Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN PRE EKLAMPSIA

I. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. DEFINISI
Eklampsia adalah kejang akibat pre-eklamsi, tindakan yang mungkin
dilakukan adalah menyelamatkan ibu dan bayinya, biasanya bayi yang lahir dengan
kasus ini akan lahir dengan berat badan rendah/kurang gizi.
Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan /nifas
yang ditandai dengan timbulnya kejang dan atau koma. Sebelumnya wanita tadi
menunjukkan gejala-gejala pre-eklamsia. (kejang-kejang timbul bukan akibat kelainan
neurologik).
Eklamsia kelainan akut pada ibu hamil, saat persalinan atau masa nifas
ditandai dengan timbulnya kejang atau koma, dimana sebelumnya sudah
menunjukkan gejala-gejala pre eklamsia (Hipertensi, oedema, proteinuria).
Eklamsia adalah suatu komplikasi kehamilan yg ditandai dengan peningkatan
TD (S > 180 mmHg,D > 110 mmHg),proteinuria,oedema,kejang dan/atau penurunan
kesadaran. Eklampsia adalah akut dengan kejang coma pada wanita hamil dan wanita
dalam nifas disertai dengan hipertensi, edema, dan proteinuria.(Obsetri
Patologi;UNPAD). Eklampsia adalah suatu keadaan dimana didiagnosis ketika
preeklampsia memburuk menjadi kejang(helen varney;2007). Eklampsia merupakan
kondisi lanjutan dari preeklampsia yang tidak teratasi dengan baik. Selain mengalami
gejala preeklampsia, pada wanita yang terkena eklampsia juga sering mengalami
kejang-kejang. Eklampsia dapat menyebabkan koma atau bahkan baik sebelum, saat
atau setelah melahirkan. (http://www.en.wikipedia.org/wiki/Eclampsia/23/03/2010)
Kesimpulan dari kelompok; eklampsia adalah suatu keadaan dimana preeklampsia
tidak dapat diatasi sehingga mengalami gangguan yang lebih lanjut yaitu hipertensi,
edema, dan proteinuria serta kejang. Eklamsia adalah terjadinya konvulsi atau koma
pada pasien disertai disertai tanda dan gejala pre-eklampsia.
B. ETIOLOGI
Menurut Manuaba, IBG, 2001 penyebab secara pasti belum diketahui, tetapi
banyak teori yang menerangkan tentang sebab akibat dari penyakit ini, antara lain:
1. Teori Genetik
Eklamsia merupakan penyakit keturunan dan penyakit yang lebih sering
ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita pre eklamsia.
2. Teori Imunologik
Kehamilan sebenarnya merupakan hal yang fisiologis. Janin yang
merupakan benda asing karena ada faktor dari suami secara imunologik
dapat diterima dan ditolak oleh ibu.Adaptasi dapat diterima oleh ibu bila
janin dianggap bukan benda asing,. dan rahim tidak dipengaruhi oleh
sistem imunologi normal sehingga terjadi modifikasi respon imunologi dan
terjadilah adaptasi.Pada eklamsia terjadi penurunan atau kegagalan dalam
adaptasi imunologik yang tidak terlalu kuat sehingga konsepsi tetap
berjalan.
3. Teori Iskhemia Regio Utero Placental
Kejadian eklamsia pada kehamilan dimulai dengan iskhemia utero
placenta menimbulkan bahan vaso konstriktor yang bila memakai
sirkulasi, menimbulkan bahan vaso konstriksi ginjal. Keadaan ini
mengakibatkan peningkatan produksi renin angiotensin dan
aldosteron.Renin angiotensin menimbulkan vasokonstriksi general,
termasuk oedem pada arteriol. Perubahan ini menimbulkan kekakuan
anteriolar yang meningkatkan sensitifitas terhadap angiotensin
vasokonstriksi selanjutnya akan mengakibatkan hipoksia kapiler dan
peningkatan permeabilitas pada membran glumerulus sehingga
menyebabkan proteinuria dan oedem lebih jauh.
4. Teori Radikal Bebas
Faktor yang dihasilkan oleh ishkemia placenta adalah radikal bebas.
