A. PENGERTIAN
Sifilis adalah salah satu penyakit menular seksual. Penyakit tersebut
ditularkan melalui hubungan seksual, penyakit ini bersifat Laten atau dapat
kambuh lagi sewaktu-waktu selain itu bisa bersifat akut dan kronis. Penyakit
ini dapat cepat diobati bila sudah dapat dideteksi sejak dini. Kuman yang
dapat menyebabkan penyakit sifilis dapat memasuki tubuh dengan menembus
selaput lendir yang normal dan mampu menembus plasenta sehingga dapat
menginfeksi janin (Soedarto, 1998).
Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh
Treponema pallidum. Penyakit menular seksual adalah penyakit yang
ditularkan melalui hubungan seksual. Penyakit ini sangat kronik,
bersifat sistemik dan menyerang hampir semua alat tubuh (Hidayat, 2009).
Sifilis ialah penyakit infeksi oleh Treponema palidum dengan perjalanan
penyakit yang kronis, adanya remisi dan aksaserbasi, dapat menyerang semua
organ dalam tubuh terutama sistem kardiovaskular, otak, dan susunan saraf,
serta dapat terjadi sifilis kongenital (Mansjoer, Arif, et al, 2000: 153).
Berdasarkan beberapa teori di atas, dapat disimpulkan bahwa sifilis
adalah penyakit infeksi yang dapat digolongkan Penyakit Menular Seksual
(PMS), yang disebabkan oleh Treponema palidium, yang bersifat kronis dan
bekerja secara sistemik.
B. ETIOLOGI
Sifilis disebabkan oleh Treponema Pallidum. Treponema Pallidum
termasuk ordo Spirochaeta, famili Treponemetoceae yang berbentuk seperti
spiral dengan panjang antara 5-20 mikron dan lebar 0,1- 0,2 mikron, mudah
dilihat dengan mikroskop lapangan gelap akan nampak seperti spiral yang bisa
melakukan gerakan seperti rotasi. Organisme ini bersifat anaerob mudah
dimatikan oleh sabun, oksigen, sapranin, bahkan oleh Aquades. Didalam darah
donor yang disimpan dalam lemari es Treponema Pallidum akan mati dalam
waktu tiga hari tetapi dapat ditularkan melalui tranfusi mengunakan darah
segar (Soedarto, 1990). Sifilis ini juga dapat menular melalui hubungan
seksual dengan penderita sifilis. Kontak kulit dengan lesi yang mengandung T.
pallidum juga akan menularkan penyakit sifilis.
C. EPIDEMIOLOGI
Asal penyakit tidak jelas. Sebelum tahun 1492 belum dikenal di Eropa.
Pada tahun 1494 terjadi epidemi di Napoli. Pada abad ke-18 baru diketahui
bahwa penularan sifilis melelui hubungan seksual. Pada abad ke-15 terjadi
wabah di Eropa. Sesudah tahun 1860, morbilitas sifilis menurun cepat. Selama
perang dunia II, kejadian sifilis meningkat dan puncaknya pada tahun 1946,
kemudian menurun setelah itu.
Kasus sifilis di Indonesia adalah 0,61%. Penderita yang terbanyak adalah
stadium laten, disusul sifilis stadium I yang jarang, dan yang langka ialah
sifilis stadium II.
D. KLASIFIKASI
Sifilis dibagi menjadi sifilis kongenital dan sifilis akuisital (didapat).
Sifilis kongenital dibagi menjadi sifilis dini (sebelum dua tahun) dan lanjut
(setelah dua tahun). Sifillis akuisita dapat dibagi menurut dua cara yaitu:
1. Klinis (stadium I/SI, stadium II/SII, stadium III/SIII)
2. Epidemiologik, menurut WHO dibagi menjadi:
a. Stadium dini menular (dalam satu tahun sejak infeksi), terdiri atas
S I, S II, stadium rekuren, dan stadium laten dini.
G. KOMPLIKASI
Tanpa pengobatan, sifilis dapat membawa kerusakan pada seluruh tubuh.
Sifilis juga meningkatkan resiko infeksi HIV, dan bagi wanita, dapat
menyebabkan gangguan selama hamil. Pengobatan dapat membantu
mencegah kerusakan di masa mendatang tapi tidak dapat memperbaiki
kerusakan yang telah terjadi.
1. Benjolan kecil atau tumor disebut gummas, benjolan-benjolan ini dapat
berkembang dari kulit, tulang, hepar, atau organ lainnya pada sifilis tahap
laten. Jika pada tahap ini dilakukan pengobatan, gummas biasanya akan
hilang.
