Anda di halaman 1dari 51

HUBUNGAN ANTARA KEMANDIRIAN BELAJAR (SELF REGULATED

LEARNING) DENGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS


PESERTA DIDIK MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL)
(Penelitian terhadap Peserta Didik Kelas XI SMA Islam Cipasung Kabupaten
Tasikmalaya Tahun Pelajaran 2018/ 2019)

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh


Gelar Sarjana Pendidikan Matematika

Oleh
INDRI ANTIKA
152151157

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SILIWANGI
2019
LEMBAR PENGESAHAN

HUBUNGAN ANTARA KEMANDIRIAN BELAJAR (SELF REGULATED


LEARNING) DENGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS
PESERTA DIDIK MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL)
(Penelitian terhadap Peserta Didik Kelas XI SMA Islam Cipasung Kabupaten
Tasikmalaya Tahun Pelajaran 2018/ 2019)

Oleh
INDRI ANTIKA
152151157

Disahkan oleh:

Pembimbing I, Pembimbing II,

AA. Gde Somatanaya, M.Pd. Ike Nataliasari, M.Pd.


NIDN 0026115602 NIDN 0405128005
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS SILIWANGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Jalan Siliwangi Nomor 24 Telp/Fax. (0265) 323532 Tasikmalaya 46115
E-mail: fkip@unsil.ac.id Web site: fkip.unsil.ac.id

SURAT KETERANGAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, Penguji Ujian Proposal Penelitian menerangkan
bahwa:
Nama : Nama Lengkap
Nomor Pokok Mahasiswa : 002151000
Program Studi : Pendidikan Matematika
Telah menyelesaikan perbaikan skripsi yang telah disarankan pada waktu ujian
proposal penelitian pada tanggal 00 nama_bulan tahun.

Demikian surat keterangan ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Tasikmalaya, Agustus 2018

Penguji I : Nama lengkap pembimbing I ( ……………………….)

Penguji II : Nama lengkap pembimbing II ( ……………………….)

Penguji III : Nama lengkap penguji I ( ……………………….)

Penguji IV : Nama lengkap penguji II ( ……………………….)

Penguji V : Nama lengkap penguji III ( ……………………….)

Ketua Program Studi


Pendidikan Matematika,

Hj. Ipah Muzdalipah, Dra., M.Pd.


NIDN 0408076501
KATA PENGANTAR

Puji dan syujur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia- Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan proposal penelitian ini.
Sholawat beserta salam semoga terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW,
beserta keluarganya, sahabatnya,,tabi’in tabi’atnya, dan kita selaku umat- Nya hingga
akhir zaman. Dengan kemudahan dan kelapangan yang dianugerahkan Allah SWT
kepada peneliti, peneliti dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul
“Hubungan antara Kemandirian Belajar (Selft Regulated Learning) dengan
Kemampuan Pemecahan Matematis Peserta Didik Melalui Model Problem Based
Learning (PBL)” (Penelitian terhadap Peserta Didik kelas XI SMA Islam
Cipasung Kabupaten Tasikmalaya Tahun Pelajaran 2018/2019)
Tujuan penelitian proposal ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat dalam
menempuh seminar proposal penelitian. Pada proposal ini dijelaskan mengenai
hubungan kemandirian belajar (self regulated learning) terhadap kemampuan
pemecahan masalah peserta didik melalui model Problem Based Learning (PBL), serta
tingkat korelasi kemandirian belajar (self regulated learning)) terhadap kemampuan
pemecahan masalah matematis peserta didik melalui model Problem Based Learning
(PBL).
Penyusunan proposal ini menempuh proses yang sangat panjang dan peneliti
menyadari bahwa selesainya proposal ini adalah berkat dorongan dan arahan dari
berbagai pihak. Pada kesempatan ini peneliti menyampaikan ucapan terima kasih
kepada:
1. AA. Gde Somatanaya, Drs., M.Pd., selaku dosen pembimbing I yang senantiasa
membimbing, mengarahkan, dan mendidik peneliti dengan wawasan yang luas,
sehingga tumbuh motivasi yang kuat dalam diri peneliti selama penelitian
proposal ini berlangsung;
2. Ike Nataliasari, M.Pd., selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan
arahan, bantuan dan motivasi selama penelitian proposal ini;
3. H. Edi Hidayat, Drs., M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Matematika yang telah memberikan arahan, bantuan dan motivasi selama
penelitian proposal ini;

iv
4. Seluruh staff dosen Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas
Siliwangi yang telah memberikan ilmu dan petunjuk kepada peneliti baik
selama perkuliahan maupun dalam penyusunan proposal penelitian ini;
5. Semua pihak yang telah memberikan bantuan selama proses penelitian
proposal.
Besar harapan peneliti, semoga bimbingan, dorongan,motivasi, serta doa yang
mereka berikan mendapat imbalan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Amin.
Peneliti menyadari bahwasannya tidak ada manusia yang sempurna, maka dari
itu, peneliti memohon maaf atas segala kekurangan dan keterbatasan dalam proposal
penelitian ini. Peneliti berharap semoga proposal penelitian ini dapat berguna dan
bermanfaat khususnya bagi peneliti dan umumnya bagi semua pembaca. Aamin..

Tasikmalaya, Maret 2019


Penulis,

v
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................................ii
SURAT KETERANGAN .............................................................................................. iii
KATA PENGANTAR.....................................................................................................iv
DAFTAR ISI ...................................................................................................................vi
DAFTAR TABEL ..........................................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................................ix
1. Latar Belakang Masalah ......................................................................................... 10
2. Rumusan Masalah ................................................................................................... 13
3. Definisi Operasional ............................................................................................... 13
4. Tujuan Penelitian .................................................................................................... 14
5. Manfaat Penelitian .................................................................................................. 14
6. Landasan Teoretis ................................................................................................... 15
6.1 Kajian Teori..................................................................................................... 15
6.2 Hasil Penelitian yang Relevan......................................................................... 26
6.3 Kerangka Berpikir ........................................................................................... 26
7. Hipotesis (dan Pertanyaan Penelitian [jika ada]) .................................................... 28
8. Prosedur Penelitian ................................................................................................. 29
8.1 Metode Penelitian ............................................................................................ 29
8.2 Variabel Penelitian .......................................................................................... 29
8.3 Populasi dan Sampel ....................................................................................... 29
8.4 Desain Penelitian (untuk penelitian eksperimen) ............................................ 30
8.5 Teknik Pengumpulan Data .............................................................................. 30
8.6 Instrumen Penelitian ........................................................................................ 31
8.7 Teknik Analisis Data ....................................................................................... 34
8.8 Waktu dan Tempat Penelitian ......................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 44

vi
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 3.2 Contoh Pembuatan Tabel ............................................................................... 43

vii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 3.1 Contoh Penyisipan Gambar ........................ Error! Bookmark not defined.

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1 Contoh Lampiran Pertama .......................................................................... 49
Lampiran 2 Contoh Lampiran kedua ............................................................................. 50
Lampiran 3 dan seterusnya … ........................................................................................ 51

ix
HUBUNGAN ANTARA KEMANDIRIAN BELAJAR (SELF REGULATED
LEARNING) DENGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS
PESERTA DIDIK MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL)
(Penelitian terhadap Peserta Didik Kelas XI SMA Islam Cipasung Kabupaten
Tasikmalaya Tahun Pelajaran 2018/ 2019)

1. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan berkembangnya zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi


memiliki peranan yang cukup penting bagi perkembangan suatu bangsa. Ilmu
pengetahuan dan teknologi berkaitan erat dengan pendidikan, karena salah satu peranan
pentingnya adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Pendidikan yang baik dapat dicapai dan diperoleh melalui proses pembelajaran.
Pembelajaran adalah suatu upaya yang dilakukan oleh seorang pendidik untuk
membelajarkan peserta didik yang belajar. Menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, pembelajaran diharapkan membuat peserta didik aktif
mengembangkan potensi agar memiliki keterampilan yang bermanfaat.
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang ada dalam sistem
pendidikan dan diajarkan disetiap jenjang pendidikan. Konsep, prinsip dan prosedur
baku matematika selalu digunakan dalam menyelesaikan permasalahan di beberapa
mata pelajaran lain yang diajarkan di sekolah dan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam
kurikulum 2013, pembelajaran berpusat pada peserta didik sehingga mereka diharapkan
dapat menguasai hard skills maupun soft skills.
Hard skills merupakan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
keterampilan teknis yang berhubungan dengan bidang ilmunya. Hard skills matematik
peserta didik diturunkan dari kompetensi inti dan kompetensi dasar matematika pada
tingkat kelas yang bersangkutan. Sedangkan soft skills adalah keterampilan seseorang
dalam berhubungan dengan orang lain dan keterampilan dalam mengatur dirinya
sendiri yang mampu mengembangkan unjuk kerja secara maksimal (Hendriana,
Rohaeti, Sumarmo, 2017). Menurut Sumarmo (2014) hard skills matematik yang perlu
dikembangkan yaitu kemampuan pemahaman, pemecahan masalah, penalaran, koneksi,
komunikasi, berpikir kritis, berpikir kreatif, dan berpikir reflektif matematik.
Agar proses pembelajaran berjalan dengan baik, peserta didik harus memiliki
kemampuan untuk menguasai materi dan konsep pembelajaran matematika salah
satunya adalah kemampuan pemecahan masalah matematis. Krulik dan Rudnik (dalam

10
11

Hendriana, Rohaeti, Sumarmo, 2017) mengemukakan bahwa kemampuan pemecahan


masalah merupakan proses dimana individu menggunakan pengetahuan, keterampilan,
dan pemahaman yang telah diperoleh untuk menyelesaikan masalah pada situasi yang
dikenalnya. Hal ini didasari dengan pernyataan Hudoyo (dalam Hendriana, et al., 2017)
yang menyatakan bahwa masalah dalam matematika adalah persoalan yang tidak rutin,
tidak terdapat aturan dan atau hukum tertentu yang segera dapat digunakan untuk
menemukan solusinya atau penyelesaiannya. Istilah pemecahan masalah mengandung
arti mencari cara metode atau pendekatan penyelesaian melalui beberapa kegiatan
antara lain: mengamati, memahami, mencoba, menduga, menemukan dan meninjau
kembali.
Salah satu hasil tes yang mengukur kemampuan pemecahan masalah peserta
didik dapat dilihat dari hasil tes yang dilakukan oleh dua studi internasional, yaitu
Programme for Internasional Student Assesment (PISA) dan Trends in Internasional
Mathematics and Science Study (TIMMS). Laporan PISA pada tahun 2015, skor
matematika peserta didik di Indonesia berada pada posisi 63 dari 70 negara peserta.
Sedangkankan pada laporan TIMMS tahun 2011, peserta didik di Indonesia berada
pada posisi 38 dari 42 negara peserta. Hal ini menunjukkan perlunya meningkatkan
kemampuan matematis siswa yang salah satunya kemampuan pemecahan masalah.
Berdasarkan hasil wawancara kepada salah satu guru matematika kelas XI di
SMA Islam Cipasung Kabupaten Tasikmalaya diperoleh informasi bahwa kemampuan
pemecahan masalah matematis peserta didik dirasa masih kurang atau rendah, hal ini
dapat dilihat dari hasil kegiatan belajar yang menunjukan ketidakmampuan peserta
didik dalam memahami masalah yang tersaji pada soal, hal itu terjadi karena peserta
didik tidak begitu memahami konsep materi yang dibahas.
Keberhasilan dalam kegiatan belajar dapat dicapai apabila peserta didik
mempunyai keterampilan yang baik, mampu memecahkan masalah, mampu berfikir
kritis, mandiri, logis, kreatif, dan semangat belajar yang tinggi. Akan tetapi, tanpa
kesadaran, kemauan, dan keterlibatan peserta didik maka proses belajar tidak akan
berhasil. Dengan demikian, peserta didik dituntut untuk memiliki sifat mandiri.
Soewandi (Ali, Mohammad dan Mohammad Asrori, 2006) mengemukakan bahwa
dalam konteks proses belajar, gejala negatif yang tampak adalah kurang mandiri dalam
belajar yang berakibat pada gangguan mental setelah memasuki perguruan tinggi.
12

