Anda di halaman 1dari 41

REFERAT

ULKUS KORNEA ET CAUSA JAMUR

Pembimbing:
dr. Ayu S. Bulo Oetoyo, Sp.M, M.Sc

Penyusun:
Shina Niko Apredo
030.14.176

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA


RSUD BUDHI ASIH
PERIODE 25 MARET – 27 APRIL 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA

1
LEMBAR PENGESAHAN

Referat dengan judul:

“Ulkus Kornea Et causa Jamur”

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik


Ilmu Kesehatan Mata RSUD Budhi Asih periode 25 Maret – 27 April 2019

Disusun oleh :
Shina Niko Apredo
030.14.176

Jakarta, April 2019

Mengetahui,

Korpanit Mata RSUD Budhi Asih

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul
“Ulkus Kornea Et Causa Jamur” tepat pada waktunya. Penyusunan referat ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan dalam menempuh
kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUD Budhi Asih. Penulis
mengucapkan terima kasih sebesar besarnya kepada:
1. dr. Ayu S. Oetoyo, Sp.M, M.Sc selaku pembimbing dalam penyusunan
referat.
2. Seluruh staff SMF Mata RSUD Bushi Asih.
3. Rekan kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Mata RSUD Budhi Asih.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, hal
tersebut tidak lepas dari segala keterbatasan kemampuan yang peneliti miliki.
Oleh karena itu bimbingan dan kritik yang membangun dari semua pihak
sangatlah diharapkan.

Jakarta, April 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ---------------------------------------------------------- i


KATA PENGANTAR ---------------------------------------------------------------- ii
DAFTAR ISI --------------------------------------------------------------------------- iii

BAB I PENDAHULUAN --------------------------------------------------------- 1

BAB II Ulkus Kornea ---------------------------------------------------------------- 3


2.1 Anatomi Kornea ------------------------------------------------------------- 3
2.2 Fisiologi Kornea ------------------------------------------------------------- 7
2.3 Definisi ------------------------------------------------------------------------ 9
2.4 Epidemiologi ----------------------------------------------------------------- 9
2.5 Etiologi ------------------------------------------------------- ---------------- 10
2.6 Patogenesis -------------------------------------------------------------------- 12
2.7 Klasifikasi --------------------------------------------------------------------- 15
2.8 Manifestasi Klinis ------------------------------------------------------------ 19
2.9 Diagnosis ---------------------------------------------------------------------- 19
2.10 Penatalaksanaan -------------------------------------------------------------- 20
2.11 Komplikasi -------------------------------------------------------------------- 23
2.10 Prognosis ---------------------------------------------------------------------- 23

BAB III Ulkus Kornea e.c Jamur --------------------------------------------------- 25


4.1 Definisi ----------------------------------------------------------------------- 25
4.2 Etiologi--------------------------------------------------- -------------------- 25
4.3 Manifestasi Klinis ---------------------------------------------------------- 26
4.4 Patofisiologi ----------------------------------------------------------------- 27
4.5 Penegakkan Diagnosis--------------------------------------------------- 28
4.6 Penaatalaksanaan------------------------------------------------------ ----- 32
BAB IV Kesimpulan --------------------------------------------------- ------------- 39
DAFTAR PUSTAKA ---------------------------------------------------------------- 40

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Kornea merupakan selaput bening mata, tembus cahaya, dan merupakan


lapisan yang menutupi bola mata bagian depan. Kornea tidak mempunyai
pembuluh darah sehingga nutrisinya berasal dari aquous humor dan oksigen dari
luar. Secara anatomis kornea terdiri dari lima lapisan, yaitu: Epitel, membran
bowman, stroma, membran descement dan endotel. Kornea berfungsi sebagai
membrane pelindung untuk struktur mata yang berada di segmen anterior dan juga
memiliki fungsi sebagai media refraksi. Untuk itu agar tetap bisa menjalankan
fungsinya kornea harus tetap intak dan tetap transparan, namun ada beberapa hal
yang dapat mengganggu dari fungsi kornea yaitu seperti hilangnya sebagian
permukaan kornea yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek
kornea yang disebut sebagai ulkus kornea.1

Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya
infiltrat supuratif disertai defek kornea, diskontinuitas jaringan kornea yang dapat
terjadi dari epitel sampai stroma.1 Ulkus Kornea et causa Jamur adalah ulkus
kornea yang disebabkan oleh jamur biasanya karena trauma dengan tumbuh-
tumbuhan, tanah, atau karena pemakaian kortikosteroid sembarangan yang
menurunkan resistensi epitel kornea. 1, 2

Di Amerika, ulkus kornea merupakan penyebab tersering kebutaan dengan


insdensi 30.000 kasus per tahun. Sedangkan di California, insidensi terjadinya
ulkus kornea dilaporkan sebesar 27,6/100.000 orang per tahun dengan perkiraan
sebanyak 75.000 orang yang mengalami ulkus kornea setiap tahunnya. Faktor
predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain, trauma pemakaian lensa kontak,
riwayat operasi kornea, penyakit permukaan okular, pengobatan topical lama dan
penyakit imunosupresi sitemik.

1
Di Indonesia, Hasil survey Riskesdas tahun 2013 yang dilaksanakan oleh
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI,
prevalensi kebutaan nasional adalah sebesar 0,4%, jauh lebih kecil dibanding
prevalensi kebutaan tahun 2007 (0,9%). Prevalensi ulkus kornea pada tahun 2013
adalah 5,5%, dengan prevalensi ulkus kornea tertinggi ditemukan di Bali (11,0%),
diikuti oleh DI Yogyakarta (10,2%) dan Sulawesi Selatan (9,4%). Prevalensi
kekeruhan kornea terendah dilaporkan di Papua Barat (2,0%) diikuti DKI Jakarta
(3,1%). Pada laki-laki biasanya lebih sering ditemukan dibanding pada
perempuan. 1
Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat
untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi berupa perforasi
endoftalmitis, cumhipopion, prolapse iris, sikatrik kornea, katarak dan glaucoma
sekunder.

