Anda di halaman 1dari 17

1

MAKALAH
KEPERAWATAN GERONTIK
“Teori Menua: Biologis, Psikologis, dan Sosiokultural”

Fasilitator : Ns. Dwi Nurviyandari Kusuma Wati, S.Kep., MN.

Disusun oleh :
Alyani Yasmin 1406544690
Annida Falahaini 1406579460
Lita Mardiana 1406578155
Merry Natalia Sondakh 1406544293
Yuniati Setianingsih 1406567643
(kontribusi setiap anggota sama)
Focus Group 5

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS INDONESIA
2017
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan tugas makalah mengenai teori menua dari perspektif biologis,
psikologis, dan sosiokultural untuk memenuhi tugas mata ajar Keperawatan Gerontik ini.
Dalam penyusunan tugas makalah ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi.
Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat
bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala yang penulis hadapi dapat
teratasi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini, khususnya kepada fasilitator Ns. Dwi Nurviyandari Kusuma Wati,
S.Kep., MN yang telah memberikan banyak arahan kepada penulis.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca. Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak
kekurangan dalam makalah ini, sehingga penulis dengan terbuka menerima segala masukan,
kritik, maupun saran dari pembaca.

Depok, Februari 2017

Penulis
3

DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................................................ 1


Kata Pengantar ................................................................................................................ 2
Daftar Isi ......................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 5
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................... 5
BAB II ISI........................................................................................................................... 6
2.1 Teori Biologis Menua ................................................................................... 6
2.1.1 Teori Wear-and-Tear ......................................................................... 6
2.1.2 Teori Cross-Linkage....... ................................................................... 6
2.1.3 Teori Radikal Bebas .......................................................................... 6
2.1.4 Teori Neuroendokrin ......................................................................... 7
2.1.5 Teori Imunitas ................................................................................... 7
2.1.6 Teori Genetik .................................................................................... 8
2.1.7 Teori Pembatasan Kalori ................................................................... 8
2.2 Teori Psikologis Menua ................................................................................ 9
2.2.1 Teori Kebutuhan Manusia.................................................................. 9
2.2.2 Teori Rangkaian Kehidupan dan Perkembangan Personalitas ............ 9
2.2.3 Teori Gerotransenden ........................................................................ 10
2.2.4 Teori Gender and Aging .................................................................... 12
2.3 Teori Sosiokultural Menua ............................................................................ 13
2.3.1 Teori Pemutusan Hubungan (Disengagement) ................................... 13
2.3.2 Teori Aktivitas................................................................................... 13
2.3.3 Teori Subkultural ............................................................................... 13
2.3.4 Teori Stratifikasi Umur ...................................................................... 14
2.3.5 Teori Person-Environment Fit ........................................................... 14
2.3.6 Teori Kontinuitas ............................................................................... 14
BAB III PENUTUP ........................................................................................................ 15
3.1 Kesimpulan ................................................................................................... 15
3.2 Saran............................................................................................................. 16
Daftar Pustaka ................................................................................................................. 17
4

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penuaan merupakan proses alamiah yang terjadi pada kehidupan manusia. Menua
didefinisikan sebagai proses menjadi tua, yang sebenarnya telah terjadi di sepanjang
rentang kehidupan semenjak dilahirkan. Namun seringkali penuaan ditakuti ketika telah
mencapai usia senja. Orang dengan usia senja disebut lansia, dengan batasan usia 60
tahun keatas (UU No. 13 tahun 1998 dalam Pusat Data dan Informasi Kementrian
Kesehatan RI, 2016).
Banyak teori yang mencoba mengungkap rahasia dibalik penuaan. Menua adalah
fenomena yang unik. Menua menimbulkan banyak sekali perubahan. Stamina tubuh
tidak lagi sekuat saat muda. Beberapa dari lansia mengeluhkan penurunan fungsi tubuh
seperti jalan yang melambat, tubuh yang membungkuk, dan masalah kesehatan lainnya.
Perubahan ini tidak hanya terjadi secara biologis namun juga secara psikologis dan
sosial. Secara psikologis, umur lansia yang semakin tua menyebabkan terjadinya
perubahan sikap. Hal ini pula yang mempengaruhi lingkungan sosial lansia yang bebeda
dari sebelumnya.
Seperti tahapan usia lainnya, lansia juga memiliki tugas perkembangan yang perlu
dipenuhi. Lansia akan mengalami integritas ego, jika perkembangan berhasil.
Sebaliknya jika tidak terpenuhi lansia akan mengalami keputusasaan. Perubahan yang
ada pada lansia sewajarnya ia terima, dan menganggap hal tersebut sebagai sesuatu
yang semestinya ia lewati dalam hidup. Lansia yang telah merasa puas dengan hidupnya
di masa muda tentu memiliki integritas ego yang kuat.
Sebagai perawat, sudah seharusnya kita memahami teori penuaan. Perawat perlu
mengerti klien secara holistik, pada semua rentang usia termasuk juga lansia. Teori
penuaan membantu perawat dalam memahami segala perubahan yang terjadi pada
lansia. Berbekal hal tersebut, perawat dapat meningkatkan rasa empati serta caring-nya.
Selain itu, diharapkan perawat juga dapat mengedukasi para lansia agar dapat memaknai
pergeseran peristiwa kehidupan sehingga menjadi lansia yang sejahtera.
5

