Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada tanggal 15 Juli 1946, Dr. H.J. van Mook memprakarsai penyelenggaraan
konferensi di Malino, Sulawesi Selatan. Konferensi ini dihadiri oleh beberapa utusan
daerah yang telah dikuasai Belanda. Konferensi Malino membahas pembentukan
Negara-negara bagian dari suatu Negara federal. Berawal dari konferensi tersebut,
Van Mook atas nama Negara Belanda mulai membentuk negara-negara boneka yang
tujuannya adalah untuk mengepung dan memperlemah keberadaan Republik
Indonesia. Dengan terbentuknya Negara-negara boneka, RI dan Negara-negara
bagian akan dengan mudah diadu domba oleh Belanda. Hal ini merupakan
perwujudan dari politik kolonial Belanda, yaitu devide et impera.
Sejak kembalinya para pemimpin RI ke Yogyakarta 6 Juli 1949, perundingan
dengan BFO yang telah dirintis di Bangka dimulai lagi. Yang dibahas dalam
perundingan itu adalah pembentukan pemerintah peralihan sebelum
terbentuknya Negara Indonesia Serikat. Kemudian pada tanggal 19-22 Juli 1949,
diadakan perundingan diantara kedua belah pihak, yang disebut konferensi antar
Indonesia. Konferensi itu memperlihatkan bahwa politik divide et impera Belanda
untuk memisahkan daerah-daerah di luar Republik dari Republik Indonesia,
mengalami kegagalan.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dari
pembahasan ini adalah;
1. Menjelaskan tentang latar belakang terbentuknya konstitusi RIS
2. Menjelaskan tentang sistem pemerintahan yang berlaku pada masa konstitusi RIS
3. Menjelaskan tentang penghapusan negara-negara bagian dan penggabungan diri ke
dalam negara Republik Indonesia
1.3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari pembahasan latar belakang di atas antara lain, yaitu:
1. Untuk mengetahui dan memahami tentang latar belakang terbentuknya konstitusi
RIS.
2. Untuk mengetahui dan memahami tentang sistem pemerintahan yang berlaku pada
masa konstitusi RIS
3. Untuk mengetahui dan memahami tentang penghapusan negara-negara bagian dan
penggabungan diri kedalam negara RI