2
BAB II
ULKUS KORNEA

Gambar 1. Anatomi Mata (Kornea)

2.1 Anatomi(1,2,3)
Kornea merupakan suatu jaringan yang transparan dengan ukuran dan
struktur sebanding dengan kristal dari sebuah jam tangan kecil. Transparansi dari
kornea sendiri dikarenakan oleh struktur yang seragam, avaskular, dan
deturgensinya.
Sulcus scleralis merupakan kornea yang disisipkan ke dalam sklera yang
membentuk sebuat lekukan lingkaran. Ketebalan korna pada orang dewasa sekitar
0,55 um dengan diameter horizontal 12,5 mm dan diameter sekitar 11,5 mm dari
anterior ke posterior. Ketebalan kornea sentral bervariasi antara individu dan
merupakan penentu utama tekanan intraokular (IOP) diukur dengan teknik
konvensional.
Kornea merupakan lapisan yang tidak memiliki pembuluh darah sehingga
sumber nutrisi kornea didapatkan dari pembuluh-pembuluh darah limbus, aquous
humor, air mata. Kornea bagian superfisialis mendapatkan sebagian bear O2 dari
atmosfer. Kornea adalah jaringan yang paling dipersarafi di dalam tubuh, dan
kondisi seperti lecet dan keratopati bulosa dikaitkan dengan nyeri yang ditandai,
fotofobia dan laring refleks; subepithelial dan pleksus saraf stroma yang lebih

3
dalam keduanya dipersarafi oleh saraf trigeminal cangan ophtalmicus sebagai
saraf sensoris pada kornea. (1,2,3)

Gambar. 2 Lapisan Kornea

Dari arah anterior ke posterior kornea memiliki beberapa lapisan, yaitu :


1. Lapisan Epitel
Lapisan epitel memiliki lima sampai enam lapis sel epitel tidak
bertanduk yang saling tumpang tindih : satu lapis sel basal, polygonal
dan sel gepeng. Ketebalannya dari lapisan ini berskisar 550 um.
Lapisan pada kornea akan bergenerasi dalam waktu 7-10 hari
yang selanjutnya akan mengalami involusi, apoptosis, dan deskuamasi.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke
depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel
gepeng. Sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel
polygonal di depannya melalui desmosom dan macula okluden. Ikatan
ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan

4
barrier. Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat
kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.
Permukaan epitel kornea bekerja sebagai pelindung pertama ke
lingkungan luar dan merupakan bagian integral dari permukaan tear
film-cornea yang sangat penting untuk kekuatan bias mata.

Gambar.3 Struktur Kornea

2. Lapisan Bowman
Lapisan bowman atau yang biasa dikenal Membran Bowman
yaitu laipisan jernih aseluler, merupakan bagian stroma yang berubah.
Membran bowman terletak dibawah membran basal kornea yang
merupakan kolagen tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari
bagian depan stroma. Lapisan halus ini kira-kira setebal 15 mm dan
berfungsi untuk membantu kornea mempertahankan bentuknya. Lapisan
membran ini tidak memiliki daya untuk regenerasi.
3. Stroma
Stroma menyusun sekitar 90% ketebalan dari laipsan kornea.
Stroma mata manusia mengandung 200 hingga 250 lamela berbeda yang
merupakan serat kolagen yang tersusun sejajar satu dengan yang lainnya
dan tinggi sekitar 1-2 um. Jalinan lamela berjalan sejajar sehingga
ukuran dan kerapatnnya menjadi jernih secara optis. Lamela terletak
didalam zat proteoglikan terhidrasi dengan keratosit sehingga

5
menghasilkan kolagen dan zat dasar. Sedangkan keratosit itu sendiri
yaitu sel utama di lapisan stroma yang berfungsi untuk sintesis kolagen
dan glikosaminoglikan.
4. Membran Descemet
Membran descemet merupakan membran aseluler dan merupkan batas
antara belakang stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan
membran basalnya. Membran descement yaitu lamina basalis endotel
kornea dengan tampilan yang homogen. Ketebalan membran descemet
sekitar 3 um saat lahir dan terus menebal hingga 10-12 um bersifat
elastik dan berkembang terus seumur hidup.
5. Endotel
Endotel berasal dari mesotelium berlapis satu berbentuk heksagonal dan
besar 20-40 um. Endotel manusia yang utuh adalah manolayer, yang
nmuncul sebagai mosaic seperti sarang lebah dilihat dari sisi posterior.
Endotel memiliki satu lapis sel dan berperan dalam mempertahankan
deturgesensi stroma kornea. Lapisan endotel rentan terhadap trauma dan
sel akan menghilang dengan berjalannya usia lanjut. Reparasi endotel
terjadi sebagai pembesaran dan pergeseran sel dengan sedikit
pembelahan sel. Akibat dari kegagalan fungsi endotel mengakibatkan
edema kornea.
Keberadaan lapisan kornea keenam antara stroma dan membran Descemet
baru-baru ini telah diusulkan, meskipun beberapa ahli percaya ini adalah
kelanjutan dari stroma posterior yang dijelaskan sebelumnya.

6
2.2 Fisiologi

Gambar.4 Kornea

Kornea adalah selaput bening mata, bentuknya hampir sebagian lingkaran


dengan diameter vertical 10-11 mm, horizontal 11-12 mm, tebal 0.6-1 mm dan
terdiri dari 5 lapis. Kemudian indeks bias 1,375 dengan kekuaran pembiasan 80%
Kornea berfungsi sebagai membrane pelindung dan “jendela’’ yang dilalui
oleh berkas cahaya saat menuju retina. Sifat tembus cahaya kornea disebabkan
oleh strukturnya yaitu uniform, avascular, dan deturgensens. Deturgensens, atau
keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat
aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel.
Endotel lebih penting dari pada epitel dalam mekanime dehidrasi, dan
kerusakan pada endotel jauh lebih serius dibandingkan kerusakan pada epitel.
Kerusakan pada sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat
transparan, yang cenderung bertahan lama karena terbatasnya potensi perbaikan
fungsi endotel. Kerusakan pada epitel biasanya hanya menyebabkan edema local
sesaat pada stroma kornea yang akan menghilang dengan regnerasi sel-sel epitel
yang cepat. Penguapan air dari film air mata prakornea menyebabkan film air
mata menjadi hipertonik; proses tersebut dan penguapan langsung adalah faktor-
faktor yang menarik air dari stroma kornea superfisial untuk memperthankan
keadaan dehidrasi. (1,2,)

7
Lapisan epitel merupakan sawar pelindung terhadap masuknya mikroorganisme
ke kornea. trauma pada kornea dapat menyebabkan stroma dan lapisan bowman
dapat terinfeksi oleh patogen terutama streptoccoccus pneumoniae yang
merupakan bakteri patogen kornea sejati.1
Lesi pada kornea baik superfisial ataupun profundus pada umumnya akan
menimbulkan rasa nyeri dan fotofobia. Nyeri ditimbulkan oleh gesekan antara
palpebra superior dan kornea sedangkan fotofobia terjadi akibat dari kontraksi iris
yang meradang dan nyeri. Dilatasi pembuluh darah iris merupakan fenomena
refleks akibat iritasi ujung saraf kornea.2