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1. Apa saja yang termasuk dalam teori penuaan secara biologis?
1.2.2. Apa saja yang termasuk dalam teori penuaan secara psikologis?
1.2.3. Apa saja yang termasuk dalam teori penuaan secara sosiokultural?

1.3. Tujuan Penulisan


Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menggambarkan proses penuaan yang terjadi pada manusia.
Tujuan Khusus
1.3.1. Mahasiswa mampu menjelaskan teori-teori penuaan secara biologis.
1.3.2. Mahasiswa mampu menjelaskan teori-teori penuaan secara psikologis.
1.3.3. Mahasiswa mampu menjelaskan teori-teori penuaan secara sosiokultural.
6

BAB II
ISI

2.1. Teori Biologis Penuaan


2.1.1. Teori Wear-and-Tear
Teori wear-and-tear berkembang sekitar abad ke-19, diusulkan oleh August
Weismann (Miller, 2012). Beliau menjelaskan bahwa sel tubuh manusia dapat
melakukan perbaikan setiap waktu, hingga pada saat tertentu sel-sel ini menjadi tua
dan kemampuan reparasinya menghilang. Tubuh dianalogikan seperti mesin yang
lama-kelamaan lapuk dan tidak bisa lagi diperbaiki, misalnya langkah kaki yang
kian hari kian melambat. Tsubota, dkk. (2010) menyebutkan beberapa penyakit
yang berhubungan dengan penuaan seperti sakit punggung, rabun mata tua, dan
kesulitan berkemih. Penuaan dapat menjadi lebih parah jika banyak stressor yang
mempengaruhi tubuh seperti merokok, minum alkohol, dan diet yang buruk.
Penelitian dari Solis, Fantin, Irving dan Delpierre (2016) menunjukkan adanya
hubungan stressor dengan kesehatan tubuh. Semakin banyak stressor tubuh seperti
alkohol dan merokok, maka kemampuan adaptasi tubuh akan memburuk.
2.1.2. Teori Cross-Linkage
Teori cross-linkage menjelaskan bahwa manusia memiliki struktur DNA
normal yang kemudian rantainya dapat terpisah dan tergabung dengan molekul lain.
Ikatan ini dapat kembali normal dengan ketahanan tubuh mencegah pemutusan
rantai, namun kemampuan ini melemah seiring pertambahan usia. Saat tua,
perbaikan tidak dapat dilakukan hingga sel mengalami kerusakan (Miller, 2012).
Salah satu contohnya yaitu kerutan dan penuaan kulit yang disebabkan oleh ikatan
glukosa dan DNA (Tabloski, 2014). Kerusakan yang terjadi pada sel pembentuk
kolagen lama kelamaan menyebabkan kegagalan jaringan dan organ. Jumlah sel
dengan molekul yang menjadi cross-link bertambah banyak sehingga sel tidak dapat
berfungsi dengan baik. Oleh karena itu, sebagian ahli gizi percaya diet rendah gula
dapat memperlambat proses cross-linkage (Tabloski, 2014).
2.1.3. Teori Radikal Bebas
7