Radikal bebas merupakan produk sampingan metabolisme oksigen yang
sangat labil, sangat reaktif dan berumur pendek. Ciri radikal bebas ditandai
dengan adanya satu atau dua elektron dan berpasangan. Radikal bebas
akan timbul bila ikatan pasangan elektron rusak. Sehingga elektron yang
tidak berpasangan akan mencari elektron lain dari atom lain dengan
menimbulkan kerusakan sel.Pada eklamsia sumber radikal bebas yang
utama adalah placenta, karena placenta dalam pre eklamsia mengalami
iskhemia. Radikal bebas akan bekerja pada asam lemak tak jenuh yang
banyak dijumpai pada membran sel, sehingga radikal bebas merusak sel
Pada eklamsia kadar lemak lebih tinggi daripada kehamilan normal, dan
produksi radikal bebas menjadi tidak terkendali karena kadar anti oksidan
juga menurun.
5. Teori Kerusakan Endotel
Fungsi sel endotel adalah melancarkan sirkulasi darah, melindungi
pembuluh darah agar tidak banyak terjadi timbunan trombosit dan
menghindari pengaruh vasokonstriktor. Kerusakan endotel merupakan
kelanjutan dari terbentuknya radikal bebas yaitu peroksidase lemak atau
proses oksidase asam lemak tidak jenuh yang menghasilkan peroksidase
lemak asam jenuh. Pada eklamsia diduga bahwa sel tubuh yang rusak
akibat adanya peroksidase lemak adalah sel endotel pembuluh
darah.Kerusakan endotel ini sangat spesifik dijumpai pada glumerulus
ginjal yaitu berupa “ glumerulus endotheliosis “. Gambaran kerusakan
endotel pada ginjal yang sekarang dijadikan diagnosa pasti adanya pre
eklamsia.
6. Teori Trombosit
Placenta pada kehamilan normal membentuk derivat prostaglandin dari
asam arakidonik secara seimbang yang aliran darah menuju janin. Ishkemi
regio utero placenta menimbulkan gangguan metabolisme yang
menghasilkan radikal bebas asam lemak tak jenuh dan jenuh. Keadaan
ishkemi regio utero placenta yang terjadi menurunkan pembentukan
derivat prostaglandin (tromboksan dan prostasiklin), tetapi kerusakan
trombosit meningkatkan pengeluaran tromboksan sehingga berbanding 7 :
1 dengan prostasiklin yang menyebabkan tekanan darah meningkat dan
terjadi kerusakan pembuluh darah karena gangguan sirkulasi.
7. Teori Diet Ibu Hamil
Kebutuhan kalsium ibu hamil  2 - 2½ gram per hari. Bila terjadi
kekurangan-kekurangan kalsium, kalsium ibu hamil akan digunakan untuk
memenuhi kebutuhan janin, kekurangan kalsium yang terlalu lama
menyebabkan dikeluarkannya kalsium otot sehingga menimbulkan sebagai
berikut : dengan dikeluarkannya kalsium dari otot dalam waktu yang lama,
maka akan menimbulkan kelemahan konstruksi otot jantung yang
mengakibatkan menurunnya strike volume sehingga aliran darah menurun.
Apabila kalsium dikeluarkan dari otot pembuluh darah akan menyebabkan
konstriksi sehingga terjadi vasokonstriksi dan meningkatkan tekanan
darah.
C. PATOFISIOLOGI
Eklampsia dimulai dari iskemia uterus plasenta yang di duga berhubungan dengan
berbagai faktor. Satu diantaranya adalah peningkatan resisitensi intra mural pada
pembuluh miometrium yang berkaitan dengan peninggian tegangan miometrium yang
ditimbulkan oleh janin yang besar pada primipara, anak kembar atau hidraminion.
Iskemia utero plasenta mengakibatkan timbulnya vasokonstriksor yang bila memasuki
sirkulasi menimbulkan ginjal, keadaan yang belakangan ini mengakibatkan
peningkatan produksi rennin, angiostensin dan aldosteron. Rennin angiostensin
menimbulkan vasokontriksi generalisata dan semakin memperburuk iskemia
uteroplasenta. Aldosteron mengakibatkan retensi air dan elektrolit dan udema
