klasik,
e) Mendeskripsikan perasaan yang lagu agamis, dan objek lain yang
dirasakan dapat membantu.
d) Ajarkan pasien untuk menulis
dimulai dengan menuliskan
namanya sendiri
e) Ajarkan pasien untuk bermain
puzzle dan mengenalkan beberapa
bentuk
f) Ajarkan pasien untuk melakukan
aktivitas sehari-hari
g) Ajarkan pasien untuk

39
mengekspresikan menggunakan
gerakan setiap perkataanya
h) Latih pasien untuk bekerja secara
kelompok
i) Ajarkan pasien untuk berjalan dan
melompat
j) Berikan obat bila diperlukan

3.2 Asuhan Keperawatan Kasus Meningitis Pada Anak


Study case
Anak perempuan S usia 5 tahun sebelumnya di rumah klien sudah
seminggu menderita demam, flu dan batuk. klien mulai kejang pada tanggal
13 Februari 2010 jam 23.00 WIB (pada saat kejang mata melirik ke atas,
kejang pada seluruh badan, setelah kejang klien sadar dan menangis pada saat
kejang keluar buih lewat mulut) dan langsung dibawa ke IRD RSUD S.
Sebelumnya klien pernah MRS dengan diare pada saat berumur 1 bulan.
1. Pengkajian
a. Biodata Klien :
Identitas
Nama : An. S
Jenis kelamin : perempuan
Umur : 5 Th
b. Keluhan Utama : kejang
c. Riwayat Penyakit Sekarang :
Sebelumnya di rumah klien sudah seminggu menderita demam, flu dan
batuk. klien mulai kejang pada tanggal 13 Februari 2010 jam 23.00
(pada saat kejang mata melirik ke atas, kejang pada seluruh badan,
setelah kejang klien sadar dan menangis pada saat kejang keluar buih
lewat mulut) dan langsung dibawa ke IRD RSUD.
d. Riwayat Penyakit dahulu :
Sebelumnya klien pernah MRS dengan diare pada saat berumur 1
bulan.

40
e. Riwayat Penyakit Keluarga :
Ibu mengungkapkan bahwa saat klien menderita panas dan kejang
didalam keluarga tidak ada yang menderita sakit flu/ batuk.
f. Riwayat Kehamilan dan Persalinan :
Ibu mengungkapkan bahwa selama hamil ia rajin kontrol ke bidan
didekat rumahnya, ia mengatakan bahwa ia juga mengkonsumsi jamu
selama hamil. Menurut ibu, klien lahir kembar di rumah sakit dengan
berat badan lahir 1200 gram, tidak langsung menangis, menurut ibu air
ketubannya berwarna kehitaman dan kental.
g. Status Imunisasi :
Menurut ibu anaknya telah mendapatkan imunisasi BCG, polio I, DPT
I dan hepatitis
h. Status Nutrisi :
Ibu mengungkapkan An.S diberikan ASI mulai lahir sampai berumur 1
bulan, setelah dirawat di ruang anak ibu tidak meneteki dan diganti
dengan PASI Lactogen. Pada saat pengkajian BB 3700 gram, panjang
badan 56 cm, lingkar lengan atas 7 cm. Ibu mengungkapkan anak
tidak mual dan tidak pernah muntah.
i. Data Psikososial :
Ibu mengungkapkan bahwa ia menerima keadaan anaknya, dan
berharap agar anaknya bisa cepat sembuh dan pulang berkumpul
bersama dengan keluarga serta kakak klien. Ibu dan nenek klien selalu
menunggui klien dan hanya pada hari minggu ayah dan kakak klien
datang mengunjungi klien, karean harus bekerja dan sekolah
j. Pemeriksaan Fisik :
1. Keadaan Umum
Anak tampak tidur dengan menggunakan IV Cath pada tangan
kanan, kesadaran compomentis, nadi 140 x/mnt, suhu 385 OC,
pernafasan 40 x/mnt teratur.
2. Kepala dan leher
a) Kepala berbentuk simetris, rambut bersih, hitam dan
penyebarannya merata, ubun-ubun besar masih belum

