Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN KASUS

DERMATITIS VENENATA

Disusun Oleh :
Yenny Maria Angelina
112017123

Pembimbing :
Dr. Prasti Adhi Dharmasanti, Sp. KK

KEPANITERAAN STASE PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RUMAH SAKIT BHAYANGKARA H.S. SAMSOERI MERTOJOSO,
SURABAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 1 APRIL – 4 MEI 2019
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Wildan
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 22 tahun
Alamat : Surabaya
Agama : Islam
Pekerjaan : Polisi
Tanggal Pemeriksaan : 1 April 2019

B. ANAMNESIS

Alloanamnesis dilakukan di Poliklinik kulit dan kelamin RS Bhayangkara H.S


Samsoeri Mertojoso pada tanggal 1 April 2019 pukul 11.30 WIB.

Keluhan Utama
Luka yang berair pada lipatan lutut kiri sejak 5 hari SMRS.

Keluhan Tambahan
Luka terasa gatal, panas, dan perih sejak 2 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan ke poliklinik kulit dan kelamin RS Bhayangkara H.S Samsoeri
Mertojo dengan keluhan luka yang berair pada lipatan lutut kiri sejak 5 hari yang lalu.
Kemudian muncul lepuh yang pecah dan menggeluarkan cairan bening dan disertai rasa
perih, panas dan gatal sejak 2 hari yang lalu namun pasien tidak berani menggaruknya.
Pasien mengatakan sejak timbul lepuh, sudah diberi salep bernama Sriti namun tidak
membaik. Keluhan tersebut dirasa hanya pada lipatan lutut kiri, tidak pada bagian tubuh yang
lain. Keluhan demam disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Keluhan ini baru pertama kali dirasakan oleh pasien. Pasien mempunyai riwayat
herpes 10 tahun yang lalu. Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit asma, rhinitis alergi.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang pernah atau sedang mengalami keluhan serupa.
Riwayat Pengobatan
Tidak ada obat-obatan yang rutin dikonsumsi.
Riwayat Alergi
Alergi terhadap makanan, obat, debu, dan cuaca disangkal.

Riwayat Psikososial & Kebiasaan

Pasien mengatakan sering tidur menggunakan celana pendek. Rumah pasien berada
di lingkungan yang banyak pohon. Pasien menggatakan sebelumnya tidak ada riwayat
bepergian.

A. Pemeriksaan Fisik
a. Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan.
Kesadaran : Kompos mentis.
BB :- TB : - cm
Tekanan Darah : Tidak dilakukan
Nadi : Tidak dilakukan
Pernafasan : Tidak dilakukan
Suhu : Tidak dilakukan
Kepala : Tidak dilakukan
Telinga : Tidak dilakukan
Hidung : Tidak dilakukan
Mulut : Tidak dilakukan
Leher : Tidak dilakukan
Thorax
Inspeksi : Tidak dilakukan
Palpasi : Tidak dilakukan
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : Tidak dilakukan
Abdomen
Inspeksi : Tidak dilakukan
Palpasi : Tidak dilakukan
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : Tidak dilakukan
Ekstremitas : Sesuai dengan status dermatologis

b. Status Dermatologi

D : Regional
At Regio : Popliteal Sinistra
Lesi : Polimorfik
Efloresensi : Makula eritema, vesikel, bula, erosi

B. Resume
Pasien laki-laki usia 22 tahun datang dengan ke poliklinik kulit dan kelamin RS
Bhayangkara H.S Samsoeri Mertojo dengan keluhan adanya lesi pada lipatan lutut kiri sejak
5 hari yang lalu. Kemudian pada hari ke 2 muncul lepuh yang pecah dan menggeluarkan
cairan serous dan disertai rasa perih, panas dan gatal namun pasien tidak berani
menggaruknya. Pasien mengatakan sejak timbul lepuh sudah diberi salep bernama Sriti
namun tidak membaik. Keluhan tersebut dirasa hanya pada lipatan lutut kiri, tidak pada
bagian tubuh yang lain. Keluhan ini baru pertama kali dirasakan oleh pasien. Pasien tidak
mempunyai riwayat penyakit asma, rhinitis alergi. Pasien mengatakan sering tidur
menggunakan celana pendek. Rumah pasien berada di lingkungan yang banyak pohon.
Pasien menggatakan sebelumnya tidak ada riwayat bepergian. Pada pemeriksaan didapatkan
status dermatologis D: Regional. At Regio: Popliteal Sinistra. Lesi: Polimorfik.
Efloresensi: Makula eritema, vesikel, bula, erosi.

