Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN
Sifilis adalah salah satu penyakit menular seksual. Penyakit tersebut
ditularkan melalui hubungan seksual, penyakit ini bersifat Laten atau dapat
kambuh lagi sewaktu-waktu selain itu bisa bersifat akut dan kronis. Penyakit
ini dapat cepat diobati bila sudah dapat dideteksi sejak dini. Kuman yang
dapat menyebabkan penyakit sifilis dapat memasuki tubuh dengan menembus
selaput lendir yang normal dan mampu menembus plasenta sehingga dapat
menginfeksi janin (Soedarto, 1998).
Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh
Treponema pallidum. Penyakit menular seksual adalah penyakit yang
ditularkan melalui hubungan seksual. Penyakit ini sangat kronik,
bersifat sistemik dan menyerang hampir semua alat tubuh (Hidayat, 2009).
Sifilis ialah penyakit infeksi oleh Treponema palidum dengan perjalanan
penyakit yang kronis, adanya remisi dan aksaserbasi, dapat menyerang semua
organ dalam tubuh terutama sistem kardiovaskular, otak, dan susunan saraf,
serta dapat terjadi sifilis kongenital (Mansjoer, Arif, et al, 2000: 153).
Berdasarkan beberapa teori di atas, dapat disimpulkan bahwa sifilis
adalah penyakit infeksi yang dapat digolongkan Penyakit Menular Seksual
(PMS), yang disebabkan oleh Treponema palidium, yang bersifat kronis dan
bekerja secara sistemik.

B. ETIOLOGI
Sifilis disebabkan oleh Treponema Pallidum. Treponema Pallidum
termasuk ordo Spirochaeta, famili Treponemetoceae yang berbentuk seperti
spiral dengan panjang antara 5-20 mikron dan lebar 0,1- 0,2 mikron, mudah
dilihat dengan mikroskop lapangan gelap akan nampak seperti spiral yang bisa
melakukan gerakan seperti rotasi. Organisme ini bersifat anaerob mudah
dimatikan oleh sabun, oksigen, sapranin, bahkan oleh Aquades. Didalam darah
donor yang disimpan dalam lemari es Treponema Pallidum akan mati dalam
waktu tiga hari tetapi dapat ditularkan melalui tranfusi mengunakan darah
segar (Soedarto, 1990). Sifilis ini juga dapat menular melalui hubungan
seksual dengan penderita sifilis. Kontak kulit dengan lesi yang mengandung T.
pallidum juga akan menularkan penyakit sifilis.

C. EPIDEMIOLOGI
Asal penyakit tidak jelas. Sebelum tahun 1492 belum dikenal di Eropa.
Pada tahun 1494 terjadi epidemi di Napoli. Pada abad ke-18 baru diketahui
bahwa penularan sifilis melelui hubungan seksual. Pada abad ke-15 terjadi
wabah di Eropa. Sesudah tahun 1860, morbilitas sifilis menurun cepat. Selama
perang dunia II, kejadian sifilis meningkat dan puncaknya pada tahun 1946,
kemudian menurun setelah itu.
Kasus sifilis di Indonesia adalah 0,61%. Penderita yang terbanyak adalah
stadium laten, disusul sifilis stadium I yang jarang, dan yang langka ialah
sifilis stadium II.

D. KLASIFIKASI
Sifilis dibagi menjadi sifilis kongenital dan sifilis akuisital (didapat).
Sifilis kongenital dibagi menjadi sifilis dini (sebelum dua tahun) dan lanjut
(setelah dua tahun). Sifillis akuisita dapat dibagi menurut dua cara yaitu:
1. Klinis (stadium I/SI, stadium II/SII, stadium III/SIII)
2. Epidemiologik, menurut WHO dibagi menjadi:

a. Stadium dini menular (dalam satu tahun sejak infeksi), terdiri atas
S I, S II, stadium rekuren, dan stadium laten dini.