41
menutup, teraba lunak dan cembung, tidak tegang. Lingkar
kepala 36 cm.
b) Reaksi cahaya +/+, mata nampak anemi, ikterus tidak ada, tidak
terdapat sub kunjungtival bleeding.
c) Telinga tidak ada serumen.
d) Hidung tidak terdapat pernafasan cuping hidung.
e) Mulut bersih, tidak terdapat moniliasis.
f) Leher tidak terdapat pembesaran kelenjar, tidak ada kaku
kuduk.
3. Dada dan Thoraks
Pergerakan dada simetris, Wheezing -/-, Ronchi -/-, tidak terdapat
retraksi otot bantu pernafasan. Pemeriksaan jantung, ictus cordis
terletak di midclavicula sinistra ICS 4-5, S1S2 tunggal tidak ada
bising/ murmur.
4. Abdomen
Bentuk supel, hasil perkusi tympani, tidak terdapat meteorismus,
bising usus+ normal 5 x/ mnt, hepar dan limpa tidak teraba.
Kandung kemih teraba kosong.
5. Ekstremitas
Tidak terdapat spina bifida pada ruas tulang belakang, tidak ada
kelainan dalam segi bentuk, uji kekuatan otot tidak dilakukan.
Klien mampu menggerakkan ekstrimitas sesuai dengan arah gerak
sendi. Ekstrimitas kanan sering terjadi spastik setiap 10 menit
selama 1 menit.
6. Reflek
Pada saat dikaji refleks menghisap klien +, refleks babinsky +
7. Pemeriksaan Penunjang
a) Kalium serum normal 3,5-5,5 mEq/L
b) Na Serum normal 135-145 mEq/L
c) Kalsium serum normal 8,0-10 mg/dl
d) Hemoglobine

42
2. Diagnosa Keperawatan
a) Gangguan kapasitas adaptif intrakranial sehubungan dengan
peningkatan tekanan intracranial
b) Resiko cidera
c) Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif
d) Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan keterbataaan informasi

3. Intervensi Keperawatan
Gangguan kapasitas adaptif intrakranial sehubungan dengan
peningkatan tekanan intracranial
Tujuan :
a) Pasien kembali pada, keadaan status neurologis sebelum sakit
b) Meningkatnya kesadaran pasien dan fungsi sensoris
Kriteria Hasil :
a) Tanda- tanda vital dalam batas normal
b) Kesadaran meningkat
c) Adanya peningkatan kognitif dan tidak ada atau hilangnya tanda- tanda
tekanan intrakranial yang meningkat
Intervensi Rasional

Pasien bed rest total Perubahan pada tekanan intakranial akan


dengan posisi tidur dapat meyebabkan resiko untuk terjadinya
terlentang tanpa bantal herniasi otak
Monitor tanda-tanda status Dapat mengurangi kerusakan otak lebih
neurologis dengan GCS lanjut
Monitor intake dan output Pada keadaan normal autoregulasi
mempertahankan keadaan tekanan darah
sistemik berubah secara fluktuasi. Kegagalan
autoreguler akan menyebabkan kerusakan
vaskuler cerebral yang dapat
dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik
dan diikuti oleh penurunan tekanan diastolik.

43
Sedangkan peningkatan suhu dapat
menggambarkan perjalanan infeksi.
Monitor tanda-tanda vital hipertermi dapat menyebabkan peningkatan
seperti TD, Nadi, Suhu, IWL dan meningkatkan resiko dehidrasi
Respirasi dan hati-hati terutama pada pasien yang tidak sadar,
pada hipertensi sistolik nausea yang menurunkan intake per oral
Bantu pasien untuk Aktifitas ini dapat meningkatkan tekanan
membatasi gerak atau intrakranial dan intraabdomen.
berbalik di tempat tidur Mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau
merubah posisi dapat melindungi diri dari
efek valsava
Berikan cairan perinfus Meminimalkan fluktuasi pada beban
dengan perhatian ketat. vaskuler dan tekanan intrakranial, vetriksi
cairan dan cairan dapat menurunkan edema
cerebral
Monitor AGD bila Adanya kemungkinan asidosis disertai
diperlukan pemberian dengan pelepasan oksigen pada tingkat sel
oksigen dapat menyebabkan terjadinya iskhemik
serebral
Berikan terapi sesuai advis Terapi yang diberikan dapat menurunkan
dokter seperti: Steroid, permeabilitas kapiler. Menurunkan edema
Aminofel, Antibiotika serebri