Pendapat tersebut menjelaskan bahwa pentingnya self regulated learning atau sering
kita kenal sebagai istilah kemandirian belajar dalam proses pembelajaran.
Kemandirian belajar (self regulated learning) Chin (dalam Kristiyani, 2016)
dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana peserta didik melakukan strategi
dengan meregulasi kognisi, metakognisi, dan motivasi. Selain itu, Shunck dan
Zimmerman (dalam Hendriana, Rohaeti, Sumarmo, 2017) mendefinisikan kemandirian
belajar sebagai proses belajar yang terjadi karena pengaruh dari pemikiran, perasaan,
strategi, dan perilaku sendiri yang berorientasi pada pencapaian tujuan. Maka dari itu,
dapat diambil kesimpulan bahwa kemandirian belajar (selft regulated learning) adalah
salah satu faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran matematika dan kemampuan
matematis peserta didik, salah satunya pada kemampuan pemecahan masalah
matematis.
Pendidik memiliki peran yang sangat penting hendaknya melakukan sebuah
inovasi dalam proses pembelajaran, hal ini diharapkan agar pendidik bisa lebih
menggali potensi yang dimilki oleh peserta didik khususnya pada kemampuan
pemecahan masalah. Dan salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh pendidik adalah
dengan menerapkan salah satu model pembelajaran yaitu Problem Based Learning
(PBL) atau pembelajaran berbasis masalah. Pembelajaran matematika dengan
menggunakan pembelajaran berbasis masalah dan langkah-langkah pemecahan masalah
yang sesuai memungkinkan peserta didik untuk berpikir logis, kritis dan sistematis.
Selain itu peserta didik juga dapat meningkatkan kemampuan dalam memecahkan
suatu masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Hal ini didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Dian Handayani (2017) bahwa penerapan model
Problem Based Learning dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
matematis peserta didik.
Dengan menyikapi beberapa permasalahan yang terjadi, maka penulis tertatik
untuk melakukan penelitian mengenai “Hubungan antara Kemandirian Belajar
(Self Regulated Learning) dengan Kemampuan Pemecahan Matematis melalui
Model Problem Based Learning (PBL)”
13

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka penulis


merumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu:
(1) Adakah korelasi antara kemandirian belajar (self regulated learning) dengan
kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik melalui model Problem
Based learning (PBL) ?
(2) Bagaimana kemandirian belajar (self regulated learning) selama pembelajaran
memnggunakan model Problem Based learning (PBL) ?

3. Definisi Operasional

3.1 Kemandirian Belajar (Self Regulated learning)

Kemandirian belajar (self regulated learning) adalah usaha individu yang


dilakukan secara sistematis untuk memfokuskan pikiran, perasaan, dan perilaku pada
pencapaian tujuan. Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mengetahui
kemandirian belajar peserta didik ialah dengan pemberian angket tertutup.

3.2 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan menyelesaikan masalah


rutin, non rutin, rutin terapan, non rutin terapan, dan masalah non rutin nonterapan
dalam bidang matematika. Kemapuan pemecahan masalah juga dapat diartikan sebagai
kemampuan penerapan pengetahuan yang dimilki individu sebelumnya ke dalam
masalah yang belum pernah dihadapi. Adapun langkah dalam menyelesaikan masalah
matematika menurut Gagne ada lima langkah, yaitu: (1) menyajikan masalah dalam
bentuk yang lebih jelas; (2) menyatakan masalah dalam bentuk operasional; (3)
menyusun hipotesis; (4) mengetes hipotesis dan melakukan kerja untuk memperoleh
hasil; (5) memeriksa kembali. Teknik pengumpulan data yang digunakan ialah dengan
memberikan soal tes kemampuan pemecahan masalah matematis dalam bentuk uraian.

3.3 Model Problem Based learning (PBL)

Model Problem Based Learning adalah model pembelajaran yang berbasis


masalah yang berarti sebagai rangkai aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada
14

proses penyelesaian masalah yang dilakukan secara ilmiah. Adapun langkah- langkah
Model Problem Based Learning yaitu: orientasi peserta didik kepada masalah,
mengorganisasikan peserta didik, membimbing penyelidikan individu dan kelompok,
mengembangkan dan menyajikan hasil karya, menganalisis dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah.

4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, tujuan dari


penelitian ini yaitu untuk mengetahui:
(1) Hubungan kemandirian belajar (self regulated learning) dengan kemampuan
pemecahan masalah matematis peserta didik melalui model Problem Based
Learning (PBL).
(2) Kemandirian belajar (self regulated learning) yang dalam proses pembelajarannya
menggunakan model Problem Based Learning (PBL).

5. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini, peneliti berharap dapat memberikan manfaat


yang diantaranya adalah sebagai berikut:
(1) Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat mendukung tujuan pendidikan dalam proses
pembelajaran yang aktif dan inovatif khususnya dalam pembelajaran matematika, serta
dapat memberikan informasi mengenai hubungan antara kemandirian belajar dengan
kemampuan pemecahan masalah melalui model Problem Based Learning (PBL).
(2) Manfaat Praktis
(a) Bagi sekolah, penulis berharap penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk
melakukan bimbingan terkait dengan kemandirian belajar (self regulated
learning) dan kemampuan pemecahan masalah matematis pada pelajaran
matematika sehingga dapat meningkatkan kualitas hasil belajar.
(b) Bagi pendidik, penelitian ini diharapkan agar menjadi pertimbangan terhadap
penggunaan model pembelajaran yang mungkin dapat mempengaruhi hasil
belajar peserta didik.
15

(c) Bagi peserta didik, dapat mengetahui apa dan bagaimana kemandirian belajar
serta hubungannya dengan kemapuan pemecahan masalah sehingga peserta
didik dapat memperkirakan seberapa jauh tingkat kemandririan belajar
mereka.

6. Landasan Teoretis

6.1 Kajian Teori

6.1.1 Kemandirian Belajar (Self Regulated Learning)

Pembahasan mengenai istilah dari kemandirian belajar sebenarnya berhubungan


dengan beberapa istilah lain di antaranya self regulated learning, self regulated
thinking, self directed learning, self efficacy, dan self-esteem. Dari pengertian kelima
istilah tersebut tidaklah sama, namun kelima istilah tersebut memiliki beberapa
kesamaan karakteritik. Salah satu sub faktor penting dari keadaan individu telah di
nyatakan oleh Long yang mempengaruhi belajar adalah self regulated learning atau
yang sering kita kenal sebagai kemandirian belajar karena merupakan terjemahan dari
kata tersebut.
Kemandirian belajar seseorang bergantung pada seberapa jauh seseorang
tersebut dapat belajar mandiri. Kemandirian belajar tidak hanya berlaku bagi anak
tetapi juga berlaku pada semua tingkatan usia. Setiap individu perlu mengembangkan
kemandirian dan melaksanakan kewajiban serta tanggung jawab sesuai dengan
kapasitas dan tahapan perkembangannya. Secara alamiah anak mempunyai dorongan
untuk mandiri serta bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Darmayanti (dalam
Yanti dan Surya, 2017) menyatakan bahwa kemandirian belajar sebagai bentuk belajar
yang memiliki tanggung jawab untuk merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi
usahanya. Sedangkan Tirtaraharja mengatakan bahwa kemandirian dalam belajar
adalah aktivitas belajar yang berlangsung lebih didorong oleh kemauan sendiri, pilihan
sendiri dan tanggung jawab sendiri dalam pembelajaran (dalam Yanti dan Surya, 2017).
Bandura (dalam Hendriana, Rohaeti, Sumarmo, 2017) mendefinisikan
kemandirian belajar sebagai kemampuan memantau perilaku sendiri, dan merupakan
kerja-kerja personalitas manusia. Selain itu, Shunck dan Zimmerman (dalam
Hendriana, et all., 2017) mendefinisikan kemandirian belajar sebagai proses belajar
16

yang terjadi karena pengaruh dari pemikiran, perasaan, strategi, dan perilaku diri
sendiri yang berorientasi pada pencapaian tujuan. Self Regulated Learning merupakan
suatu konsep yang penting dalam teori belajar kognitif sosial yang mendasarkan pada
banyak prinsip-prinsip belajar perilaku tetapi memberi perhatian besar pada dampak
tanda-tanda pada perilaku pada proses mental internal serta menekankan dampak
pikiran terhadap tindakan dan tindakan terhadap pikiran (Slavin, 2003 dalam
Kristiyani, 2016). Sejalan dengan pernyataan tersebut, Zimmerman (dalam Kristiyani,
2016) menyatakan bahwa SRL bukanlah suatu kemampuan mental atau keterampilan
perfomansi akademik, tetapi merupakan proses pengarahan diri di mana peserta didik
mengubah kemampuan mental mereka ke dalam keterampilan akademik. Karena
belajar dipandang sebagai suatu aktivitas di mana peserta didik melakukan sesuatu
untuk diri mereka sendiri secara proaktif, yaitu memiliki kesadaran penuh akan
kekuatan dan kelemahan mereka secara personal menetapkan tujuan belajar dan
membuat strategi-strategi sendiri dalam mengerjakan tugas-tugas belajar.
Dari beberapa definisi yang telah diuraikan tersebut, dapat disimpulkan bahwa
kemandirian belajar (self regulated learning) merupakan keterlibatan proaktif dalam
perilaku belajar seseorang di mana peserta didik mengarahkan pikiran, perasaan, dan
tindakan untuk digerakkan secara sistematis dengan berorientasi pada pencapaian
tujuan peserta didik itu sendiri. Adapun strategi-strategi yang tedapat dalam self
regulated learning yang dikemukakan oleh Zimmerman, 1998 (dalam Kristiyani, 2016,
p. 37) sebagai berikut:
(1) self-evaluating, yaitu inisyatif untuk mengevaluasi kualitas atau kemajuan
dalam belajar secara mandiri.
(2) organizing and transforming, yaitu inisyatif untuk mengorganisasikan
materi pelajaran.
(3) goal-setting and planning, yaitu penetapan tujuan belajar beserta
perencanaan terkait konsekuensi, waktu, dan penyelesaian aktivitas yang
terkait tujuan yang telah ditetapkan.
(4) seeking information, yaitu usaha untuk mencari informasi lebih lanjut terkait
dengan tugas-tugas belajarnya melalui sumber-sumber non sosial.
(5) keeping records and monitoring, yaitu usaha untuk mencatat kejadian-
kejadian dan hasil-hasil belajar.
(6) environmental structuring, yaitu usahan untuk mengatur lingkungan secara
fisik supaya proses belajar menjadi lebih mudah.
(7) self-consequating, yaitu upaya menyusun atau membayangkan hadiah dan
hukuman atas keberhasilan dan kegagalan yang dialami dalam belajar.
17