b. Stadium lanjut tak menular (setelah satu tahun sejak infeksi),


terdiri atas stadium laten lanjut dan S III
E. PATOFISIOLOGI
1. Stadium Dini
Pada sifilis yang didapat, Treponema pallidum masuk ke dalam
kulit melalui mikrolesi atau selaput lendir, biasanya melalui senggama.
Kuman tersebut berkembang biak, jaringan bereaksi dengan membentuk
infiltrat yang terdiri atas sel-sel limfosit dan sel-sel plasma, terutama di
perivaskuler, pembuluh-pembuluh darah kecil berproliferasi dikelilingi
oleh Treponema pallidum dan sel-sel radang. Enarteritis pembuluh darah
kecil menyebabkan perubahan hipertrofi endotelium yang menimbulkan
obstruksi lumen (enarteritis obstruksi). Pada pemeriksaan klinis tampak
sebagai S I. Sebelum S I terlihat, kuman telah mencapai kelenjar getah
bening regional secara limfogen dan berkembang biak, terjadi penjalaran
hematogen yang menyebar ke seluruh jaringan tubuh. Multiplikasi diikuti
oleh reaksi jaringan sebagai S II yang terjadi 6-8 minggu setelah S I. S I
akan sembuh perlahan-lahan karena kuman di tempat tersebut berkurang
jumlahnya. Terbentuklah fibroblas-fibroblas dan akhirnya sembuh berupa
sikatrik. S II juga mengalami regresi perlahan-lahan lalu menghilang.
Timbul stadium laten. Jika infeksi T. pallidum gagal diatasi oleh proses
imunitas tubuh, kuman akan berkembang biak lagi dan menimbulkan lesi
rekuren. Lesi dapat timbul berulang-ulang.
2. Stadium Lanjut
Stadium laten berlangsung bertahun-tahun karena treponema dalam
keadaan dorman. Treponema mencapai sistem kardiovaskuler dan sistem
saraf pada waktu dini, tetapi kerusakan perlahan-lahan sehingga
memerlukan waktu bertahun-tahun untuk menimbulkan gejala klinis. Kira-
kira dua pertiga kasus dengan stadium laten tidak memberi gejala.
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Sifilis primer
Berlangsung selama 10 - 90 hari sesudah infeksi ditandai oleh
Chancre sifilis dan adenitis regional. Papula tidak nyeri tampak pada
tempat sesudah masuknya Treponema pallidum. Papula segera
berkembang menjadi ulkus bersih, tidak nyeri dengan tepi menonjol yang
disebut chancre. Infeksinya sebagai lesi primer akan terlihat ulserasi
(chancre) yang soliter, tidak nyeri, mengeras, dan terutama terdapat di
daerah genitalia disertai dengan pembesaran kelenjar regional yang tidak
nyeri. Chancre biasanya pada genitalia berisi Treponema pallidum yang
hidup dan sangat menular, chancre extragenitalia dapat juga ditemukan
pada tempat masuknya sifilis primer. Chancre biasanya bisa sembuh
dengan sendirinya dalam 4 – 6 minggu dan setelah sembuh menimbulkan
jaringan parut. Penderita yang tidak diobati infeksinya berkembang ke
manifestasi sifilis sekunder.
2. Sifilis Sekunder
Terjadi sifilis sekunder, 2–10 minggu setelah chancre sembuh.
Manifestasi sifilis sekunder terkait dengan spiroketa dan meliputi ruam,
mukola papuler non pruritus, yang dapat terjadi diseluruh tubuh yang
meliputi telapak tangan dan telapak kaki; Lesi pustuler dapat juga
berkembang pada daerah yang lembab di sekitar anus dan vagina, terjadi
kondilomata lata (plak seperti veruka, abu–abu putih sampai eritematosa).
Dan plak putih disebut (Mukous patkes) dapat ditemukan pada membran
mukosa, gejala yang ditimbulkan dari sifilis sekunder adalah penyakit
seperti flu seperti demam ringan, nyeri kepala, malaise, anoreksia,
penurunan berat badan, nyeri tenggorokan, mialgia, dan artralgia serta
limfadenopati menyeluruh sering ada. Manifestasi ginjal, hati, dan mata
dapat ditemukan juga, meningitis terjadi 30% penderita. Sifilis sekunder
dimanifestasikan oleh pleositosis dan kenaikan cairan
protein serebrospinal (CSS), tetapi penderita tidak dapat menunjukkan
gejala neurologis sifilis laten.
3. Relapsing sifilis.
Kekambuhan penyakit sifilis terjadi karena pengobatan yang tidak
tepat dosis dan jenisnya. Pada waktu terjadi kekambuhan gejala – gejala
klinik dapat timbul kembali, tetapi mungkin juga tanpa gejala hanya
perubahan serologinya yaitu dari reaksi STS (Serologis Test for Syfilis)
yang negatif menjadi positif. Gejala yang timbul kembali sama dengan
gejala klinik pada stadium sifilis sekunder.
Relapsing sifilis yang ada terdiri dari :
a. Sifilis laten
Fase tenang yang terdapat antara hilangnya gejala klinik sifilis
sekunder dan tersier, ini berlangsung selama 1 tahun pertama masa
laten (laten awal). Tidak terjadi kekambuhan sesudah tahun
pertama disertai sifilis lambat yang tidak mungkin bergejala. Sifilis
laten yang infektif dapat ditularkan selama 4 tahun pertama sedang
sifilis laten yang tidak menular berlangsung setelah 4 tahun tersebut.
Sifilis laten selama berlangsung tidak dijumpai gejala klinik hanya
reaksi STS positif.
b. Sifilis tersier
Sifilis lanjut ini dapat terjadi bertahun – tahun sejak sesudah gejala
sekunder menghilang. Pada stadium ini penderita dapat mulai
menunjukkan manifestasi penyakit tersier yang meliputi neurologis,
kardiovaskuler dan lesi gummatosa, pada kulit dapat terjadi lesi berupa
nodul, noduloulseratif atau gumma. Gumma selain mengenai kulit
dapat mengenai semua bagian tubuh sehingga dapat terjadi aneurisma
aorta, insufisiensi aorta, aortitis dan kelainan pada susunan syaraf
pusat (neurosifilis ).
c. Sifilis kongenital
Sifilis kongenital yang terjadi akibat penularan dari ibu hamil yang
menderita sifilis kepada anaknya melalui plasenta. Ibu hamil dengan
sifilis dengan pengobatan tidak tepat atau tidak diobati akan
mengakibatkan sifilis kongenital pada bayinya. Infeksi intrauterin
dengan sifilis mengakibatkan anak lahir mati, infantille congenital
sifilis atau sifilis timbul sesudah anak menjadi besar dan bahkan
sesudah dewasa. Pada infantil kongenital sifilis bayi mempunyai lesi –
lesi mukokutan. Kondiloma, pelunakan tulang – tulang panjang,
paralisis dan rinitis yang persisten. Sedangkan jika sifilis timbul
sesudah anak menjadi besar atau dewasa maka kelainan yang timbul
pada umumnya menyangkut susunan syaraf pusat misalnya parasis
atau tabes, atrofi nervous optikus dan tuli akibat kelainan syaraf
nervous kedelapan, juga interstitial keratitis, stig mata tulang dan gigi,
saddel – nose, saber shin ( tulang kering terbentuk seperti pedang ) dan
kadang – kadang gigi Hutchinson dapat dijumpai. Prognosis sifilis
kongenital tergantung beratnya infeksi tetapi kelainan yang sudah
terjadi akibat neurosifilis biasanya sudah bisa disembuhkan. (Soedarto,
1990).