generalisator termasuk udema intima pada arterior. Pada eklampsia terdapat
penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi peningkatan hematokrit. Perubahan ini
menyebabkan penurunan perfusi ke organ , termasuk ke utero plasental fatal unit.
Vasospasme merupakan dasar dari timbulnya proses eklampsia. Konstriksi vaskuler
menyebabkan resistensi aliran darah dan timbulnya hipertensi arterial. Vasospasme
dapat diakibatkan karena adanya peningkatan sensitifitas dari sirculating pressors.
Eklamsi yang berat dapat mengakibatkan kerusakan organ tubuh yang lain. Gangguan
perfusi plasenta dapat sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta
sehinga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation.
D. PROGNOSIS
Eklampsia selalu menjadi masalah yang serius, bahkan merupakan salah satu keadaan
paling berbahaya dalam kehamilan. Statistik menunjukkan di Amerika Serikat
kematian akibat eklampsia mempunyai kecenderungan menurun dalam 40 tahun
terakhir, dengan persentase 10 % – 15 %. Antara tahun 1991 – 1997 kira – kira 6%
dari seluruh kematian ibu di Amerika Serikat adalah akibat eklampsia, jumlahnya
mencapai 207 kematian. Kenyataan ini mengindikasikan bahwa eklampsia dan pre
eklamsia berat harus selalu dianggap sebagai keadaan yang mengancam jiwa ibu
hamil. Eklampsia di Indonesia masih merupakan penyakit pada kehamilan yang
meminta korban besar dari ibu dan bayi. Dari berbagai pengumuman, diketahui
kematian ibu berkisar antara 9,8% - 25,5% sedangkan kematian bayi lebih tinggi lagi,
yakni 42,2%-48,9%. Sebaliknya, kematian ibu dan bayi di negara maju lebih kecil.
Tingginya kematian ibu dan anak di negara-negara yang kurang maju disebabkan oleh
kurang sempurnanya pengawasan antenatal dan natal; penderita-penderita eklampsia
sering terlambat mendapat pengobatan yang tepat. Kematian ibu biasanya disebabkan
oleh perdarahan otak, dekompenasio kordis dengan edema paru-paru, payah ginja,
dan masuknya isi lambung ke dalam jalan pernapasan waktu kejangan. Sebab
kematian bayi terutama oleh hipoksia intrauterin dan prematuritas. Berlawanan
dengan yang sering diduga, eklampsia tidak menyebabkan hipertensi menahun.
Ditemukan bahwa pada penderita yang mengalami eklampsia pada kehamilan
pertama, frekuensi hipertensi 15 tahun kemudian/lebih, tidak lebih tinggi daripada
mereka yang hamil tanpa eklampsia.
E. KLASIFIKASI
Komplikasi yag terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan
bayi hidup dari ibu yang menderita eklampsia. Komplikasi di bawah ini biasanya
terjadi pada eklampsia :
1. Solusio plasenta.
Komplikas ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih
sering terjadi pada pre-eklampsia. Di rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo
15,5% solusio plasenta disertai pre-eklampsia.
2. Hipofibrinogenemia
Pada eklampsia, ditemuka 23% hipofibrinogenemia. Maka perlu dilakukan
pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.
3. Hemolisis
Penderita dengan eklampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala klinik
hemolisis yang dikenal karea ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini
merupakan kerusakan sel-sela hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis
periportal hati yang sering ditemukan pada autopsi penderita eklampsia dapat
menerangkan ikterus tersebut.
4. Perdarahan otak
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita
eklampsia.
5. Kelainan mata
Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu,
dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina, hal ini merupakan
tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.
6. Edema paru-paru
Zuspan (1978) menemukan hanya satu penderita dari 69 kasus eklampsia, hal ini
disebabkan karena payah jantung.
7. Nekrosis hati
Nekrosis periportal hati pada eklampsia merupakan akibat vasopasmus arteriol
umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tapi ternyata juga ditemukan
pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati juga dapat diketahui dengan
pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnyz.
8. Sindroma HEELP
Yaitu haemolysis, elevated liver enzymes, dan low platelet.
9. Kegagalan Ginjal
Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel
endotelialtubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat
timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
10. Komplikasi lain
Lidah tergigit, trauma dan fraktura karena jatuh akibat kejang-kejang, pneumonia
aspirasi, dan DIC (dessiminated intravaskuler coogulation)
11. Prematuritas, dismaturitas, dan kematian intra-uterin.
F. TANDA DAN GEJALA KLINIS EKLAMPSIA
Eklampsia terjadi pada kehamilan 20 minggu atau lebih, yaitu: kejang-kejang atau
koma. Kejang dalam eklampsia ada 4 tingkat, meliputi :
1. Tingkat awal atau aura (invasi)
Berlangsung 30-35 detik, mata terpaku dan terbuka tanpa melihat (pandangan
kosong), kelopak mata dan tangan bergetar, kepala diputar ke kanan dan ke kiri.
2. Stadium kejang tonik
Seluruh otot badan menjadi kaku, wajah kaku, tangan menggenggam dan kaki
membengkok kedalm, pernafasan berhenti, muka mulai kelihatan sianosis, lidah
dapat tergigit, berlangsung kira-kira 20-30 detik.
3. Stadium kejang klonik
Semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam waktu yang cepat, mulut
terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa, dan lidah dapat tergigit. Mata melotot,
muka kelihatan kongesti dan sianosis. Setelah berlangsung 1-2 menit kejang
klonikberhenti dan penderita tidak sadar, menarik nafas seperti mendengkur.
4. Stadium koma
Lamanya ketidaksadaran ini beberapa menit sampai berjam-jam. Kadang antara
kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya penderita teteap dalam keadaan
koma ( Muchtar Rustam, 1998: 275).
G. KLASIFIKASI EKLAMPSIA
Berdasarkan waktu terjadinya, eksklampsia dapt dibagi:
1. Eklampsia gravidarum
a. Kejadian 50% sampai 60%
b. Serangan terjadi dalam keadaan hamil
2. Eklampsia parturientum
a. Kejadian sekitar 30% sampai 35%
b. Batas dengan eklampsia gravidarum sukar ditentukan terutama saat mulai
inpartu
3. Eklampsia puerperium
a. Kejadian jarang yaitu 10%
b. Terjadi serangan kejang atau koma setelah persalinan berakhir
H. MENEGAKKAN DIAGNOSA
Pada umumnya diagnosa pre eklamsia didasarkan atas adanya 2 dari trias gejala
utama. Uji diagnostik yang dilakukan pada pre eklamsia menurut Prawirohardjo, S,
1999 adalah :
1. Uji Diagnostik Dasar diukur melalui :
Pengukuran tekanan darah, analisis protein dalam urine, pemeriksaan oedem,
pengukuran tinggi fundus uteri dan pemeriksaan funduskopi.
2. Uji Laboratorium Dasar
a. Evaluasi hematologik (hematokrit, jumlah trombosit, morfologi eritrosit pada
sediaan hapus darah tepi).
b. Pemeriksaan fungsi hati (billirubin, protein serum, aspartat amino transferase,
dan lain-lain).
c. Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin).
a) Uji Untuk Meramalkan Hipertensi
1) Roll over test.
Cara memeriksa :
Penderita tidur miring kekiri kemudian tensi diukur  diastolik,