2. Masalah Neurologi.
Pada stadium laten, sifilis dapat menyebabkan beberapa masalah pada
nervous sistem, seperti:
a. Stroke
b. Infeksi dan inflamasi membran dan cairan di sekitar otak dan
spinal cord (meningitis)
c. Koordinasi otot yang buruk
d. Numbness (mati rasa)
e. Paralysis
f. Deafness or visual problems
g. Personality changes
h. Dementia
3. Masalah kardiovaskular.
Ini semua dapat meliputi bulging (aneurysm) dan inflamasi aorta,
arteri mayor, dan pembuluh darah lainnya. Sifilis juga dapat menyebabkan
valvular heart desease, seperti aortic valve stenonis.
4. Infeksi HIV.
Orang dewasa dengan penyakit menular seksual sifilis atau borok
genital lainnya mempunyai perkiraan dua sampai lima kali lipat
peningkatan resiko mengidap HIV. Lesi sifilis dapat dengan mudah
perdarahan, ini menyediakan jalan yang sangat mudah untuk masuknya
HIV ke aliran darah selama aktivitas seksual.
5. Komplikasi kehamilan dan bayi baru lahir.
Sekitar 40% bayi yang mengidap sifilis dari ibunya akan mati,
salah satunya melalui keguguran, atau dapat hidup namun dengan umur
beberapa hari saja. Resiko untuk lahir premature juga menjadi lebih tinggi.
Pada stadium primer komplikasi diatas belum terjadi. Manifestasi
di atas dapat muncul pada sifilis dengan stadium tersier dan kongenital
karena infeksi Treponema mencapai sistem saraf pusat (SSP), sehingga
apabila sudah mengenai SSP maka akan mengganggu semua sistem
tubuh sehingga akan terjadi penurunan daya imun yang memudahkan
masuknya infeksi lainnya, pada organ ginjal akan menyebabkan gangguan
sistem perkemihan dan akan mengganggu sistem organ lainnya.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk menentukan diagnosis sifilis maka dilakukan pemeriksaan klinik,
serologi atau pemeriksaan dengan mengunakan mikroskop lapangan gelap
(darkfield microscope). Pada kasus tidak bergejala diagnosis didasarkan pada
uji serologis treponema dan non protonema. Uji non protonema
seperti Venereal Disease Research Laboratory ( VDRL ). Untuk mengetahui
antibodi dalam tubuh terhadap masuknya Treponema pallidum. Hasil uji
kuantitatif uji VDRL cenderung berkorelasi dengan aktifitas penyakit sehingga
amat membantu dalam skrining, titer naik bila penyakit aktif (gagal
pengobatan atau reinfeksi) dan turun bila pengobatan cukup. Kelainan sifilis
primer yaitu chancre harus dibedakan dari berbagai penyakit yang ditularkan
melalui hubungan kelamin yaitu chancroid, granuloma inguinale,
limfogranuloma venerium, verrucae acuminata, skabies, dan keganasan
( kanker ).
c. Sifilis III
1) Penisilin benzatin G dosis total 9,6 juta unit
2) Penisilin G prokain dalam aqua dengan dosis total 18 juta
unit (600.000 unit)
3) Penisilin prokain + 2% alumunium monostearat, dosis
total 9,6 juta unit (diberikan 1,2 juta unit/kali, dua kali seminggu)
d. Untuk pasien sifilis I dan II yang alergi terhadap penisilin, dapat
diberikan:
1) Tertrasiklin 500mg/oral, 4x sehari selama 15 hari.
2) Eritromisin 500mg/oral, 4x sehari selama 15 hari.
e. Untuk pasien sifilis laten lanjut (> 1 tahun) yang alergi terhadap
penisilin, dapat diberikan:
1) Tetrasiklin 500mg/oral, 4x sehari selama 30 hari
2) Eritromisin 500mg/oral, 4x sehari selama 30 hari.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Memberikan pendidikan kepada pasien dengan menjelaskan hal-
hal sebagai berikut:
1) Bahaya PMS dan komplikasi
2) Pentingnya mamatuhi pengobatan yang diberikan
3) Cara penularan PMS dan pengobatan untuk pasangan
seks tetapnya
4) Hindari hubungan seks sebelum sembuh dan memakai
kondom jika tidak dapat dihindarkan lagi.
5) Pentingnya personal hygiene khususnya pada alat
kelamin
6) Cara-cara menghindari PMS di masa mendatang.
Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mencegah seseorang agar
tidak tertular seperti penyakit sifilis. Hal-hal yang dapat dilakukan
antara lain :
a) Tidak berganti-ganti pasangan
b) Berhubungan seksual yang aman: selektif memilih
pasangan dan mempratikkan ‘protective sex’.