G. KOMPLIKASI
Tanpa pengobatan, sifilis dapat membawa kerusakan pada seluruh tubuh.
Sifilis juga meningkatkan resiko infeksi HIV, dan bagi wanita, dapat
menyebabkan gangguan selama hamil. Pengobatan dapat membantu
mencegah kerusakan di masa mendatang tapi tidak dapat memperbaiki
kerusakan yang telah terjadi.
1. Benjolan kecil atau tumor disebut gummas, benjolan-benjolan ini dapat
berkembang dari kulit, tulang, hepar, atau organ lainnya pada sifilis tahap
laten. Jika pada tahap ini dilakukan pengobatan, gummas biasanya akan
hilang.
2. Masalah Neurologi.
Pada stadium laten, sifilis dapat menyebabkan beberapa masalah pada
nervous sistem, seperti:
a. Stroke
b. Infeksi dan inflamasi membran dan cairan di sekitar otak dan
spinal cord (meningitis)
c. Koordinasi otot yang buruk
d. Numbness (mati rasa)
e. Paralysis
f. Deafness or visual problems
g. Personality changes
h. Dementia
3. Masalah kardiovaskular.
Ini semua dapat meliputi bulging (aneurysm) dan inflamasi aorta,
arteri mayor, dan pembuluh darah lainnya. Sifilis juga dapat menyebabkan
valvular heart desease, seperti aortic valve stenonis.
4. Infeksi HIV.
Orang dewasa dengan penyakit menular seksual sifilis atau borok
genital lainnya mempunyai perkiraan dua sampai lima kali lipat
peningkatan resiko mengidap HIV. Lesi sifilis dapat dengan mudah
perdarahan, ini menyediakan jalan yang sangat mudah untuk masuknya
HIV ke aliran darah selama aktivitas seksual.
5. Komplikasi kehamilan dan bayi baru lahir.
Sekitar 40% bayi yang mengidap sifilis dari ibunya akan mati,
salah satunya melalui keguguran, atau dapat hidup namun dengan umur
beberapa hari saja. Resiko untuk lahir premature juga menjadi lebih tinggi.
Pada stadium primer komplikasi diatas belum terjadi. Manifestasi
di atas dapat muncul pada sifilis dengan stadium tersier dan kongenital
karena infeksi Treponema mencapai sistem saraf pusat (SSP), sehingga
apabila sudah mengenai SSP maka akan mengganggu semua sistem
tubuh sehingga akan terjadi penurunan daya imun yang memudahkan
masuknya infeksi lainnya, pada organ ginjal akan menyebabkan gangguan
sistem perkemihan dan akan mengganggu sistem organ lainnya.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk menentukan diagnosis sifilis maka dilakukan pemeriksaan klinik,
serologi atau pemeriksaan dengan mengunakan mikroskop lapangan gelap
(darkfield microscope). Pada kasus tidak bergejala diagnosis didasarkan pada
uji serologis treponema dan non protonema. Uji non protonema
seperti Venereal Disease Research Laboratory ( VDRL ). Untuk mengetahui
antibodi dalam tubuh terhadap masuknya Treponema pallidum. Hasil uji
kuantitatif uji VDRL cenderung berkorelasi dengan aktifitas penyakit sehingga
amat membantu dalam skrining, titer naik bila penyakit aktif (gagal
pengobatan atau reinfeksi) dan turun bila pengobatan cukup. Kelainan sifilis
primer yaitu chancre harus dibedakan dari berbagai penyakit yang ditularkan
melalui hubungan kelamin yaitu chancroid, granuloma inguinale,
limfogranuloma venerium, verrucae acuminata, skabies, dan keganasan
( kanker ).

I. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN


1. Penatalaksanaan Medis
a. Sifilis primer dan sekunder
1) Penisilin benzatin G dosis 4,8 juta unit IM (2,4juta
unit/kali) dan diberikan 1 x seminggu
2) Penisilin prokain dalam aqua dengan dosis 600.000 unit
injeksi IM sehari selama 10 hari.
3) Penisilin prokain +2% alumunium monostearat, dosis
total 4,8 juta unit, diberikan 2,4 juta unit/kali sebanyak dua kali
seminggu.
b. Sifilis laten
1) Penisilin benzatin G dosis total 7,2 juta unit
2) Penisilin G prokain dalam aqua dengan dosis total 12 juta
unit (600.000 unit sehari).
3) Penisilin prokain +2% alumunium monostearat, dosis
total 7,2 juta unit (diberikan 1,2 juta unit/kali, dua kali seminggu).

c. Sifilis III
1) Penisilin benzatin G dosis total 9,6 juta unit
2) Penisilin G prokain dalam aqua dengan dosis total 18 juta
unit (600.000 unit)
3) Penisilin prokain + 2% alumunium monostearat, dosis
total 9,6 juta unit (diberikan 1,2 juta unit/kali, dua kali seminggu)
d. Untuk pasien sifilis I dan II yang alergi terhadap penisilin, dapat
diberikan:
1) Tertrasiklin 500mg/oral, 4x sehari selama 15 hari.
2) Eritromisin 500mg/oral, 4x sehari selama 15 hari.
e. Untuk pasien sifilis laten lanjut (> 1 tahun) yang alergi terhadap
penisilin, dapat diberikan:
1) Tetrasiklin 500mg/oral, 4x sehari selama 30 hari
2) Eritromisin 500mg/oral, 4x sehari selama 30 hari.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Memberikan pendidikan kepada pasien dengan menjelaskan hal-
hal sebagai berikut:
1) Bahaya PMS dan komplikasi
2) Pentingnya mamatuhi pengobatan yang diberikan
3) Cara penularan PMS dan pengobatan untuk pasangan
seks tetapnya
4) Hindari hubungan seks sebelum sembuh dan memakai
kondom jika tidak dapat dihindarkan lagi.
5) Pentingnya personal hygiene khususnya pada alat
kelamin
6) Cara-cara menghindari PMS di masa mendatang.
Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mencegah seseorang agar
tidak tertular seperti penyakit sifilis. Hal-hal yang dapat dilakukan
antara lain :
a) Tidak berganti-ganti pasangan
b) Berhubungan seksual yang aman: selektif memilih
pasangan dan mempratikkan ‘protective sex’.

c) Menghindari penggunaan jarum suntik yang tidak


steril dan transfusi darah yang sudah terinfeksi.