8
ULKUS KORNEA
2.3 Definisi
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan korena yang ditandai
oleh adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea, diskontinuitas jaringan
kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai stroma. Ulkus kornea adalah suatu
kondisi yang berpotensi menyebabkan kebutaan yang membutuhkan
penatalaksanaan secara langsung.4

2.4 Epidemiologi
Ulkus kornea merupakan penyakit yang mengancam penglihatan. Ulkus
Kornea merupakan salah satu penyebab kebutaan terbesar di dunia, terutama di
daerah ekuator dan tropis. Sejumlah 45 juta orang menderita kebutaan di dunia.
Sekita 10% kasus kebutaan tersebut disebabkan ulkus kornea.1
Pola penyebab dan epidemiologi ulkus kornea bervariasi tergantung pada
kondisi populasi pasien, lokasi geografis, dan iklim. Insiden ulkus kornea lebih
tinggi di Negara berkembang dari pada Negara maju. Menurut Shetty Shrikanth et
al, prevalensi ulkus kornea menunjukkan angka yang lebih tinggi pada kelompok
usia produktif (21-60 tahun), yaitu 72%. Insiden paling sedikit tercatat 3% pada
kelompok usia 1-10 tahun, lalu 9% pada usia 11-20 tahun, dan 5 kasus di atas 71
tahun. Insiden pada kelompok sosioekonomi rendah 87%.2
Di Indonesia, Insiden ulkus kornea tahun 2013 adalah 5,5 persen dengan
prevalensi tertinggi di Bali (11,0%), diikuti oleh DI Yogyakarta (10,2%) dan
Sulawesi Selatan (9,4%). Prevalensi kekeruhan kornea terendah dilaporkan di
Papua Barat (2,0%) diikuti DKI Jakarta (3,1%). Prevalensi kekeruhan kornea pada

laki‐ laki cenderung sedikit lebih tinggi dibanding prevalensi pada perempuan.

9
Prevalensi kekeruhan kornea yang paling tinggi (13,6%) ditemukan pada
kelompok responden yang tidak sekolah. Petani/nelayan/buruh mempunyai
prevalensi kekeruhan kornea tertinggi (9,7%) dibanding kelompok pekerja
lainnya. Prevalensi kekeruhan kornea yang tinggi pada kelompok pekerjaan
petani/nelayan/buruh mungkin berkaitan dengan riwayat trauma mekanik atau
kecelakaan kerja pada mata, mengingat pemakaian alat pelindung diri saat bekerja
belum optimal dilaksanakan di Indonesia. 2

2.5 Etiologi
Etiologi ulkus kornea adalah:
Infeksi

 Infeksi Bakteri: P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies


Moraxella merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus
berbentuk sentral. Tidak ada gejala klinis yang khas, hanya secret yang
keluar bersifat mukopurulen yang bersifat khas menunjukkan infeksi P.
Aeruginosa. Sebuah penelitian terbaru menyebutkan bahwa telah
ditemukan Acinetobacter junii sebagai salah satu penyebab ulkus
kornea. Penyebab ulkus kornea 38,85% disebabkan oleh bakteri.4

 Infeksi Jamur: disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,


Cephalosporium dan spesies mikosis fungoides. Penyebab ulkus kornea
40,65% disebabkan oleh jamur.4

 Infeksi Virus : Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering
dijumpai. Bentuk khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil
dilapisan epitel yang bila pecah akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat
juga terjadi pada bentuk disform bila mengalami nekrosis di bagian
sentral, Infeksi virus lainnya varicella-zoster, variola, vacinia
(Jarang).4,5

 Acanthamoeba Infeksi kornea oleh Acantha moeba sering terjadi pada


pengguna lensa kontak lunak. Infeksi juga biasanya ditemukan pada
bukan pemakai lensa kontak yang terpapar air yang tercemar.

10
Noninfeksi

 Radiasi atau Suhu


Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahfri yang akan
merusak epitel kornea.

 Faktor eksternal, yaitu : luka pada kornea (erosio kornea), karena trauma,
penggunaan lensa kontak, luka bakar pada daerah muka.

 Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung pH.


Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organic
dan organic anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka akan terjadi
pengendapan protein permukaan sehingga bila konsentrasinya tidak tinggi
maka tidak bersifat destruktif. Biasamya kerusakan hanya bersifat
superfisial saja pada bahan alkali antara lain ammonia, cairan pembersih
yang mengandung kalium/natrium hidroksida dan kalium karbonat akan
terjadi penghancuran kolagen kornea.

 Defisiensi Vitamin A
Ulkus Kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan
vitamin A dari makanan atau gangguan absorbs di saluran cerna dan
gangguan pemanfaatan oleh tubuh.

 Kelainan sistemik, malnutrisi, alkoholisme, sindrom Steven-Jhonson,


sindrom defisiensi imun.

 Kelainan – kelainan Kornea yang disebabkan oleh : Edema kornea kronik,


exposure-keratitis (pada lagophtalmus, bius umum, koma), Keratitis
karena defisiensi vitamin A, keratitis neuroparalitik, keratitis superfisialis
virus.

 Obat-obatan (kortikosteroid, IDU (Iodo 2 dioxyuridine), trifluridine,


anestesi lokal, golongan immunosupresif, beberapa antibiotika spectrum-
luas dan spectrum sedang seperti neomycin gentamycin dan tobramycin)

 Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma

 Reaksi Hipersensitivitas : Reaksi terhadap stapilokokus (ulkus marginal),


TBC (Keratikonjungtivitis flikten), allergen tak diketahui (Ulkus Cincin)

11
2.6 Patogenesis Ulkus Kornea
Ketika epithelium kornea yang rusak diinvasi oleh agen-agen patogen,
perubahan-perubahan pada kornea pada perkembangannya menjadi ulkus kornea
dapat dibedakan menjadi 4 tahap yaitu; 2,4,5,8
1. Infiltrasi
2. Ulserasi aktif
3. Regresi
4. Sikatrik
Hasil akhir atau terminal dari ulkus korena bergantung pada virulensi dari
agen patogen, mekanisme pertahanan dari host dan tatalaksana yang diterima.
Perkembangan dari ulkus kornea atau keratitis dapat mengarah pada salah satu
dibawah ini
1. Ulkus dapat terlokalisasi dan sembuh
2. Penetrasi ke dalam menyebabkan perforasi kornea
3. Menyebar cepat menyebabkan seluruh kornea terkelupas atau ulkus kornea
terkelupas
Patologi dari Ulkus kornea terlokalisasi :
1. Tahap progresif infiltrasi
Pada tahap ini dikarakteristikkan dengan infiltrasi dari PMN dan/atau
limfosit ke dalam epithelium dari sirkulasi perifer. Pada tahap ini nekrosis
dapat muncul pada jaringan tergantung dari virulensi agen pathogen dan
kekuatan mekanisme pertahanan dari host tersebut.8

