Oleh:
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN INI TELAH DISAHKAN PADA
TANGGAL ................................. 2019
MAHASISWA
MENGETAHUI,
PEMBIMBING KLINIK PEMBIMBING AKADEMI
....................................................... .......................................................
NIP. .............................................. NIP. ..............................................
KONSEP PENYAKIT
A. Definisi
Appenditits merupakan keadaan inflamasi dan obstruksi pada vermiforis. Sehingga
merupakan penyakit yang paling sering memerlukan pembedahan kedaruratan. Apabila
tidak ditangani dengan segera maka akan berakibat fatal ( Kowalak, 2011).
Apendisitis merupakan suatu inflamasi apendiks vermiformis, lantaran struktur yg
terpuntir, appendiks merupakan suatu tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul &
melakukan multiplikasi (Corwin 2009)
B. Etiologi
Menurut Smeltzer (2010), apendisitis belum diketahui penyebab yg pasti atau
spesifik tetapi ada faktor prediposisi yakni:
1. Faktor yg sering muncul ialah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini dapat
terjadi lantaran :
2. Infeksi kuman dari colon yg paling sering ialah pada E. Coli dan Streptococcus
3. Kasus apendiksitis lebih banyak pada Laki-laki dibanding wanita. Biasanya
sering terjadi pada umur 15-30 tahun (remaja dewasa). Ini karena adanya
peningkatan jaringan limpoid pada periode masa tersebut.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat
sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan
apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan
akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut
infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau
menghilang. Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apediks lebih
panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan
tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang
tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.
(Kowalak 2012).
2. Pathway
Apendiks
Mukosa Terbendung
Apendiks Teregang
Tekanan Intraluminal
Apendiks
perforasi
CEMAS pembedahan
Luka insisi
NYERI
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis menurut Lippicott williams &wilkins (2011) yaitu :
1. Nyeri periumbilikal atau epigastik kolik yang tergeneralisasi maupun
setempat,anoreksia,mual muntah.
2. Nyeri setempat pada perut bagian kanan bawah.
3. Regiditas abdominal seperti papan.
4. Respirasi retraktif.
5. Rasa perih yang semakin menjadi.
6. Spasma abdominal semakin parah.
7. Rasa perih yang berbalik (menunjukan adnya inflamasi peritoneal ).
8. Gejala yang minimal dan samar rasa perih yang ringan pada pasien lanjut usia
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Hitung jenis leukosit dengan hasil leukositosis.
b. Pemeriksaan urin dengan hasil sedimen dapat normal atau terdapat leukosit dan
eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang menempel pada ureter atau
vesika. Pemeriksaan leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi
tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang. Pada apendisitis akut dan
perforasi akan terjadi leukositosis yang lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin) nampak
normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat. Urin
rutin penting untuk melihat apakah terdapat infeksi pada ginjal.
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Apendikogram Apendikogram dilakukan dengan cara pemberian kontras BaS04
serbuk halus yang diencerkan dengan perbandingan 1:3 secara peroral dan diminum
sebelum pemeriksaan kurang lebih 8-10 jam untuk anak-anak atau 10-12 jam untuk
dewasa, hasil apendikogram dibaca oleh dokter spesialis radiologi.
b. Ultrasonografi (USG) USG dapat membantu mendeteksi adanya kantong nanah.
Abses subdiafragma harus dibedakan dengan abses hati, pneumonia basal, atau
efusi pleura.
F. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
1. Pencegahan Tersier
2. Non Farmakologi
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi.
2. Penanggulangan konservatif
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan
yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi).
Penundaan appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan
abses dan perforasi. Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan
nanah).
G. Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis. Faktor
keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita
meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan
diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat
melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka morbiditas
dan mortalitas. Proporsi komplikasi Apendisitis 10-32%, paling sering pada anak
kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan
40-75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan
orang tua.43 Anak-anak memiliki dinding appendiks yang masih tipis, omentum
lebih pendek dan belum berkembang sempurna memudahkan terjadinya perforasi,
sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh darah. Adapun jenis
komplikasi diantaranya:
1. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak
di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa
flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi
bila Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum
2. Perforasi
(Mansjoer, A. 2007).
A. Pengkajian
1. Idenntitas.
a. Identitas pasien post apendikitis yang menjadi dasar pengkajian meliputi :
nama, kebanyakan terjadi pada laki – laki, umur 20 – 30 tahun, pendidikan,
pekerjaan, agama, alamat, diagnosa medis, nomor rekam medis, tanggal masuk
rumah sakit, tanggal pengkajian.
b. Identitas penanggung jawab meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, agama, alamat, hubungan dengan klien.
2. Keluhan utama
Pada saat dikaji, pasien dengan post operasi appendisitis paling sering di temukan
adalah nyeri. Nyeri yang dirasakan pasien seperti diremas remas ataupun rasa
nyeri seperti ditusuk tusuk.
