Anda di halaman 1dari 4

BAB 1

PENDAHULUAN

Kecerdasan Ekologis: Tindakan Kecil Memulai Langkah Besar Menyelamatkan Bumi

Nana Supriatna

Sekelompok siswa sebuah SMP sudah terbiasa membawa botol minuman sendiri dari
rumah. Air putih dalam botol isi ulang yang dibawanya tiap hari tersebut diminum saat haus
di sekolah. Apabila sudah kosong, botol air putih diisi lagi di rumah dan dibawanya kembali
ke sekolah. Kebiasaan tersebut dilakukan setiap hari. Sebaliknya, sekelompok anak lainnya
merasa lebih praktis dengan membawa botol air kemasan yang dibelinya dari minimarket
setiap mereka ingin minum. Bila merasa haus lagi mereka pun cukup membeli dari kantin
sekolah dan botol kemasan air yang kosong tinggal dibuang ke tempat sampah. Tidak sedikit
juga di antara mereka menaruh botol minuman kosong tersebut di sembarang tempat dengan
berharap ada penjaga kebersihan yang akan mengambilnya. Kebiasaan peserta didik pada
kelompok yang disebutkan pertama memiliki kecerdasan ekologis dibandingkan dengan
kelompok siswa yang disebutkan kedua. Argumentasinya di bawah ini.

Kecerdasan Ekologis Dalam Mengonsumsi Air

Kebiasaan membawa air putih pada botol isi ulang dari rumah merupakan tindakan
sederhana tetapi menjadi langkah besar untuk menyelamatkan bumi pada masa kini dan masa
akan dating. Kebiasaan tersebut tidak hanya menggambarkan pengetahuan, kesadaran dan
keterampilan tentang cara menonsumsi air putih melainkan juga empati pada semua bentuk
kehidupan di planet ini. Siswa yang cerdas secara ekologis memiliki pemahaman bahwa air
putih jauh lebih sehat dibandingkan dengan air yang sudah diolah dan ditambah dengan
pemanis, pewarna dan pengawet. Siswa yang cerdas secara ekologis juga akan menyadari
bahwa membawa botol minum isi ulang sendiri merupakan cara cerdas untuk mengurangi
konsumsi plastik sebagai salah satu sumber pencemaran tanah, udara dan air. Sedangkan
tindakannya dalam membawa botol minum sendiri merupakan keterampilan yang didukung
oleh pengetahuan dan kesadaran tentang pentingnya hidup sehat serta hasrat untuk
mengurangi emisi sampah plastik, pengetahuan tentang pencemaran dari plastik serta
dampaknya bagi kehidupan bisa melandasi terbentuknya empati kepada sesama manusia serta
semua makhluk hidup yang terancam pencemaran. Berempati pada semua makhluk hidup
serta alam tempat makhluk hidup berada merupakan modal besar untuk menunjang
kesinambungan (sustainability) planet ini.

Tindakan sekelompok peserta didik yang disebut memiliki kecerdasan ekologis di atas
bias saja dilandasi oleh pengetahuan mengenai tindakan konsumsi yang ramah lingkungan
dan memperhatikan kepentingan lokalitas tempat mereka berada. Anak-anak yang cerdas
secara ekologis akan memahami bahwa seteguk air minum kemasan bermerek global
sebenarnya merupakan tindakan untuk memperkaya korporasi global. Setiap tetesan air
minum kemasan yang dikonsumsi peserta didik dan masyarakat Indonesia serta negara-
negara berkembang lainnya telah meningkatkan kapitalisme global yang antara lain berpusat
di Prancis dan Inggris. Hal itu terlihat dari merek yang dicantumkan pada setiap kemasan air
mineral yang biasa dikonsumsi para siswa. Mengonsumsi air minum isi ulang apalagi
menggunakan air sumur serta mata air yang masih sangat bersih atau destilasi di rumah tidak
hanya lebih menyehatkan melainkan juga dapat mengerem tingkat eksploitasi sumber daya
air local dan global. Disadari bahwa tingkat konsumsi air di seluruh dunia meningkat dua kali
lipat dalam 20 tahun. Peningkatkan tersebut setara dengan dua kali lipat dari laju
pertumbuhan penduduk. Peserta didik yang cerdas secara ekologis akan memahami bahwa
kini industrialisasi, agroindustri, serta perkebunan menghabiskan 65-70 persen air bersih di
seluruh dunia. Sedangkan hanya 10 persen untuk konsumsi rumah tangga (Barlow an Clark,
2004).