J. PROGNOSIS
Prognosis sifilis menjadi lebih baik setelah ditemukannya penisilin. Jika
penisilin tidak diobati, maka hampir seperempatnya akan kambuh, 5% akan
mendapat S III, 10% mengalami sifilis kardiovaskuler, neurosifilis, dan 23%
akan meninggal.
Pada sifilis dini yang diobati, angka penyembuhan mencapai 95%.
Kelainan kulit akan sembuh dalam 7-14 hari. Pembesaran kelenjar getah
bening akan menetap berminggu-minggu.
Kegagalan terapi sebanyak 5% pada S I dan S II. Kambuh klinis umumnya
terjadi setahun setelah terapi berupa lesi menular pada mulut, tenggorokan,
dan regio perianal. Selain itu, terdapat kambuh serologik.
Pada sifilis laten lanjut, prognosis baik. Pada sifilis kardiovaskuler,
prognosis sukar ditentukan. Prognosis pada neurosifilis bergantung pada
tempat dan derajat kerusakan.
Sel saraf yang sudah rusak bersifat irreversible. Prognosis neurosifilis pada
sifilis dini baik, angka penyembuhan dapat mencapai 100%. Neurosifilis
asimtomatik pada stadium lanjut juga baik, kurang dari 1% memerlukan terapi
ulang
Prognosis sifilis kongenital dini baik. Pada yang lanjut, prognosis
tergantung pada kerusakan yang sudah ada.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengumpulan Data
1. Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, pendidikan, alamat,
diagnosa medis, tanggal/jam MRS dan tanggal/jam pengkajian.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh pasien dan merupakan
alasan pokok klien masuk RS (Keluhan utama saat MRS)
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Berisikan tentang keadaan dan keluhan klien saat timbulnya serangan,
waktu, frekuensi, penjalaran, kwalitas, tindakan yang dilakukan untuk
mengatasi serangan.
c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita klien terutama penyakit
yang mendukung munculnya penyakit saat ini (faktor predisposisi dan
presifitasi).
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita keluarga yang
mempunyai sifat herediter dan berpengaruh terhadap munculnya sifilis.
3. Pengkajian Pola Kebiasaan:
a. Bernafas
Gangguan bernafas karena flu
b. Makan minum
Terjadi penurunan nafsu makan
c. Eleminasi
Gejala: penurunan berkemih, nyeri pada saat kencing, kencing keluar
Nanah. Tanda: kencing bercampur nanah,nyeri pada saat kencing.
d. Gerak dan aktifitas
Gejala: kelelahan terus- menerus, malaise,.Tanda: kelemahan,
perubahan tanda- tanda vital.
e. Sirkulasi
Gejala: komplikasi kardiovaskuler, aneurisma.Tanda: tekanan darah
kadang-kadang naik.
f. Istirahat Tidur
Adanya gejala susah tidur/insomnia akibat nyeri yang dirasakan
g. Kebersihan diri
Kurang perawatan diri akibat hambatan mobilitas
h. Pengaturan suhu tubuh
Adanya peningkatan suhu tubuh akibat proses infeksi
i. Rasa nyaman
Adanya nyeri akibat peradangan
j. Rasa aman
Cemas dan takut dengan kondisinya
k. Data sosial
Menarik diri, malu dengan kondisinya
l. Prestasi dan produktifitas
m. Rekreasi
n. Belajar
Kurang pengetahuan dan kepedulian pasien terhadap kondisinya
o. Ibadah
kegiatan ibadah terganggu karena hambatan mobilitas
4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum Pasien; Meliputi kondisi yang tampak oleh
perawat.
Kesadaran
Bangun Tubuh
Postur tubuh
Cara berjalan
Gerak motorik
Keadaan Kulit : tampak luka, merah, ruam,
nodul, ulkus
Ukuran lain
b. Keadaan fisik
Kepala
Mata : penurunan pengelihatan
Hidung
Telinga : penurunan pendengaran
Mulut
Leher
Thorak
Abdomen
Genetalia : tampak nodul ulseratif, papula, gumma.
Ekstremitas
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan fisik.
2. Pemeriksaan klinik, serologi atau pemeriksaan dengan
mengunakan mikroskop lapangan gelap (darkfield microscope).
3. Uji serologis treponema dan non protonema. Uji non protonema
seperti Venereal Disease Research Laboratory ( VDRL ).