Stadium infiltrasi progresif

12
2. Tahap ulserasi aktif
Ulserasi aktif terjadi disebabkan karena nekrosis dan pengelupasan dari
epithelium membrane bowman dan stroma. Dinding dari ulserasi aktif
akan membengkak disebabkan oleh lamella yang terinhibisi oleh cairan
dan leukosit di antaranya. Pada tahap ini, disekitar dan dasar ulserasi akan
memperlihatkan infiltrasi abu-abu dan pengelupasan.
Pada tahap ini akan muncul hipremia dari jaringan sirkumkorneal yang
merupakan hasil dari akumulasi eksudat purulent dari kornea. Kongesti
vascular pada iris, badan siliaris dan iritis terjadi akibat dari absorpsi toxin
dari ulserasi. Eksudasi dapat masuk ke dalam COA melalui pembuluh iris
dan badan siliaris menyebabkan hipopion. Ulserasi dapat berkembang
hanya pada bagian superfisisal ataupun lebih menembus ke dalam hingga
menyebabkan formasu descematocele hingga kornea. 8

Stadium ulkus aktif


3. Tahap Regresi
Regresi dipicu oleh daya tahan tubuh natural (produksi antibodi dan
immune selular) dan terapi yang dapat respon yang baik. Garis demarkasi
terbentuk disekeliling ulkus, yang terdiri dari leukosit yang menetralisir
dan phagosit yang menghambat organisme dan debris sel nekrotik. Digesti
dari materi nekrosis ini dapat menyebabkan ulkus yang semakin besar.
Proses ini didukung oleh vaskularisasi superfisial yang meningkatkan
respon imun humoral dan sesuler. Ulkus pada stadium ini mulai membaik
dan epithelium mulai tumbuh pada sekeliling ulkus. 8

Stadium regresi

13
4. Tahap Sikatrik
Pada tahap ini terjadi epitelialisasi yang progresif yang membentuk lapisan
penutupan yang permanen. Dibawah epitel, terdapat jaringan fibrosa
terdiri dari fibroblast kornea dan sel endotel dari pembuluh darah baru.
Stroma kemudian menebal dan memenuhi bagian bawah epitelium,
sehingga mendorong epitel ke arah anterior. 8
Tahap sikatrik dari proses penyembuhan berbeda-beda. Pada lesi kornea
yang sangat superfisial dan hanya meliputi epitel, penyembuhan akan
terjadi tanpa meninggalakan opasitas. Sedangkan jika ulkus mencakup
membran Bowman dan lamella stroma superficial, sikatrik yang terbentuk
akan membentuk nebula. Makula dan leukoma dapat terjadi pada proses
penyembuhan ulkus yang meliputi sepertiga dan melebihi stroma kornea.

Stadium Sikatrik

Patologi Ulkus Kornea yang Perforasi


Perforasi ulkus kornea dapat terjadi bila proses ulkus lebih dalam dan
mencapai membrana descement. Membran ini keluar sebagai descemetocele Pada
stadium ini, tekanan yang meningkat pada pasien secara tiba-tiba seperti batuk,
bersin, mengejan, dan lain-lain akan menyebabkan perforasi, kebocoran humor
aqueous, tekanan intraokuler yang menurun dan diafragma iris-lensa akan
bergerak depan. Efek dari perforasi ini tergantung pada posisi dan ukuran
perforasi. Bila perforasi kecil dan bertentangan dengan tisu iris, dapat terjadi
proses penyembuhan dan pembentukan sikatrik yang cepat. Leukoma adheren
adalah hasil akhir setelah tejadinya cedera.

14
2.7 Klasifikasi Ulkus Kornea2,5,9
Berdasarkan lokasi, Ulkus kornea di bedakan menjadi 2, yaitu;
1. Ulkus Kornea Sentral
a. Ulkus Kornea Bakterialis
b. Ulkus Kornea Fungi
c. Ulkus Kornea Virus
d. Ulkus Kornea Acanthamoeba
2. Ulkus Kornea Perifer
a. Ulkus Marginal
b. Ulkus Mooren (Ulkus serpimginosa kronik/ulkus roden)
c. Ulkus cincin

1. Ulkus Kornea Sentral


A. Ulkus Kornea Bakterialis

Gambar. 5 Ulkus Kornea Bakterialis dan Pseudomonas

a. Ulkus Streptokokus : Khas sebagai ulkus yang menjalar dari tepi ke


arah tengah kornea (serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-
abuan berbentuk cakram dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus
Cepat menjalar ke dalam menyebabkan perforasi kornea, Karen
eksotoksin yang dihasilkan oleh streptokok pneumonia.4
b. Ulkus Stafilokokus : Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putik
kekuning- an disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek
epitel.4

15
c. Ulkus Pseudomonas :
Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral kornea yang dapat
menyebar ke samping dan ke dalam kornea. Gambaran berupa ulkus
yang berwarna abu-abu dengan kotoran yang dikeluarkan berwarna
kehijauan. Kadang- kadang bentuk ulkus ini seperti cincin. Dalam bilik
mata depan dapat terlihat hipopion yang banyak. Secara histopatologi,
khas pada ulkus ini ditemukan sel neutrofil yang dominan.4
d. Ulkus Pneumokokus Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang
dalam ulkus serpen. Ulkus terlihat dengan infiltrasi sel yang penuh dan
berwarna kekuning-kuningan. Penyeba- ran ulkus sangat cepat dan
sering terlihat ulkus yang menggaung dan di daerah ini terdapat
banyak kuman. 4
e. Ulkus Neisseria gonorrhoeae Ulkus kornea yang terjadi karena
Neisseria gonorrhoeae dan merupakan salah satu dari penyakit menular
seksual. Gonore bisa menyebabkan perforasi kornea dan kerusakan
yang sangat berarti pada struktur mata yang lebih dalam.4

B. Ulkus Kornea Fungi

Gambar. 6 Ulkus Kornea e.c Fungi

Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai


beberapa minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur
ini. Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan
yang agak kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat
penyebaran seperti bulu pada bagian epitel yang baik. Terlihat suatu
daerah tempat asal penyebaran di bagian sentral sehingga terdapat satelit-

16
satelit disekitarnya. Tukak kadang-kadang dalam, seperti tukak yang
disebabkan bakteri. Pada infeksi kandida bentuk tukak lonjong dengan
permukaan naik. Dapat terjadi neovaskularisasi akibat rangsangan radang.
Terdapat injeksi siliar disertai hipopion.