Khusus untuk Indonesia, tingkat konsumsi air dalam kemasan pada masyarakat kota
yang menggunakan produk swasta mencapai 80%. Tingkat konsumsi tersebut dari waktu ke
waktu semakin meningkat. Berdasarkan data penelitian dari Biro Pusat Statistik (BPS)
menunjukkan penggunaan air kemasan di kota besar pada tahun 2011 meningkat sebesar 34%
dibandingkan dengan tahun 1998 yang hanya berkisar pada angka 2% (BPS,2012). Data
tersebut menunjukkan bahwa produksi air kemasan dari keseluruhan presentase konsumsi
dikuasai oleh pihak swasta dan sisanya sebagian kecil dikelola oleh Negara. Meluasnya
privatisasi pengelolaan air minum kemasan dapat terjadi karena adanya legitimasi oleh UU
No. 7 tahun 2004 sebelum dicabut dan dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada bulan
maret 2015. Melalui privatisasi air sebagai hajat hidup orang banyak masyarakat mendapat
beban tambahan biaya untuk mengonsusmi air yang seharusnya murah dan bisa dikelola
Negara sebagaimana diamanatkan oleh Pembukaan UUD 1945 pasal 33. Setiap kali
menghabiskan air botol kemasan kecuali botol isi ulang konsumen telah mengeluarkan uang
untuk membeli botol plastik yang setelah itu terbang dan menjadi sampah yang menimbulkan
pencemaran. Siswa yang cerdas secara ekologis akan mengambil keputusan untuk tidak
mengeluarkan uang untuk hal-hal yang tidak ramah lingkungan.

Langkah kecil mengurangi penggunaan botol plastik oleh peserta didik ternyata akan
berdampak besar pada penyelamatan bumi. Hitungannya adalah apabila dari seratus ribu
siswa terdapat 20 persen siswa setiap hari tidak mengonsumsi air minum kemasan maka aka
nada 20.000 botol plastik yang dihemat. Bila hal itu dilakukan setiap hari pada hari sekolah
maka terdapat angka 100.000 botol plastik yang dihemat sebagai hasil pengalian 20.000 botol
plastik kali lima hari. Bila hal it uterus dilakukan dalam sebulan dan dikalikan dengan
beberapa kota di Indonesia dan kota-kota lainnya di dunia yang melakukan hal yang sama
maka dipastikan akan didapat penghematan jutaan botol plastik dan ribuan bahkan jutaan ton
sampah plastik. Upaya ini menjadi tindakan preventif untuk mengurangi sampah plastik di
dunia. Laporan lembaga Plastics Europe pada tahun 2012 menunjukkan produksi plastik di
dunia mencapai 288 juta ton, meningkat 2,8 persen dari tahun 2011 (Billem, 2014).
Kecenderungan ini terus meningkat tiap tahun karena tingkat konsumsi yang tinggi.
RANGKUMAN

Sekelompok siswa sebuah SMP sudah terbiasa membawa botol minuman sendiri dari
rumah. Air putih dalam botol isi ulang yang dibawanya tiap hari tersebut diminum saat haus
di sekolah. Apabila sudah kosong, botol air putih diisi lagi di rumah dan dibawanya kembali
ke sekolah. Kebiasaan tersebut dilakukan setiap hari. Sebaliknya, sekelompok anak lainnya
merasa lebih praktis dengan membawa botol air kemasan yang dibelinya dari minimarket
setiap mereka ingin minum. Bila merasa haus lagi mereka pun cukup membeli dari kantin
sekolah dan botol kemasan air yang kosong tinggal dibuang ke tempat sampah. Tidak sedikit
juga di antara mereka menaruh botol minuman kosong tersebut di sembarang tempat dengan
berharap ada penjaga kebersihan yang akan mengambilnya. Kebiasaan peserta didik pada
kelompok yang disebutkan pertama memiliki kecerdasan ekologis dibandingkan dengan
kelompok siswa yang disebutkan kedua.

Kecerdasan Ekologis Dalam Mengonsumsi Air

Kebiasaan membawa air putih pada botol isi ulang dari rumah merupakan tindakan
sederhana tetapi menjadi langkah besar untuk menyelamatkan bumi pada masa kini dan masa
akan datang. Siswa yang cerdas secara ekologis memiliki pemahaman bahwa air putih jauh
lebih sehat dibandingkan dengan air yang sudah diolah dan ditambah dengan pemanis,
pewarna dan pengawet. Anak-anak yang cerdas secara ekologis akan memahami bahwa
seteguk air minum kemasan bermerek global sebenarnya merupakan tindakan untuk
memperkaya korporasi global. Disadari bahwa tingkat konsumsi air di seluruh dunia
meningkat dua kali lipat dalam 20 tahun. Khusus untuk Indonesia, tingkat konsumsi air
dalam kemasan pada masyarakat kota yang menggunakan produk swasta mencapai 80%.
Tingkat konsumsi tersebut dari waktu ke waktu semakin meningkat. Setiap kali
menghabiskan air botol kemasan kecuali botol isi ulang konsumen telah mengeluarkan uang
untuk membeli botol plastik yang setelah itu terbang dan menjadi sampah yang menimbulkan
pencemaran. Siswa yang cerdas secara ekologis akan mengambil keputusan untuk tidak
mengeluarkan uang untuk hal-hal yang tidak ramah lingkungan. Langkah kecil mengurangi
penggunaan botol plastik oleh peserta didik ternyata akan berdampak besar pada
penyelamatan bumi. Upaya ini menjadi tindakan preventif untuk mengurangi sampah plastik
di dunia.

Anda mungkin juga menyukai