1.4. Manfaat Penulisan


Makalah di atas memeliki manfaat sebagai berikut:
1. Bagi penyusun, makalah ini dapat dijadikan pembelajaran dalam menulis makalah
yang baik dan menambah pengetahuan tentang materi yang ditulis.
2. Bagi pembaca, makalah ini dapat dijadikan bahan pembelajaran terhadap mata
kuliah Teori dan Hukum Konstitusi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Latar Belakang Terbentuknya Konstitusi RIS
Kemenangan sekutu pada perang dunia ke dua, mendorong Belanda untuk
kembali berkuasa di Indonesia. Dengan bantuan militer dari Inggris dan Australia,
Belanda berkesempatan mengkonsolidasikan kekuatan militer di Indonesia. Belanda
mencoba mendirikan Negara-negara di bagian wilayah RI. Sejalan dengan usaha
Belanda tersebut terjadilah konflik militer antara tentara Belanda dan pejuang RI
yang di kenal dengan Agresi I dan Agresi II tahun 1947 dan 1948. Peristiwa agresi
itu mendorong PBB untuk campur tangan dengan mengusulkan perundingan yang di
sebut konferensi meja bundar ( KMB ) tanggal 23 Agustus 1949- 2 November 1949.
Dalam konferensi itu di hasilkan sejumlah indikator antara lain, mendirikan Negara
Republik Indonesia Serikat ( Negara RIS).
Racangan untuk UUD Negara RIS di terima kedua belah pihak Indonesia dan
Belanda, dan mulai berlaku pada tanggal 27 Desember 1949. UUD 1945 yang
semula berlaku untuk seluruh Indonesia mulai berlaku tanggal 27 Desember hanya
berlaku dalam wilayah Negara bagian Republik Indonesia.
Menurut pasal 2 konstitusi RIS, RIS meliputi seluruh wilayah Indonesia yaitu
daerah bersama dari Negara RI dan satuan-satuan kenegaraan yang tegak sendiri.
Dengan berdirinya Negara RIS, maka RI hanyalah merupakan salah satu Negara
bagian dalam Negara RIS.
Konstitusi RIS menganut sistem parlementer, sebagai konstitusi yang berlaku
di negara Federal RIS, konstitusi RIS menganut sistem kabinet parlementer dimana
kekuasaan pemerintahan ditangan para menteri yang dipimpin oleh Perdana Menteri.
Dalam sistem pemerintahan ini Presiden bukan sebagai kepala pemerintahan, tetapi
hanya sebagai kepala negara.
Pada konferensi antar Indonesia yang diselenggarakan di Yogyakarta itu
dihasilkan persetujuan mengenai bentuk Negara dan hal-hal yang bertalian dengan
ketatanegaraan Negara Indonesia Serikat.
1. Negara Indonesia Serikat disetujui dengan nama RIS berdasarkan demokrasi dan
federalisme.
2. RIS akan dikepalai seorang Presiden konstitusional dibantu oleh menteri-menteri
yang bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
3. Akan dibentuk dua badan perwakilan, yaitu sebuah dewan perwakilan rakyat dan
sebuah dewan perwakilan Negara bagian (senat). Pertama kali akan dibentuk dewan
perwakilan rakyat sementara.
4. Pemerintah federal sementara akan menerima kedaulatan bukan saja dari
pihak Belanda, melainkan pada saat yang sama juga dari Republik Indonesia.
1) Di bidang Militer juga telah disepakati persetujuan sebagai berikut :
Angkatan perang RIS adalah angkatan perang nasional. Presiden RIS adalah
Panglima Tertinggi Angkatan Perang RIS.
2) Pertahanan Negara adalah semata-mata hak pemerintah RIS; Negara-negara bagian
tidak akan memiliki angkatan perang sendiri.
3) Pembentukan Angkatan Perang RIS adalah semata-mata soal bangsa Indonesia.
Angkatan perang RIS akan dibentuk oleh pemerintah RIS dengan inti angkatan
perang RI (TNI), bersama-sama dengan orang-orang Indonesia yang ada dalam