C. Ulkus Kornea Virus


 Ulkus Kornea Herpes Zooster :
Biasanya diawali rasa sakit pada kulit dengan perasaan lesu.
Gejala ini timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya gejala kulit.
Pada mata ditemukan vesikel kulit dan edem palpebra, konjungtiva
hiperemis, kornea keruh akibat terdapatnya infiltrat subepitel dan
stroma. Infiltrat dapat berbentuk dendrit yang bentuknya berbeda
dengan dendrit herpes simplex. Dendrit herpes zoster berwarna
abu-abu kotor dengan fluoresin yang lemah. Kornea hipestesi
tetapi dengan rasa sakit keadaan yang berat pada kornea biasanya
disertai dengan infeksi sekunder.
 Ulkus Kornea Herpes Simplex :
Infeksi primer yang diberikan oleh virus herpes simplex
dapat terjadi tanpa gejala klinik. Biasanya gejala dini dimulai
dengan tanda injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu
dataran sel di permukaan epitel kornea disusul dengan bentuk
dendrit atau bintang infiltrasi. terdapat hipertesi pada kornea secara
lokal kemudian menyeluruh. Terdapat pembesaran kelenjar
preaurikel. Bentuk dendrit herpes simplex kecil, ulceratif, jelas
diwarnai dengan fluoresin dengan benjolan diujungnya.

D. Ulkus Kornea Acanthamoeba


Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya,
kemerahan dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen,
cincin stroma, dan infiltrat perineural.

17
2. Ulkus Kornea Perifer
a. Ulkus Marginal

Gambar. 7 Ulkus Marginal

Bentuk Ulkus Marginal dapat simple atau cincin. Bentuk simple berbentuk
ulkus superfisial yang berwarna abu-abu dan terdapat pada infeksi
stafilococcus, toksit atau alergi dan gangguan sistemik pada influenza
disentri basilar gonokok arteritis nodosa, dan lain-lain. Yang berbentuk
cincin atau multiple dan biasanya lateral. Ditemukan pada penderita
leukemia akut, sistemik lupus eritromatosis dan lain-lain.
b. Ulkus Mooren

Gambar. 8 Ulkus Mooren

Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea kearah


sentral. ulkus mooren terutama terdapat pada usia lanjut. Penyebabnya
sampai sekarang belum diketahui. Banyak teori yang diajukan dan salah
satu adalah teori hipersensitivitas tuberculosis, virus, alergi dan autoimun.
Biasanya menyerang satu mata. Perasaan sakit sekali. Sering menyerang

18
seluruh permukaan kornea dan kadang meninggalkan satu pulau yang
sehat pada bagian yang sentral.
c. Ringer Ulcer
Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea terdapat ulkus yang
berbentuk melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa dangkal atau
dalam, kadangkadang timbul perforasi.Ulkus marginal yang banyak
kadang-kadang dapat menjadi satu menyerupai ring ulcer. Tetapi pada ring
ulcer yang sebetulnya tak ada hubungan dengan konjungtivitis kataral.
Perjalanan penyakitnya menahun.

2.8 Manifestasi Klinis


Gejala klinis pada ulkus Kornea5
 Gejala Objektif
- Hipopion
- Hilangnya sebagian kornea dan adanya infiltrate
- Injeksi silier
 Gejala Subjektif
o Nyeri
o Pandangan kabur
o Fotofobia
o Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
o Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
o Sekret mukopurulen
o Terasa seperti ada benda asing
o Mata berair

2.9 Diagnosis

Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


oftalmologis dengan menggunakan sliptlamp. Pada pemeriksaan oftalmologis
didapatkan gejala berupa adanya injeksi siliar, kornea edema, terdapat infiltrat,
hilangnya jaringan kornea disertai adanya jaringan nekrotik. 4

19
Pada kasus berat dapat terjadi iritis yang disertai dengan hipopion.
serta pada anamnesis pasien penyakit kornea, diungkapkan adanya riwayat
trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang
bermakna, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang
sering kambuh. Hendaknya ditanyakan pula riwayat pemakaian obat
topikal oleh pasien seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi
bagi penyakit bakteri, fungi, virus terutama keratitis herpes simplek. Juga
mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit sistemik seperti diabetes,
AIDS, keganasan, selain oleh terapi imunosupresi khusus
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya
injeksi siliar, kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea.
Pada kasus berat dapat terjadi iritis yang disertai dengan hipopion.
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :
 Ketajaman penglihatan  Respon reflek pupi
 Tes refraksi  Tes air mata
 Pemeriksaan slit-lamp
 Keratometri (pengukuran kornea)
 Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi

2.10 Penatalaksanaan
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh
spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea.
Pengobatan pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes
mata yang mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik dan
mengurangi reaksi peradangan dengann steroid.

20
Pasien dirawat bila mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat
sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan perlunya obat sistemik.
a. Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah
1. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya
2. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang
3. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering
mungkin dan mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih
4. Berikan analgetik jika nyeri
b. Penatalaksanaan medis
 Pengobatan konstitusi Oleh karena ulkus biasannya timbul
pada orang dengan keadaan umum yang kurang dari normal,
maka keadaan umumnya harus diperbaiki dengan makanan
yang bergizi, udara yang baik, lingkungan yang sehat,
pemberian roboransia yang mengandung vitamin A, vitamin B
kompleks dan vitamin C.
c. Pengobatan Lokal
Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera
dihilangkan. Lesi kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati
sebaik-baiknya. Konjungtuvitis, dakriosistitis harus diobati dengan
baik. Infeksi lokal pada hidung, telinga, tenggorok, gigi atau tempat lain
harus segera dihilangkan. Infeksi pada mata harus diberikan :
 Sulfas atropine sebagai salap atau larutan,
Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2
minggu.
Efek kerja sulfas atropine :
- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
- Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor
pupil.

