PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada zaman saat ini islam sudah berkembang sangat pesat dibeberapa negara. Bila
dibandingkan dari islam yang dahulu dan sekarang tentunya sangatlah berbeda, tentunya
yang berbeda bukanlah ajarannya akan tetapi ranah atau ruang lingkup islam itu sendiri.
Dahulu islam hanya dianut oleh masyarakat sekitar jazirah arab saja atau dalam skala
kecil. Berbeda dengan saat ini, islam sudah dikenal oleh masyarakat seluruh dunia.
Bahkan dinegara yang mayoritas penganut non islam pun, pasti terdapat orang yang
memeluk agama islam walaupun minoritas.
Karena saking familiarnya islam ditelinga masyarakat dunia dan agama yang
ajarannya masih sangat murni, artinya tak berubah-ubah dari pada agama selain islam.
Hal itu membuat daya tarik tersendiri bagi semua kalangan untuk mengklaim akan
keabsahan agama ini. ditambah kehadiran sang misionary agama islam yakni manusia
mulia yang bernama Muhammad SAW. Sosoknya yang sederhana, murah hati,
menghargai sesama, tidak gampang marah, dan akhlaq yang sangat mulia, membuat
banyak para pemikir atau cendekia eropa yang memberikan peringkat tertinggi atau
nomor satu sebagai manusia yang paling berpengaruh. Turunnya al-qur’an juga membawa
rahmat tersendiri bagi islam, karena saat ini banyak para ilmuan-ilmuan eropa yang
memilih masuk islam sebab al-qur’an yang memiliki kesesuaian dengan sains.
Maka dari itu, dewasa ini banyak orang yang ingin mengkaji islam, mengetahui
islam. Bahkan orang yang bukan pemeluk islam sekalipun. Dieropa islam sudah dikaji
dan dipelajari tanpa harus memasuki agama islam. Hal ini sering disebut dengan filologi.
Dan mempelajari islam itu dinegara eropa sering disebut dengan islamic study. Sebagai
agama yang komprehensif, fleksibel tentu islam memberikan seluas-luasnya kepada siapa
saja yang ingin mempelajari agama islam. Banyaknya bangsa non islam yang mepelajari
agama islam, tentu membuat tantangan tersendiri bagi pemeluk agama islam sejati untuk
lebih giat lagi mempelajari islam secara mendalam. Karena biar bagaimanapun juga kita
sebagai umat islam sejati harus bisa mengawal islam, memberikan proteksi terhadap
tersebarnya agama islam secara universal. Sehingga hal-hal yang akan menyimpangkan,
membelokkan, merubah, dan menyesatkan agama islam bisa terbantahkan dengan mudah.
Fiqih (hukum) merupakan bagian dari unsur ajaran islam sebagai pedoman hidup
bagi manusia terutama dalam melaksanakan tugas kekhalifaannya di muka bumi. Fiqh
1
islam cenderung berbicara tentang aspek eksoteris keagamaan yang bersifat legal-formal,
berhubungan dengan boleh atau tidaknya sesuatu pelaksanaan amaliah, aatau dengan kata
lain sesuatu yang diakitkan dengan konteks halal-haram dalam agama. yang selalu
menjadi persoalan dalam proses sosialiasasi fiqh (hukum islam) bukan yang menyanngkut
tentang eksistensi hukum tersebut, tetapi yang sering menjadi ajang perdebatan di
kalangan ulama adalah dalam hal relevansi maupun aktualiasasi hukum itu sendiri,
terutama bila dikaitkan dengan tempat (lokal) maupun zaman (temporal). Akibat dari
madernisasi dan kemajuan zaman, muncullah masalah-masalah baru yang sebelumnya
tidak pernah terjadi sehingga perlu ditetapkan hukumnya, maka dari itu ada pemikiran
mengenai fiqh kontemporer.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana latar belakang lahirnya fiqh kontemporer ?
