Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang
Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada tanggal 15 Juli 1946, Dr. H.J. van Mook memprakarsai penyelenggaraan
konferensi di Malino, Sulawesi Selatan. Konferensi ini dihadiri oleh beberapa utusan
daerah yang telah dikuasai Belanda. Konferensi Malino membahas pembentukan
Negara-negara bagian dari suatu Negara federal. Berawal dari konferensi tersebut,
Van Mook atas nama Negara Belanda mulai membentuk negara-negara boneka yang
tujuannya adalah untuk mengepung dan memperlemah keberadaan Republik
Indonesia. Dengan terbentuknya Negara-negara boneka, RI dan Negara-negara
bagian akan dengan mudah diadu domba oleh Belanda. Hal ini merupakan
perwujudan dari politik kolonial Belanda, yaitu devide et impera.
Sejak kembalinya para pemimpin RI ke Yogyakarta 6 Juli 1949, perundingan
dengan BFO yang telah dirintis di Bangka dimulai lagi. Yang dibahas dalam
perundingan itu adalah pembentukan pemerintah peralihan sebelum
terbentuknya Negara Indonesia Serikat. Kemudian pada tanggal 19-22 Juli 1949,
diadakan perundingan diantara kedua belah pihak, yang disebut konferensi antar
Indonesia. Konferensi itu memperlihatkan bahwa politik divide et impera Belanda
untuk memisahkan daerah-daerah di luar Republik dari Republik Indonesia,
mengalami kegagalan.
Periode ini ditandai dengan berlakunya negara Republik Indonesia Serikat sebagai
akibat perjanjian Konferensi Meja Bundar, yang isinya:
1. Didirikannya negara Republik Indonesia Serikat
2. Pengakuan kedaulatan oleh pemerintah kerajaan Belanda kepada negara Republik
Indonesia Serikat.
3. Didirikannya Uni antara RIS dan kerajaan Belanda.
Masalah berikutnya yang dihadapi oleh Pemerintah RIS adalah mengenai
persoalan “Negara Hukum”. Langkah pertama dalam lapangan kehakiman ialah
mempelajari keadaan tata hokum Indonesia pada waktu penyerahan kedaulatan,
terutama menyelidiki bagian hokum mana yang masih berlaku menurut Konstitusi
RIS, dan bagian hokum mana yang telah hilang kekuatannya terkait dengan
penyerahan kedaulatan. Ini akan diselidiki pula, hokum mana yang harus segera
dicabut, diubah atau diganti terkait dengan RIS.
Masalah terakhir adalah angkatan perang. TNI merupakan inti dari Angkatan
Perang RIS. Maka dalam persetujuan KMB mengenai persoalan tentara yang disebut
hanya persoalan reorganisasi KNIL. Masalah ini pula yang turut menyebabkan
pemberontakan yang dipimpin oleh Andi Azis.
3.2. Saran
Kami menyadari bahwa dalam makalah kami ini masih banyak terdapat
kekurangan atau kesalahan dan masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kiranya
kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak demi sempurnanya
makalah ini yang akhirnya dapat berguna bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Asshiddiqie, Jimly. 2010. Konstitusi dan Konstistusionalisme Indonesia. Jakarta:
Sinar Grafika.
Joeniarto. 1990. Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia. Yogyakarta: Bumi
Aksara Konstitusi Republik Indonesia Serikat Tahun 1950
Kusnardi, 976, konstitusi negara. Fakultas Hukum UI. Jakarta.
Ragawino. Bewa. 2007. Diktat Hukum Tata Negara. Bandung:
Simorangkir, J.C.T. 1984. Penetapan Undang-Undang Dasar Dilihat dari Segi
Hukum Tata Negara. Jakarta: Gunung Agung.
Soehino. 1992. Hukum Tata Negara: Sejarah Ketatanegaraan Indonesia.
Yogyakarta: Liberty.