C. Diagnosis Banding
1. Dermatitis Venenata
2. Herpes Zooster
3. Dermatitis Kontak Alergi

D. Diagnosis Kerja
Dermatitis Venenata

E. Rencana Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Tzank dari kerokan dasar vesikel atau bula yang telah pecah.

F. Penatalaksanaan
a. Umum
1. Menghindari pajanan terhadap Tomcat (Paederus sp).
2. Memberikan informasi kepada pasien untuk menutup jendela kamar sebelum
tidur.
3. Mencegah garukan pada daerah yang gatal.
4. Menutup lesi atau mengkompres lesi agar tidak tercemar atau tergesek yang
dapat membuat infeksi
b. Khusus
1. Topikal : Hydrocortisone krim 1 % 2x sehari.
2. Sistemik : Loratadine tablet 10 mg 1x sehari per oral.
3. Sistemik : Asam Mefenamat 500mg 3x sehari per oral

G. Prognosis
a. Quo ad vitam : Bonam
b. Quo ad functionam : Bonam
c. Quo ad sanationam : Dubia ad Bonam

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respons terhadap
pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menyebabkan kelainan klinis berupa
efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal.
Tanda polimorfik tidak selalu terjadi bersamaan, bahkan mungkin hanya satu jenis misalnya,
hanya berupa papula (oligomorfik). Dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis.1
Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang
menempel pada kulit. Dikenal dua jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan
dermatitis kontak alergi. Dermatitis kontak iritan adalah reaksi peradangan pada kulit non-
imunologik, yaitu kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses
pengenalan/sensitisasi. Sebaliknya, dermatitis kontak alergi adalah reaksi peradangan pada kulit
yang terjadi pada seseorang yang telah mengalami sensitisasi terhadap suatu bahan
penyebab/alergen.1

B. EPIDEMIOLOGI
Dermatitis kontak iritan dapat dialami oleh semua orang dari berbagai golongan umur,
ras, dan jenis kelamin. Pada DKI akibat serangga khususnya yang disebabkan Paederus
kejadiannya meningkat pada musim penghujan, karena cuaca yang lembab merupakan
lingkungan yang sesuai bagi organisme penyebab dermatitis venenata (misal: Genus
Paederus).1,2

C. ETIOPATOGENESIS
Dermatitis Venenata merupakan dermatitis kontak iritan tipe akut lambat (gejala sama
dengan DKI akut namun lesi baru muncul 8-24 jam atau lebih setelah kontak) yang biasanya
disebabkan oleh gigitan, liur atau bulu serangga yang terbang pada malam hari, atau dapat juga
disebabkan oleh terpaparnya bahan iritan dari beberapa tanaman seperti rumput, bunga, pohon
mahoni, dan lain sebagainya.2
Spesies serangga yang paling sering menyebabkan dermatitis venenata adalah dari genus
Paederus. Paederus dewasa panjang tumbuhnya 7-10 mm dan lebar 0,5 mm seukuran dengan
nyamuk. Paederus berkepala hitam dengan abdomen di caudalnya dan juga elytral (struktur yang
membungkus sayap dan sepertiga atas segmen abdomen). Meskipun paederus dapat terbang,
namun paederus lebih sering berlari dan meloncat.
Paederus merupakan makhluk nocturnal dan tertarik dengan cahaya putih dan terang.
Hemolimfe dari paederus mengandung suatu bahan aktif yakni paederin yang kemudian
menyebabkan keluhan gatal, rasa panas tebakar, kemerahan pada kulit yang timbul dalam 12-48
jam setelah kulit terpapar.3