2. Apa pengertian fiqh kontemporer ?
3. Apa saja ruang lingkup fiqh kontemporer ?
4. Bagaimana relevansi fiqh kontemporer dengan doktrin fiqh klasik ?
5. Seperi apakah nalar fiqh kontemporer ?
C. Tujuan Pembahasan
1. Memaparkan dan menjelaskan tentang latar belakang lahirnya fiqh
kontemporer
2. Memaparkan dan menjelaskan tentang pengertian fiqh kontemporer
3. Menyebutkan dan menjelaskan ruang lingkup fiqh kontemporer
4. Menjelaskan tentang relevansi fiqh kontemporer dengan doktrin fiqh klasik
5. Memaparkan dengan spesifik tentang nalar fiqh kontemporer
2
BAB II
PEMBAHASAN
1 Moh. Kusnadi, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Cahaya Agency, tt). hlm 162.
3 Syahrul Anwar, Ilmu Fiqh & Ushul Fiqh, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010). hlm 13.
4 Zarkasyi Chumaidy, Terj. Al-Fiqh Al-Islamy bayn ath-Tathawwir wa ats-Tsabat, (Bandung: Pustaka Hidayah,
1998). Hlm 122.
3
Dengan semakin berkembangnya arus informasi dan jaringan komunikasi dunia,
terjadi pulalah apa yang disebut dengan proses modernisasi. Modernisasi tersebut
melahirkan berbagai macam bentuk perubahan baik secara struktural maupun kultural.5
Perubahan struktural berarti perubahan yang hanya meliputi struktur sosial belaka,
yakni jalinan dan hubungan satu sama lain dari keseluruhan unsur sosial. Unsur-unsur
sosial yang pokok adalah kaidah-kaidah, lembaga-lembaga, kelompok-kelompok dan
lapisan sosial. Sedangkan perubahan secara kultural lebih bersifat ideologis atau
immaterial yakni perubahan nilai-nilai, pemikiran dan sebagainya. Dalam era modernisasi
dewasa ini, salah satu aspek pemikiran yang turut mengalami tuntutan perubahan adalah
di bidang hukum islam.
Mengingat hukum islam merupakan salah satu bagian ajaran agama yang
terpenting, maka perlu ditegaskan di sini aspek mana yang mengalami perubahan dalam
kaitannya dengan hukum islam tersebut. Karena agama dalam pengertiannnya sebagai
wahyu Tuhan tidak akan berubah, tetapi tentang pemikiran manusia tentang ajarannya,
terutama dalam hubungan dengan penerapannya di dalam dan di tengah-tengah
masyarakat yang selalu berubah.
Berdasarkan hal tersebut di atas, bahwa perubahan yang dimaksud bukanlah
perubahan secara tekstual tetapi secara kontekstual. Teks Al-Qur’an tentunya tidak
mengalai perubahan, tetapai pemahaman dan penerapannya dapat disesuaikan dengan
konteks perkembangan zaman. Karena perubanhan sosial merupakan suatu proses
kemasyarakatan yang berjalan secara terus menerus, maka perubahan penerapan dan
pemahaman ajaran islam juga harus bersifat kontinyu sepanjang zaman. Dengan demikian
islam akan tetap relevan dan aktual, serta mampu menjawab tantangan modernitas.
Tentu sebuah perubahan akan ada terus didunia ini. Karena pada dasarnya manusia
selalu mengalami perubahan, baik itu secara psikologis ataupun fisiologis. Tanpa
perubahan maka sebuah kehidupan akan menjadi jenuh. Perubahan-perubahan yang
bermuatan positif, akan berimplikasi pada sesuatu yang positif pula. sebaliknya,
perubahan-perubahan yang negatif akan berdampak pada sesuatu yang negatif pula.
berdasarkan dalilnya, terdapat hadis yang menerangkan bahwa manusia haruslah
mengubah sendiri kehidupannya. Rasulullah has said, that indeed Allah will not change
the condition of an individual, a group, a community, a nation, or an ummah, unless they
are ready to change themselves.6
6 Ahmad H. Sakr, Understanding Halal Foods Fallacies And Fact, (Lombard, Foundation For Islamic Knowledge,
1996). hlm 68.
4
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan sosial
secara umum ada dua macam. Ada yang terletak di dalam masyarakat (factor intern)
seperti bertambah dan berkurangnya jumlah penduduk, adanya penemuan-penemuan
baru, terjadinya pertentangan atau konflik dalam masyarakat dan timbulnya
pemberontakan atau revolusi di dalam masyaakat itu sendiri. Dan ada pula yang
bersumber dan sebagai pengaruh dari masyarakat lain (factor ekstern) seperti terjadinya
peperangan dan pengaruh kebudayaan masyarakat lain.