21
Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya
akomodsi sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan
lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi midriasis sehinggga
sinekia posterior yang telah ada dapat dilepas dan mencegah
pembentukan sinekia posterior yang baru
• Skopolamin sebagai midriatika.
• Analgetik.
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes
pantokain, atau tetrakain tetapi jangan sering-sering.
 Antibiotik
Antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang
berspektrum luas diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi
subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan
salap mata karena dapat memperlambat penyembuhan dan juga
dapat menimbulkan erosi kornea kembali.
 Anti jamur
Terapi medikamentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya
preparat komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis
yang dihadapi bisa dibagi :
1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal
amphotericin B 1, 2, 5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml,
Natamycin > 10 mg/ml, golongan Imidazole
2. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal,
Natamicin, Imidazol
3. Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol
4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa,
berbagai jenis anti biotik
 Anti Viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan
streroid lokal untuk mengurangi gejala, sikloplegik, anti biotik

22
spektrum luas untuk infeksi sekunder analgetik bila terdapat
indikasi.

2.11 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering timbul berupa :
 Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat
 Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan
panopthalmitis
 Prolaps iris
 Sikatrik kornea
 Katarak
 Glaukoma sekunder

2.12 Prognosis
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat
lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan
ada tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan
waktu penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular.
Semakin tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan
serta timbulnya komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk.
Penyembuhan yang lama mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan
obat. Dalam hal ini, apabila tidak ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada
penggunaan antibiotika maka dapat menimbulkan resistensi.
Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan
dengan pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua
metode; migrasi sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan
pembentukan pembuluh darah dari konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil
dapat sembuh dengan cepat melalui metode yang pertama, tetapi pada ulkus
yang besar, perlu adanya suplai darah agar leukosit dan fibroblas dapat
membentuk jaringan granulasi dan kemudian sikatrik.

23
BAB III
ULKUS KORNEA e.c JAMUR

3.1 Definisi
Ulkus kornea jamur, yang pernah banyak dijumpai pada pekerjaan
pertanian, kini makin banyak dijumpai di antara penduduk perkotaan sejak mulai
dipakainya obat kortikosteroid dalam pengobatan mata. Sebelum era
kortikosteroid, ulkus kornea jamur hanya timbul bila stroma kornea kemasukan
organisme dalam jumlah yang sangat banyak-suatu peristiwa yang masih
mungkin terjadi di daerah pertanian atau berhubungan dengan pemakaian lensa
kontak lunak. Kornea yang belum berkompromi tampaknya masih dapat masih
dapat mengatasi organisme yang masuk dalam jumlah sedikit, seperti yang lazim
terjadi pada perkotaan.
Kebanyakan ulkus jamur disebabkan oleh organisme opurtunis, seperti
candida, fusarium, aspergillus, penicilium, cephalosporium, dan lain-lain. Tidak
ada ciri khas yang membedakan macam-macam ulkus jamur ini.
Kerokan dari ulkus kornea jamur, kecuali yang disebabkan oleh candida
mengandung unsur-unsur hifa; kerokan dari ulkus Candida, umumnya
mengandung pseudohifa atau bentuk ragi yang menampakkan kuncup khas

3.2 Etiologi

Jamur Berfilamin Bersifat multiseluler dengan cabang-cabang hifa


(Filamentous Jamur Bersepta Fusarium sp, Acremonium sp,
Fungi) Aspergillus sp, Clodosporium sp,
Penicillium sp, Paecilomyces sp,
Phialophora sp, Curvularia sp,
Altenaria sp.b
Jamur tidak bersepta Mucor sp, Rhizopus sp, Absidia
sp

24
Jamur Ragi (yeast) Jamur uniselular dengan pseudohifa dan tunas (candida
albicans, Cryptococcus sp, Rodotolura sp.
Jamur Difasik Jaringan hidup membentuk sel ragi sedang pada media
perbaikan membentuk miselium (Blasstomices sp,
Coccidididies sp, Histoplasma sp, Sporothrix sp.

Pada ASIA Tenggara jamur yang paling sering menyebabkan ulkus kornea
adalah Aspergillus sp dan Fusarium sp.
Fusarium dan sefalosporium terdapat dimana-mana, ditanah, diudara dan
sampah organic. Keduanya dapat menyebabkan penyakit pada tanaman dan pada
manusia dapat diisolasi dari infeksi kulit, kuku, saluran kencing. Aspergillus juga
terdapat dimana-mana dan merupakan organisme oportunistik, selain keratitis
aspergilus dapat menyebabkan endoftalmitis eksogen dan endogen, selulitis
orbita, infeksi saluran lakrimal. Kandida adalah jamur yang paling oportunistik
karena tidak mempunyai hifa (filament) menginfeksi mata yang mempunyai
factor pencetus seperti exposure keratitis, keratitis sika, pasca keratoplasti,
keratitis herpes simpleks dengan pemakaian kortikosteroid. Pengobatannya
dengan pemberian obat anti jamur dengan spectrum luas, apabila memungkinkan
dilakukan pemeriksaan laboraturium dan tes sensitifitas untuk dapat memilih obat
anti jamur yang spesifik.

3.3Manifestasi Klinis
Dalam menegakkan diangnosis klinik dapat dipakai pedoman berikut
1. Riwayat trauma terutama tumbuhan, tanah dan pemakaian steroid
topical lama.
2. Nyeri, tetapi tidak intensitas nyeri kurang dibandingkan nyeri pada
ulkus bakteri
3. Ulkus Luas, tepi ulkus sedikit menonjol, kering dan irregular, putih
abu-abu, atau cokelat sesuai koloni jamur. Tonjolan seperti hifa
dibawah endotel utuh
4. Lesi satelit

25
5. Hipopion, Kadang-kadang rekuren
6. Formasi cincin sekeliling luas
7. Lesi kornea yang indolen
8. Jika disebabkan oleh jamur berpigmen maka akan menimbulkan
gambaran plak berwarna gelap (plak endotel) yang terdapat permukaan
pada permukaan dasar kornea
Reaksi di atas timbul akibat investasi jamur pada kornea yang
memproduksi mikotoksin, enzim-enzim serta antigen jamur sehingga
terjadi nekrosis kornea dan reaksi radang yang cukup berat.