J. PROGNOSIS
Prognosis sifilis menjadi lebih baik setelah ditemukannya penisilin. Jika
penisilin tidak diobati, maka hampir seperempatnya akan kambuh, 5% akan
mendapat S III, 10% mengalami sifilis kardiovaskuler, neurosifilis, dan 23%
akan meninggal.
Pada sifilis dini yang diobati, angka penyembuhan mencapai 95%.
Kelainan kulit akan sembuh dalam 7-14 hari. Pembesaran kelenjar getah
bening akan menetap berminggu-minggu.
Kegagalan terapi sebanyak 5% pada S I dan S II. Kambuh klinis umumnya
terjadi setahun setelah terapi berupa lesi menular pada mulut, tenggorokan,
dan regio perianal. Selain itu, terdapat kambuh serologik.
Pada sifilis laten lanjut, prognosis baik. Pada sifilis kardiovaskuler,
prognosis sukar ditentukan. Prognosis pada neurosifilis bergantung pada
tempat dan derajat kerusakan.
Sel saraf yang sudah rusak bersifat irreversible. Prognosis neurosifilis pada
sifilis dini baik, angka penyembuhan dapat mencapai 100%. Neurosifilis
asimtomatik pada stadium lanjut juga baik, kurang dari 1% memerlukan terapi
ulang
Prognosis sifilis kongenital dini baik. Pada yang lanjut, prognosis
tergantung pada kerusakan yang sudah ada.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Pengumpulan Data
1. Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, pendidikan, alamat,
diagnosa medis, tanggal/jam MRS dan tanggal/jam pengkajian.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh pasien dan merupakan
alasan pokok klien masuk RS (Keluhan utama saat MRS)
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Berisikan tentang keadaan dan keluhan klien saat timbulnya serangan,
waktu, frekuensi, penjalaran, kwalitas, tindakan yang dilakukan untuk
mengatasi serangan.
c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita klien terutama penyakit
yang mendukung munculnya penyakit saat ini (faktor predisposisi dan
presifitasi).
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita keluarga yang
mempunyai sifat herediter dan berpengaruh terhadap munculnya sifilis.
3. Pengkajian Pola Kebiasaan:
a. Bernafas
Gangguan bernafas karena flu
b. Makan minum
Terjadi penurunan nafsu makan
c. Eleminasi
Gejala: penurunan berkemih, nyeri pada saat kencing, kencing keluar
Nanah. Tanda: kencing bercampur nanah,nyeri pada saat kencing.
d. Gerak dan aktifitas
Gejala: kelelahan terus- menerus, malaise,.Tanda: kelemahan,
perubahan tanda- tanda vital.
e. Sirkulasi
Gejala: komplikasi kardiovaskuler, aneurisma.Tanda: tekanan darah
kadang-kadang naik.
f. Istirahat Tidur
Adanya gejala susah tidur/insomnia akibat nyeri yang dirasakan
g. Kebersihan diri
Kurang perawatan diri akibat hambatan mobilitas
h. Pengaturan suhu tubuh
Adanya peningkatan suhu tubuh akibat proses infeksi
i. Rasa nyaman
Adanya nyeri akibat peradangan
j. Rasa aman
Cemas dan takut dengan kondisinya
k. Data sosial
Menarik diri, malu dengan kondisinya
l. Prestasi dan produktifitas
m. Rekreasi
n. Belajar
Kurang pengetahuan dan kepedulian pasien terhadap kondisinya
o. Ibadah
kegiatan ibadah terganggu karena hambatan mobilitas
4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum Pasien; Meliputi kondisi yang tampak oleh
perawat.
 Kesadaran
 Bangun Tubuh
 Postur tubuh
 Cara berjalan
 Gerak motorik
 Keadaan Kulit : tampak luka, merah, ruam,
nodul, ulkus
 Ukuran lain
b. Keadaan fisik
 Kepala
 Mata : penurunan pengelihatan
 Hidung
 Telinga : penurunan pendengaran
 Mulut
 Leher
 Thorak
 Abdomen
 Genetalia : tampak nodul ulseratif, papula, gumma.
 Ekstremitas
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan fisik.
2. Pemeriksaan klinik, serologi atau pemeriksaan dengan
mengunakan mikroskop lapangan gelap (darkfield microscope).
3. Uji serologis treponema dan non protonema. Uji non protonema
seperti Venereal Disease Research Laboratory ( VDRL ).

Analisa Data
Data Objektif Data Subjektif Kesimpulan
Ekspresi wajah tampak Klien mengeluh nyeri Nyeri
Data Objektif Data Subjektif Kesimpulan
meringis pada area luka
Pasien mengalami Pasien mengatakan tidak Perubahan nutrisi kurang
penurunan BB nafsu makan, dari kebutuhan tubuh
Pasien tampak pucat, Pasien mengeluh lemah Perubahan perfusi
sianosis, dingin pada dalam beraktivitas jaringan
ekstremitas, pengisian
kapiler > 3dtk
Perubahan TD, Bunyi Ps mengeluh lemas disertai Penurunan curah jantung
jantung tambahan dengan nyeri
Kulit hangat, menggigil, Ps mengeluh badannya Hipertemi
takikardi, suhu > 37,5 panas
Gerak tampak terbatas Klien mengungkapkan Hambatan mobilitas fisik
dlm aktivitas, Penurunan tidak mampu beraktivitas
kekuatan otot
ADL tidak terpenuhi, Ps Ps mengeluh tidak nyaman Defisit perawatan diri
tampak kotor
Ps tampak lemah, ps Ps mengeluh sulit tidur Perubahan pola tidur
sering menguap
Pasien menunjukan Pasien bertanya tentang Defisit pengetahuan
prilaku yang tidak sesuai kondisinya tentang penyakit dan
dianjurkan pengobatan

Pasien menarik diri Pasien mengeluh tentang Perubahan citra tubuh


kondisinya pada keluarga
Kulit merah, lembab, Pasien merasa terbakar Kerusakan integritas
tampak luka (gumatosa, pada kulitnya kulit
nodul ulseratif, ruam
papula..)
Pasien tampak bersin, Pasien mengatakan Bersihan jalan nafas
keluar lendir dr hidung, kesulitan bernafas inefektif
Ps tampak mengalami Ps mengeluh lemah saat Intoleransi aktivitas
penurunan aktivitas, beraktifitas
Pasien tampak gelisah, Pasien mengeluh takut Ansietas
wajah tegang tidak bisa sembuh
Ps tampak takut ttg Ps menyatakan Perubahan pola seksual
Data Objektif Data Subjektif Kesimpulan
keterbatasan yg akan keterbatasan penampilan
datang pd penampilan seksual / penrunan libido
seksual
Kencing bercampur Pasien mengeluh nyeri Perubahan elimenasi urin
nanah kencing, perubahan
frekuensi BAK
Faktor resiko : Perilaku tidak septic, bersih Resiko Penyebaran
infeksi
Faktor resiko : Kurang pengawasan dari keluarga, Resiko cedera
gangguan pengelihatan pendengaran.