(8) reheasing and memorizing, yaitu usaha untuk mengingat materi dengan
mempraktekkan, baik dalam bentuk perilaku terbuka maupun tertutup.
(9) seeking social assistance, yaitu usaha untuk mendapatkan bantuan dari
teman sebaya, guru, atau orang dewasa lainnya.
(10) reviewing records, yaitu usaha membaca kembali catatan, hasil-hasil
ujian, atau textbook untuk menyiapkan ujian berikutnya.
Selain strategi, adapun indikator dari kemandirian belajar yang dikemukakan
oleh Yoseva (dalam Lestari, 2017), yaitu:
(1) inisiatif belajar
(2) mendiagnosa kebutuhan belajar
(3) menetapkan tujuan belajar
(4) memilih dan menggunakan sumber
(5) memilih dan menerapkan strategi belajar
(6) belajar mandiri
(7) bekerja sama dengan orang lain, dan
(8) mengontrol diri.
6.1.2 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Pemecahan masalah adalah suatu proses menyelesaikan masalah. Proses ini
digunakan oleh peserta didik untuk menyelesaikan masalah matematika. Pemecahan
masalah merupakan bagian dari matematika yang sangat penting karena dalam proses
pembelajaran maupun penyelesaian memungkinkan peserta didik memperoleh
pengalaman menggunankan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk
diterapkan pada suatu permasalahan. Hal ini sejalan dengan pendapat Braca (dalam
Sumarmo, 2017) yang menyatakan bahwa penyelesaian masalah meliputi metode,
prosedur dan strategi yang merupakan proses inti dan utama dalam kurikulum
matematika, bahkan sebagai jantungnya matematika. Selain itu pemecahan masalah
merupakan suatu kemampuan dasar dalam pembelajaran matematika.
Menurut Arthur (dalam Lestari, Widada, Zamzaili, 2017) menyatakan bahwa
pemecahan masalah adalah bagian dari berpikir. Sebagai bagian dari berpikir, latihan
pemecahan masalah dapat meningkatkan kemampuan berpikir sebagai proses kognitif
tingkat tingkat tinggi yang memerlukan modulasi dan kontrol lebih dari keterampilan
rutin atau dasar. Menurut Guntara dkk (dalam Lestari, et al,. 2017) dalam penelitiannya
mendefinisikan “kemampuan pemecahan masalah merupakan kecakapan atau potensi
yang dimiliki siswa dalam menyelesaikan permasalahan dan mengaplikasikan dalam
18

kehidupan sehari-hari.” Pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika dapat


diartikan sebagai penggunaan berbagai konsep, prinsip, dan keterampilan matematika
yang telah atau sedang dipelajari untuk menyelesaikan soal rutin dan soal non rutin
(Aisyah, 2017). Soal rutin adalah soal latihan biasa yang dapat diselesaikan dengan
prosedur yang dipelajari di kelas. Sedangkan soal non rutin menyajikan situasi baru
yang berbeda karena prosedurnya tidak sejelas atau tidak sama dengan prosedur yang
dipelajari di kelas.
Masalah yang diberikan haruslah mampu diamati dari berbagai sudut pandang
sehingga akan dapat diketahui prinsip dari masalah itu. Polya (1975, dalam Syahlan,
2017) mengungkapkan bahwa pemecahan masalah merupakan kegitan yang dilakukan
dengan mengubah cara pandang seseorang terhadap masalah untuk mengidentifikasi
masalah dan selanjutnya memutuskan cara penyelesaian masalah. Berdasarkan
ungkapan tersebut, maka peserta didik ditantang untuk memahami masalah kemudian
mengumpulkan informasi-informasi yang dibutuhkan. Melalui informasi tersebut,
peserta didik akan dapat menentukan konsep seperti apa yang cocok maupun konsep
yang berkaitan dengan masalah untuk dapat merencanakan penyelesaiannya.
Menurut Gagne pemecahan masalah adalah tipe belajar yang tingkatnya paling
tinggi dan kompleks dibandingkan dengan tipe belajar lainnya (dalam Hendriana,
Rohaeti, Sumamrmo, 2017). Dalam penyelesaian masalah tersebut, peserta didik harus
menguasai hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya dan kemudian menggunakannya
dalam suatu situasi baru.
Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan, kemampuan
pemecahan masalah adalah suatu kecakapan atau potensi yang harus dimiliki oleh
peserta didik serta menggunakan cara yang mengarah pada proses menentukan jawaban
atau penyelesaian dari masalah tersebut.
Dalam istilah pemecahan masalah sebagai suatu proses, Polya mengemukakan
langkah-langkah pemecahan masalah sebagai berikut: a) Memahami masalah yang
meliputi: mengidentifikasi unsur yang diketahui, yang ditanyakan, memeriksa
kecukupan unsur untuk penyelesaian masalah; b) Mengaitkan unsur yang diketahui dan
ditanyakan dan merumuskannya dalam model matematika masalah; c) Memilih strategi
penyelesaian; d) Menginterpretasi hasil terhadap masalah semula dan memeriksa
kembali kebenaran solusi. (Hendriana, et al,. 2017, p.45).
19

Tidak berbeda jauh dengan Polya, Gagne mengemukakan ada lima langkah
yang harus dilakukan dalam menyelesaikan masalah, yaitu:
(1) Menyajikan masalah dalam bentuk yang lebih jelas.
(2) Menyatakan dalam bentuk yang operasional (dapat dipecahkan).
(3) Menyusun hipotesis-hipotesis alternatif, dan prosedur kerja yang
diperkirakan baik untuk dipergunakan dalam pemecahan masalah itu.
(4) Mentes hipotesis dan melakukan kerja untuk memperoleh hasilnya
(pengumpulan data, pengolahan data, dan lain-lain), hasilnya mungkin lebih
dari satu.
(5) Memeriksa kembali (mengecek) apakah hasil yang diperoleh itu benar, atau
mungkin memilih alternatif pemecahan terbaik. (Hendriana, et al,. 2017,
p.46)
Pada dasaranya langkah-langkah dalam menyelesaikan masalah menurut para
ahli tidak memiliki perbedaan yang cukup jauh, karena pada setiap langkahnya diawali
dengan pemahaman pada masalah dan diakhiri dengan pemeriksaan kembali hasil yang
diperoleh. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan langkah-langkah yang
dikemukakan oleh Polya untuk menguji kemampuan pemecahan masalah matematis
peserta didik. Berdasarkan uraian tersebut, maka pemecahan masalah matematika
dalam penelitian ini adalah kemampuan peserta didik menyelesaikan soal yang bersifat
konstektual, non rutin berdasarkan langkah kerja menurut Polya, dengan indikator
sebagai berikut:
Tabel 1 Indikator kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Langkah Pemecahan Masalah Indikator
Mengidentifikasi informasi yang
Memahami Masalah
diketahui
(Understanding the Problem)
Mengidentifikasi yang ditanyakan
Merencanakan langkah-langkah
penyelesaian dengan memilih
Menyusun Rencana (Divising
konsep (rumus) yang akan
a Plan)
digunakan.
Membuat sketsa gambar
Menjalankan rencana
Melaksanakan Rencana penyelesaian sesuai dengan
(Currying Out the Plan) langkah-langkah yang telah
direncanakan.
20

Langkah Pemecahan Masalah Indikator


Memeriksa kembali solusi yang
diperoleh.
Menguji Kembali (Looking
Memberikan alasan yang relevan
Back)
untuk solusi yang diperoleh serta
membuat kesimpulan
Sumber: Siswono (2018, p. 45)

6.1.3 Model Problem Based Learning (PBL)

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan
sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Huda (2014)
berpendapat bahwa model pengajaran sebagai rencana atau pola yang dapat digunakan
untuk membentuk kurikulum. Mendesain materi-materi intruksional dan memandu
proses pengajaran di ruang kelas atau di-setting yang berbeda (p. 48). selanjutnya,
Joyce and Weil mengatakan, “models of teaching are really models of learning. as we
helps students acquire information. Ideas, skill, values, ways of thinking, and means of
expressing themselves ...” (Huda, 2014, p. 73). Selain itu, Indrawati (dalam Isrok’atun,
Rosmala, 2018, p. 27) menyatakan model pembelajaran adalah kerangka konseptual
yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar
untuk mencapai tujuan belajar tertentu.
Dari berberapa pendapat yang telah dijabarkan dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran merupakan pola desain pembelajaran, yang menggambarkan secara
sistematis langkah demi langkah pembelajaran untuk membantu peserta didik mencapai
tujuan pembelajaran.
Problem Based Learning (PBL) adalah salah satu model yang dapat digunakan
dalam pembelajaran matematika. Problem Based Learning merupakan istilah lain dari
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) yang menitik beratkan pada adanya suatu
permasalahan yang harus di hadapi peserta didik dalam pembelajaran. Model
pembelajaran ini berangkat atau beradasar dari suatu masalah. Hal ini sejalan dengan
pernyataan bahwa belajar berdasarkan masalah adalah suatu proses pembelajaran yang
diawali dari masalah-masalah yang ditemukan dalam suatu lingkungan pekerjaan
(Muhson, dalam Isrok’atun, Rosmala, 2018, p. 44). pendapat tersebut juga sejalan
21