3.4 Patofisiologi
Kornea merupakan lapisan jernih yang tersusun atas kumpulan sel dan tidak
memiliki pembuluh darah, Kornea merupakan bagian anterior dari mata yang
akan dilalui cahaya dalam proses pembentukan bayangan di retina. Biasan cahaya
terutama terjadi di permukaan anterior dari kornea.
Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea dapat mengganggu
pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karena itu kelainan atau masalah
sekecil apapun yang terjadi pada kornea pasti akan menimbulkan gangguan
penglihatan terutama apabila terletak di daerah pupil.
Kornea merupakan bagian mata yang avaskuler, maka pertahanan pada waktu
peradangan tidak segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung
banyak vaskularisasi. Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang
terdapat dalam stroma kornea akan memmakrofag benda – benda asing, kemudian
disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat di limbus dan tampak
sebagai injeksi perikornea.4
Selanjutnya terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuklear, sel plasma, leukosit
polimorfonuklear (PMN) yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak
sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan
permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah
ulkus kornea. Kornea memiliki banyak serabut saraf maka apabila terdapat lesi
pada kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan

26
fotofobia. Rasa sakit akan muncul atau bertambah apabila adanya gesekan
palpebra (terutama palpebra superior) dengan kornea. Kontraksi yang bersifat
progresif, regresi iris yang meradang dapat menimbulkan fotofobia.
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut. Infiltar
sel leukosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus kornea dapat menyebar
kedua arah yaitu; melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil dan
superficial makan akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi bersih
kembali, tetapi apabila lesi sampai ke membrane bowman dan sebagian stroma
maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang menyebabkan terjadinya sikatrik.

3.5 Diagnnosis
Ulkus jamur dianggap sebagai lesi kornea supuratif dengan ulkus kering,
terangkat dengan crenate (memiliki margin dengan proyeksi rendah, bulat atau
bergigi), berspekulasi (paku atau titik pada permukaan) atau perbatasan
pseudohyphate, lesi satelit, hypopyon (eksudat leukosit dalam ruang anterior
mata) atau endophthalmitis ruang posterior dengan pematangan ruang anterior
yang progresif, dan kegagalan untuk merespons pengobatan antibakteri.11
Lokasi, warna, kepadatan, dimensi, bentuk, keteraturan tepi dan kedalaman
infiltrasi harus dicatat, serta nekrosis, penipisan stroma, edema peri-lesional,
infiltrat satelit, neovaskularisasi, atau reaksi ruang anterior (hypopyon, fibrin, plak
endotel). Sensitivitas kornea harus diuji jika diduga terdapat keratitis neurotropik.

27
Tanda-tanda keratitis jamur:
 Deposit pigmen pada ulkus (jamur berfilamen berpigmen)
 Plak endotel, hipopion.
 Epitel kornea yang keabu-abuan dengan permukaan yang mengalami
ulserasi atau infiltrasi; epitel kadang-kadang utuh, disembuhkan melalui
infiltrat stroma yang memanjang lebih dalam
 Dikroinfiltrat "lesi satelit" menyebar luas ke seluruh kornea
 Infiltrat stroma dengan tepi yang tidak teratur, menunjukkan sedikit atau
tidak ada peradangan, pada pembesaran kadang-kadang menunjukkan hifa
jamur berserabut.

Gambar 7. Ulkus kornea karena jamur

28
Gambar 8 . Ulkus kornea karena jamur

 Pemeriksaan Oftalmologi
Untuk memeriksa ulkus kornea diperlukan slit lamp atau kaca pembesar dan
pencahayaan terang. Harus diperhatikan pantulan cahaya saat menggerakkan
cahaya di atas kornea, daerah yang kasar menandakan defek pada epitel. Yang
dapat dilihat di sliptlamp adalah injeksi siliaris, defek epitel, adanya infiltrat
dengan tepi yang meninggi, tekstur yang kasar, pigmentasi putih keabu-abuan,
plak endotel, dan tampilan cincin putih pada kornea dan lesi satelit pada tepi fokus
primer infeksi dan hipopion.

29
Cara lain untuk melihat ulkus adalah dengan tes fluoresein. Pada tes fluoresein
defek epitel ditandai dengan adanya daerah yang berwarna hijau.

Uji Fluoresein positif pada defek epitel . Infiltrat Satelit

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium berguna untuk diagnosis kausa dan juga
penting untuk pemilihan terapi yang tepat dengan hasil kultur kerokan.
 Melakukan Pemeriksaan Kerokan Kornea
Pemeriksaan kerokan kornea sebaiknya dengan menggunakan
spatula kimura yaitu dari dasar dan tepi ulkus dengan
biomikroskop. Dapat dilakukan pewarnaan KOH, Gram untuk
megidentifikasi ragi, Giemsa untuk mendeteksi elemen jamur atau
KOH + Tinta India, dengan angka keberhasilan masing-masing 20-
30%, 50-60%, 60-75% dan 80%.
 Biopsi Jaringan kornea
Bisa dilakukan bila hasil kultur negatif dalam waktu 48-72 jam
pada pasien yang diduga kuat memiliki infeksi jamur dan tidak
juga membaik dengan terapi antibakterial. Biopsi dilakukan utnuk
menegakkan diagnosis pasti. Caranya diwarnai dengan Periodic
acid schiff atau Methenamine Silver.
 Nomarksi differential interference Contrast Microscope
Untuk melihat morfologi jamur dari kerokan kornea (metode
Nomarski).

30
3.6 Penatalaksanaan
Setelah diagnosis dan dikonfirmasi, perawatan medis harus segera
dimulai. Patogen jamur penyebab dapat diidentifikasi dengan baik melalui analisis
laboratorium dari kerokan kornea, pewarnaan vital, dan kultur mikroba.
Diagnosis dini dan perawatan cepat, efektif adalah penting dan dapat
mencegah hilangnya penglihatan dan kebutaan bagi pasien. Keratitis jamur
biasanya memerlukan perawatan jangka panjang dengan agen antijamur karena
aktivitas fungistatik dan bioavailabilitas yang buruk dari agen ini. Untuk
penatalaksanaan jamur pada kornea pengobatan didasarkan pada jenis dari jamur.
 Anti jamur
Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya
preparat komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis
yang dihadapi bisa dibagi :
 Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal
amphotericin B 0,25 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml,
Natamycin > 10 mg/ml, golongan Imidazole
 Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal,
Natamicin, Imidazol
 Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol
 Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa, berbagai
jenis antibiotik

Pemberian Amphotericin B subkonjungtival hanya untuk usaha


terakhir. Steroid topical adalah kontraindikasi, terutama pada saat terapi
awal. Diberikan juga obat siklopegik (atropine) guna mencegah sinekia
posterior untuk mengurangi uveitis anterior.