KNIL, ML, KM, VB, dan territoriale bataljons.
4) Pada masa permulaan RIS Menteri Pertahanan dapat merangkap sebagai Panglima
Besar APRIS.
Konferensi antar Indonesia dilanjutkan kembali di Jakarta pada tanggal 30
Juli sampai 2 Agustus 1949, dan dipimpin oleh Perdana Menteri Hatta yang
membahas masalah pelaksanaan dari pokok-pokok persetujuan yang telah disepakati
di Yogyakarta. Kedua belah pihak setuju untuk membentuk Panitia Persiapan
Nasional yang bertugas menyelenggarakan suasana tertib sebelum dan sesudah
KMB. Sesudah berhasil menyelesaikan masalahnya sendiri dengan musyawarah di
dalam konferensi antar Indonesia, kini Indonesia siap menghadapi KMB.
Pada tanggal 4 Agustus 1949, diangkat delegasi RI yang terdiri dari : Drs.
Moh Hatta, Mr. Moh Roem, Prof. Dr.Mr. Supomo, dr. J.Leimena, Mr.
Alisastroamidjojo, Ir. Juanda, Dr. Sukiman, Mr. Suyono Hadinoto, Dr. Soemitro
Djojohadikusumo, Mr. Abdul Karim, Kolonel T.B. Simatupang, dan Mr. Sumardi.
Delegasi BFO di wakili oleh Sultan Hamid II dari Pontianak.
Pada tanggal 23 Agustus 1949 KMB dimulai di Den Haag negara Belanda.
Konferensi selesai pada tanggal 2 November 1949. Hasil Konferensi adalah sebagai
berikut :
• Serah-terima kedaulatan dari pemerintah kolonial Belanda kepada RIS kecuali
Papua Bagian Barat. Indonesia ingin agar semua daerah bekas jajahan Hindia
Belanda menjadi daerah Indonesia, sedangkan Belanda sendiri ingin menjadikan
Papua bagian barat Negara terpisah karena perbedaan etnis. Konferensi ditutup tanpa
keputusan mengenai hal ini, karena itu pasal kedua menyebutkan bahwa Papua
bagian barat bukan bagian dari serah terima, dan bahwa masalah ini akan
diselesaikan dalam waktu satu tahun.
• Dibentuknya sebuah persekutuan Belanda-Indonesia , dengan monarch Belanda
sebagai Kepala Negara.
• Pengambilalihan hutang Hindia Belanda oleh RIS.
1. Kerajaan Nederland menjerahkan kedaulatan atas Indonesia yang sepenuhnya
kepada Republik Indonesia Serikat dengan tidak bersarat lagi dan tidak dapat
dicabut, dan karena itu mengakui Republik Indonesia Serikat sebagai Negara yang
merdeka dan berdaulat.
2. Republik Indonesia Serikat menerima kedaulatan itu atas dasar ketentuan-
ketentuan pada Konstitusinya; rantjangan konstitusi telah dipermaklumkan kepada
Keradjaan Nederland.
3. Kedaulatan akan diserahkan selambat-lambatnya pada tanggal 30 Desember 1949
• Pasukan Belanda, KL, dan KM akan dipulangkan, sedangkan KNIL akan
dibubarkan dan bekas anggota KNIL diperbolehkan menjadi APRIS.
Hasil-hasil KMB kemudian diajukan kepada KNIP untuk diratifikasi.
Selanjutnya pada tanggal 15 Desember 1949 diadakan pemilihan Presiden RIS
dengan calon tunggal Presiden Soekarno. Keesokan harinya Ir. Soekarno terpilih
menjadi presiden RIS. Pada tanggal 20 Desember 1949 Moh. Hatta diangkat sebagai
Perdana Menteri RIS.
Adapun pemangku jabatan Presiden RI adalah Mr. Asaat ( mantan Ketua
KNIP ) yang dilantik pada tanggal 27 Desember 1949. Pada tanggal 23 Desember
1949 delegasi RIS dipimpin Moh. Hatta berangkat ke negeri Belanda untuk
menandatangani naskah pengakuan kedaulatan dari pemerintah Belanda. Upacara
penandatanganan naskah pengakuan kedaulatan itu dilakuka2 bersamaan, yaitu di
Indonesia dan Belanda pada 27 Desember 1949. Dengan demikian, sejak saat itu RIS
menjadi Negara merdeka dan berdaulat, serta mendapat pengakuan internasional.
Berakhirlah periode perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia

2.2. Keadaan RIS dari Tahun 1949 – 1950


Republik Indonesia Serikat (RIS) yang merdeka dan berdaulat adalah Negara
hukum demokratis yang berbentuk federal. RIS dlakukan oleh pemerintah federal
bersama parlemen dan senat. Wilayahnya meliputi seluruh daerah Indonesia yang
terdiri atas:
1. Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, Negara
Jawa Timur, Negara Madura, Negara Sumatera Timur dan Negara Sumatera Selatan.
2. Kesatuan poltik yang berkebangsaan yaitu Jawa Tengah, Bangka, Belitung, Riau,
Kalimantan Barat, Dayak Besar, Daerah Banjar, Kalimantan Tenggara dan
Kalimantan Timur.
3. Daerah-daerah lain yang bukan daerah bagian.
Alat perlegkapan RIS terdiri atas presiden, Dewan Menteri, Senat, Dewan
perwakilam Rakyat, mahkamah agung, dan dewan pemeriksa keuangan. Parlemen
terdiri atas 150 orang, Senat sebagai perwakilan Negara-negara bagian adalah Badan
Penasehat. Tiap Negara bagian mengangkat 2 orang wakil di Senat.
Sementara itu rakyat tidak setuju apabila Konstitusi RIS diberlakukan secara
dominan. Dalam akeadaan rakyat yang kecewa, ada beberapa pihak yang mengambil
kesempatan tersebut dengan mengadakan suatu aksi pengacaan atau pemberontakan
di beberapa daerah.
Gerakan pertama adalah aksi pengacauan oleh Westerling di daerah Sumatera
Utara, Sulawesi Selatan dan Bandung. Dalam melancarkan aksinya, Westerlint
menyatakan dirinya sebagai “Ratu Adil” dengan dalih untuk menyelamatkan RIS.
Pada 23 Januari 1950 Westerling menguasai Bandung dan merencanakan akan
mengambil alih pemerintahan di Jakarta. Pemberontakan berhasil ditumpas, namun
Westerling berhasil meloloskan diri. Melalui penyelidikan intelijen, Sultan Hamid II
terlibat dalam pemberontakan ini. Ia menentang masuknya TNI ke Negara Bagian
Kalimantan Barat dan tidak mau mengakui menteri pertahanan RIS, Sultan
Hamengkubuwono IX.
Di Makassar terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Andi Azis yang semula
menolak peleburan anggota-anggota KNIL ke dalam APRIS. Pemberontakan ini
berhasil dipadamkan oleh pasukan APRIS. Andi Azis menyerahkan diri dan ia
dijatuhi hukuman 14 tahun penjara oleh Panglima Tentara di Yogyakarta.
Di Maluku Selatan, timbul pemberontakan pimpinan Dr. Soumokil, bekas jaksa
agung NIT. Pada tanggal 25 April 1950 ia memproklamasikan berdirinya Republik
Maluku Selatan (RMS). Pemerintah mengirimkan dr. Leimena untuk menyelesaikan
masalah tersebut secara diplomatik. RMS menolak untuk berunding. Akhirnya
pemerintah membentuk ekspedisi di bawah pimpinan Kol. Kawilarang untuk
menumpas RMS. Pada tanggal 28 September 1950 pasukan ekspedisi mendarat di
Ambon dan menguasai pulau Ambon. Pemberontakan berhasil dipatahkan namun
beberapa tokohnya melarikan diri ke Belanda, kemudian membentuk “Pemerintah
buangan”.
Ketiga pemberontakan yang terjadi selama masa pemerintahan RIS merupakan
suatu keadaan yang memang dipersiapkan oleh Belanda untuk mengacau RIS
melalui kekuatan militernya. Kondisi ini akan menimbulkan suatu anggapan pada
dunia internasional bahwa RIS tidak dapat memelihara keamanan di wilayahnya.
Persoalan lain yang dihadapi Pemerintah RIS adalah adanya desakan dari rakyat
di beberapa Negara bagian untuk segera dapat bergabung dengan RIS dan mengubah
bentuk Negara. Kebijaksanaan pemerintah dalam hal ini didasarkan pada konstitusi
sementara yang terbentuk sebagai hasil persetujuan bersama, di mana pemerintah
telah berjanji untuk menjalankan dan memelihara peraturan yang tercantum
dalam konstitusi RIS. Oleh karena itu, dalam melaksanakan kebijakan politik dalam
negerinya terutama menyangkut perubahan bentuk kenegaraan RIS, pemerintah
harus berpegang pada ketentuan-ketentuan Konstitusi Sementara itu.
Negara bagian yang menghendaki adanya perubahan bentuk Negara itu antara itu
antara lain NIT. Dalam rapat istimewa yang terjadi pada bulan Maret 1950, di mana
partai-partai politik dan organisasi yang mewakili rakyat Indonesia Timur telah
mengeluarkan suatu pernyataan:
1. Rakyat Indonesia Timur tidak setuju dengan adanya NIT, karena NIT adalah
ciptaan Van Mook;
2. Rakyat Indonesia Timur adalah rakyat Indonesia yang setia pada kemerdekaan 17
Agustus 1945;
3. Republik Indonesia adalah ciptaan Rakyat Indonesia sendiri bedasarkan pada
Proklamasi 17 Agustus 1945;
4. Dalam mempertahankan isi Proklamasi 17 Agustus 1945, rakyat Indonesia Timur
tetap menganggap Irian adalah suatu daerah Republik Indonesia yang harus direbut
kembali.
Selain NIT, dewan Bangka menyatakan setuju dengan segala resolusi dan mosi-mosi
yang menuntut pemasukan daerah otonom Bangka ke dalam Republik Indonesia. Di
Madura muncul suatu tuntutan dari fraksi Indonesia dan Fraksi Islam dalam DPRS
Madura yang menuntut agar Madura hendaknya digabungkan dalam Republik. Hal
yang serupa dilakukan oleh Negara Sumatera Selatan.
RIS dihadapkan pada persoalan keuangan Negara. Sesuai dengan hasil keputusan
KMB bahwa Repulik harus menanggung semua hutang, baik hutang dalam negeri
maupun hutang luar negeri yang merupakan warisan dari pemerintah Hindia-
Belanda. Untuk mengatasi kesulitan di bidang keuangan, RIS mengambil jalan:
1. Mengadakan rasionalisasi dalam susunan Negara dan dalam badan-badan serta
alat-alat pemerintahan;
2. Menyelidiki secara lebih baik dan teliti mengenai anggaran Negara-negara bagian;
3. Mengintensiveer pemungutan berbagai iuran dan cukai;
4. Mengadakan pajak baru;
5. Mengadakan pinjaman nasional.