Pengaruh-pengaruh unsur perubahan di atas dapat menimbulkan perubahan dalam
system pemikiran islam termasuk pembaharuan dalam hukum islam. Dengan demikian
hukum islam akan tetap mampu mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan zaman
(modenitas). Tanpa adanya upaya pembaharuan pemikiran dimaksud tentu akan
menimbulkan kesulitan dalam kemasyarakatan hukum sebagai salah satu pilar
masyarakat, sedangkan kehidupan masyarakat itu sendiri senantiasa mengalami
perkembangan, maka upaya pembaharuan pemahaman hukum islam pun harus dapat
mengikuti perubahan itu.
B. Ruang Lingkup Fiqh Kontemporer
Ruang lingkup fiqh kontemporer mencakup masalah-masalah fiqh yang
berhubungan dengan situasi kontemporer (modern). Kajian fiqh kontemporer mencakup
masalah-masalah fiqh yang berhubungan dengan situasi kontemporer (modern) dan
mencakup wilayah kajian dalam Al-Qur’an dan Hadits. Kajian fiqh kontemporer tersebut
dapat dikategorikan ke dalam beberapa aspek7 :
1. Aspek hukum keluarga. Yaitu hukum yang berkaitan dengan urusan keluarga
dan pembentukannya yang bertujuan mengatur hubungan suami isteri dan keluarga
satu dengan lainnya.8 seperti ; akad nikah melalui telepon, penggunaan alat kontra
sepsi, dan lain-lain.
2. Aspek ekonomi. Yakni hukum yang mengatur tentang hak-hak seorang pekerja
dan orang yang mempekerjakannya, dan bagaiman mewujudkan kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat.9 seperti ; system bunga dalam bank, zakat profesi, asuransi, dan
lain-lain.
3. Aspek pidana , seperti ; huku pidana islam dalam sistem hukum nasional
4. Aspek kewanitaan seperti, ; busana muslimah (jilbab), wanita karir,
kepemimpinan wanita, dan lain-lain.
7 Ibid., hlm 22
8 Ahmad Rofiq, Fiqh Kontekstual: Dari Normatif Ke Pemaknaan Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004) hlm
8.
9 Ibid., hlm 9.
5
5. Aspek medis, seperti ; pencangkokan organ tubuh atau bagian organ tubuh,
pembedahan mayat, euthanasia, ramalan genetika, cloning, penyebrangan jenis
kelamin dari pria ke wanita atau sebaliknya, bayi tabung, percobaan-percobaan
dengan tubuh manusia dan lain-lain.
6. Aspek teknologi, seperti ; menyembelih hewan secara mekanis, seruan adzan
atau ikrar basmalah dengan kaset, makmum kepada radio atau televisi, dan lain-lain.
7. Aspek politik (kenegaraan). Yaitu hukum yang berkenaan dengan sistem yang
bertujuan mengatur hubungan antara penguasa (rezim) dengan yang dikuasai atau
rakyatnya.10 seperti ; yakni perdebatan tentang perdebatan sekitar istilah “Negara
islam”, proses pemilihan pemimpin, loyalitas kepada penguasa (kekuasaan), dan lain
sebagainya.
8. Aspek yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah, seperti ; tayammum dengan
selain tanah (debu), ibadah kurban dengan uang, menahan haid karena demi ibadah
haji, dan lain sebagainya.
Adapun mengenai kajian yang berkenaan dengan Al-Qur’an dan hadits yang erat
hubungnnya dengan fiqh kontemporer, antara lain adalah masalahmetodologi pemahaman
hukum islam (ushul fiqh), persoalan histories dan sosiologis ayat-ayat Al-Qur’an maupun
hadits Nabi, kajian tentang maqaashidut-tasyri’ (tujuan hukum), keterbukaan kembali
pintu ijtihad, soal kemaslahatan umum, adapt istiadat mayarakat yang berlaku, tentang
teori nasakh dan teori ellat hukum, tentang ijma’ dan lain-lain.
Kajian hukum fiqh kontemporer tidak terlepas dari aspek material dan formalnya
hukum islam, serta mana yang permanent dalam hukum islam (tasyri’iyyah) dan mana
yang bersifat relatif (berubah) atau ghairu-tasyri.