a) Rumusan Masalah Keperawatan


1. Penurunan curah jantung
2. Perubahan perfusi jaringan
3. Nyeri
4. Hipertermi
5. Kerusakan integritas kulit
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
7. Bersihan jalan nafas inefektif
8. Resiko penyebaran infeksi
9. Perubahan elimenasi urin
10. Hambatan mobilitas fisik
11. Intoleransi aktivitas
12. Perubahan pola tidur
13. Defisit perawatan diri
14. Perubahan citra tubuh
15. Perubahan pola seksual
16. Ansietas
17. Defisit pengetahuan
18. Resiko cedera
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung b/d penurunan kontraktilitas d/d Ps mengeluh
lemas disertai dengan nyeri, Perubahan TD, Bunyi jantung tambahan
2. Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan suplai darah ke jaringan d/d
Pasien mengeluh lemah dalam beraktivitas, Pasien tampak pucat,
sianosis, dingin pada ekstremitas, pengisian kapiler > 3dtk
3. Nyeri b/d adanya luka d/d Klien mengeluh nyeri pada area luka, Ekspresi
wajah tampak meringis
4. Hipertermi b/d proses inflamasi d/d Ps mengeluh badannya panas, Kulit
hangat, menggigil, takikardi, suhu > 37,5
5. Kerusakan integritas kulit b/d substansi kimia (T. pallidum) d/d Pasien
merasa terbakar pada kulitnya, Kulit merah, lembab, tampak luka
(gumatosa, nodul ulseratif, ruam papula..)
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d sulit menelan d/d Pasien
mengatakan tidak nafsu makan, Pasien mengalami penurunan BB
7. Bersihan jalan nafas inefektif b/d penimbunan mucus d/d Pasien
mengatakan kesulitan bernafas, Pasien tampak bersin, keluar lendir dr
hidungResiko penyebaran infeksi
8. Resiko penularan infeksi b/d kurang informasi ttg penularan infeksi d/d
perilaku tidak septik, bersih
9. Perubahan elimenasi urin b/d retensi urin d/d Pasien mengeluh nyeri
kencing, perubahan frekuensi BAK, kencing bercampur nanah
10. Hambatan mobilitas fisik b/d paralisis d/d Klien mengungkapkan tidak
mampu beraktivitas, Gerak tampak terbatas dlm aktivitas, Penurunan
kekuatan otot
11. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan d/d Ps mengeluh lemah saat
beraktifitas, Ps tampak mengalami penurunan aktivitas,
12. Perubahan pola tidur b/d gatal malam hari d/d Ps mengeluh sulit tidur, Ps
tampak lemah, ps sering menguap
13. Defisit perawatan diri b/d keterbatasan aktivitas d/d Ps mengeluh tidak
nyaman, ADL tidak terpenuhi, Ps tampak kotor
14. Perubahan citra tubuh b/d perubahan fungsi tubuh d/d Pasien mengeluh
tentang kondisinya pada keluarga, Pasien menarik diri
15. Perubahan pola seksual b/d perkembangan penyakit d/d Ps menyatakan
keterbatasan penampilan seksual / penrunan libido, Ps tampak takut ttg
keterbatasan yg akan datang pd penampilan seksual
16. Ansietas b/d krisis situasional d/d Pasien mengeluh takut tidak bisa
sembuh, Pasien tampak gelisah, wajah tegang
17. Defisit pengetahuan b/d kurang informasi d/d Pasien bertanya tentang
kondisinya, Pasien menunjukan prilaku yang tidak sesuai dianjurkan
18. Resiko cedera b/d gangguan fungsi indera Faktor resiko : Kurang
pengawasan dari keluarga, gangguan pengelihatan pendengaran

C. PERENCANAAN
1. Prioritas Masalah
Dx1 Penurunan curah jantung
Dx2 Perubahan perfusi jaringan
Dx3 Nyeri akut
Dx4 Hipertermi
Dx5 Kerusakan integritas kulit
Dx6 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
Dx7 Bersihan jalan nafas inefektif
Dx8 Resiko penyebaran infeksi
Dx9 Perubahan elimenasi urin
Dx10 Hambatan mobilitas fisik
Dx11 Intoleransi aktivitas
Dx12 Perubahan pola tidur
Dx13 Defisit perawatan diri
Dx14 Perubahan citra tubuh
Dx15 Perubahan pola seksual
Dx16 Ansietas
Dx17 Defisit pengetahuan
Dx18 Resiko cedera

D. Intervensi Keperawatan
Dx1. Penurunan Cardiac Output

Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3x24 jam diharapkan Ps


berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD/beban kerja
jantung, memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil
dalam rentang normal pasien.
Intervensi :
1. Palpasi keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.
R/ : Denyutan karotis, jugularis, radialis, dan femoralis mungkin
teramati. Denyut pada tungkai mungkin menurun
2. Catat bunyi jantung
R/ : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama
gallop dihasilkan sebagai aliran darah ke dalam serambi yang distensi.
Murmur dapat menunjukan stenosis katup.
3. Pantau haluaran urine, catat penurunan haluaran dan
kepekatan/konsentrasi urine
R/ : Ginjal berespon untuk menurunkan curah jantung dengan menahan
cairan dan natrium. Haluaran urine biasanya menurun selama sehari
karena perpindahan cairan ke jaringan tetapi dapat meningkat pada
malam hari, sehingga cairan kembali ke sirkulasi bila pasien tidur
4. Pantau perubahan pada sensori, contoh letargi, bingung, disorientasi
cemas dan depresi.
R/ : Dapat menunjukan tidak adekuatnya perfusi serebral sekunder
terhadap penurunan curah jantung
5. Auskultasi ulang nadi apikal ; kaji frekuensi, irama jantung
R/ : Biasanya terjadi takikardi untuk mengkompensasi penurunan
kontraktilitas ventrikuler.