Periode ini ditandai dengan berlakunya negara Republik Indonesia Serikat sebagai
akibat perjanjian Konferensi Meja Bundar, yang isinya:
1. Didirikannya negara Republik Indonesia Serikat
2. Pengakuan kedaulatan oleh pemerintah kerajaan Belanda kepada negara Republik
Indonesia Serikat.
3. Didirikannya Uni antara RIS dan kerajaan Belanda.
Masalah berikutnya yang dihadapi oleh Pemerintah RIS adalah mengenai
persoalan “Negara Hukum”. Langkah pertama dalam lapangan kehakiman ialah
mempelajari keadaan tata hokum Indonesia pada waktu penyerahan kedaulatan,
terutama menyelidiki bagian hokum mana yang masih berlaku menurut Konstitusi
RIS, dan bagian hokum mana yang telah hilang kekuatannya terkait dengan
penyerahan kedaulatan. Ini akan diselidiki pula, hokum mana yang harus segera
dicabut, diubah atau diganti terkait dengan RIS.
Masalah terakhir adalah angkatan perang. TNI merupakan inti dari Angkatan
Perang RIS. Maka dalam persetujuan KMB mengenai persoalan tentara yang disebut
hanya persoalan reorganisasi KNIL. Masalah ini pula yang turut menyebabkan
pemberontakan yang dipimpin oleh Andi Azis.

2.3 Akhir Pemberlakuan Pemerintahan RIS


Negara RIS buatan Belanda tidak dapat bertahan lama karena muncul
tuntutan-tuntutan untuk kembali ke dalam bentuk NKRI sebagai perwujudan dari
cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945. Gerakan menuju pembentukan NKRI
mendapat dukungan yang kuat dari seluruh rakyat. Banyak Negara-negara bagian
satu per satu menggabungkan diri dengan Negara bagian Republik Indonesia.
Pada tanggal 10 Februari 1950 DPR Negara Sumatera Selatan memutuskan
untuk menyerahkan kekuasaannya pada RI. Tindakan semacam ini dengan cepat
dilakukan oleh Negara-negaa bagian lainnya yang cenderung untuk menghapuskan
Negara-negara bagian dan menggabungkan diri ke dalam RI. Pada akhir Maret 1950,
hanya tersisa empat Negara bagian dalam RIS, yaitu Kalimantan Barat, Sumatera
Barat, Negara Indonesia Timur, dan Republik Indonesia. Pada akhir April 1950,
maka hanya Republik Indonesia yang tersisa dalam RIS.
Penggabungan Negara-negara bagian ke dalam RI menimbulkan persoalan
baru khususnya dalam hubungan luar negeri. Hal ini karena RI hanya Negara bagian
RIS, hubungan luar negeri yang berlangsung selama ini dilakukan oleh RIS.
Sehingga peleburan Negara RIS ke dalam RI harus dihindari untuk menjamin
kedaulatan negara. Solusinya adalah RIS harus menjelma menjadi RI.
Setelah diadakan konferensi antara Pemerintah RIS dan RI untuk membahas
penyatuan negara, pada tanggal 19 Mei 1950, pemerintah RIS dan RI
menandatangani Piagam Persetujuan pembentukan Negara kesatuan. Pokok dari isi
piagam tersebut adalah kedua belah pihak dalam waktu yang sesingkat-singkatnya
melaksanakan pembentukan Negara kesatuan berdasar Proklamasi 17 Agustus 1945.
Rapat-rapat antara pemerintah RIS dan RI mengenai Negara kesatuan
semakin sering dilakukan. Setelah rapat mengenai Pembagian daerah yang akan
merupakan wilayah NKRI, maka pada tanggal 15 Agustus 1950 diadakan rapat
gabungan yang terakhir dari DPR dan Senat RIS di mana dalam rapat ini akan
dibicarakan “piagam pernyataan” terbentuknya NKRI oleh Presiden Soekarno.
Setelah pembacaan piagam pernyataan terbentuknya NKRI, maka dengan demikian
secara resmi Negara Kesatuan RI terbentuk kembali pada tanggal 17 Agustus 1950.