C. Relevansi Fiqh Kontemporer Dengan Dokrin Fiqh Klasik
Prof. Dr. Harun Nasution membagi ciri pemikiran islam kedalam tiga zaman, yakni
Klasik (abad VII-XII), Pertengahan (tradisional) abad XIII-XVIII, dan Modern
(kontemporer) abad IX. Namun, Pada esensinya hukum (islam) tetap terjadi untuk
mejawab kebutuhan sosial, dan dalam masalah pokok dan metodologinya ia
memperlihatkan kemampuannya beradaptasi dengan perubahan sosial.11
Sebelum melangkah terlalu jauh tentang hukum islam, yakni fiqh kontemporer dan
fiqh klasih, alangkah baiknya kita mengetahui apa itu islam?. Jadi jika ditinjau dari segi
bahasa islam berasal dari kata aslama, yuslimu, islaman, yang berarti submission
(ketundukan), resignation (pengunduran), dan reconciliation (perdamaian)12. Kata aslama
10 Ibid., hlm 9.
11 Yudian W. Asmin, Filsafat Hukum Islam dan Perubahan Sosial, (Surabaya: Al Ikhlas, 1995) hlm 43.
6
ini berasal dari kata salima yang berarti peace, yaitu damai, aman dan sentosa 13.
Pengertian islam yang seperti itu sejalan dengan ajaran agama islam sendiri, yaitu
mendorong manusia sebagai hamba untuk patuh dan tunduk secara totalitas kepada tuhan,
sehingga terwujud keselamatan, kedamaian, aman dan sentosa, serta sejalan pula dengan
misi ajaran islam, yaitu menciptakan perdamaian dimuka bumi dengan cara mengajak
manusia untuk tunduk dan patuh kepada tuhan. Islam yang sedemikian itu sejalan dengan
islam yang dibawa oleh para nabi, dari sejak Nabi Adam hingga Nabi Muhammad SAW.
Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani. Akan tetapi dia
adalah seorang yang lurus, lagi menyerahkan diri (kepada Allah) dan sekali-kali
bukanlah dia termasuk golongan orang yang musyrik. (QS. Ali ‘Imran (3):67)
Katakanlah hai orang-orang Mukmin: “kami beriman kepada Allah dan apa yang
telah diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail,
Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa
serta apa yang diberikan Nabi-Nabi dari tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan
seorangpun diantara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepadan-Nya”. (QS. Al-
Baqarah (2): 136)
Berdasarkan ayat-ayat diatas, islam adalah agama yang dibawa oleh seluruh para nabi
dan juga merupakan sebuah misi yang dibawa para nabi, yaitu misi suci, agar manusia
patuh dan tunduk untuk berseah diri kepada Allah SWT.
Dari hal diatas, jadi islam juga bisa didefinisikan sebagai agama yang ajaran-
ajarannya diwahyukan oleh tuhan untuk umat manusia melalui rasulnya, Muhammad
SAW.14 Islam dari pengertian agama ini, selain mengemban misi sebagaimana dibawa
para nabi sebelumnya, dan sebagaimana tersebut diatas, juga merupakan agama yang
ajarannya lebih complete dan perfect jika dibandingkan dengan agama-agama
sebelumnya yang dibawa oleh para nabi.
Menurut Prof. Dr. Harun Nasution, metode berfikir ulama klasik terikat langsung
dengan al-Qur’an dan Hadits, sehingga banyak melahirkan ijtihad yang kualitatif.
Sedangkan pemikiran zaman pertengahan menjadi lebih terikat sekali dengan hasil
pemikiran ulama klasik. Dalam menghadapi masalah-masalah baru mereka tidak lagi
12 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Opcit., hlm. 47; Lihat pula Hans Wehr, A
Dictionary of Modern Written Arabic, hlm. 462.
14 Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, (Jakarta: UI Press, 1977), cet. Ke-1, hlm 45.