Teori radikal bebas ada pada tahun 1956, dengan Harman sebagai
pencetusnya. Teori ini menjelaskan bahwa sel tubuh dapat mengalami kerusakan
akibat adanya radikal bebas. Radikal bebas adalah molekul yang memiliki eletron
berlebih sehingga dengan mudah bereaksi dengan molekul lain seperti komponen
sel. Radikal bebas bisa muncul dari reaksi tubuh seperti metabolisme maupun dari
lingkungan. Contoh radikal bebasdari lingkungan adalah ozon, pestisida, dan
polutan udara (Miller, 2012). Radikal bebas yang bereaksi dengan sel menimbulkan
kerusakan pada komponen sel seperti protein, lipid, dan asam nukleat. Tubuh
mempunyai mekanisme untuk memerangi radikal bebas yaitu dengan beta-karoten,
vitamin C dan vitamin E. Namun mekanisme ini akan melemah seiring penuaan
akibat radikal bebas yang makin bertambah. Contoh penyakit yang timbul akibat
radikal bebas adalah Age-related Macular Degeneration (AMD). AMD terbukti
dapat melambat prosesnya dengan pemberian antioksidan (Tsubota dkk, 2010).
Namun penelitian juga menyatakan radikal bebas berperan dalam terjadinya proses
tubuh seperti metabolisme (Liochev, 2013, p.4). Untuk itu, penelitian
dikembangkan agar tidak terjadi penumpukan radikal bebas atau pembentukan
radikal bebas berkurang. Saat ini, ahli menyarankan penggunaan antioksidan dan
minum vitamin untuk memerangi radikal bebas (Tabloski, 2014).
2.1.4. Teori Neuroendokrin
Teori neuroendokrin didasarkan pada pemahaman bahwa sistem
neuroendokrin mengintegrasikan berbagai fungsi tubuh dan memfasilitasi adaptasi
terhadap perubahan baik dalam lingkungan internal dan eksternal (Miller, 2012).
Teori ini mendalilkan bahwa perubahan padasistem endokrin adalah penyebab
terjadinya penurunan fungsi organ. Salah satu contohnya adalah ketidakseimbangan
saraf impuls-transmisi zat kimia dalam otak mengganggu pembelahan sel di seluruh
tubuh (Grossman dan Lange, 2006).
2.1.5. Teori Imunitas
Teori imunitas memiliki hubungan erat dengan teori radikal bebas. Hal ini
didasarkan pada perubahan sistem kekebalan tubuh seiring dengan pertambahan
usia. Dalam hal ini yang ditekankan adalah kematian sel-sel kekebalan tubuh yang
8

diprogramkan mengalami kerusakan oleh karena peningkatan radikal bebas (Effros


et al, 2005 dalam Touhy dan Jett, 2014).
Menurut Touhy dan Jett (2014), sistem kekebalan dalam tubuh manusia
merupakan jaringan yang kompleks yang terdiri dari sel, jaringan, dan organ yang
berfungsi secara terpisah dan bersama-sama melindungi tubuh dari zat-zat dari luar
seperti bakteri. Hal ini sangat tergantung pada pelepasan hormon. Limfosit B
(humoral) dan limfosit T (selular) melindungi tubuh terhadap invasi oleh infeksi
atau hal lain yang dianggap asing, seperti jaringan atau organ transplantasi.
Hasil penelitian pada hewan telah menunjukkan bahwa sel-sel sistem
kekebalan tubuh menjadi lebih beragam seiring dengan bertambahnya usia dan
diprediksi akan kehilangan kemampuan untuk mengendalikan diri mereka sendiri.
Berkurangnya sel T dianggap bertanggung jawab untuk mempercepat perubahan
yang berkaitan dengan bertambahnya usia yang disebabkan oleh reaksi autoimun.
Ketika autoimunitas terjadi, tubuh bereaksi terhadap dirinya sendiri dan
menghasilkan antibodi dalam menanggapi konstituen sendiri yang meningkatkan
kerentanan orang tua untuk penyakit autoimun seperti lupus atau rheumatoid
arthritis (Touhy dan Jett, 2014).
2.1.6. Teori Genetik
Teori genetik menekankan peran gen dalam pengembangan perubahan yang
berkaitan dengan usiayang merupakan salah satu jenis yang paling kompleks dari
teori biologis. Salah satu yang paling awal dari teori genetik adalah teori program
penuaan, diusulkan oleh Hayflick pada tahun 1960. Teori ini menyatakan bahwa
masa hidup hewan yang telah ditentukan oleh program genetik, disebut jam
biologis, memungkinkan sekitar 110 tahun maksimal pada manusia (Hayflick, 1965
dalam Miller, 2012). Hayflick (1974) dalam Miller (2012) memperkirakan bahwa
sel-sel manusia normal membelah sebanyak 50 kali selama bertahun-tahun dan
berpendapat bahwa sel-sel secara genetik diprogramkan untuk berhenti membelah
setelah mencapai 50 kali pembelahan sel. Pada saat itulah sel-sel mulai memburuk.
2.1.7. Teori Pembatasan Kalori
Teori pembatasan kalori didasarkan pada berbagai penelitian yang telah
ditemukan bahwa mengurangi asupan kalori antara 30% dan 40% adalah salah satu
9