dengan pernyataan Wena (Alzianina, 2016), yakni problem based learning peserta
didik dihadapkan pada permasalahan-permasalahan praktis sebagai pijakan dalam
belajar atau dengan kata lain peserta didik belajar melaui permasalahan. Sementara itu,
menurut Dewey (Sudjana 2001, dalam Al-Tabani, 2014, p. 64), belajar berdasarkan
masalah adalah interaksi antara stimulus dan respons, merupakan hubungan antara dua
arah belajar dan lingkungan.
Model Problem Based Learning mengaitkan materi dengan peristiwa atau
kejadian dalam kehidupan sehari-hari, hal ini penting untuk menghindari pandangan
bahwa matematika hanya belajar teori saja. Seperti yang didefinisikan Arends (dalam
Lestari, 2017) “Problem Based Learning sebagai suatu model pembelajaran dimana
siswa dihadapkan pada masalah autentik (nyata) sehingga diharapkan dapat menyusun
pengetahuan sendiri, mengembangkan inkuiri, keterampilan tingkat tinggi,
meningkatkan kemandirian dan percaya dirinya”. (p. 42). Senada dengan definisi
tersebut, Royani (2016) mengungkapkan bahwa Problem Based Learning merupakan
model pendidikan yang mendorong peserta didik untuk mengenal cara belajar dan
bekerja sama dalam kelompok untuk mencari penyelesaian masalah di dunia nyata.
Berdasarkan pendapat di atas, maka dalam penggunaan model Problem Based
Learning, diharapkan peserta didik mampu menyelesaikan permasalahan dunia nyata
atau konstektual.
Sehubungan dengan pemaparan dari beberapa para ahli, dapat disimpulkan
bahwa model Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu pembelajaran yang
bersifat student centered, dimulai dengan menghadapkan peserta didik kepada suatu
permasalahan kontekstual dan menuntunnya untuk dapat memecahkan atau
menyelesaikan masalah tersebut melalui kegiatan atau pengalaman yang dilakukan
selama proses pembelajaran.
Adapun karakteristik model Problem Based Learning menurut Barraw dan Min
Liu (2005) adalah sebagai berikut:
(a) Learning is Student-Centered
Proses pembelajaran dalam PBL lebih memfokuskan kepada aktivitas peserta
didik sehingga pembelajaran berpusat pada peserta didik. Oleh karena itu
peserta didik dituntut untuk aktif dalam belajar atau membangun suatu konsep
materi pelajaran.
(b) Authentic Problems from the Organizing Focus for Learning
22

Proses pembelajaran PBL identik dengan disajikan suatu masalah sebagai fokus
dalam pembelajaran. Masalah yang disajikan kepada siswa adalah masalah yang
sebenarnya, atau masalah nyata yang terdapat di lingkungan peserta didik
sehingga dengan mudah peserta didik memahami masalah dan hasilnya dapat
diterapkan dalam kehidupan nyata.
(c) New Infofrmation is Acquired Trough Self-Directed Learning
Dalam proses pemecahan masalah, mengkin saja peserta didik belum
mengetahui dan memahami semua pengetahuan prasyaratnya sehingga peserta
didik berusaha untuk mencari sendiri melalui sumbernya.
(d) Learning Occurs in Small Groups
Proses pembelajaran PBL dilakukan dengan menggunakan kelompok kecil
dalam belajar. Kelompok yang dibuat menuntut pembagian tugas dan penetapan
tujuan yang jelas.
(e) Teachers Act as Facilitators
Dalam pembelajaran PBL, pendidik berperan sebagai fasilitator. Peran pendidik
adalah membimbing dan menyediakan fasilitas belajar untuk membangun
sendiri konsep/materi. Selain itu, pendidik harus memantau aktivitas peserta
didik agar target dapat dicapai. (dalam Isrok’atun, Rosmala, 2018, p. 45-46).
Selain karakteristik yang telah dijabarkan, adapun sintaks atau langkah-langkah
model Problem Based Learning yang dikemukakan oleh Ibrahim & Nur yaitu sebagai
berikut:
Tabel 2 Sintaks Pengajaran Berdasarkan Masalah
Tahap Tingkah Laku Guru
 Guru menjelaskan tujuan
pembelajaran, menjelaskan logistik
yang dibutuhkan, mengajukan
Tahap 1
fenomena atau demonstrasi atau
Orientasi Peserta Didik
cerita untuk memunculkan masalah.
kepada Masalah
 Memotivasi peserta didik untuk
terlibat aktif dalam pemecahan
masalah yang dipilih.
Langkah 2 Guru membantu siswa untuk
Mengorganisasikan mendefinisikan dan mengorganisasikan
Peserta Didik untuk tugas belajar yang berhubungan dengan
Belajar masalah tersebut.
Langkah 3 Guru mendorong peserta didik untuk
Membimbing mengumpulkan informasi yang sesuai,
Penyelidikan Individual melaksanakan eksperimen untuk
23

Tahap Tingkah Laku Guru


maupun Kelompok mendapatkan penjelasan dan pemecahan
masalah.
Guru membantu peserta didik dalam
Langkah 4 merencanakan dan menyiapkan karya
Mengembangkan dan yang sesuai seperti laporan, video, dan
Menyajikan Hasil Karya model serta membantu mereka untuk
berbagi tugas dengan temannya.
Langkah 5 Guru membantu pesrta didik untuk
Menganalisis dan melakukan refleksi atau evaluasi
Mengevaluasi Proses terhadapan penyelidikan mereka dan
Pemecahan Masalah proses yang mereka gunakan.
Sumber: Ibrahim & Nur (2001, dalam Al-Tabany, 2014, p. 72)
Penerapan model Problem Based Learning dalam pembelajaran memiliki
berbagai kelebihan, namun model inipun tak lepas dari kekurangan. Warsono dan
Hariyanto (2016, pp. 152- 153) menjelaskan kelebihan dan kekurangan model Problem
Based Learning. Dari penjelasannya dapat disimpulkan kelebihan dan kekurangan
model Problem Based Learning yaitu:
Kelebihan model Problem Based Learning adalah sebagai berikut:
(1) Peserta didik akan terbiasa menghadapi masalah (problem posing) dan merasa
tertantang untuk menyelesaikan masalah, tidak hanya terkait dnegan
pembelajaran dalam kelas, tetapi juga menghadapi masalah yang ada dalam
kehidupan sehari-hari (real world).
(2) Memupuk solidaritas dengan terbiasa berdiskusi dengan teman-teman
sekelompok kemudian berdiskusi dengan teman-teman sekelasnya.
(3) Meningkatkan keakraban antara pendidik dan peserta didik.
(4) Membiasakan peserta didik untuk bereksperimen.
(5) Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
(6) Meningkatkan keaktifan peserta didik.
(7) Meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mencari informasi.
(8) Mendorong peserta didik untuk mengembangkan keterampilan komunikasi
matematis, baik lisan maupun tulisan.
(9) Membuat suasana belajar menjadi menyenangkan.

Kekurangan model Problem Based Learning adalah sebagai berikut:


24

(1) Tidak banyak guru yang mampu mengantarkan peserta didik kepada pemecahan
masalah.
(2) Memerlukan biaya mahal dan waktu panjang.
(3) Beberapa peserta didik yang memiliki kelemahan dalam mengumpulkan
informasi akan mengalami kesulitan. (Warsono dan Hariyanto, 2016, p. 153).

Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan sebagaimana


juga model Problem Based Learning, kelebihan dan kekurangan tersebut perlu
dicermati untuk keberhasilan pada proses pembelajaran.

6.1.4 Teori yang Mendukung Model Problem Based Learning

Teori pembelajaran yang mendukung model Poblem Based Learning di


antaranya adalah:
(1) Teori Penemuan dari Bruner
Konsep dari teori Bruner adalah belajar dengan metode menemukan. Menurut
Bruner (dalam Rusman, 2016), metode menemukan ini berarti bahwa peserta didik
mampu menemukan kembali, bukan menemukan yang sama sekali benar- benar baru.
(p. 244). Selain itu, Bruner (dalam Suyono dan Hariyanto, 2016) menegaskan bahwa
pendidik yang efektik harus membantu pembelajaran dan membimbing peserta didik,
proses ini disebut dengan scaffolding. (p. 89). Scaffolding adalah suatu proses untuk
membantu peserta didik menuntaskan masalah tertentu melalui kapasitas
perkembangan dengan bantuan pendidik atau orang lain yang memiliki kemampuan
lebih (Rusman, 2016, p. 245). Teori tersebut dalam kaitannya dengan model Problem
Based Learning ialah peserta didik dituntut untuk menemukan jalan keluar dari
permasalahan yang diberikan yaitu dengan cara menggali konsep yang telah dipelajari
sebelumnya. Selain itu, peran pendidik dalam pembelajaranpun hanya memberikan
bantuan seperlunya, yang kemudian secara bertahap dikurangi, karena dalam model
Problem Based Learning pembelajaran bersifat student centered.
(2) Teori Belajar Ausubel
Ausubel (dalam Rusman, 2016) membedakan antara belajar bermakna
(meaningfull learning) dengan belajar menghapal (rote learning). Belajar bermakna
merupakan proses belajar dimana informasi baru dihubungkan dengan dengan struktur
pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang yang telah belajar. Sedangkan, belajar
25

menghapal diperlukan bila seseorang memperoleh informasi baru dalam pengetahuan


yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan yang sudah diketahui. Kaitannya
dengan model Problem Based Learning yaitu pada model ini peserta didik dihadapkan
pada permasalahan dan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, peserta didik
menggunakan keterampilan dan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.
(3) Teori Konstruktivisme dari Jean Piaget
Jean Piaget (dalam Suyono dan Hariyanto, 2016) mengembangkan konsep
adaptasi dalam dua varian, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses
perubahan apa yang dipahami sesuai dengan struktur kognitif yang ada sekarang,
sementara akomodasi adalah proses perubahan struktur kognitif, dengan menciptakan
langkah baru atau menggabungkan konsep lama untuk menghadapi suatu permasalahan
yang baru. (p. 85). Selain itu, masih dalam sumber yang sama Piaget mengungkapkan
bahwa pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari pikiran pendidik pada peserta
didik. (p. 108).
Kaitannya antara teori Piaget dengan model Problem Based Learning yaitu
peserta didik diharapkan mampu menggabungkan konsep yang telah mereka miliki
dengan materi yang mereka pelajari, selain itu pengetahuan baru tidak diberikan kepada
peserta didik dalam bentuk jadi, melainkan peserta didik harus membangun dan
mengembangkan pengetahuannya sendiri dari interaksi dengan lingkungan. Interaksi
tersebut dapat berupa interaksi peserta didik dengan pendidik, ataupun dengan peserta
didik yang lainnya. Interaksi antar peserta didik dapat dilakukan ketika pembelajaran
dilaksanakan secara berkelompok.
(4) Teori Konstruktivisme Sosial dari Vygotsky
Konstruktivime sosial berpandangan bahwa tanggung jawab belajar bertumpu
kepada peserta didik (Suyono dan Hariyanto, 2017, p. 112). Teori belajar Vygotsky
meyakini bahwa perkembangan intelektual terjadi pada saat individu berhadapan
dengan pengalaman baru dan menantang, dan ketika mereka berusaha untuk
memecahkan masalah yang dimunculkan. (Rusman, 2016, p. 244). Berdasarkan hal di
atas, kaitannya dengan model Problem Based Learning ialah pada model ini
pembelajaran dilaksanakan secara berkelompok, sehingga akan adanya interaksi sosial
antar peserta didik untuk saling bertukar pikiran sehingga dapat menyelesaikan
permasalahan yang diberikan, dan memperkaya perkembangan intelektualnya.
26