kemudian tidur terlentang, segera ukur tensi, ulangi 5 menit, setelah itu
bedakan diastol, tidur miring dan terlentang, hasil pemeriksaan ; ROT
(+) jika perbedaan > 15 mmHg, ROT (-) jika perbedaan < 15 mmHg.
b. Pemberian infus angiotensin II c. Mean Arterial Pressure yaitu :
tekanan siastole + 2 tekanan diastole 3 Hasil (+) : > 85
I. PENCEGAHAN KEJADIAN EKLAMPSIA
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-tanda dini pre
eklamsia. Perlu diwaspadai pada wanita hamil dengan adanya faktor-faktor
predisposisi. Walaupun timbulnya pre eklamsia tidak dapat dicegah sepenuhnya,
namun frekuensinya dapat dikurangi dengan pemberian penerangan secukupnya dan
pelaksanaan pengawasan yang baik pada wanita hamil (Prawirohardjo S, 1999).
Mencegah kejadian pre eklamsia ringan dan mencegah pre eklamsia bertambah berat
dengan :
1. Diet Makanan
Makan tinggi protein, tinggi karbohidrat, cukup vitamin dan rendah lemak.
Dengan makanan empat sehat lima sempurna dengan tambahan 1 telur per hari
untuk meningkatkan jumlah protein.
2. Cukup Istirahat
Dengan tirah baring 2 x 2 jam per hari miring ke kiri, untuk mengurangi tekanan
darah pada vena cava inferior, meningkatkan aliran darah vena dengan tujuan
meningkatkan peredaran darah menuju jantung dan placenta sehingga
menurunkan iskhemia placenta.
3. Pengawasan antenatal selama hamil dengan menilai adanya pre eklamsia dan
kondisi janin dalam rahim dengan ; pemantauan tinggi fundus uteri, pemeriksaan
janin dalam rahim, denyut jantung janin, dan pemantauan air ketuban, usulkan
untuk melakukan USG.
4. Penderita berobat jalan dengan nasehat : segera datang bila terdapat tanda-tanda :
kaki bertambah berat  oedem, gerakan janin terasa kurang, kepala pusing dan
mata makin kabur.
J. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama pengobatan eklampsia adalah menghentikan berulangnya
serangan kejang dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman
setelah keadaan ibu mengizinkan. Pengawasan dan perawatan yang intensif sangat
penting bagi penanganan penderita eklampsia, sehingga ia harus dirawat di rumah
sakit. Pada pengangkutan ke rumah sakit diperlukan obat penenang yang cukup untuk
menghindarkan timbulnya kejangan ; penderita dalam hal ini dapat diberi diazepam
20mg 1M. Selain itu, penderita harus disertai seseorang yang dapat mencegah
terjadinya trauma apabila terjadi serangan kejangan.
Tujuan pertama pengobatan eklampsia ialah menghentikan kejangan
mengurangi vasospasmus, dan meningkatkan dieresis. Dalam pada itu, pertolongan
yang perlu diberikan jika timbul kejangan ialah mempertahankan jalan pernapasan
bebas, menghindarkan tergigitnya lidah, pemberian oksigen, dan menjaga agar
penderita tidak mengalami trauma. Untuk menjaga jangan sampai terjadi kejangan
lagi yang selanjutnya mempengaruhi gejala-gejala lain, dapat diberikan beberapa
obat, misalnya:
1. Sodium pentotbal sangat berguna untuk menghentikan kejangan dengan segera
bila diberikan secara intravena. Akan tetapi, obat ini mengandung bahaya yang
tidak kecil. Mengingat hal ini, obat itu hanya dapat diberikan di rumah sakit
dengan pengawasan yang sempurna dan tersedianya kemungkinan untuk intubasi
dan resustitasi. Dosisi inisial dapat diberikan sebanyak 0,2 – 0,3 g dan disuntikkan
perlahan-lahan.
2. Sulfas magnesicus yang mengurangi kepekatan saraf pusat pada hubungan
neuromuscular tanpa mempengaruhi bagian lain dari susunan saraf. Obat ini
menyebabkan vasodilatasi, menurunkan tekanan darah, meningkatkan dieresis,