3. Riwayat keseehatan sekarang
Saat pengkajian, yang diuraikan dari mulai masuk tempat perawatan sampai
dilakukan pengkajian. Keluhan pada saat dikaji pasien yang telah menjalani
operasi appendisitis pada umumnya mengeluh nyeri pada luka operasi.
4. Riwayat kesehatan dahulu Tentang pengalaman penyakit sebelumnya, apakah
berpengaruh pada penderita penyakit yang diderita sekarang serta apakah pernah
mengalami pembedhan sebeluumnya.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Pada riwayat kesehatan keluarga tidak ada anggota keluarga yang menderita
penyakit yang sama seperti pasien, dikaji pula mengenai penyakit keturunan dan
menular lainnya.
6. Pengkajian Pola gordon
a. Pola menejemen kesehatan – persepsi kesehatan
Pada pasien appendisitis akut dengan post appendiktomi apabila sakit periksake
dokter,periksa ke rumah sakit untuk mendapatkan pengobatan yang tepat.
b. Pola metabolik nutrisi
Pada pasien appendisitis akut dengan post appendiktomi porsi makanan tidak
habis, nafsu makan menurun, penurunan berat badan, mual, muntah dan
kenaikan suhu tubuh.
c. Pola eliminasi Pada pasien appendisitis akut dengan post appendiktomi BAK
dan BAB tidak mengalami gangguan pada pasien post operasi appendikitis.
d. Pola aktivitas dan latihan
Pada pasien appendisitis akut dengan post appendiktomi mudah berkeringat saat
melakukan aktivitas, mengalami gangguaan melakukan aktivitas secara mandiri.
e. Pola istirahat Tidur
Pada pasien appendisitis akut dengan post appendiktomi istirahat tidur tidak
mengalami gangguan pada pasien post operasi appendisitis.
f. Pola Persepsi kognitif
Pada pasien appendisitis akut dengan post appendiktomi fungsi indra
penciuman, pendengaran, pengelihatan, perasa, peraba tidak mengalami
gangguan, pasien merasakan nyeri,pasien mengetahui penyakit yang dialaminya
akan segera sembuh dengan dilakukan pengobatan medis yang sudah
didapatkannya.
g. Pola konsep diri dan persepsi diri
Pada pasien appendisitis akut dengan post appendiktomi pasien cemas tentang
penyakitnya, pasien percaya diri, pasien berharap penyakitnya segera sembuh
dengan pengobatan medis
h. Pola Hubunga peran Pada pasien appendisitis akut dengan post appendiktomi
interaksi dalam rumah, linngkungan tidak mengalami gangguan.
i. Pola Reproduksi dan seksualitas Pada pasien appendisitis akut dengan post
appendiktomi fungsi reproduksi dan seksualitas tidak ada gangguan .
j. Pola Toletansi terhadap Stress - koping Pada pasien appendisitis akut dengan
post appendiktomi emosi stabil, sabar dalam proses pengobatan.
k. Pola Keyakinan Nilai Pada pasien appendisitis akut dengan post appendiktomi
dapat melaksanakan ibadah agama yang dianutnya dengan kemampuan yang
dapat dimilikinya.
7. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Keadaan umum pada pasien post operasi appendiitis akut mencapai
kesadaran penuh,keesadaran menunjukan keadaan sakit ringan sampai berat
tergantung pada periode rasa nyeri. Tanda vital pada umumnya stabil kecuali
akan menggalami kesakitan pada pasien yang mengalami perforrasi appendik
C.Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan insisi pembedahan
a. Definisi
Pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan
jaringan yang actual atau potensial, awitan yang tiba-tiba atau perlahan dengan
intensitas ringan sampai berat.
b. Batasan karakteristik
Subjektif :
1. mengungkapkan secara verbal atau melaporkan nyeri dengan isyarat
Objektif :
1. posisi untuk menghindari nyeri
2. perubahan tonus otot
3. respon autonomik(seperti berkeringat, perubahan tekanan darah, perubahan
nafas, nadi dan dilatasi pupil)
4. gerakan melindungi
5. tingkah laku berhati-hati, gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau
gerakan kacau, menyeringai)
6. terfokus pada diri sendiri, tingkah laku distraksi, contoh jalan-jalan, menemui
orang lain dan atau aktivitas berulang-ulang,
7. tingkah laku ekspresif (contoh gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel,
nafas panjang/berkeluh kesah)
4. Observasi perkembangan
DAFTAR PUSTAKA
Elizabeth, J, Corwin. (2009). Buku Saku Patofosiologi. EGC: Jakarta
Bulechek, M, Gloria,. et all. (2017). Nursing Outcomes Classification (NIC) edisi keenam.
Moco Media.
Smeltzer, Bare. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Kowalak Jennifer P. 2012. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Judith M. Wilkinson. Nancy R, Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Diagnosis
William,Lippicott&Wilkins.2011.Nurs ing Memahami Berbagai Macam Penyakit.Jakarta:
Indeks Permata Puri Media.