6.2 Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Dwiki Abdurrahman dan Ike Nataliasari yang
berjudul “Kemandirian dan Motivasi Belajar dengan Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematik Peserta Didik Melalui Model Problem Based Learning (PBL)”, hasil
penelitian menunjukkan bahwa ada korelasi positif antara kemandirian belajar dengan
kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik melalui model PBL.
Hasil penelitian lainnya yang dilakukan oleh Rida Ulhasanah Awaliah dan Dian
Kurniawan dengan judul “Korelasi antara Motivasi dan Kemandirian Belajar dengan
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik melalui Model PBL”, hasil penelitian
menunjukan korelasi tergolong sangat kuat antara indikator pemecahan masalah yaitu
sebesar 0,94.
Penelitian yang dilakukan Diana Amirotuz Zuraida, Sri Suryaningtyas, dan
Karina Nurwijayanti yang berjudul “Meningkatkan Self Regulated Learning Sisa
Melalui Pendekatan Problem Based Learning dengan Setting Numbered Heads
Together”, dengan hasil penelitian menunjukan bahwa pembelajaran dengan
menggunakan model PBL dengan Setting Numbered Heads Together dapat
meningkatkan Self Regulated Learning siswa.

6.3 Kerangka Berpikir

Prinsip pembelajaran yang harus dikembangkan adalah kemampuan hard skills


dan soft skills. Salah satu contoh hard skills yang perlu dikembangkan dalam
pembelajaran matematika adalah kemampuan pemecahan masalah matematis.
Kemampuan matematis peserta didik dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor eksternal
dan faktor internal. Salah satu faktor internal yang mempengaruhi yaitu tidak adanya
kesadaran diri atau usaha dari peserta didik dalam proses pembelajaran. Cara yang
dapat digunakan untuk mengatasi hal tersebut ialah dengan menerapkan model
pembelajaran yang menarik dan efektif, menekankan pada penggunaan masalah
konstektual, serta menimbulkan inovasi dalam pembelajaran, yaitu melalui Model
Problem Based Learning (PBL).
Model Problem Based Learning adalah suatu model pembelajaran yang
menggunakan masalah nyata sebagai konteks pembelajaran peserta didik untuk belajar
tentang keterampilan pemecahan masalah, dan bersifat student centered. Model ini
27

dianggap tepat digunakan karena, peserta didik akan belajar secara berkelompok
sehingga akan mengurangi kecemasan peserta didik. Selain itu, dalam model ini,
peserta didikpun akan berangkat dari permasalahan, permasalahan yang diberikan
berupa permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Dalam kemampuan
pemecahan masalah ini, peserta didik dituntut menggali konsep, prinsip yang berkaitan
dengan materi. Selain itu, peserta didik dituntut aktif dalam proses pembelajaran dan
memiliki kesempatan untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri dalam
memecahkan masalah, karena pada dasarnya dalam model ini, peserta didiklah yang
menjadi pusat selama proses pembelajaran.
Kegiatan pembelajaran menggunakan model Problem Based Learning dimulai
dari orientasi peserta didik terhadap masalah, peserta didik diberi motivasi serta diberi
permasalahan oleh pendidik, pada tahap ini peserta didik diharapkan memiliki
keyakinan dengan kemampuan diri yang dimilikinya. Pada langkah organisasi peserta
didik, peserta didik dilatih untuk dapat menyusun rencana, mengidentifikasi
permasalahan, penyusunan rencana ini dilakukan untuk meminimalisasi perasaan takut
gagal dalam menghadapi permasalahan. Langkah selanjutnya ialah membimbing
penyelidikan individu dan kelompok, pada langkah ini peserta didik dilatih untuk
mampu berkonsentrasi menentukan konsep yang sesuai dengan permasalahan, serta
dalam mengumpulkan informasi yang sesuai, yaitu dapat berupa mengumpulkan
informasi dari materi yang sudah dipelajari sebelumnya, sehingga peserta didik mampu
menyelesaikan masalah dengan mengaitkan konsep yang telah dipelajari dengan
masalah yang sedang dihadapi. Pada langkah selanjutnya yaitu mengembangkan dan
menyajikan hasil karya, peserta didik dilatih untuk melaksanakan rencana yang telah
disusun sebelumnya, pelaksaan rencana tersebut berupa pengolahan data sehingga
menghasilkan jawaban, pada tahap ini peserta didik dilatih untuk tidak cemas dalam
mempertanggung jawabkan hasil yang diperolehnya. Pada tahap terakhir, yaitu
menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah, peserta didik dilatih untuk
mampu menguji kembali dan membuktikan jawaban yang diperoleh, selain itu peserta
didik dilatih untuk mampu mempresentasikan hasil karya di depan kelas, presentasi di
depan kelas bertujuan untuk melatih kepercayaan diri sehingga akan meminimalisasi
rasa cemas dan gugup yang dimiliki, dalam tahap ini peserta didik yang lainpun harus
mampu mengevaluasi jawaban dari kelompok lain. Setelah jawaban disepakati, maka
28

dibuatlah kesimpulan terhadap permasalahan yang disajikan. Proses pembelajaran


secara berkelompok dalam model Problem Based Learning bertujuan untuk
mengurangi kecemasan matematika peserta didik, sehingga kemampuan pemecahan
masalah peserta didikpun akan semakin meningkat.Kerangka berpikir pada dasarnya
merupakan argumentasi logis untuk sampai pada penemuan jawaban sementara atas
masalah yang dirumuskan.

Gambar 1 Kerangka Berpikir

Kemandirian Belajar

Belaja

Kognitif Afektif Afektif


Kemanmpuan Diri Belajar
Kemauan Motivasi
Hubungan
kemandirian
Belajar (Self
Orientasi Regulated
Mengor Membimbing Membimbing Mengev Learning)
PBL Pada
ganisasi Penyelidikan Penyelidikan aluasi dengan
masalah
kemampuan
pemecahan
Masalah
Melaksanakan Menguji Melalui Model
Memahami Menyusun
Rencana kembali PBL
masalah rencana

Belaja Belaja

Belaja
Belajar Kemampuan Pemecahan
Belajar
Masalah (Polya) Belajar
7. Hipotesis
Belajar
Hipotesis merupakan praduga sementara yang harus diuji kebenarannya.
Sudjana (2005) menyatakan “Hipotesis adalah asumsi atau dugaan mengenai suatu hal
yang dibuat untuk menjelaskan suatu hal dan sering dituntut untuk melakukan
pengecekannya” (p. 219). Berdasarkan landasan teoritis, penelitian yang relevan, maka
peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut: Terdapat hubungan antara kemandirian
belajar (self regulated learning) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis
peserta didik melalui model Problem Based Learning (PBL).
29

8. Prosedur Penelitian

8.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode


penelitian kuantitatif deskriptif, jenis korelasi regresi. Korelasi merupakan jenis metode
untuk melihat hubungan dan keeratan hubungan antar variabel, sedangkan regresi
merupakan jenis metode yang bertujuan untuk melihat pengaruh antar variabel. Alasan
peneliti menggunakan metode ini adalah untuk melihat hubungan kemandirian belajar
(self regulated learning) dengan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta
didik melalui model Problem Based Learning (PBL).

8.2 Variabel Penelitian

Menurut Sugiyono (2017), “Variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa
saja yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang
hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya” (p. 38). Pada penelitian ini terdapat tiga
variabel, yaitu satu variabel bebas, satu variabel terikat, dan satu variabel moderator.
Variabel bebas pada penelitian ini adalah kemandirian belajar (self regulated learning),
yang menjadi variabel terikatnya adalah kemampuan pemecahan masalah matematis
peserta didik, dan yang menjadi variabel moderatornya adalah model Problem Based
Learning (PBL).

8.3 Populasi dan Sampel

8.3.1 Populasi

Menurut Sugiyono (2017), “Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri


atas: objek/ subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya” (p. 80). Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas XI program MIPA SMA Islam
Cipasung Kab. Tasikmalaya yang berjumlah 250 peserta didik.

8.3.2 Sampel

Menurut Arikunto, (2013), “Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang
diteliti” (p. 174). Sampel pada penelitian ini diambil sebanyak satu kelas dengan teknik
30

sampling probability sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang memberikan


peluang yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi
anggota sampel. Jenis probability sampling yang dipilih adalah simple random
sampling. Dikatakan simple (sederhana) karena pengambilan anggota sampel dari
populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi
itu, dengan kata lain setiap kelas mempunyai kesempatan yang sama untuk dijadikan
sampel penelitian. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara mengundi kelas
populasi yaitu dengan mengambil satu gulungan kertas dari sebelas gulungan kertas
yang tersedia.

8.4 Desain Penelitian (untuk penelitian eksperimen)

“Desain penelitian adalah keseluruhan dari perencanaan untuk menjawab


pertanyaan penelitian dan mengantisipasi beberapa kesulitan yang mungkin timbul
selama proses penelitian” (Lestari, 2017, p. 120). Penelitian ini merupakan penelitian
Pre- Eksperimental Design bentuk One- Shot Case Study, yaitu terdapat suatu
kelompok yang diberikan treatment/ perlakuan dan selanjutnya diobservasi hasilnya.
Paradigma dalam penelitian ini dapat digambarkan seperti berikut:
X O
Keterangan:
X = mathematics anxiety
O = kemampuan pemecahan masalah matematis
(Sugiyono, 2017, p. 74)

8.5 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data diartikan sebagai proses atau kegiatan yang dilakukan


peneliti untuk mendapatkan berbagai informasi sesuai dengan lingkup penelitian.
Untuk mengetahui kemandirian belajar (self regulated learning) dan kemampuan
pemecahan masalah matematis peserta didik maka teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah sebagai berikut:
(1) Menyebarkan Angket Kemandirian Belajar (Self Regulated Learning)
31

Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mengetahui kecemasan


matematika adalah dengan cara memberikan angket atau kuesioner. Angket berisi
pernyataan positif dan negatif yang diletakkan secara random atau acak.
(2) Memberikan Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Teknik yang digunakan untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah
matematis yaitu dengan cara memberikan tes kemampuan pemecahan masalah
matematika setelah semua materi pembelajaran diberikan, tes yang akan diberikan
terdiri dari 5 soal uraian.