dan menambah aliran darah ke uterus. Dosis inisial yang diberikan ialah 8g dalam
larutan 40% secara intramuscular; selanjutnya tiap 6 jam 4g, dengan syarat bahwa
refleks patella masih positif, pernapasan 16 atau lebih per menit, dieresis harus
melebihi 600ml per hari; selain intramuskulus, sulfas magnesikus dapat diberikan
secara intravena; dosis inisial yang diberikan adalah 4g 40% MgSO4 dalam
larutan 10ml intravena secara perlahan-lahan, diikuti 8g IM dan selalu disediakan
kalsium gluakonas 1g dalam 10 ml sebagai antidotum.
3. Lytic cocktail yang terdiri atas petidin 100 mg, klorpromazin 100 mg, dan
prometazin 5o mg dilarutkan dalam glukosa 5% 500 ml dan diberikan secara infus
intravena. Jumlah tetesan disesuaikan dengan keadaan dan tensi penderita. Maka
dari itu, tensi dan nadi diukur tiap 5 menit dalam waktu setengah jam pertama dan
bila keadaan sudah stabil, pengukuran dapat dijarangkan menurut keadaan
penderita. Sebelum diberikan obat penenang yang cukup, maka penderita
eklampsia harus dihindarkan dari semua rangsang yang dapat menimbulkan
kejangan, seperti keributan, injeksi, atau pemeriksaan dalam.
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Data yang dikaji pada ibu bersalin dengan eklampsia adalah :
a. Data subyektif :
1) Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida , < 20 tahun atau > 35
tahun
2) Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tensi, oedema,
pusing, nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur
3) Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler
esensial, hipertensi kronik, DM
4) Riwayat kehamilan : riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa,
hidramnion serta riwayat kehamilan dengan eklamsia sebelumnya
5) Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok
maupun selingan
6) Psiko sosial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan
kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi
resikonya
b. Data Obyektif :
1) Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
2) Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema
3) Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress
4) Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM
( jika refleks + )
5) Pemeriksaan penunjang ;
a) Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2 kali
dengan interval 6 jam
b) Laboratorium : protein uri dengan kateter atau midstream ( biasanya
meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ),
kadar hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum kreatini
meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml
c) Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu
d) Tingkat kesadaran ; penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan
pada otak
e) USG ; untuk mengetahui keadaan janin
f) NST : untuk mengetahui kesejahteraan janin
2. Diagnosa Keperawatan
a. Tidak efektifnya kebersihan jalan nafas b.d kejang
b. Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin berhubungan dengan
perubahan pada plasenta
c. Risiko cedera pada janin berhubungan dengan tidak adekuatnya perfusi darah
ke placenta
d. Gangguan psikologis ( cemas ) berhubungan dengan koping yang tidak efektif
terhadap proses persalinan
3. Rencana Keperawatan
a. Diagnosa keperawatan 1
Tidak efektifnya kebersihan jalan nafas b.d kejang
Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan bersihan jalan
nafas maksimal.
Kriteria Hasil :
 Pasien akan mempertahankan pola pernafasan efektif dengan jalan
nafas paten atau aspirasi dicegah