7
secara langsung menggali al-Qur’an dan hadits, melainkan lebih banyak terikat dengan
produk pemikiran ulama zaman klasik, sehingga orisinalitas pemikiran semakin
berkurang dan cenderung dogmatis. Maka bekulah pemikiran serta kurang mampu
beradaptasi dengan perkembangan zaman. Di zaman modern ini, banyak umat islam yang
masih juga terpaku dengan pola pemikiran islam abad pertengahaan, hanya sebagian kecil
yang memakai pola pemikiran rasional zaman klasik. Sebenarnya bila umat islam ingin
maju dan punya kemampuan mengantisipasi perkembangan zaman modern, pola
pemikiran ulama klasik sudah selayaknya dikembangkan. Walaupun menghasilkan
produk fiqh yang berbeda karena perbedaan situasi dan kondisi yang ada. Disinilah letak
relevansinya antara fiqh kontemporer dan fiqh klasik. Tetapi yang jelas pemikiran
kontemporer tidak mesti terikat dengan pemikiran klasik maupun pertengahan, bila
ternyata tidak relevan dengan persoalan yang ada; tetapi yang masih relevan tetap
dijadikan pegangan.15
D. Nalar Fiqh Kontemporer
Konsep kontekstualisasi hukum Islam merupakan sebuah pandangan yang
memahami antara idealitas hukum dan realitas sosial. Tawaran fiqh yang kontekstual
adalah bentuk upaya untuk mendialogkan teks-teks agama dengan dimensi realitas.
Kontekstualisasi fiqh juga sebagai pemahaman dari hasil pemikiran yang berorientasi
pada titik kemaslahatan tanpa harus menabrak sistem hukum yang telah mapan.
Kemaslahatan adalah titik berangkat dalam pandangan ini sebagai substansi
terpentingnya.
Kompleksitas masalah sosial menjadi titik sorotan penting yang mengilhami
lahirnya pemikiran kontekstual sebagai sebuah pendekatan dalam konstruksi hukum
yang selalu segar tanpa tercabut dari akar substansinya. Tanpa pendekatan ini, maka
hukum yang telah lama diproduksi terkadang tidak mampu menyentuh masalah-masalah
yang datang sesudahnya. Pertanyaan yang sangat mendasar adalah mampukah konstruksi
hukum yang telah di produksi beberapa abad yang lalu dengan latar setting sosial, akar
historis dan letak geografis yang berbeda mampu diterapkan dalam ruang dan waktu yang
berbeda?.
Dalam kenyataanya, setiap masalah hadir bersamaan dengan berbagai
kompleksitasnya. Dalam hal ini, menurut Sahal bahwa setiap masalah selalu memiliki
konteksnya sendiiri, yang biasanya justru lebih kompleks ketimbang masalah itu sendiri. 16
Dengan segala kompleksitasnya, setiap masalah tidak bisa diselesaikan melalui satu cara
15 Sholikul Hadi, Paradigma Fiqh Modern, (Yogyakarta : Idea Press, 2009). hlm. 96-97.
16 Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqh Sosial, (Yogyakarta: Lkis, 2012). hlm 23.
8
pendekatan. Maka dalam hal ini perlu adanya kontekstualisasi hukum Islam dalam
melihat setiap masalah.
Gagasan pemahaman kontekstual bukanlah sebuah pemikiran yang secara
serampangan diproduksi, juga bukan sebagai pemikiran “liar” yang lepas dari kerangka
dasar syari’ah. Sahal menegaskan mengenai gagasan kontekstual, menurutnya bahwa
pemahaman kontekstual bukan berarti meninggalkan fiqih secara mutlak.17
Pemahaman kontekstual sebagai bangunan fiqh sosial merupakan jalan ijtihad yang
mengedepankan pada nilai-nilai substansi dari akar hukum itu sendiri ketimbang pada
teks- teks yang justeru semakin menjauhkan dari tercapainya nilai substantif dari hukum
itu sendiri. Karena pada dasarnya hukum Islam dihadirkan untuk mengawal terciptanya
kemaslahatan sosial.
Dalam realitanya, ajara syari’ah yang tertuang dalam fiqh sering terlihat tidak
searah dengan bentuk kehidupan praksis sehari-hari. Hal ini pada hakikatnya disebabkan
oleh pandangan fiqh yang terlalu formalistik. 18 Berangkat dari kenyataan inilah pemikiran
dan pemahaman yang kontekstual dalam perumusan hukum islam sebagai suatu
keharusan demi terciptanya kemaslahatan umat.