Analisa Data
Data Objektif Data Subjektif Kesimpulan
Ekspresi wajah tampak Klien mengeluh nyeri Nyeri
Data Objektif Data Subjektif Kesimpulan
meringis pada area luka
Pasien mengalami Pasien mengatakan tidak Perubahan nutrisi kurang
penurunan BB nafsu makan, dari kebutuhan tubuh
Pasien tampak pucat, Pasien mengeluh lemah Perubahan perfusi
sianosis, dingin pada dalam beraktivitas jaringan
ekstremitas, pengisian
kapiler > 3dtk
Perubahan TD, Bunyi Ps mengeluh lemas disertai Penurunan curah jantung
jantung tambahan dengan nyeri
Kulit hangat, menggigil, Ps mengeluh badannya Hipertemi
takikardi, suhu > 37,5 panas
Gerak tampak terbatas Klien mengungkapkan Hambatan mobilitas fisik
dlm aktivitas, Penurunan tidak mampu beraktivitas
kekuatan otot
ADL tidak terpenuhi, Ps Ps mengeluh tidak nyaman Defisit perawatan diri
tampak kotor
Ps tampak lemah, ps Ps mengeluh sulit tidur Perubahan pola tidur
sering menguap
Pasien menunjukan Pasien bertanya tentang Defisit pengetahuan
prilaku yang tidak sesuai kondisinya tentang penyakit dan
dianjurkan pengobatan
C. PERENCANAAN
1. Prioritas Masalah
Dx1 Penurunan curah jantung
Dx2 Perubahan perfusi jaringan
Dx3 Nyeri akut
Dx4 Hipertermi
Dx5 Kerusakan integritas kulit
Dx6 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
Dx7 Bersihan jalan nafas inefektif
Dx8 Resiko penyebaran infeksi
Dx9 Perubahan elimenasi urin
Dx10 Hambatan mobilitas fisik
Dx11 Intoleransi aktivitas
Dx12 Perubahan pola tidur
Dx13 Defisit perawatan diri
Dx14 Perubahan citra tubuh
Dx15 Perubahan pola seksual
Dx16 Ansietas
Dx17 Defisit pengetahuan
Dx18 Resiko cedera
D. Intervensi Keperawatan
Dx1. Penurunan Cardiac Output
Dx3 Nyeri
Tujuan : Setelah diberi askep selama 3 x 24 jam diharapkan Klien akan
menunjukan nyeri berkurang/hilang, dengan kriteria :Terlihat
tenang dan rileks, Tidak ada keluhan nyeri, Menunjukan perilaku
penanganan nyeri
Intervensi :
1. Selidiki keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat
faktor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit nonverbal.
R/ : Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan
keefektifan program.
2. Beri kenyamanan seperti penggunaan kasur/matras yang lembut.
Tinggikan linen tempat tidur sesuai kebutuhan.
R/ : Menurunkan tekanan pada daerah yang sakit.
3. Klien diistrahatkan, bedrest di tempat tidur serta berikan masage yang
lembut.
R/ : Membatasi nyeri serta meningkatkan relaksasi.
4. Dorong teknik manajemen relaksasi dan bimbingan imajinasi.
R/ : Meningkatkan relaksasi, mengurangi tegangan otot.
5. Kolaborasi pemberian analgetik
R/ : Mengurangi nyeri.
Dx4 Hipertermi
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 1x24 jam diharapkan individu
mempertahankan suhu tubuh dengan kriteria hasil suhu tubuh
dalam batas normal 36,5°C – 37,4°C, pernafasan normal,
Intervensi :
1. Anjurkan pasien untuk banyak minum sesuai kebutuhan
R/ : Dengan minum yang banyak diharapkan cairan yang hilang dapat
diganti
2. Anjurkan memakai baju yang tipis atau yang menyerap keringat
R/ : Dapat meningkatkan jumlah cairan dalam tubuh.
3. Observasi tanda vital tiap 6 jam
R/ : mengetahui peningkatan / penurunan suhu tubuh
4. Delegatif pemberian obat anti piretik seperti paracetamol
R/ : mempercepat penurunan suhu panas tubuh
Intervensi
R/: deteksi dini untuk mencegah hipoksia dapat mencegah keletihan lebih
lanjut
Intervensi :
2. Kaji ulang anatomi dan fisiologi fungsi seksual pasien dan orang
terdekat dalam hubungannya dengan situasi.
R/ : mencegah penularan
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito-Moyet, Lynda Juall. Buku Saku Diagnosa Keperawartan. 2006.
Jakarta : EGC
Doenges, Marilynn E, dkk. Rencana Asuhan Keperawatan. 2000. Jakarta :
EGC
Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi vol. 2. 2005. Jakarta : EGC
Santoso, Budi. Panduan Diagnosa Keperawatan Ananda. 2005: Prima Medika
Sabiston, David. Buku Ajar Bedah. 1994. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C, dkk. Keperawatan Medikal Bedah vol. 3. 2001. Jakarta :
EGC
HTTP//Google.com