Intervensi:

1. Anjurkan pasien untuk mengosongkan mulut dari benda atau zat tertentu
atau alat yang lain untu menghindari rahang mengatup jika kejang terjadi.
R/ menurunkan risiko aspirasi atau masuknya sesuatu benda asing ke
faring.
2. Letakkan pasien pada posisi miring, permukaan datar, miringkan kepala
selama serangan kejang.
R/ meningkatkan aliran secret, mencegah lidah jatuh dan menyumbat jalan
nafas
3. Tanggalkan pakaian pada daerah leher atau dada dan abdomen.
R/ untuk memfasilitasi usaha bernafas atau ekspansi dada
4. Lakukan penghisapan sesuai indikasi
R/ menurunkan risiko aspirasi atau aspiksia
5. Berikan tambahan oksigen atau ventilasi manual sesuai kebutuhan.
R/ dapat menurunkan hipoksia cerebral

b. Diagnosa keperawatan 2
Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin berhubungan dengan
perubahan pada plasenta
Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan perawatan tidak terjadi foetal distress pada
janin

Kriteria Hasil :

 DJJ ( + ) : 12-12-12
 Hasil NST : Normal
 Hasil USG : Normal

Intervensi :

1. Monitor DJJ sesuai indikasi


R/. Peningkatan DJJ sebagai indikasi terjadinya hipoxia, prematur dan
solusio plasenta
2. Kaji tentang pertumbuhan janin
R/. Penurunan fungsi plasenta mungkin diakibatkan karena hipertensi
sehingga timbul IUGR
3. Jelaskan adanya tanda-tanda solutio plasenta ( nyeri perut, perdarahan,
rahim tegang, aktifitas janin turun )
R/. Ibu dapat mengetahui tanda dan gejala solutio plasenta dan tahu akibat
hipoxia bagi janin
4. Kaji respon janin pada ibu yang diberi SM
R/. Reaksi terapi dapat menurunkan pernafasan janin dan fungsi jantung
serta aktifitas janin
5. Kolaborasi dengan medis dalam pemeriksaan USG dan NST
R/. USG dan NST untuk mengetahui keadaan/kesejahteraan janin

c. Diagnosa keperawatan 3 :
Risiko cedera pada janin berhubungan dengan tidak adekuatnya perfusi darah
ke placenta
Tujuan :
 agar cedera tidak terjadi pada janin
Kriteria Hasil :
Intervensi :
1. Istirahatkan ibu
R/ dengan mengistirahatkan ibu diharapkan metabolism tubuh menurun
dan peredaran darah ke placenta menjadi adekuat, sehingga kebutuhan O2
untuk janin dapat dipenuhi
2. Anjurkan ibu agar tidur miring ke kiri
R/ dengan tidur miring ke kiri diharapkan vena cava dibagian kanan tidak
tertekan oleh uterus yang membesar sehingga aliran darah ke placenta
menjadi lancar
3. Pantau tekanan darah ibu
R/ untuk mengetahui keadaan aliran darah ke placenta seperti tekanan
darah tinggi, aliran darah ke placenta berkurang, sehingga suplai oksigen
ke janin berkurang.
4. Memantau bunyi jantung ibu
R/ dapat mengetahui keadaan jantung janin lemah atau menurukan
menandakan suplai O2 ke placenta berkurang sehingga dapat direncanakan
tindakan selanjutnya.
5. Beri obat hipertensi setelah kolaborasi dengan dokter
R/ dapat menurunkan tonus arteri dan menyebabkan penurunan after load
jantung dengn vasodilatasi pembuluh darah, sehingga tekanan darah turun.
Dengan menurunnya tekanan darah, maka aliran darah ke placenta menjadi
adekuat.

d. Diagnosa keperawatan 4
Gangguan psikologis ( cemas ) berhubungan dengan koping yang tidak efektif
terhadap proses persalinan
Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan perawatan kecemasan ibu berkurang atau
hilang

Kriteria Hasil :

 Ibu tampak tenang


 Ibu kooperatif terhadap tindakan perawatan
 Ibu dapat menerima kondisi yang dialami sekarang

Intervensi :

1. Kaji tingkat kecemasan ibu


R/. Tingkat kecemasan ringan dan sedang bisa ditoleransi dengan
pemberian pengertian sedangkan yang berat diperlukan tindakan
medikamentosa
2. Jelaskan mekanisme proses persalinan
R/. Pengetahuan terhadap proses persalinan diharapkan dapat mengurangi
emosional ibu yang maladaptif
3. Gali dan tingkatkan mekanisme koping ibu yang efektif
R/. Kecemasan akan dapat teratasi jika mekanisme koping yang dimiliki
ibu efektif
4. Beri support system pada ibu
R/. ibu dapat mempunyai motivasi untuk menghadapi keadaan yang
sekarang secara lapang dada asehingga dapat membawa ketenangan hati
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan disesuaikan dengan intervensi yang telah ditentukan.
5. Evaluasi
1) Dx 1: Pasien akan mempertahankan pola pernafasan efektif dengan jalan nafas
paten atau aspirasi dicegah
2) Dx 2 :
DJJ ( + ) : 12-12-12
Hasil NST : Normal
Hasil USG : Normal
3) Dx 3 : agar cedera tidak terjadi pada janin
4) Dx 4 :
Ibu tampak tenang
Ibu kooperatif terhadap tindakan perawatan
Ibu dapat menerima kondisi yang dialami sekaran

Anda mungkin juga menyukai