Gambar 2.1. Paederus sp

Salah satu penyebab munculnya dermatitis venenata adalah toksin yang terdapat pada
gigitan, liur, maupun bulu serangga. Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang
disebabkan oleh toksin melalui 4 mekanisme kerja kimiawi atau fisis. Toksin dapat merusak
lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan mengubah daya
ikat air terhadap kulit.1,4
Kebanyakan toksin dapat mengakibatkan kerusakan membran. Kerusakan membran
mengaktifkan fosfolipase dan melepaskan asam arakidonat (AA), diasilgliserida (DAG),
platelet activating factor (PAF), dan inositida (IP3). AA dirubah menjadi prostaglandin (PG)
dan leukotrien (LT). Prostaglandin dan leukotrien menginduksi vasodilatasi, dan meningkatkan
permeabilitas vaskular sehingga mempermudah transudasi komplemen dan kinin. PG dan LT
juga bertindak sebagai kemoatraktan kuat untuk limfosit dan neutrofil, serta mengaktifasi sel
mas melepaskan histamin, LT dan PG lain, dan PAF, sehingga memperkuat perubahan
vaskular.1
Diasilgliserida dan second messengers lain menstimulasi ekspresi gen dan sintesis
protein, misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyte-macrophage colony stimulating factor
(GMCSF). IL-1 mengaktifkan sel T-penolong mengeluarkan IL-2 dan mengekspresi reseptor
IL-2, yang menimbulkan stimulasi autokrin dan proliferasi sel tersebut. Pada kontak dengan
iritan, keratinosit juga melepaskan TNF-α yang dapat mengaktivasi sel T, makrofag dan
granulosit.
Rentetan kejadian tersebut mengakibatkan gejala peradangan klasik di tempat terjadinya
kontak dengan kelainan kulit setelah kontak berulang kali, yang dimulai dengan kerusakan
stratum korneum oleh karena delipidasi menyebabkan desikasi sehingga kulit kehilangan fungsi
sawarnya. Hal tersebut akan mempermudah kerusakan sel dilapisan kulit yang lebih dalam.1

D. GAMBARAN KLINIS
Dermatitis venenata termasuk ke dalam tipe DKI akut lambat. Keluhan yang dirasakan
dirasakan pedih, panas, rasa terbakar, dan gatal. Gejala klinis yang dapat ditemukan dari pasien
dengan dermatitis venenata antara lain:1,5
a. Tidak ada gejala prodromal.
b. Lesi muncul tiba-tiba pada pagi hari atau setelah berkebun dan terasa gatal serta pedih.
c. Kulit yang terpapar oleh bahan aktif paederin akan menjadi eritem, disertai rasa perih, panas
dan terbakar. Bila lesi ini digaruk, maka lesi ini akan menyebar dan membentuk gambaran
lesi berupa patch eritem linear yang kemudian berlanjut menjadi vesikel, bula, terkadang
bula menjadi pustular, bahkan nekrosis. Pada pasien yang datang ke tenaga medis, bula dapat
intak ataupun sudah terjadi erosi dengan dasar eritem. Lesi mulai muncul setelah 8-24 jam
setelah terpapar bahan aktif dan membaik dalam waktu seminggu
d. Lesi biasanya terjadi pda tempat yang tidak tertutupi, misalnya tangan, kaki juga leher dan
wajah, khususnya area periorbital, yang merupakan bagian tubuh paling sering menjadi
predileksi.
e. Adanya kissing phenomenon, yang berarti yang tertempel atau terkena lesi akan berubah
menjadi lesi yang baru.

E. DIAGNOSIS
Diagnosis dermatitis venenata dapat ditegakkan melalui anamnesa dan pemeriksaan
fisik yang cermat. Riwayat kegiatan sebelumnya penting untuk ditanyakan mengingat penyakit
ini biasanya timbul akibat bulu serangga yang terbang pada malam hari.1,5

F. DIAGNOSIS BANDING
DKI sering didiagnosis dengan berbagai jenis dermatitis termasuk DKA. Untuk
menegakkan diagnosis perlu anamnesa detail, termasuk pekerjaan, hobi, riwayat pengobatan
dan beberapa pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan.