Resiko Cidera
Tujuan :
a) Pasien bebas dari injuri yang disebabkan oleh kejang dan penurunan
kesadaran
Kriteria Hasil :
a) Klien bebas dari resiko injuri
Intervensi Rasional
monitor kejang pada tangan, kaki, Gambaran tribalitas sistem saraf
mulut dan otot-otot muka lainnya pusat memerlukan evaluasi yang
44
sesuai dengan intervensi yang tepat
untuk mencegah terjadinya
komplikasi
Persiapkan lingkungan yang aman Melindungi pasien bila kejang
seperti batasan ranjang, papan terjadi
pengaman, dan alat suction selalu
berada dekat pasien
Pertahankan bedrest total selama Mengurangi resiko jatuh / terluka
fase akut jika vertigo, sincope, dan ataksia
terjadi
Berikan terapi sesuai advis dokter Untuk mencegah atau mengurangi
seperti; diazepam, phenobarbital, dll kejang. Catatan : Phenobarbital
dapat menyebabkan respiratorius
depresi dan sedasi

Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan


penumpukan secret akibat penurunan kesadaran.
Kriteria Hasil & NOC NIC
d) Status respirasi: ventilasi Airway Management
normal g) Cek tanda-tanda vital pasien
e) Kepatenan jalan napas, secret h) Posisikan pasien untuk
tidak ada memaksimalkan potensi
f) Tanda-tanda vital normal ventilasi
i) Lakukan fisioterapi dada, bila
perlu
j) Keluarkan secret dengan batuk
atau suction
k) Ajarkan teknik napas dalam dan
batuk efektif
l) Auskultasi suara napas, area
penurunan ventilasi dan suara
napas abnormal
45
Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan keterbataaan
informasi

Tujuan :

a) Pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit anaknya

Kriteria Hasil :

a) Keluarga tidak sering bertanya tentang penyakit anaknya.

b) Keluarga mampu diikutsertakan dalam proses keperawatan

c) keluarga mentaati setiap proses keperawatan

Intervensi Rasional

Kaji tingkat pengetahuan keluarga Mengetahui sejauh mana


pengetahuan yang dimiliki
keluarga dan kebenaran
informasi yang didapat
Beri penjelasan kepada keluarga sebab penjelasan tentang kondisi
dan akibat kejang yang dialami dapat membantu
menambah wawasan keluarga
Jelaskan setiap tindakan perawatan yang agar keluarga mengetahui
akan dilakukan tujuan setiap tindakan
perawatan
Berikan Health Education tentang cara sebagai upaya alih informasi
menolong anak kejang dan mencegah dan mendidik keluarga agar
kejang, antara lain : mandiri dalam mengatasi
a) Jangan panik saat kejang masalah kesehatan
b) Baringkan anak ditempat rata dan
lembut.
c) Kepala dimiringkan.
d) Pasang gagang sendok yang telah

46
dibungkus kain yang basah, lalu
dimasukkan ke mulut.
e) Setelah kejang berhenti dan pasien
sadar segera minumkan obat tunggu
sampai keadaan tenang.
f) Jika suhu tinggi saat kejang lakukan
kompres dingin dan beri banyak
minum
Berikan Health Education agar selalu mencegah peningkatan suhu
sedia obat penurun panas, bila anak panas lebih tinggi dan serangan
kejang ulang
Jika anak sembuh, jaga agar anak tidak sebagai upaya preventif
terkena penyakit infeksi dengan serangan ulang
menghindari orang atau teman yang
menderita penyakit menular sehingga
tidak mencetuskan kenaikan suhu
Beritahukan keluarga jika anak akan imunisasi pertusis
mendapatkan imunisasi agar memberikan reaksi panas
memberitahukan kepada petugas yang dapat menyebabkan
imunisasi bahwa anaknya pernah kejang demam
menderita kejang demam

4. Evaluasi
No. Tanggal SOAP
Diagnosa
Keperawatan
1. DS :
Ibu klien mengatakan bahwa tanda –tanda spastik
masih terjadi
DO :
a) Tangan dan kaki klien masih terlihat kaku dan
tegang

47
b) Keadaan umum klien masih lemah
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
2. DS : Ibu klien mengatakan tidak terjadi injuri pada
tubuh klien
DO :
a) Klien masih terjadi spastik
b) Lingkungan tempat tidur terlihat aman
c) Klien masih bedrest total ditempat tidur
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
3. DS : Ibu klien mengatakan anak tidak sesak dan lebih
tenang
DO : Ibu klien terlihat lebih tenang
A : Masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
4. DS : Ibu klien mengatakan sudah mengerti apa yang
sudah dijelaskan
DO : Ibu klien terlihat lebih tenang
A : Masalah teratasi
P : intervensi dihentikan