6. Tegakkan derajat sianosis (sirkumoral, membran mukosa, clubbing)


R/ : sianosis menunjukkan menurunnya perpusi periver sekunder
terhadap tidak tidak adekuatnya curah jantung, vasokonstriksi dan
anemia
7. Monitor tanda-tanda CHF (gelisah, takikardi, tachypnea, sesak, mudah
lelah, periorbital edema, oliguria, dan hepatomegali).
R/ : dapat menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral, miokardium
paru-paru dan hati terhadap penurunan curah jantung .

Dx2. Perubahan perfusi jaringan


Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3x24 jam diharapkan aliran darah
ke jaringan adekuat dengan kriteria hasil sianosis,pucat,nyeri, kulit
dingin tidak ada, TTV normal.
Intervensi:
1. Lihat pucat, sianosis, belang, kulit dingin/lembab. Catat kekuatan nadi
perifer.
R/ : Vasokonstriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung
mungkin dibuktikan oleh penuurunan perfusi kulit dan penurunan nadi.
2. Dorong latihan kaki aktif dan pasif.
R/ : menurunkan stasis vena, meningkatkan aliran balik vena.
3. Pantau pernafasan, catat kerja pernafasan.
R/ : Pompa jantung gagal dapat mencetuskan distress pernafasan.
4. Pantau pemasukan dan catat perubahan haluaran urine. Catat berat jenis
sesuai indikasi.
R/ : Penurunan pemasukan /mual dapat mengakibatkan penurunan
volume sirkulasi, yang berdampak negatif pada perfusi dan fungsi organ.
Berat jenis mengukur status hidrasi dan fungsi ginjal.
5. Pantau data laboratorium, contoh GDA, BUN, kreatinin, elektrolit.
R/ : indikator perfusi/fungsi organ

Dx3 Nyeri
Tujuan : Setelah diberi askep selama 3 x 24 jam diharapkan Klien akan
menunjukan nyeri berkurang/hilang, dengan kriteria :Terlihat
tenang dan rileks, Tidak ada keluhan nyeri, Menunjukan perilaku
penanganan nyeri
Intervensi :
1. Selidiki keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat
faktor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit nonverbal.
R/ : Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan
keefektifan program.
2. Beri kenyamanan seperti penggunaan kasur/matras yang lembut.
Tinggikan linen tempat tidur sesuai kebutuhan.
R/ : Menurunkan tekanan pada daerah yang sakit.
3. Klien diistrahatkan, bedrest di tempat tidur serta berikan masage yang
lembut.
R/ : Membatasi nyeri serta meningkatkan relaksasi.
4. Dorong teknik manajemen relaksasi dan bimbingan imajinasi.
R/ : Meningkatkan relaksasi, mengurangi tegangan otot.
5. Kolaborasi pemberian analgetik
R/ : Mengurangi nyeri.

Dx4 Hipertermi
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 1x24 jam diharapkan individu
mempertahankan suhu tubuh dengan kriteria hasil suhu tubuh
dalam batas normal 36,5°C – 37,4°C, pernafasan normal,
Intervensi :
1. Anjurkan pasien untuk banyak minum sesuai kebutuhan
R/ : Dengan minum yang banyak diharapkan cairan yang hilang dapat
diganti
2. Anjurkan memakai baju yang tipis atau yang menyerap keringat
R/ : Dapat meningkatkan jumlah cairan dalam tubuh.
3. Observasi tanda vital tiap 6 jam
R/ : mengetahui peningkatan / penurunan suhu tubuh
4. Delegatif pemberian obat anti piretik seperti paracetamol
R/ : mempercepat penurunan suhu panas tubuh

Dx5 Kerusakan integritas kulit


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pada klien, klien
memiliki integritas kulit yang baik dengan kriteria hasil : Integritas
kulit yang baik bias dipertahankan (sensasi, elastic, temperature,
hidrasi, pigmentasi), Tidak ada luka/lesi, Menunjukkan adanya
perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cidera berulang, Mampu
melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan
perawatan alami.
Intervensi:
1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar.
R/: meningkatkan sirkulasi udara
2. Hindari kerutan pada tempat tidur.
R/: mencegah gesekan
3. Monitor kulit akan adanya kemerahan.
R/: memantau tingkat perkembangan penyakit
4. Monitor status nutrisi pasien.
R/: nutrisi yang baik akan meningkatkan imunitas dan mempercepat
penyembuhan
5. Mandikan pasien dengan sabun dan air hangat.
R/: menjaga kenersihan kulit agar tetap bersih dan kering.

Dx6 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


Tujuan :Setelah diberikan askep selama 1x24 jam diharapkan pasien
mempertahankan intake makanan dan minuman untuk
mempertahankan berat badan dan menopang pertumbuhan dengan
kriteria baik hasil kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi, mual
berkurang sampai dengan hilang.
Intervensi :
1. Hidangkan makanan dalam porsi kecil tapi sering dan hangat.
R/ : Makanan yang hangat menambah nafsu makan
2. Berikan sedikitnya 2500 ml cairan setiap hari.
R/ : untuk melindungi dari dehidrasi.
3. Sediakan diet yang seimbang, tinggi zat-zat nutrisi untuk mencapai
pertumbuhan
yang adekuat.
R/ : pertumbuhan yang adekuat di tunjang oleh nutrisi dan diet yang
seimbang.
5. Ajarkan teknik relaksasi yaitu tarik napas dalam.
R/ : Tarik nafas dalam membantu untuk merelaksasikan dan mengurangi
mual.
6. Timbang berat badan bila memungkinkan.
R/ : mengetahui peningkatan berat radan pasien
7. Libatkan keluarga dalam memenuhi nutrisi klien
R/ : Mencegah kekurangan nutrisi
8. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian suplemen makanan
R/ : Memenuhi kekurangan nutrisi klien

Dx7 Bersihan Jalan Nafas Inefektif


Tujuan : Setelah diberi askep selama 3 x 24 jam diharapkan Ps dapat
mencapai klirens jalan nafas dengan kriteria hasil Kriteria hasil :
Menunjukkan batuk yang efektif, Tidak ada lagi penumpukan
sekret di sal. Pernapasan, Klien nyaman..
Intervensi
1. Beri Ps 6 sampai 8 gelas cairan per hari
R/ : menjaga sekresi tetap lembab dan memudahkan untuk pengeluaran

2. Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernafasan


diafragmatik dan batuk efektif
R/ : membantu memperbaiki ventilasi dan untuk menghasilkan sekresi
tanpa menyebabkan sesak nafas dan keletihan
3. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ : Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif,
menyebabkan frustasi.
4. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/ : Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk
klien.
5. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi :
mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan
1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
R/ : Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan
sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.
6. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter, radiologi dan
fisioterapi. Pemberian expectoran. Pemberian antibiotika. Fisioterapi
dada. Konsul photo toraks.
R/ : Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan
menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

Dx8 Resiko penyebaran infeksi


Tujuan : Setelah diberikan askep selam 2x24 jam diharapkan infeksi
tidak terjadi dengan kriteria hasil TTV normal, pasien merasa
nyaman, tanda-tanda infeksi hilang rubor,kalor,tumor,functio
laessya
Intervensi :
1. Tingkatkan prosedur mencuci tangan yang baik, batasi pengunjung yang
mengalami infeksi.
R/ : Lindungi pasien dari sumber-sumber infeksi
2. Tekankan personal higiene, hindari atau batasi prosedur invasif, taati
teknik aseptik.
R/: menurunkan resiko kontaminasi
3. Pantau TTV.
R/ : Identifikasi dini proses infeksi memungkinkan terapi yang tepat untuk
dimulai dengan segera
4. Beritahu dokter bila ada tanda infeksi.
R/ : Untuk identifikasi sumber infeksi dan terapi yang tepat.

Dx9 Perubahan Elimenasi Urin


Tujuan :Setelah diberi askep 2 x 24 jam diharapkan pasien dapat
berkemih dengan normal, kriteria hasil tidak nyeri saat berkemih,
warna urin normal.
Intervensi :
1. Catat keluaran urin, selidiki penurunan / penghentian aliran urin tiba-tiba
` R/: penurunan aliran urin tiba-tiba mengindikasikan obstruksi atau
disfungsi
2. Perhatikan hematuria, perdarahan
R/: pendarahan kontinue memerlukan intervensi medik
3. Pasang kateter
R/: membantu memperlancar pengeluaran urin
4. Observasi kateter uretral dan aliran urin pada saluran
R/: mempertahankan patensi ureter, dan membantu penyembuhan
anastomosis

Dx10 Hambatan mobilitas fisik


Tujuan :Setelah diberikan askep selama 3 x 24 jam diharapkan Klien
memperlihatkan peningkatan kekuatan dan fungsi dalam
melakukan aktivitas fisik, dengan kriteria hasil peningkatan
kekuatan otot, Bergerak dengan aktif tanpa nyeri, Tidak adanya
keterbatasan gerakan.
Intervensi :
1. Observasi tingkat atau kemampuan untuk beraktifitas
R/ : Sebagai data dasar untuk intervensi selanjutnya
2. Berikan lingkungan yang aman.
R/ : Menghindari cedera akibat kecelakaan atau jatuh.
3. Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif secara bertahap.
R/ : Mempertahankan/meningkatkan fungsi sendi.
4. Anjurkan klien untuk sering mengubah posisi, bantu klien
untuk bergerak di tempat tidur.
R/ : Menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan sirkulasi.
5. Konsul dengan ahli terapi fisik/fisioterapi.
R/ : Memformulasikan program latihan.

Dx11. Intoleransi aktivitas

Tujuan :Setelah diberikan askep selama 3x24 jam diharapkan Ps


menunjukan perbaikan toleransi aktifitas dengan kriteria hasil Ps
dapat melakukan aktifitas

Intervensi

1. Kaji tanda – tanda hipoksia / hypercapnea ; kelelahan, agitasi, peningkatan


HR, peningkatan RR

R/: deteksi dini untuk mencegah hipoksia dapat mencegah keletihan lebih
lanjut

2. Hindari seringnya melakukan intervensi yang tidak penting yang dapat


membuat lelah, berikan istirahat yang cukup
R/: Istirahat yang cukup dapat menurunkan stress dan meningkatkan
kenyamanan

3. Berikan istirahat cukup dan tidur 8 – 10 jam tiap malam

R/: istirahat cukup dan tidur cukup menurunkan kelelahan dan


meningkatkan resistensi terhadap infeksi

Dx12 Perubahan pola tidur


Tujuan : Setelah diberi askep selama 3 X 24 jam diharapkan pola tidur
pasien kembali efektif dengan kriteria hasil : Pasien dapat tidur
minimal 8 jam per hari, mampu mengambarkan factor yang
mencegah atau menghambat tidur
Intervensi :
1. Lengkapi jadwal tidur dan ritual secara teratur. Katakan pada pasien
bahwa saat ini adalah waktu untuk tidur.
R/ : Penguatan bahwa saatnya tidur dan mempertahankan kesetabilan
lingkungan.
2. Berikan makanan kecil sore hari, dan mandi masase punggung.
R/ : Meningkatkan relaksasi dengan perasaan mengantuk.
3. Turunkan jumlah minum pada sore hari. Lakukan berkemih sebelum
tidur.
R/ :Menurunkan kebutuhan akan bangun untuk pergi ke kamar
mandi/berkemih selama malam hari.
4. Putarkan musik yang lembut.
R/ : Menurunkan stimulus sensori dengan menghambat suara-suara
lain dari lingkungan sekitar yang akan menghambat tidur nyenyak.

Dx13 Defisit perawatan diri


Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3 X 24jam diharapkan pasien dapat
memenuhi perawatan dirinya dengan kriteria hasil pasien tampak
bersih
Intervensi :
1. Ajarkan dan dukung pasien selama aktivitas kehidupan sehari-hari
R/ : Dapat meningkatkan perawatan diri
2. Modifikasi lingkungan yang terapeutik
R/ : Diperlukan untuk mengompensasi ketidakmampuan fungsi
3. Libatkan keluarga / orang terdekat
R/ : membantu memenuhi ADL pasien
Dx14 Perubahan Citra Tubuh
Tujuan : Setelah diberi askep selama 3 x 24 jam diharapkan pasien dapat
menerima situasi diri dengan kriteria hasil pasien mampu berbicara
dengan orang terdekat tentang situasi, dan perubahan yang terjadi
Intervensi :
1. Observasi perubahan pada pasien
R/ : episode traumatik mengakibatkan perubahan tiba-tiba, membuat
perasaan kehilangan, ini memerlukan dukungan dalam perbaikan
optimal.
2. Perhatikan perilaku menarik diri
R/ : Penyangkalan mungkin lama karena pasien tidak siap mengatasi
masalah pribadi
3. Berikan penguatan positif terhadap kemajuan
R/ : Kata-kata penguatan dapat mendukung terjadinya perilaku koping
positif
4. Berikan informasi pada keluarga tentang bagaimana mereka dapat
membantu pasien
R/ : Meningkatkan pengungkapan perasaan dan memungkinkan respon
yang lebih membantu pasien.