8.6 Instrumen Penelitian

Arikunto (2013) mengatakan “Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas


yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih
mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cepat,lengkap, dan sistematis sehingga
lebih mudah diolah” (p. 203). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
(1) Angket Kemandirian Belajar (Self Regulated Learning)
Instrumen yang digunakan untuk mengukur kemandirian belajar peserta didik
adalah lembar angket. Jenis angket yang digunakan adalah angket tertutup, yaitu
responden memilih salah satu alternatif jawaban dari pertanyaan atau pernyataan yang
tersedia. Angket yang digunakan akan diukur menggunakan skala Likert. Berikut tabel
indikator beserta kisi-kisi kecemasan matematika yang digunakan:

Tabel 3 Kisi-kisi Instrumen Kemandirian Belajar (Self Regulated Learning)


Jumlah Butir
No. Indikator Pertanyaan Total
Positif Negatif
1. Inisiatif Belajar 3 5 8
2. Mendiagnosa Kebutuhan 4 2 6
Belajar
3. Menetapkan Tujuan Belajar 2 3 5
4. Memilih dan Menggunakan 1 1 2
Sumber
32

5. Memilih dan Menerapkan 1 1 2


Strategi Belajar
6. Belajar Mandiri 1 1 2
7. Bekerja sama dengan orang 1 1 2
lain
8. Mengontrol diri 2 1 3
Total 15 15 30
Angket kemandirian belajar diujicobakan kepada peserta didik diluar populasi
dan di luar sampel serta tes kemampuan pemecahan masalah matematis diujicobakan
kepada peserta didik yang telah mempelajari materi Lingkaran, yaitu kepada kelas XI,
kemudian hasilnya dianalisis untuk mengetahui validitas dan reliabilitasnya, pengujian
yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
(1) Uji Validitas Soal
Menurut Arikunto (2013) “Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan
tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen” (p. 211). Berdasarkan
pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa instrumen butir soal dan pernyataan pada
angket yang valid akan mempunyai tingkat validitas yang tinggi dan sebaliknya jika
butir soal yang kurang valid maka akan mempunyai tingkat validitas yang rendah.
Untuk menentukan tingkat validitas butir soal maka akan digunakan rumus korelasi
product momen person memakai angka kasar, yaitu:
𝑁 ∑ 𝑋𝑌 − (∑ 𝑋)(∑ 𝑌)
𝑟𝑥𝑦 =
√(𝑁 ∑ 𝑋 2 − (∑ 𝑋)2 )(𝑁 ∑ 𝑌 2 − (∑ 𝑌)2 )

Keterangan:
𝑟𝑥𝑦 = koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y
𝑋 = skor item
𝑌 = skor total
𝑁 = jumlah subjek/ responden
Selanjutnya untuk menguji validitas butir soal digunakan uji- t dengan
rumus:
𝑟√𝑛 − 2
𝑡=
√1 − 𝑟 2
33

Keterangan:
𝑡 = nilai 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔
𝑟 = koefisien korelasi 𝑟𝑥𝑦
𝑛 = jumlah responden
Kemudian nilai 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 dibandingkan dengan nilai dari 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 pada taraf
kepercayaan 5% dan derajat kebebasan (𝑑𝑘) = 𝑛 − 2.
Kaidah pengambilan keputusan:
Jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , berarti valid
Jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , berarti tidak valid
Jika instrumen yang digunakan valid, maka dibuat kriteria penafsiran
sebagai berikut:
0,800 < 𝑟𝑥𝑦 ≤ 1,000 ∶ sangat tinggi
0,600 < 𝑟𝑥𝑦 ≤ 0,800 ∶ tinggi
0,400 < 𝑟𝑥𝑦 ≤ 0,600 ∶ cukup tinggi
0,200 < 𝑟𝑥𝑦 ≤ 0,400 ∶ rendah
𝑟𝑥𝑦 ≤ 0,200 ∶ sangat rendah
Riduwan (2012, p. 98)
(2) Uji Reliabilitas
Lestari (2017) mengemukakan “Reliabilitas suatu instrumen adalah keajegan
atau kekonsistenan instrumen tersebut bila diberikan pada subjek yang sama meskipun
oleh orang yang berbeda, waktu yang berbeda atau temapat yang berbeda, maka akan
memberikan hasil yang sama atau relative sama (tidak berbeda secara signifikan)” (p.
206). Rumus yang digunakan adalah rumus Alpha Cronbach, yaitu:
𝑛 ∑ 𝑠𝑖2
𝑟=( ) (1 − 2 )
𝑛−1 𝑠𝑖
Keterangan:
𝑟 = koefisien reliabilitas
𝑛 = banyak butir soal
𝑠𝑖2 = varians total
∑ 𝑠𝑖2 =jumlah varians butir soal
34

Selanjutnya hasil perhitungan r dikonsultasikan dengan nilai tabel r product


moment pada taraf kepercayaan 5% dan derajat kebebasan (𝑑𝑘) = 𝑛 − 1.
Kaidah pengambilan keputusan:
Jika 𝑟11 > 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 berarti reliabel
Jika 𝑟11 < 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 berarti tidak reliabel
Tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas instrumen ditentukan
berdasarkan kriteria Guilford (Lestari, 2017, p. 206) sebagai berikut:
Tabel 4 Kriteria Koefisien Korelasi Reliabilitas Instrumen
Koefisien korelasi Korelasi Interpretasi reliabilitas
0,90 ≤ 𝑟 ≤ 1,00 Sangat tinggi Sangat tetap/ sangat baik
0,70 ≤ 𝑟 < 0,90 Tinggi Tetap/ baik
0,40 ≤ 𝑟 < 0,70 Sedang Cukup tetap/ cukup baik
0,20 ≤ 𝑟 < 0,40 Rendah Tidak tetap/ buruk
𝑟 < 0,20 Sangat rendah Sangat tidak tetap/ sangat buruk
Sumber: Lestari (2017, p. 206)

8.7 Teknik Analisis Data

8.7.1 Teknik Pengolahan Data

8.7.1.1 Penskoran Angket Kemandirian Belajar (Self Regulated Learning)

Skala yang digunakan untuk mengungkapkan kemandirian belajar dalam angket


yang diberikan pada peserta didik adalah skala likert. Skala Likert adalah skala yang
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok
orang tentang fenomena sosial, dimana fenomena sosial tersebut telah ditetapkan secara
spesifik oleh peneliti. Instrumen penelitian yang menggunakan skala Likert dapat
dibuat dalam bentuk checklist ataupun pilihan ganda. Dalam penelitian ini, peneliti
memilih menggunakan bentuk checklist. Penskoran jawaban setiap item instrumen
yang menggunakan skala Likert yaitu sebagai berikut:
Tabel 5 Penskoran Skala Likert
Pilihan Jawaban Positif Negatif
Sangat Setuju (SS) 5 1
35

Setuju (S) 4 2
Ragu- ragu (RG) 3 3
Tidak Setuju (TS) 2 4
Sangat Tidak Setuju (STS) 1 5
Sumber: Riduwan (2012, p. 87)
Pilihan jawaban ragu-ragu dihilangkan, dengan tujuan untuk menghindari
jawaban yang bersifat ganda. Hal ini sejalan dengan pendapat Somantri dan Muhidin
(2014) yang menyatakan bahwa skala Likert tidak mengijinkan adanya pernyataan item
netral atau ragu-ragu. (p. 40). Penskoran kecemasan matematika dalam penelitian ini
yaitu:
Tabel 6 Penskoran Kemandirian Belajar (Self Regulated Learning)
Pilihan Jawaban Positif Negatif
Sangat Setuju (SS) 5 1
Setuju (S) 4 2
Tidak Setuju (TS) 2 4
Sangat Tidak Setuju (STS) 1 5
Sumber: Modifikasi, Riduwan (2012, p. 87)

8.7.1.2 Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Peserta Didik

Penskoran untuk kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik


dilaksanakan berdasarkan langkah- langkah Polya, maka digunakan pedoman
penskoran pemecahan masalah yang dikemukakan oleh Sumarmo (2014, p. 193)
sebagai berikut:
Tabel 7 Pedoman Penskoran
Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Membuat rencana
Memahami Melakukan Memeriksa
Skor pemecahan
masalah perhitungan kembali hasil
masalah
Salah Tidak ada Tidak Tidak ada
menginterpretasik rencana, membuat melakukan pemeriksaan
0
an/ salah sama rencana yang perhitungan atau tidak ada
sekali tidak relevan keterangan
36

Membuat rencana
Memahami Melakukan Memeriksa
Skor pemecahan
masalah perhitungan kembali hasil
masalah
lain
Salah Membuat rencana Melakukan Ada
menginterpretasik yang tidak dapat prosedur yang pemeriksaan
an sebagian soal/ diselesaikan benar dan tetapi tidak
mengabaikan soal mungkin tuntas
1
menghasilkan
jawaban yang
benar tetapi
salah
Memahami Membuat rencana Melakukan Pemeriksaan
masalah soal yang benar, tetapi proses yang dilihat untuk
selengkapnya salah dalam hasil, benar dan melihat
2
tidak ada hasilnya mendapatkan kebenaran
hasil yang proses
benar
Membuat rencana
3 yang benar tetapi
belum lengkap
Membuat rencana
sesuai dnegan
prosedur dan
4
mengarahkan
pada solusi yang
benar
Skor
2 4 2 2
maksimal
Sumber: Sumarmo (2014, p. 193)
37

8.7.2 Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis dari data
yang diperoleh dengan cara mengorganisasikan data ke dalam suatu ketegori,
menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesis, menyusun pola dan membuat
kesimpulan. Analisis data dapat dilakukan untuk menjawab rumusan masalah dan
menguji hipotesis yang telah diajukan. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
(1) Statistik Deskriptif
Somantri, Ating dan Muhidin (2011, p. 107) mengemukakan bahwa setelah
kegiatan pengumpulan data, angka-angka yang diperoleh diringkas dan diolah dengan
menggunakan cara tertentu menjadi sebuah informasi untuk memudahkan analisisnya,
yaitu dengan cara sebagai berikut:
(a) Membuat distribusi frekuensi, distribusi frekuensi relatif, kumulatif dan histogram.
(b) Menentukan ukuran statistik berupa: banyak data (𝑛), data terbesar (𝑑𝑏), data
terkecil (𝑑𝑘), rata-rata (𝑥̅ ), median (𝑀𝑒), modus (𝑀𝑜), standar deviasi (𝜎),
varians (𝜎 2 ).
(c) Teknis analisis data angket kecemasan matematika peserta didik.
Data dari angket dianalisis secara deskriptif kuantitatif dengan langkah sebagai
berikut:
[1] Butir pernyataan dikelompokkan berdasarkan sifat pernyataan, yaitu positif dan
negatif.
[2] Berdasarkan pedoman penskoran kemandirian belajar, kemudian dihitung jumlah
skor setiap butir pernyataan.
[3] Melakukan perhitungan skor rata-rata setiap butir pernyataan dalam angket.
[4] Melakukan pengelompokkan kemandirian belajar sesuai dengan kriteria yang
dinyatakan oleh Azwar (2015, p. 149), yaitu sebagai berikut:
Tabel 8 Kriteria Penafsiran Angket Kemandirian Belajar
Interval Nilai Kriteria
𝑋 < (𝜇 − 1,0𝜎) Rendah
(𝜇 − 1,0𝜎) ≤ 𝑋 < (𝜇 + 1,0𝜎) Sedang
(𝜇 + 1,0𝜎) ≤ 𝑋 Tinggi
Sumber: Azwar (2015, p. 149)
Keterangan:
38