2.4 Masalah atau Penyimpangan-penyimpangan yang Terjadi Pada Masa


Konstitusi RIS
Berdirinya negara RIS dengan Konstitusi RIS (yang terdiri dari Mukadimah 4
alinea, 6 bab, 197 pasal dan lampiran) sebagai undang-undang dasarnya,
menimbulkan penyimpangan, antara lain:
1. Negara RI hanya berstatus sebagai salah satu negara bagian, dengan wilayah
kekuasaan daerah sebagaimana dalam persetujuan Renville dan sesuai dengan bunyi
pasal 2 Konstitusi RIS.
2. UUD 1945 sejak tanggal 27 Desember 1949 hanya berstatus sebagai UUD negara
bagian RI.
3. Demokrasi yang berkembang adalah demokrasi liberal.
4. Berlakunya sistem parlementer yaitu pemerintahan bertanggung jawab kepada
parlemen (DPR). Pemerintahan dikepalai seorang Perdana Menteri, sedangkan
Presiden sebagai Kepala Negara.
5. Sebagai akibat sistem parlementer, kabinet tidak mampu melaksanakan programnya
dengan baik dan dinilai negatif oleh DPR.
6. Terjadinya pertentangan politik di antara partai-partai politik saat itu (yang bercorak
agama, nasionalis, kedaerahan dan sosialis, dengan system multipartai).
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan

Adanya keinginan dari pemerintah Belanda untuk kembali menduduki


Indonesia maka menyebabkan konflik antara Indonesia dengan Belanda.
Penyelesaian konflik ini dilakukan oleh pihak PBB dengan adanya pengadaan
Konferensi Meja Bundar (KMB) dan salah satu hasil dari Konferensi tersebut adalah
pembentukan Negara Republik Indonesia Serikat.
Setelah itu, pada tanggal 27 Desember 1949 sudah dibentuk dan
diberlakukannya Konstitusi Republik Indonesia Serikat (KRIS). Konstitusi RIS ini
memiliki sifat hanya sementara saja, dengan ketentuan bentuk negara Federal, sistem
pemerintahan yang digunakan adalah parlementer, dengan daerah yang sudah
ditentukan dalam konstitusi tersebut dan juga terdapat pengaturan hubungan negara
dengan rakyat.
Pemberlakuan Konstitusi RIS hanya 8 bulan, yaitu mulai tanggal 27 Desember
1949 hingga 17 Agustus 1950. Ketika tanggal 17 agustus 1950, Indonesia sudah
kembali dalam bentuk Kesatuan. Hal tersebut disebabkan oleh tuntutan-tuntutan
masyarakat untuk kembali ke dalam bentuk kesatuan.

3.2. Saran

Kami menyadari bahwa dalam makalah kami ini masih banyak terdapat
kekurangan atau kesalahan dan masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kiranya
kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak demi sempurnanya
makalah ini yang akhirnya dapat berguna bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Asshiddiqie, Jimly. 2010. Konstitusi dan Konstistusionalisme Indonesia. Jakarta:
Sinar Grafika.
Joeniarto. 1990. Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia. Yogyakarta: Bumi
Aksara Konstitusi Republik Indonesia Serikat Tahun 1950
Kusnardi, 976, konstitusi negara. Fakultas Hukum UI. Jakarta.
Ragawino. Bewa. 2007. Diktat Hukum Tata Negara. Bandung:
Simorangkir, J.C.T. 1984. Penetapan Undang-Undang Dasar Dilihat dari Segi
Hukum Tata Negara. Jakarta: Gunung Agung.
Soehino. 1992. Hukum Tata Negara: Sejarah Ketatanegaraan Indonesia.
Yogyakarta: Liberty.

Anda mungkin juga menyukai