Perbedaan DKI DKA


Keluhan Gatal, nyeri,perih menyengat Nyeri, gatal
Lesi Batas tegas, terbatas pada Lesi dapat melebihi daerah
daerah yang terpapar bahan yang terpapar bahan alergen,
iritan biasanya berupa vesikel yang
kecil
Bahan Bahan iritan, tergantung pada Bahan alergen, tidak tergantung
konsentrasi dan letak kulit konsentrasi bahan, hanya pada
yang terpapar, semua orang orang yang mengalami
dapat terkena hipersensitifitas
Reaksi Akibat kerusakan jaringan Proses reaksi hipersensitifitas
yang tipe 4
muncul
Tabel 2.1 Perbedaan DKI dan DKA

Diagnosis banding pada kasus ini adalah herpes zoster. Karena memiliki manifestasi klinis
yang hampir sama. Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeki virus varisela-
zoster yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi
setelah infeksi primer. Lokalisasinya adalah unilateral dan bersifat dermatomal sesuai dengan
tempat perasarafan, namun lokasi yang paling sering terkena adalah daerah torakal, walaupun
daerah-daerah lain tidak jarang. Kemudian gejala klinisnya khas berupa eritema yang dalam waktu
singkat berubah menjadi vesikel yang berkelompok dengan dasar kulit yang eritematosa dan
edema. Vesikel ini berisi cairan yang jernih kemudian berubah menjadi pustul dan krusta. Pada
herpes zoster karakteristik khas yang sangat membedakan dengan dermatitis kontak iritan e.c
paederin adalah keluhan utama berupa nyeri menajalar, disertai gejala prodromal berupa sistemik
(demam, pusing, malaise) ataupun gejala prodromal lokal (nyeri otot-tulang, dan pegal) kemudian
distribusi erupsi sejajar dengan dermatom, serta bersifat unilateral, serta adanya riwayat varisela
sebelumnya, hal ini jelas berbeda dengan gatal dan perih yang merupakan gejala subjektif dan
gejala dominan dari dermatitis kontak iritan e.c paederin, serta tidak adanya gejala prodromal dan
riwayat penyakit yang mendahului sebelumnya.

G. PENATALAKSANAAN1,6
Upaya pengobatan non medikamentosa yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan
iritan yang menjadi penyebab, baik yang bersifat mekanik, fisis, maupun kimiawi. Bila hal ini
dapat dilaksanakan dengan sempurna, dan tidak terjadi komplikasi, maka DKI tersebut akan
sembuh tanpa pengobatan topikal, mungkin cukup dengan pemberian pelembab untuk
memperbaiki sawar kulit.
Pengobatan medikamentosa terdiri dari:
Pengobatan topikal :
1. Bentuk akut dan eksudatif diberi kompres larutan garam faali (NaCl 0,9%) atau Burrow’s
solution. Kompres dingin dilakukan untuk mengurangi pembentukan vesikel dan
membantu mengurangi pertumbuhan bakteri. Kompres ini diganti setiap 2-3 jam.
2. Bentuk kronis dan kering, untuk mengatasi peradangan pada rekasi lokal, dapat diberikan
krim hydrocortisone 1% yang merupakan lini pertama pengobatan sebagai antiinflamasi
ringan, atau diflucortolone valerat 0,1% atau krim betamethasone valerat 0,005-0,1%, atau
untuk kelainan yang kronis dapat diawali dengan kortikosteroid dosis yang lebih kuat.
Apabila terjadi reaksi sistemik maka dipertimbangkan pemberian obat secara sistemik.
Pengobatan sistemik :
Kortikosteroid sistemik hanya diberikan penyakit berat. Ketika pertahanan kulit rusak, hal
tersebut berpotensial untuk terjadinya infeksi sekunder oleh bakteri. Perubahan pH kulit dan
mekanisme antimikroba yang telah dimiliki kulit, mungkin memiliki peranan yang penting
dalam evolusi, persisten, dan resolusi dari dermatitis akibat iritan, tapi hal ini masih dipelajari.
Secara klinis, infeksi diobati dengan menggunakan antibiotik oral untuk mencegah
perkembangan selulit dan untuk mempercepat penyembuhan. Antihistamin mungkin dapat
mengurangi pruritus yang disebabkan oleh dermatitis akibat iritan. Secara klinis antihistamin
biasanya diresepkan untuk mengobati beberapa gejala simptomatis.
a. Kortikosteroid, hanya untuk kasus yang berat dan digunakan dalam waktu singkat.
 Prednisone
Dewasa : 5-10 mg/dosis, sehari 2-3 kali p.o
Anak : 1 mg/KgBB/hari
 Dexamethasone
Dewasa : 0,5-1 mg/dosis, sehari 2-3 kali p.o
Anak : 0,1 mg/KgBB/hari
 Triamcinolone
Dewasa : 4-8 mg/dosis, sehari 2-3 kali p.o
Anak : 1 mg/KgBB/hari
b. Antihistamin
 Chlorpheniramine maleat
Dewasa : 3-4 mg/dosis, sehari 2-3 kali p.o
Anak : 0,09 mg/KgBB/dosis, sehari 3 kali
 Diphenhydramine HCl
Dewasa : 10-20 mg/dosis i.m. sehari 1-2 kali
Anak : 0,5 mg/KgBB/dosis, sehari 1-2 kali
 Loratadine
Dewasa : 1 tablet sehari 1 kali
c. Antibiotik sistemik
 Sefadroksil 2 x500 mg selama 5 hari, untuk pengobatan infeksi sekunder.
H. PROGNOSIS
Bila bahan iritan yang menjadi penyebab dermatitis tersebut tidak dapat disingkirkan
dengan sempurna, maka prognosisnya kurang baik.1