𝑋= skor responden
𝜇= mean
𝜎= satuan deviasi standar
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 − 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑎𝑙
𝜇=
6
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 + 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑎𝑙
𝜎=
2
(2) Uji Prasyarat Analisis
(a) Uji Normalitas
Uji normalitas merupakan salah satu uji prasyarat untuk memenuhi asumsi
kenormalan dalam analisis data statistik data parametrik, yang berfungsi untuk
mengetahui sampel sebuah penelitian berasal dari populasi normal atau tidak. Metode
yang dipakai untuk menguji menggunakan rumus chi- kuadrat:
Pasangan hipotesis:
𝐻0 : sampel berasal dari ditribusi normal
𝐻1 : sampel berasal dari distribusi tidak normal
Rumus yang digunakan:
𝑘
2
(𝑂𝑖 − 𝐸𝑖 )
𝑥 =∑
𝐸𝑖
𝑖=1

Keterangan:
𝑥 2 = chi- kuadrat
𝑂𝑖 = frekuensi observasi
𝐸𝑖 = frekuensi yang diharapkan
Kriteria pengujian:
2 2
Tolak 𝐻0 jika 𝑥ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≥ 𝑥(1−𝛼)(𝑑𝑏) dengan 𝛼 taraf nyata pengujian dan 𝑑𝑏 = 𝑘 − 3.
Dalam hal lainnya, 𝐻0 diterima.
(b) Uji Linearitas
Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah hubungan antara variabel
bebas (𝑋) dengan variabel terikat (𝑌) sebagai bentuk linear atau tidak. Uji linearitas ini
diperoleh dengan analisis regresi linier sederhana.
Bentuk umum persamaan regresi linier sederhana adalah:
39

𝑌̂ = 𝑎 + 𝑏𝑋
Keterangan:
𝑌̂ = variabel terikat
𝑋 = variabel bebas
𝑎 = konstanta (𝛼)
𝑏 = koefisien regresi (𝛽)
𝛼, 𝛽 = parameter yang nilainya tidak diketahui sehingga diduga menggunakan statistik
sampel.
Nilai 𝑎 dan 𝑏 ditentukan sebagai berikut:
∑𝑌 − 𝑏∑𝑋
𝑎= = 𝑌̅ − 𝑏𝑋̅
𝑁
𝑁 . (∑ 𝑋𝑌) − ∑ 𝑋 . ∑ 𝑌
𝑏= 2
𝑁 . ∑ 𝑋 2 − (∑ 𝑋)
Pasangan hipotesis:
𝐻0 : data berpola linier
𝐻1 : data berpola tidak linier
Kriteria pengujian:
Jika 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≥ 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , maka 𝐻0 ditolak
Jika 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , maka 𝐻0 diterima

Tabel 9 Ringkasan Anava Variabel X dan Y Uji Signifikansi dan


Uji Linieritas
Rata- Rata
Derajat Jumlah
Sumber Jumlah
kebebasan Kuadrat 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙
Variansi Kuadrat
(dk) (JK)
(RJK)
Total Signifikan
𝑛 ∑ 𝑌2 -
Linier
Regresi (𝑎) 1 𝐽𝐾𝑅𝑒𝑔(𝑎) 𝑅𝐽𝐾𝑅𝑒𝑔(𝑎)
Keterangan:
Regresi
1 𝐽𝐾𝑅𝑒𝑔(𝑏|𝑎) 𝑅𝐽𝐾𝑅𝑒𝑔(𝑏|𝑎) Perbandingan 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔
(𝑏|𝑎)
dengan 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙
Residu 𝑛−2 𝐽𝐾𝑅𝐸𝑆 𝑅𝐽𝐾𝑅𝐸𝑆
Signifikan dan
Tuna Cocok 𝑘−2 𝐽𝐾𝑇𝐶 𝑅𝐽𝐾𝑇𝐶
Linieritas
Kesalahan 𝑛−𝑘 𝐽𝐾𝐸 𝑅𝐽𝐾𝐸
40

Rata- Rata
Derajat Jumlah
Sumber Jumlah
kebebasan Kuadrat 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙
Variansi Kuadrat
(dk) (JK)
(RJK)
(error)
Sumber: Riduwan (2012, p. 154)
(c) Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis hubungan kemandirian belajar dengan kemampuan
pemecahan masalah yang proses pembelajarannya menggunakan model Problem
Based Learning. Kemandirian belajar dianggap berhubungan dengan kemampuan
pemecahan masalah matematis peserta didik jika ada hubungan yang signifikan antara
kemandirian belajar dan kemampuan pemecahan masalah, serta koefisien hubungan
antara kemandirian belajar dan kemampuan pemecahan masalahnya juga signifikan.
Adapun hubungan yang dimaksud, yaitu hubungan yang memiliki arah negatif. Jadi,
untuk melihat hubungan kemandirian belajar terhadap kemampuan pemecahan
masalah, dapat dilihat dan dihitung menggunakan uji korelasi.
Rumusan hipotesisnya adalah sebagai berikut:
Pasangan hipotesis:
𝐻0 : 𝜌 = 0
𝐻1 : 𝜌 ≠ 0
(Sudjana 2013, p. 379):
Hipotesis yang diajukan:
𝐻0 : Tidak terdapat hubungan antara kemandirian belajar dengan kemampuan
pemecahan masalah matematis
𝐻1 : Terdapat hubungan antara kemandirian belajar dengan kemampuan pemecahan
masalah matematis.
Langkah-langkah pengujian hipotesis menurut Sudjana (2013, p. 268) yaitu:
[1] Menghitung koefisien korelasi antara kemandirian belajar dengan kemampuan
pemecahan masalah matematis peserta didik pada materi lingkaran yaitu dengan
menggunakan rumus Product Moment Coefficient dari Pearson, sebagai berikut:
𝑛 ∑ 𝑋𝑌 − ∑ 𝑋. ∑ 𝑌
𝑟𝑥𝑦 =
√[𝑛 ∑ 𝑋 2 − (∑ 𝑋)2 . [𝑛 ∑ 𝑌 2 − (∑ 𝑌)2
Keterangan:
41

𝑟𝑥𝑦 = koefisien korelasi antara variabel 𝑥 dan 𝑦


𝑛 = banyaknya sampel
𝑋 = variabel kemandirian belajar (self regulated learning)
𝑌 = variabel kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik.
[2] Menentukan interval harga 𝜌
1+𝑟
𝑍 = 1,1513 log ( )
1−𝑟
𝑍 − 𝜇𝑧
𝑧=
𝜎𝑧
1
𝜎𝑧 =
√𝑛 − 3
𝑍 − 𝑧1𝛾 . 𝜎𝑧 < 𝜇𝑧 < 𝑍 + 𝑧1𝛾 . 𝜎𝑧
2 2
1
𝑧1𝛾 didapat dari daftar distribusi normal baku dengan peluang 2 𝛾
2

1+𝜌
𝜇𝑧 = (1,1513) log ( )
1−𝜌
[3] Pengujian Hipotesis

𝑛−2
𝑡 = 𝑟√
1 − 𝑟2

Keterangan:
𝑡 = nilai t hitung
𝑟 = koefisien korelasi
𝑛 = banyaknya sampel
Kriteria pengujian:
Jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≥ 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , maka 𝐻0 ditolak
Jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , maka 𝐻0 diterima
Untuk mengetahui klasifikasi koefisien korelasi antara variabel bebas dengan
variabel terikat, Ruseffendi, E.T (2010, p. 160) mengemukakan kriteriannya
sebagai berikut:
Tabel 10 Klasifikasi Koefisien Korelasi
Besar 𝜌 Interpretasi
𝜌 = −1,00 Korelasi negatif sempurna
42

Besar 𝜌 Interpretasi
−1,00 < 𝜌 ≤ −0,80 Korelasi negatif tinggi sekali
−0,80 < 𝜌 ≤ −0,60 Korelasi negatif tinggi
−0,60 < 𝜌 ≤ −0,40 Korelasi negatif sedang
−0,40 < 𝜌 ≤ −0,20 Korelasi negatif rendah
−0,20 < 𝜌 ≤ 0 Korelasi negatif rendah sekali
𝜌=0 Tidak mempunyai korelasi
0 ≤ 𝜌 < 0,20 Korelasi positif rendah sekali
0,20 ≤ 𝜌 < 0,40 Korelasi positif rendah
0,40 ≤ 𝜌 < 0,60 Korelasi positif sedang
0,60 ≤ 𝜌 < 0,80 Korelasi positif tinggi
0,80 ≤ 𝜌 < 1 Korelasi posiif tinggi sekali
𝜌=1 Korelasi positif sempurna
Sumber: Ruseffendi (2010, p. 160)
Arah hubungan dinyatakan dengan arah hubungan positif dan negatif. Arah
hubungan positif menyatakan hubungan yang searah (berbanding lurus). Artinya
jika nilai suatu variabel meningkat maka nilai variabel yang lainnyapun akan
meningkat, begitu juga sebaliknya. Sedangkan arah hubungan negatif menyatakan
hubungan yang berlawanan arah (berbanding terbalik). Artinya jika suatu nilai
variabel miningkat, maka nilai variabel yang lain akan menurun, begitu juga
sebaliknya. Sementara jika 𝜌 = 0, menunjukkan bahwa hubungan antar variabel
tersebut tidak memiliki arah hubungan (tidak terdapat hubungan). (Lestari, 2017,
p. 319).
Jika hasil pengujian koefisien korelasi menunjukkan terdapat pengaruh,
maka untuk mengetahui besarnya pengaruh antar variabel dapat ditentukan dengan
koefisien determinasi (D), hal ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan
penelitian. Rumus determinasinya yaitu:
𝐷 = 𝑟 2 × 100%
43

8.8 Waktu dan Tempat Penelitian

Bagian ini menjelaskan waktu (dalam bentuk tabel jadwal) dan tempat
penelitian.