intervensi yang secara dramatis dapat meningkatkan rentang hidup. Ada banyak
bukti ilmiah bahwa pembatasan kalori tanpa kekurangan gizi memiliki banyak efek
menguntungkan pada hewan, termasuk peningkatan kemampuan dalam melindungi
sel-sel, meningkatkan ketahanan terhadap stres, dan secara keseluruhan memiliki
harapan hidup sehat yang lebih lama (Barzilai & Bartke, 2009 dalam Miller, 2012).
Namun sampai saat ini, penelitian ini belum diterapkan pada manusia.

2.2. Teori Psikologis Menua


2.2.1. Teori Kebutuhan Manusia
Kebutuhan manusia menurut hierarki Maslow terbagi kedalam lima
kategoriyaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan keselamatan dan keamanan, cinta dan
harta benda, harga diri, dan aktualisasi diri. Maslow mendeskripsikan aktualisasi
diri seseorang sebagai manusia dewasa yang utuh yang memiliki beberapa
keinginan sebagai autonomi (Miller, 2012). Kebutuhan dasar pada diri manusia
merupakan alami dari dalam diri manusia. Lansia seperti halnya dengan kelompok
umur lain juga membutuhkan pemenuhan kebutuhan dasar untuk memenuhi semua
kebutuhan hidupnya. Lansia membutuhkan makan dan minum, keamanan dan
keselamatan, dan kasih sayang. Aktualisasi diri akan secara penuh aktif jika
kebutuhan dasar lainnya sudah terpenuhi. Aktualisasi diri dapat menjadi
pemahaman dan pengembangan diri pada lansia.
2.2.2. Teori Rangkaian Kehidupan dan Perkembangan Personalitas
Terdapat beberapa ahli yang menjabarkan teori rangkaian kehidupan dan
perkembangan personalitas. Carl Jung pada tahun 1960 mengkategorikan
personalitas menjadi ekstrovertyaitu orang-orang yang berorientasi pada dunia luar
danintrovertyaitu orang-orang yang lebih suka mementingkan dirinya dari
pengalaman subjektifnya (Miller, 2012). Jung mendeskripsikan bahwa menjadi
dewasa merupakan periode dimana seseorang tampak mundur daripada maju dan
bertanggung jawab untuk mencurahkan perhatian serius untuk diri (Miller, 2012).
Lansia pada umumnya akan cenderung menjadi introvert dan fokus terhadap
dirinya. Teori Erikson tahun 1963 merupakan teori dasar tentang delapan tahap dari
kehidupan yang telah diakui dalam hubungan menuju kedewasaan (Miller, 2012).
10

Manusia dapat berkembang dan belajar sebagai bagian dari proses yang tidak
terbatas sejak anak-anak hingga remaja. Erikson menggambarkan bahwa usia tua
merupakan penyeimbang integritas antara pencarian keutuhan dan rasa putus asa.
Pada fase ini lansia cenderung melakukan cerminan diri terhadap masa lalu. Ketika
lansia tidak dapat mencapai integritas dalam kehidupannya maka akan
menyebabkan kondisi keputusasaan. Robert Peck tahun 1968 mengembangkan teori
dari Erikson dengan mengidentifikasi tugas-tugas tertentu dari lansia untuk
membangun integritas ego (Touhy dan Jett, 2014). Tugas lansia menurut Peck
adalah sebagai berikut (Touhy dan Jett, 2014):
1. Ego differentiation vs.work role preoccupation
 Individu tidak ditentukan lagi oleh karyanya.
2. Body transcendence vs.body preoccupation
 Merawat diri tetapi tidak tertarik dan memperhatikan individu.
3. Ego transcendence vs. ego preoccupation
 Diri sendiri menjadi kurang sentraldan salah satu merasa bagian dari
massa kemanusiaan untuk berbagi perjuangan mereka dan nasib mereka.