31
B. Tindakan Operatif
Meskipun saat ini tersedia terapi obat anti jamur, infeksi jamur yang parah
dapat menyebabkan perforasi akut, skleritis, endophthalmitis, dan kebutaan.
Perawatan bedah mencoba untuk menghilangkan elemen infeksi dan juga jaringan
nekrotik dan puing-puing lainnya, yang dapat menghambat penyembuhan total
lesi. Dalam kasus descemetocele, perforasi kornea, atau keratitis jamur bandel
yang tidak responsif terhadap terapi obat maksimum, manajemen bedah harus
dipertimbangkan. Prosedur bedah spesifik mana yang tergantung pada tingkat
keparahan penyakit. Flap konjungtiva permanen atau transplantasi membran
amniotik, dan penggunaan perekat jaringan adalah beberapa metode bedah lain
yang digunakan untuk pengobatan berbagai jenis ulkus kornea jamur. Keratoplasti
penetrasi adalah prosedur bedah besar untuk mengembalikan integritas anatomi
dan memberantas infeksi, tetapi infeksi jamur berulang dapat terjadi. Hypopyon,
perforasi kornea, infeksi kornea meluas ke limbus, atau infeksi lensa adalah faktor
risiko utama untuk kekambuhan infeksi. Dalam beberapa kasus di mana infeksi
tidak meluas melalui seluruh ketebalan kornea, keratoplasti lamelar dapat
dipertimbangkan.13

Keratoplasti
Transplantasi kornea (keratoplasti) diindikasikan bagi banyak kornea
yang serius, misalnya jaringan parut, edema, penipisan dan distorsi.
Istilah keratoplasti penetrans berarti penggantikan kornea seutuhnya dan
keratoplasti lamelar berarti penggantian sebagian dari ketebalan kornea.
Donor yang lebih muda lebih disukai untuk keratoplasti penetrans
dan terdapat hubungan langsung antara umur dengan kesehatan dan
jumlah sel endotel. Karena sel endotel sangat cepat mati, mata hendaknya
segera diambil segera setelah donor meninggal dan segera dibekukan.
Mata utuh harus dimanfaatkan dalam 48 jam, dan sebaiknya dalam 48
jam. Untuk keratoplasti lamelar, kornea tersebut dapat dibekukan,
didehidrasi, atau disimpan dalam lemari es selama beberapa minggu, sel
endotel tidak penting untuk prosedur ini.11

32
Gambar 9. Lamellar Keratoplasty

Gambar 10 . Panetrating Keratoplasty

Transplantasi Membran Amnion


Transplantasi membran amnion dapat mengurangi potensi penolakan
allograft. Bila transplantasi kornea diperlukan, tingkat keberhasilan
meningkat jika dilakukan pada mata yang menjalani transplantasi
membran amnion karena dapat mengurangi inflamasi. Untuk ulkus kornea

33
yang dalam, beberapa lapis membran amnion digunakan untuk
mengembalikan ketebalan kornea yang normal. Terdapat literatur yang
menyebutkan penggunaan ProKera pada kasus infeksi kornea, nyeri dan
inflamasi mereda pada 96 jam setelah penggunaan, defek epitel kornea
dan ulkus pada stroma sembuh dengan cepat hasilnya penglihatan
membaik.15
pada kasus infeksi kornea, nyeri dan inflamasi mereda pada 96 jam
setelah penggunaan, defek epitel kornea dan ulkus pada stroma sembuh
dengan cepat hasilnya penglihatan membaik.15

ProKera adalah sistem dual-ring yang menguatkan lembaran membran amnion


semitranpasran cyropreserved. ProKera dimasukkan dibawah anestesi topikal ke
fornix superior lalu diselipkan di bawah kelopak mata inferior.15

34
BAB IV
KESIMPULAN

Ulkus kornea menyebabkan nyeri karena kornea memiliki banyak serabut


nyeri dimana kebanyakan lesi kornea akibat benda asing kornea, keratitis serta
ulkus kornea akan menimbulkan rasa sakit, rasa sakit ini diperhebat dengan
adanya gesekan palpebra terutama palpebra superior pada kornea dan menetap
sampai sembuh. Kebanyakan ulkus kornea karena jamur disebabkan oleh
organisme oportunis seperti candida fusarium, aspergillus, penicilium,
cephalosporium, dan lain-lain. Tidak ada ciri khas yang membedakan ulkus jamur
ini.
Ulkus kornea jamur biasanya memerlukan perawatan jangka panjang
dengan agen antijamur karena aktivitas fungistatik dan bioavailabilitas yang buruk
dari agen ini. Untuk penatalaksanaan jamur pada kornea pengobatan didasarkan
pada jenis dari jamur.
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat
lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada
tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu
penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin
tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya
komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2015
2. Riordan P- Eva, Whitcher JP. Vaughan & Ausbry : Oftalmologi Umum. Ed.
17. Jakarta : EGC. 2009
3. Paulsen F. & J. Waschke. Sobotta Atlas of Human Anatomy :Head, Neck
Neuroanatomy. Jakarta : EGC. 2013
4. Sitorus RS et al editors. Buku Ajar Oftalmologi. Jakarta:Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2017
5. Singh DP, Verma RK, Singh A, Kumar S, Mishra V, Mishra A. A
retrospective study of fungal corneal ulcer from the western part of Uttar
Pradesh. Int J Res Med Sci 2015;3:880-2.
6. White ML,Chodos J. Herpes Simplex Virus Keratitis:A Treatment Guaidline.
American Academy Of Ophtalmology.2014
7. Kanski’s Clinical Ophtalmology.Ed 8. Elsevier.2016
8. Khurana AK. Comprehensive Opthalmology. Ed 4. New Age International:
New Delhi. 2007. Pg. 80-82; 90-110; 170-3
9. Tanto C et al editors. Kapita Selekta Kedokteran. Ed 4. Jakarta:Media
Aesculapius.2014:373-7
10. Sherrwood, Lauralee. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Ed 8.
Jakarta:EGC.2013
11. Austin A, Lietman T, Nussbaumer JR. Update On The Management Of
Infection Keratitis. American Academy Of
Ophtalmology.2017:124(11);1678-86
12. Azher TM, Yin XT, Taijirouz D, Huang AJW,Stuart PM. Herpes Simplex
Keratitis:Challenges In Diagnosis And Clinical Managenet. Clinical
Oftalmologi.2017:11;185-191
13. King AL, et al. Predisposing Factors, Microbial Characteristics, And Clinical
Outcome Of Microbial Keratitis In A Teriary Centre In Hongkong:A-Year
Experience. Hindawi Jounal Of Ophtalmology.2015

36
14. Gebremariam TT, Alemu TA, Daba KT. Bacteriology And Risk Factors Of
Bacterial Kertitis in Ethiopia.IMedPub Journal.2015:9(5);1-5

37

Anda mungkin juga menyukai