Semangat dari Ide dan gagasan kontekstualisasi ini adalah memperjuangkan misi
kemaslahatan sosial yang terbingkai dalam proses dialog antara hukum Islam dengan
konteks sosio- kultural sebagai cara pandangnya. Pemikiran semacam ini semakin
menunjukkan eksistensinya dengan dengan istilah- istilah berbeda namun secara
substansinya memiliki kesamaan dan kedekatan yang kental.
Fenomena tersebut setidaknya menyatukan suatu bentuk gagasan yang mencoba
menyentuh dan membongkar kemapanan “sistem hukum Islam” Sebagai contoh
sebagaimana gagasan Munawir Sjadzali yang melempar ide “reaktualisasi hukum Islam
indonesia” mendorong geliat intelektual semakin menyeruak. Dalam pandangan
Muhammad Zain Ide pokok yang digagasnya adalah bagaimana rancang-bangun fiqh ala
Indonesia, dalam artian “fiqh yang ber-keIndonesiaan” sebagai yang telah dirajut
sebelumnya oleh Hasbi Ash-Shiddiqie. Selanjutnya pada saat yang bersamaaan, muncul
K.H. Ali Yafie dan K.H. Sahal Mahfudz dengan gagasan “fiqh sosialnya”. Pokok-pokok
pikiran yang diajukan adalah bagaimana hukum Islam dapat bersentuhan langsung
dengan realitas sosial, dan bahkan dapat menjawab persoalan-persoalan sosial
kemasyarakatan termasuk isu-isu kontemporer yang belum ditemukan jawaban-jawaban
19 Qodri Azizy, Reformasi Bermazhab: Sebuah Ikhtisar Menuju Ijtihad Saintifik-Modern, (Jakarta: Teraju
Mizan, 2006). Cet. V. hlm 89
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fiqh kontemporer adalah tentang perkembangan pemikiran fiqh dewasa ini. Dalam
hal ini yang menjadi titik acuan adalah bagaimana tanggapan dan metodologi hukum
islam dalam memberikan jawaban terhadap masalah-masalah kontemporer. Dilatar
belakangi oleh adanya arus globalisasi dan modenisasi serta adanya pendapat bahwa fikh
bukanlah suatu ilmu yang statis, melainkan dinamis. Responsif terhadap perubahan-
perubahan sosial, atau berlandaskan pada perkembangan kontekstual.
Ruang lingkup fiqh antara lain hukum pidana, medis, kewanitaan, keluarga,
ekonomi, politik, dan lain-lain. Letak relevansi antara fiqh klasik dan fiqh kontemporer
yaitu fiqh klasik sebagai landasan paradigmatik dalam mengembangkan fiqh kontemporer
yang berbasis pada perkembangan sosial-kultural.
Pada intinya, Konsep kontekstualisasi hukum Islam merupakan sebuah pandangan
yang memahami antara idealitas hukum dan realitas sosial.
B. Kritik dan Saran
Demikianlah makalah ini kami susun, kami menyadari dalam penulisan makalah
ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan
saran yang konstruktif sangat kami harapkan guna perbaikan makalah selanjutnya.
Kesempurnaan hanya milik Allah SWT dan Rasulnya SAW semata, tiada kelebihan ilmu
yang kami tuangkan dalam makalah ini. Semoga apa yang kami sampaikan dalam
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi kalangan Mahasiswa
Universitas Ibrahimy. Amin.
C.
11
D.
BIBLIOGRAFI
Ahmad H. Sakr, Understanding Halal Foods Fallacies And Fact, (Lombard, Foundation For
Islamic Knowledge, 1996)
Ahmad Rofiq, Fiqh Kontekstual: Dari Normatif Ke Pemaknaan Sosial, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2004)
Echols, John M. dan Hassan shadily. Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia dan
Ithaca London : Cornell University Press, 2003) cet. Ke-27.
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, (Jakarta: UI Press, 1977)
Moh. Kusnadi, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Cahaya Agency, tt)
Syahrul Anwar, Ilmu Fiqh & Ushul Fiqh, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010)
Yudian W. Asmin, Filsafat Hukum Islam dan Perubahan Sosial, (Surabaya: Al Ikhlas, 1995)
12