Untuk mencapai integritas ego, seseorang harus mengembangkan


kemampuan untuk mendefinisikan kembali dirinya dalam hal melepaskan identitas
pekerjaan, naik di atas ketidaknyamanan fisik, dan membangun makna yang
melampaui lingkup mementingkan diri sendiri (Touhy dan Jett, 2014). Pada tahap
ini, lansia harus menerima identitas diri sebagai orang tua dan mendapat dukungan
untuk menghadapi peran baru sebagai orang tua. Kurangnya dukungan terhadap
lansia menyebabkan perasaan harga diri rendah. Menua bukan salah satu proses
yang dapat dihilangkan. Seringkali seseorang berasumsi bahwa usia tua menjadi
suatu hal yang buruk dan sering menyangkal hal tersebut. Pemikiran masa lalu
terhadap usia tua merupakan bentuk dari kehidupan saat ini.
2.2.3. Teori Gerotransenden
Gerotranscendence theory merupakan teori yang diusulkan oleh seorang
sosiolog dari Swedia bernama Lars Tornstam. Tornstam mengemukakan bahwa
menua merupakan proses pergantian atau perpindahan dari perspektif materialistik
menjadi perspektif kosmik dan secara bersamaan terjadi peningkatan kepuasan
11

hidup atau transenden (Miller, 2012 dan Touhy & Jett, 2014). Perspektif kosmik
yang merupakan bagian dari teori ini mengarah kepada pandangan lansia yang tidak
lagi bersifat materi melainkan mengutamakan pendekatan terhadap spiritual
ketuhanan dan aspek naturalistik. Teori ini juga menyebutkan bahwa
gerotransenden memiliki karakteristik seperti tingkat kepuasan hidup yang tinggi,
pola koping yang semakin kompleks dan aktif, peningkatan spiritualitas, kepuasan
terhadap aktivitas sosial atas keinginan sendiri, penurunan perhatian terhadap citra
tubuh dan keinginan memiliki sesuatu yang bersifat materi, penurunan rasa takut
terhadap kematian, ketertarikan terhadap generasi masa lalu dan masa depan,
penurunan pemusatan pada diri sendiri dan peningkatan altruisme (Touhy & Jett,
2014). Karakteristik tersebut mendukung bahwa teori gerotransenden melihat
perubahan lansia dari beberapa aspek, mulai dari diri sendiri dan kehidupan
sosialnya.
Transenden yang terjadi pada proses menua membuat lansia lebih
merasakan energi positif yang muncul sehingga meningkatkan kebijaksanaan dan
perilaku baik dalam dirinya. Kebijaksanaan yang dimaksud adalah lansia akan lebih
terbuka dan liberal, membiarkan orang lain membuat keputusan dalam
permasalahan sehari-hari selama mereka percaya bahwa orang tersebut memiliki
pengetahuan lebih terhadap suatu permasalahan (Melin-johansson, 2014). Tornstam
juga memandang gerotransenden sebagai tahap akhir dalam perkembangan natural
manusia terhadap kedewasaan dan kebijaksanaan, sehingga teori ini pernah
dibandingkan dengan teori Erikson mengenai delapan tahap perkembangan
psikososial (Wang, 2011).
Wang (2011) menyebutkan bahwa tahap perkembangan Erikson melihat
kehidupan ke arah belakang, sedangkan gerotransenden adalah sebaliknya.
Gerotransenden juga dijelaskan sebagai tahap perkembangan Erikson yang ke-9,
memiliki karakteristik kedamaian pikiran, perasaan baru terhadap kerukunan hidup
meliputi kekuatan alam serta pendefinisian ulang terhadap waktu, ruang, kehidupan,
dan kematian (Patton, 2006 dalam Wang, 2011). Maksudnya, saat menua, manusia
memiliki peningkatan terhadap kebutuhan akan rasa damai, sehingga mereka
berusaha menciptakannya dengan pendekatan terhadap nilai-nilai spiritual maupun
12