48
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Meningitis adalah suatu reksi keradangan yang mengenai satu atau
semua apisan selaput yang membungkus jaringan otak dan sumsum tulang
belakang, yang menimbulkan eksudasi berupa pus atau serosa. Disebabkan
oleh bakteri spesifik atau nonspesifik atau virus. Meningitis adalah radang
dari selaput otak (arachnoid dan piamater). Namun tidak hanya disebabkan
oleh bakteri dan virus, ada beberapa factor predisposisi yang juga cukup
berperan dalam terjadinya meningitis seperti fraktur tulang tengkorak,
infeksi,operasi otak atau sum-sum tulang belakang. Berdasarkan
penyebabnya, meningitis dibagi menjadi dua, yaitu meningitis purulenta
dan meningitis serosa.
Kasus meningitis harus ditangani secepatnya karena dianggap
sebagai kondisi medis darurat. Meningitis bisa menyebabkan septikema
dan ini bisa berujung pada kematian. Gejala yang biasanya di tampakkan
oleh penderita Meningitis adalah sakit kepala, demam, sakit otot-otot, dan
lain-lain. Untuk mencegah agar tidak terjangkit penyakit meningitis yaitu
dengan mencuci tangan, berlatih hidup higienis, pola hidup sehat, menutup
mulut saat bersin atau batuk, jika sedang hamil berhati-hatilah dalam
memilih makanan. Banyak kasus meningitis virus dan bakteri bisa dicegah
dengan berbagai macam vaksin.
Ensefalitis adalah peradangan pada jaringan otak yang disebabkan
oleh berbagai macam organisme. Penyebab Ensefalitis yang terpenting dan
tersering adalah virus. Infeksi terjadi karena virus langsung menyerang
otak. Ensefalitis diklasifikasikan menjadi ensefalitis supurativa, ensefalitis
siphylis, ensefalitis virus. ensefalitis karena parasit : malaria serebral,
toxoplasmosis, amebiasis dan sistiserkosis, ensefalitis karena fungus, dan
riketsiosis serebri.
Penatalaksaan pada masalah ini dilakukan sesuai dengan penyebab
terjadinya ensefalitis tersebut, antara lain seperti : pemberian antibiotik,
antifungi, antiparasit, antivirus dan pengobatan simptomatis berupa
pemberian analgetik antipiretik serta antikonvulsi.
Abses otak (AO) adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir
pada jaringan otak. Kasus ini bisa terjadi pada anak dan dewasa. Infeksi
yang terjadi diakibatkan oleh jamur, bakteri, parasit dan komplikasi lain,
misalnya otitis media dan mastoiditis. Pada pasien yang mengalami abses
otak akan rentan terhadap komplikasi-komplikasi yang sangat berbahaya
bagi penderitanya, misalnya: gangguan mental, paralisis, kejang, defisit
neurologis fokal, hidrosephalus serta herniasi. Kasus ini dapat
menyebabkan masalah keperawatan, seperti: perubahan perfusi jaringan
serebral, resiko injuri, kerusakan mobilitas fisik, hipertermia,
ketidakseimbangan cairan, nutrisi kurang dari kebutuhan serta nyeri.

49
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., & Dochterman, J. M. (2013). Nursing


Interventions Classification (NIC) Sixth Edition. Missouri: Elsevier
Mosby.
Hogan, M. A., White, J. E., Falkenstein, K., & Brangato, V. (2007). Review and
Rationales. Child Health Nursing Second Edition. New Jersey: Pearson
Education Inc.
James, S. R., & Ashwill, J. W. (2007). Nursing Care of Children: Principles and
Practice Third Edition. Missouri: Saunders Elsevier.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing
Outcomes Classification (NOC): Measurement of Health Outcomes.
Missouri: Elsevier Mosby.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (1992). Brunner and Suddarth's Textbook of
Medical Surgical Nursing Seventh Edition. Philadelphia: J. B. Lippincott
Company.
Wiliiams, L. S., & Hopper, P. D. (2011). Understanding Medical Surgical
Nursing Fourth Edition. Philadelphia: F. A. Davis Company.

50

Anda mungkin juga menyukai