I. KESIMPULAN
Diagnosis dermatitis venenata ditegakkan melalui anamesa dan gambaran klinis. Dermatitis
venenata adalah dermatitis kontak iritan akut yang disebabkan oleh gigitan serangga, yang
menghasilkan suatu toksin yang disekresi oleh serangga, kebanyakan dari genus paederus.
Penyakit ini ditandai dengan adanya vesikel, bula dan kadang-kadang pustul kecil di atas kulit
eritematous, terjadi secara tiba-tiba dengan menimbulkan rasa menyengat, dan sensasi terbakar.
Dermatitis ini paling sering terjadi di daerah yang panas serta beriklim tropis. Diagnosis banding
dari dermatitis venenata dapat berupa dermatitis kontak alergi dan herpes zoster. Dermatitis pada
kasus ini kemungkinan merupakan dermatitis yang disebabkan oleh Paederus spp. Pengobatan
dapat dengan membilas lesi dengan air ataupun dikompres dengan dibarengi pemakaian topikal
steroid dan antibiotik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sularsito SA, Soebaryo RW. Dermatitis kontak. In: Menaldi SLS, Bramono K, Indriatmi W,
editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2015. p.158-
61.
2. Abdullah B.,Dermatologi Pengetahuan Dasar dan Kasus di Rumah Sakit,Indonesia: Pusat
Penerbitan Universitas Airlangga; 2009. p.94-96.
3. Gurcharan Singh, Syed Yousuf Ali. Paederus Dermatitis. Indian J Dermatol Venerol Leprol
January-February 2007.Vol 73
4. Amado A, Sood A, Taylor JS. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine [internet]. 8th
ed. New York: McGraw-Hill; 2012. Chapter 48, Irritant Contact Dermatitis [cited 2019 april
4]. Available from:
http://www.accessmedicine.com/content.aspx?aID=56034835
5. Donald U. Dermatitis Venenata [internet]. 2012 [cited 2019 April 4]. Available from:
http://www.doctortreatments.com/Diseases_Of_The_Skin/Class_II_Inflammations_Dermatit
is_Venenata.htm
6. Pohan SS., Hutomo MM., Sukanto H., Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Indonesia: Pusat Penerbitan Universitas Airlangga. Hal.5-8

Anda mungkin juga menyukai