hubungan dengan alam. Adanya pendefinisian ulang terhadap waktu, ruang,


kehidupan, dan kematian membuktikan bahwa lansia menyadari perbedaan
kehidupan saat masa mudanya dan saat usia tuanya, mereka merasa bahagia
mengingat masa mudanya ataupun mengingat saat anak-anaknya masih belia
(Melin-johansson, 2014). Lansia memahami adanya perbedaan yang jelas antara
masa mudanya dan masa tuanya. Beberapa penjelasan mengenai karakteristik teori
gerotransenden tersebut menjadikan perbedaan teori ini dengan teori lain meskipun
sedikit bersinggungan.
2.2.4. Teori Gender and Aging
Berbeda dengan gerotranscendence theory, teorigender and aging berfokus
pada hubungan antara jenis kelamin dan proses menua. Jenis kelamin (gender)
dapat dipahami sebagai pola yang kompleks dan berbeda dari peran, tanggung
jawab, norma, nilai-nilai, kebebasan, dan keterbatasan yang mendefinisikan
"maskulin" dan "feminin" sepanjang perjalanan hidup (WHO, n.d). Beberapa aspek
psikologis terkait jenis kelamin yang dipelajari dalam teori ini meliputi inteligensi,
kepribadian, perawatan, kemampuan diri, sikap tubuh, kemampuan verbal, ikatan
sosial, kontrol perasaan, dan pembuatan keputusan medis (Sinnott & Shifren, 2001
dalam Miller, 2012).
Faktor sosial dan kesehatan seperti pendidikan dan kemiskinan, kurangnya
akses terhadap nutrisi yang baik, pelayanan kesehatan dan sosial, serta pekerjaan
umumnya menjadi kelemahan wanita dibandingkan dengan pria selama hidup
mereka. Selain itu, teori ini juga memiliki keterkaitan dengan teori yang dibahas
sebelumnya yakni gerotransenden. Menurut Tornstam, pria dan wanita mengalami
perkembangan gerotransenden secara berbeda, yakni wanita akan lebih berkembang
setelah usia 75 tahun, sedangkan pria tidak (Melin-johansson, 2014). Beberapa studi
juga menemukan bahwa wanita memiliki pendekatan lebih kuat terhadap Tuhan
(Cicirelli, 2004 dalam Consedine & Fiori, 2009). Selain itu, wanita cenderung
memiliki sistem pendukung lebih banyak dibanding pria. Pria menerima dukungan
emosional terbesar dari seorang istri, sedangkan wanita mendapatkannya dari anak-
anaknya, teman-temannya, dan keluarga besarnya (Gurug, Taylor, & Seeman, 2003
dalam Consedine & Fiori, 2009). Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan
13

bahwa wanita lebih mudah mendapatkan rasa damai saat menua dibandingkan
dengan pria.

2.3. Teori Sosiologis Menua


2.3.1. Teori Pemutusan Hubungan (Disengagement)
Cumming & Henry pada tahun 1961 mengembangkan teori disengagement
yang menjelaskan proses menua dengan upaya penarikan diri lansia terhadap
lingkungannya. Hal yang melatarbelakangi lansia memutuskan hubungan dengan
lingkungan sekitar antara lain kondisi disabilitas, pensiun, dan kurang
keterlibatannya dalam kegiatan sosial (Wallace, 2008). Teori ini kontroversial
mengingat bahwa penarikan diri lansia terhadap lingkungannya dipertimbangkan
sebagai suatu pilihan dan bukan kenyataan mutlak (Ebersole dkk, 2006).
2.3.2. Teori Aktivitas
Gerontologis sosial mengembangkan teori aktivitas menua sekitar tahun
1970. Teori ini menjelaskan bahwa kesuksesan lansia pada aspek sosial dan
psikologis akan tetap ada jika lansia terlibat dalam aktivitas sehari-hari (Wallace,
2008). Fokus teori ini hubungan antara adalah aktivitas dan konsep diri, khususnya
terkait komponen peran sosial. Lansia dapat mempertahankan berbagai peran
dengan kegiatan yang produktif seperti pekerjaan paruh waktu atau kegiatan
kerelawanan. Namun teori aktivitas tidak mengakomodasi faktor kesehatan dan
kondisi ekonomi yang dapat menghambat keterlibatan lansia dalam aktivitas sehari-
hari (Achenbaum, 2009; Miller, 2012).
2.3.3. Teori Subkultural
Teori subkultural menjelaskan bahwa lansia merupakansuatu kelompok
yang memiliki norma, harapan, keyakinan, dan kebiasaan tersendiri. Lansia kurang
dapat berinteraksi dengan lingkungan sekitar secara luas dan cenderung merasa
nyaman dengan interaksi sebaya. Teori yang dikembangkan oleh Rose pada 1960
ini melihat bahwa aspek kesehatan dan mobilitas saat ini lebih dipertimbangkan
untuk menjadi dasar interaksi dibandingkan tingkat pendidikan, ekonomi, dan
prestasi masa lalu (Miller, 2012).
2.3.4. Teori Stratifikasi Umur
14