Dx15 Perubahan pola seksual.

Tujuan :Setelah diberikan askep selama 3x24 jam diharapakan Ps dapat


melakukan hubungan seksual sesuai kebutuhan, mengidentifikasi
kepuasan atau praktik yang diterima dan mengemukakan metode
alternatif, menyatakan pemahaman hubungan antara kondisi fisik
terhadap masalah seksual.

Intervensi :

1. Yakinkan hubungan seksual pasien / orang terdekat sebelumnya pada


penyakit atau pembedahan. Identifikasi harapan dan keinginan masa
depan.

R/ : Kebutuhan seksual sangat dasar, dan pasien akan direhabilitasi


berhasil bila kepuasan hubungan seksual dilanjutkan atau
dikembangkan.

2. Kaji ulang anatomi dan fisiologi fungsi seksual pasien dan orang
terdekat dalam hubungannya dengan situasi.

R/ : Pemahaman fisiologi normal membantu pasien / orang terdekat


memahami mekanisme kerusakan saraf dan perlu menggali metode
kepuasan pilihan.

3. Anjurkan menggunakan pengaman

R/ : mencegah penularan

4. Beri penguatan informasi yang diberikan oleh dokter. Dorong


mengajukan pertanyaan. Beri informas tambahan sesuai kebutuhan.

R/: Pengulangan informasi yang diberikan sebelumnya membantu


pasien dan orang terdekat untuk mendengar dan memproses lagi
pengetahuan.

5. Dorong penggunaan rasa humor.


R/ : Humor dapat membantu individu menerima situasi sulit lebuh
efektif dan meningkatkan pengalaman seksual positif.

6. Rujuk ke konseling / terapiutik sesuai indikasi.

R/ : Bila masalah menetap beberapa lama setelah penyembuhan, ahli


terapi terlatih diperlukan untuk membantu komunikasi antara pasien
dan orang terdekat.
Dx16 Ansietas
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 1x24 jam diharapkan kecemasan
menurun dengan kriteria hasil Ps tenang dan dapat
mengekspresikan perasaannya
Intervensi:
1. Jelaskan prosedur yang diberikan dan ulangi dengan sering
R/ : Informasi memperkecil rasa takut dan ketidaktauan
2. Anjurkan orang terdekat berpartisipasi dalam asuhan
R/ : Meningkatkan perasaan berbagi
3. Anjurkan dan berikan kesempatan pada pasien untuk mengajukan
pertanyaan dan menyatakan masalah
R/ : membuat perasaan terbuka dan bekerja sama
4. Singkirkan stimulus yang berlebihan
R/ : memberi lingkungan yang lebih tenang
5. Ajarkan teknik relaksasi; latihan napas dalam, imajinasi terbimbing
R/: pengalihan perhatian selama episode nyeri dapat menurunkan
ketakutan dan kecemasan
6. Informasikan tentang perawatan, pengobatan dan kondisi anak
R/: menurunkan rasa takut dan kehilangan control akan dirinya
7. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin
keamanan.
R/ : Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan
mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
8. Kolaborasi dengan psikiatri
R/ : membantu mengatasi masalah pada pasien yang kronis dan koping
maladaftif

Dx17 Defisit pengetahuan tentang pengobatan dan penyakitnya


Tujuan : Setelah diberi askep selama 1 X 24 jam diharapkan pasien tahu dan
mengerti tentang penyakitnya dengan kriteria hasil pasien tidak
bertanya- tanya tentang penyakitnya, pasien mentaati prosedur
pengobatan
Intervensi :
1. Bantu pasien mengerti tentang tujuan jangka pendek dan jangka
panjang
R/ : Menyiapkan pasien untuk mengatasi kondisi serta memperbaiki
kualitas hidup
2. Jelaskan klien tentang pengobatan
R/ : Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
3. Ajarkan pasien tentang penyakit dan perawatannya
R/ : Mengajarkan pasien tentang kondisinya adalah salah satu aspek
yang paling penting dari perawatannya
4. Libatkan orang terdekat dalam program pengajaran, sediakan materi
pengajaran/instruksi tertulis
R/ : Membantu meningkatkan pengetahuan dan memberikan sumber
tambahan untuk referensi perawatan di rumah

Dx18 Resiko cedera


Tujuan : Setelah diberi askep selama 3 X 24 jam diharapkan pasien tidak
mengalami cidera
Intervensi :
1. Singkirkan benda-benda di dekat pasien yang dapat menimbulkan
cedera
R/ : memberi perlindungan dalam lingkungan
2. Pasang penghalang tempat tidur
R/ : menjaga pasien agar tidak jatuh
3. Libatkan keluarga dalam pengawasan pasien
R/ : meningkatkan pengetahuan keluarga dan keselamatan pasien
4. Delagasi dalam pemberian obat-obatan
R/ : sebagai intervensi atau antisipasi kebutuhan yang sesuai.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito-Moyet, Lynda Juall. Buku Saku Diagnosa Keperawartan. 2006.
Jakarta : EGC
Doenges, Marilynn E, dkk. Rencana Asuhan Keperawatan. 2000. Jakarta :
EGC
Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi vol. 2. 2005. Jakarta : EGC
Santoso, Budi. Panduan Diagnosa Keperawatan Ananda. 2005: Prima Medika
Sabiston, David. Buku Ajar Bedah. 1994. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C, dkk. Keperawatan Medikal Bedah vol. 3. 2001. Jakarta :
EGC
HTTP//Google.com

Anda mungkin juga menyukai