Riley, Johnson, dan Foner pada 1972 mengembangkan teori stratifikasi


umur (Miller, 2012). Teori stratifikasi umur menjelaskan keterkaitan antara umur
sebagai komponen struktur sosial, proses menua, dan kelompok individu pada
proses sosial. Masyarakat dapat digolongkan menjadi beberapa strata sesuai umur
dan perannya. Seiring dengan pertambahan umur lansia, muncul kelompok baru
dalam proses sosial sehingga dihasilkan sejarah baru yang unik. Lansia dan
masyarakat memiliki hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi.
2.3.5. Teori Person-Environment Fit
Teori person-environment fit berfokus pada hubungan kompetensi lansia
dan lingkungan (Lawton, 1982; Miller, 2012). Lingkungan mempengaruhi respon
perilaku lansia. Lansia memiliki kompetensi dalam keahlian motorik, pengetahuan,
dan kesehatan yang dapat menerima tekanan atau tuntutan dari lingkungan.
Semakin tinggi kompetensi lansia maka lansia akan semakin mampu bertahan
dalam kondisi lingkungan dengan banyak tekanan, begitu pula sebaliknya. Teori ini
sering digunakan dalam perencanaan lingkungan bagi lansia.
2.3.6. Teori Kontinuitas
Teori kontinuitas menjelaskan bahwa lansia akan mempertahankan
kepribadian dan strategi koping untuk menjaga stabilitas (Wallace, 2008 dan
Potter&Perry, 2013). Kepribadian dan koping diperoleh dari tahap tumbuh
kembang sebelum lansia. Kehidupan lansia saat ini ditentukan oleh kesuksesan
perkembangan lansia pada tahap usia sebelumnya. Teori ini bertentangan dengan
teori disengagement yang menjelaskan penarikan diri lansia terhadap kondisi
sekitar.
15

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Manusia berkembang menjadi manusia yang utuh berdasarkan suatu proses.
Proses perkembangan manusia dimulai dari lahir hingga dewasa. Menjadi dewasa
merupakan bagian dari perkembangan manusia baik dalam hal fisik, psikologis, maupun
sosial. Manusia akan mencapai tahap akhir yaitu menua. Menua merupakan sebuah
proses yang tidak dapat dihindarkan dan progresif secara pasti yang dimulai pada saat
konsepsi dan berkelanjutan sepanjang sisa kehidupan (Tabloski, 2014). Menua pada
umumnya tidak dapat dihindarkan. Ketika menjadi tua seseorang akan mengalami
perubahan dalam dirinya. Perubahan tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses menua dapat berasal dari fisik, psikologis, dan
sosial. Menurut beberapa ahli, banyak teori yang menjelaskan tentang teori penuaan.
Beberapa teori biologis tentang penuaan menjelaskan bahwa banyak faktor yang
menyebabkan seseorang menjadi tua. Teori biologis penuaan menjelaskan bahwa
penuaan dapat disebabkan oleh faktor dari dalam dan dari luar. Salah satu penyebab
terjadinya penuaan yaitu sistem imunitas yang telah menurun sehingga menyebabkan
melemahnya sistem pertahanan tubuh yang menyebabkan mudahnya agen asing yang
bereaksi dengan tubuh sehingga menyebabkan terjadinya penuaan. Teori psikologis
penuaan menjelaskan bahwa lansia seperti halnya dengan kelompok umur lain yang
juga membutuhkan pemenuhan kebutuhan dasar serta terjadinya perubahan perspektif
dalam berbagai aspek dalam psikologisnya. Teori sosial penuaan menjelaskan banyak
faktor yang melatarbelakangi perubahan sosial pada lansia. Terjadinya perubahan
aktivitas menyebabkan terjadinya perubahan peran dan status sosial di masyarakat.
Perubahan ini memengaruhi interaksi sosial terhadap orang lain. Perubahan-perubahan
yang terjadi pada lansia mengubah pola kehidupan pada lansia. Pengaruh perubahan ini
menyebabkan lansia membutuhkan dorongan untuk melakukan segala aktivitas
berdasarkan kehidupan normal. Dukungan dalam berbagai aspek dapat membantu lansia
untuk dapat melakukan kehidupan seperti halnya kelompok usia lainnya.
16

3.2. Saran
Menurut kelompok kami, perlunya pemahaman lebih lanjut terkait dengan proses
terjadinya penuaan. Penuaan tidak hanya disertai oleh perubahan yang ada pada
individu tersebut, tetapi juga perubahan dari luar yang mempengaruhi proses terjadinya
penuaan. Perawat berperan penting dalam membantu orang dewasa yang lebih tua untuk
mengidentifikasi dan mengatasi faktor-faktor yang dapat dimodifikasi yang dapat
menyebabkan penyakit dan kematian serta faktor-faktor mempromosikan kesehatan
yang dapat berkontribusi untuk kehidupan yang lebih panjang dan lebih sehat. Dengan
demikian, perawat perlu memahami tidak hanya hubungan antara penuaan dan penyakit
tetapi juga apa yang menyebabkan penuaan yang sehat dan usia panjang. Perawat
kemudian dapat menggunakan pengetahuan ini untuk melaksanakan intervensi yang
mempromosikan kesehatan pada orang dewasa yang lebih tua.Perawat dapat
mendasarkan perawatan mereka pada perspektif holistik dan menggunakan penelitian
orang tertua berusia sehat dan fungsional untuk mengidentifikasi intervensi promosi
kesehatan yang akan meningkatkan kualitas hidup untuk orang dewasa yang lebih tua.
17

Daftar Pustaka

Consedine, N. S., & Fiori, K. L. (2009). Gender moderates the associations between attachment
and discrete emotions in late middle age and later life, 13(6), 847–862.
http://doi.org/10.1080/13607860903046545
Ebersole, P., Hess, P., Touhy, T., Jett, K. (2005). Gerontological nursing & health aging 2nded.
St. Louis, Missouri: Mosby, Inc
Grossman, S. dan Lange, J. (2006). Theories of aging as basis for assessment. Medsurg Nursing,
15(2), 77. Diunduh dari: http://remote-
lib.ui.ac.id:2073/docview/230527831/fulltextPDF/EF29CB2F68B143B9PQ/8?accountid
=17242 pada Selasa, 14 Februari 2017 pukul 20.05 WIB.
Kozier. (2012). Fundamental of nursing: concepts, process, and practice 9th ed. New Jersey:
Pearson Education, Inc.
Liochev, S.I (2013). Reactive oxygen species and the free radical theory of aging. Free and
Radical Biology and Medicine, 60, 1-4.
Melin-johansson, C. (2014). Reflections of older people living in nursing homes, 26(1), 33–40.
Miller, C.A. (2012). Nursing for wellness in older adults: theory and practice 6thed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Potter, P.A. & Perry, A.G. (2013). Fundamental nursing: concepts, process, and practice 8th ed..
St. Louis: Mosby Year Book
Solis, C. B., Fantin, R., Irving, M. K dan Delpierre, C. (2016). Physiological wear-and-tear and
later subjective health in mid-life:Findings from the 1958 British birth cohort.
Psychoneuroendocrinology, 74, 24-33.Wallace, M. (2008). Essentials of gerontological
nursing. New York: Springer Publishing Company
Tabloski, P. A. (2014). Gerontological nursing 3rd ed. USA : Pearson.
Touhy, T.A. dan Jett, K.F. (2014). Ebersole and Hess: gerontological nursing & healthy aging,
4th edition. Chapter 5: Theories of Aging and Physical Changes, p. 57-59. USA: Mosby.
Tsubota dkk (2010). The era of antiaging ophthalmology comes of age: antiaging approach for
dry eye treatment. Opthalmic Research, 44, 146–154.
Wang, J. (2011). A structural model of the bio-psycho-socio-spiritual factors influencing the
development towards gerotranscendence in a sample of institutionalized elders.
http://doi.org/10.1111/j.1365-2648.2011.05705.x
Woodhead, A.D. (2014). Perspectives on aging--human aging: biological perspectives.
Bioscience, 44(9), 639.p. 639. Diunduh dari: http://remote-
lib.ui.ac.id:2073/docview/230527831/fulltextPDF/EF29CB2F68B143B9PQ/8?accountid
=17242 pada Selasa, 14 Februari 2017 pukul 20.09 WIB.
World Health Organization. (n.d). Gender and ageing. Diunduh dari:
http://www.who.int/ageing/gender/en/

Anda mungkin juga menyukai