Tabel 8.1 Contoh Pembuatan Tabel


Bulan
No. Kegiatan
Jan Feb Mar Apr Mei
1 Kegiatan 1
2 Kegiatan 2
3 Kegiatan 3
4 Dan seterusnya
DAFTAR PUSTAKA

Daftar pustaka memuat semua sumber tertulis (buku, artikel jurnal, makalah,
dokumen resmi, atau sumber-sumber lain dari internet) yang dijadikan acuan dalam
penulisan skripsi. Sumber-sumber yang tidak pernah dikutip atau tidak pernah
dijadikan acuan tidak perlu dicantumkan dalam daftar pustaka walaupun pernah dibaca
oleh penulis. Daftar pustaka disusun alfabetis sesuai huruf pertama dari nama yang
dikutip.
Berikut ini disajikan berbagai contoh penulisan daftar pustaka:
Airey, D. (2010). Logo design love: A guide to creating iconic brand identities.
Berkeley, CA: New Riders.
Aspinall, V. (Ed.). (2014). Clinical procedures in veterinary nursing (3rd ed.).
Edinburgh, Scotland: Elsevier.
Briscoe, R. (in press). Egocentric spatial representation in action and perception.
Philosophy and Phenomenological Research. Retrieved from
http://cogprints.org/5780/1/ECSRAP.F07.pdf
Brody, J. E. (2007, December 11). Mental reserves keep brains agile. The New York
Times. Retrieved from http://www.nytimes.com
Cannan, J. (2008). Using practice based learning at a dual-sector tertiary institution: A
discussion of current practice. In R. K. Coll, & K. Hoskyn (Eds.), Working
together: Putting the cooperative into cooperative education. Conference
proceedings of the New Zealand Association for Cooperative Education, New
Plymouth, New Zealand. Retrieved from
http://www.nzace.ac.nz/conferences/papers/Proceedings_2008.pdf
Carlbom, P. (2000). Carbody and passengers in rail vehicle dynamics (Doctoral thesis,
Royal Institute of Technology, Stockholm, Sweden). Retrieved from
http://urn.kb.se/resolve?urn=urn:nbn:se:kth:diva-3029
Chamberlin, J., Novotney, A., Packard, E., & Price, M. (2008, May). Enhancing worker
well-being: Occupational health psychologists convene to share their research
on work, stress, and health. Monitor on Psychology, 39(5), 26–29.

44
45

Clay, R. (2008, June). Science vs. ideology: Psychologists fight back about the misuse
of research. Monitor on Psychology, 39(6). Retrieved from
http://www.apa.org/monitor/
Freud, S. (1953). The method of interpreting dreams: An analysis of a specimen dream.
In J. Strachey (Ed. & Trans.), The standard edition of the complete
psychological works of Sigmund Freud (Vol. 4, pp. 96–121). Retrieved from
http://books.google.com/books (Original work published 1900)
Gabbett, T., Jenkins, D., & Abernethy, B. (2010). Physical collisions and injury during
professional rugby league skills training. Journal of Science and Medicine in
Sport, 13(6), 578-583.
Gilbert, D. G., McClernon, J. F., Rabinovich, N. E., Sugai, C., Plath, L. C., Asgaard,
G., . . . Botros, N. (2004). Effects of quitting smoking on EEG activation and
attention last for more than 31 days and are more severe with stress,
dependence, DRD2 A1 allele, and depressive traits. Nicotine and Tobacco
Research, 6, 249–267. doi:10.1080/14622200410001676305
Graham, G. (2005). Behaviorism. In E. N. Zalta (Ed.), The Stanford encyclopedia of
philosophy (Fall 2007 ed.). Retrieved from http://plato.stanford.edu/entries
/behaviorism/
Guimard, P., & Florin, A. (2007). Les évaluations des enseignants en grande section de
maternelle sont-elles prédictives des difficultés de lecture au cours préparatoire?
[Are teacher ratings in kindergarten predictive of reading difficulties in first
grade?]. Approche Neuropsychologique des Apprentissages chez l’Enfant, 19,
5–17.
Haybron, D. M. (2008). Philosophy and the science of subjective well-being. In M. Eid
& R. J. Larsen (Eds.), The science of subjective well-being (pp. 17–43). New
York, NY: Guilford Press.
Herbst-Damm, K. L., & Kulik, J. A. (2005). Volunteer support, marital status, and the
survival times of terminally ill patients. Health Psychology, 24, 225–229.
doi:10.1037/0278-6133.24.2.225
Herculano-Houzel, S., Collins, C. E., Wong, P., Kaas, J. H., & Lent, R. (2008). The
basic nonuniformity of the cerebral cortex. Proceedings of the National
Academy of Sciences, USA, 105, 12593–12598. doi:10.1073/pnas.0805417105
46

Heuristic. (n.d.). In Merriam-Webster’s online dictionary (11th ed.). Retrieved from


http://www.m-w.com/dictionary/heuristic
Johnson, S. (2013). Style strategies (Master’s thesis). UCOL, Whanganui School of
Design, Whanganui, New Zealand. 4
Koch, S. (Ed.). (1959–1963). Psychology: A study of science (Vols. 1–6). New York,
NY: McGraw-Hill.
Light, M. A., & Light, I. H. (2008). The geographic expansion of Mexican immigration
in the United States and its implications for local law enforcement. Law
Enforcement Executive Forum Journal, 8(1), 73–82.
Liu, S. (2005, May). Defending against business crises with the help of intelligent
agent based early warning solutions. Paper presented at the Seventh
International Conference on Enterprise Information Systems, Miami, FL.
Abstract retrieved from http://www.iceis.org/iceis2005/abstracts_2005.htm
MacColl, F., Ker, I., Huband, A., Veith, G., & Taylor, J. (2009, November 12-13).
Minimising pedestrian-cyclist conflict on paths. Paper presented at the Seventh
New Zealand Cycling Conference, New Plymouth, New Zealand. Retrieved
from
http://cyclingconf.org.nz/system/files/NZCyclingConf09_2A_MacColl_PedCyc
leConflicts.pdf
MidCentral District Health Board. (2008). District annual plan 2008/09. Palmerston
North, New Zealand: Author.
MiddleKid. (2007, January 22). Re: The unfortunate prerequisites and conse- quences
of partitioning your mind [Web log comment]. Retrieved from http://
scienceblogs.com/pharyngula/2007/01/the_unfortunate_prerequisites.php
Muellbauer, J. (2007, September). Housing, credit, and consumer expenditure. In S. C.
Ludvigson (Chair), Housing and consumer behavior. Symposium conducted at
the meeting of the Federal Reserve Bank of Kansas City, Jackson Hole, WY.
O’Keefe, E. (n.d.). Egoism & the crisis in Western values. Retrieved from
http://www.onlineoriginals.com/showitem.asp?itemID=135
Piaget, J. (1966). La psychologie de l’enfant [The psychology of
the child]. Paris, France: Presses Universitaires de France.
47

Piaget, J. (1969). The psychology of the child (H. Weaver,


Trans.). New York, NY: Basic Books.
Piaget, J. (1988). Extracts from Piaget’s theory (G. Gellerier & J. Langer, Trans.). In K.
Richardson & S. Sheldon (Eds.), Cognitive development to adolescence: A
reader (pp. 3–18). Hillsdale, NJ: Erlbaum. (Reprinted from Manual of child
psychology, pp. 703–732, by P. H. Mussen, Ed., 1970, New York, NY: Wiley)
PZ Myers. (2007, January 22). The unfortunate prerequisites and conse- quences of
partitioning your mind [Web log post]. Retrieved from http://
scienceblogs.com/pharyngula/2007/01/the_unfortunate_prerequisites.php
Rampersad, T. (2005, June 8). Re: Traditional knowledge and traditional cultural
expressions [Online forum comment]. Retrieved from
http://www.wipo.int/roller/comments/ipisforum/Weblog/theme_eight_how
_can_cultural#comments
Real Academia Española. (2001). Diccionario de la lengua española [Dictionary of the
Spanish language] (22nd ed.). Madrid, Spain: Author.
Rich, J. R. (2011). Your iPad 2 at work [e-book]. Retrieved from
http://safaribooksonline.com
Sadun, E., Grothaus, M., & Sande, S. (2011). Taking your iPad 2 to the max (2nd ed.).
[e-book]. Retrieved from http://books.google.co.nz
Schiraldi, G. R. (2001). The post-traumatic stress disorder sourcebook: A guide to
healing, recovery, and growth [Adobe Digital Editions version]. doi:10
.1036/0071393722
Schwartz, J. (1993, September 30). Obesity affects economic, social status. The
Washington Post, pp. A1, A4.
Shotton, M. A. (1989). Computer addiction? A study of computer dependency. London,
England: Taylor & Francis.
Shotton, M. A. (1989). Computer addiction? A study of computer dependency [DX
Reader version]. Retrieved from http://www.ebookstore.tandf.co.uk
/html/index.asp
Sillick, T. J., & Schutte, N. S. (2006). Emotional intelligence and self-esteem mediate
between perceived early parental love and adult happiness. E-Journal of
48

Applied Psychology, 2(2), 38–48. Retrieved from http://ojs.lib.swin.edu.au


/index.php/ejap
Six sites meet for comprehensive anti-gang initiative conference. (2006,
November/December). OJJDP News @ a Glance. Retrieved from
http://www.ncjrs.gov/html/ojjdp/news_at_glance/216684/topstory.html
Smith, S. (2006, January 5). Re: Disputed estimates of IQ [Electronic mailing list
message]. Retrieved from http://tech.groups.yahoo.com/group
/ForensicNetwork/message/670
Thompson, C. (2010). Facebook: Cautionary tales for nurses. Kai Tiaki: Nursing New
Zealand, 16(7), 26.
VandenBos, G. R. (Ed.). (2007). APA dictionary of psychology. Washington, DC:
American Psychological Association.
Von-Ledebur, S. C. (2007). Optimizing knowledge transfer by new employees in
companies. Knowledge Management Research & Practice. Advance online
publication. doi:10.1057/palgrave.kmrp.8500141
Williams, J., & Seary, K. (2010). Bridging the divide: Scaffolding the learning
experiences of the mature age student. In J. Terrell (Ed.), Making the links:
Learning, teaching and high quality student outcomes. Proceedings of the 9th
Conference of the New Zealand Association of Bridging Educators (pp. 104-
116). Wellington, New Zealand.
49

Lampiran 1 Contoh Lampiran Pertama


Lampiran-lampiran berisi semua dokumen yang digunakan dalam penelitian
dan penulisan skripsi. Setiap lampiran diberi nomor urut sesuai dengan urutan
penggunaannya.
50

Lampiran 2 Contoh Lampiran kedua


Lampiran sebaiknya hanya berisi dokumen penting yang secara langsung perlu
disertakan dalam sebuah skripsi. Dokumen lain yang berupa data mentah tidak perlu
disertakan dalam lampiran. Setiap lampiran diberi nomor urut sesuai dengan urutan
penggunaannya.
51

Lampiran 3 dan seterusnya …


Lampiran sebaiknya hanya berisi dokumen penting yang secara langsung perlu
disertakan dalam sebuah skripsi. Dokumen lain yang berupa data mentah tidak perlu
disertakan dalam lampiran. Setiap lampiran diberi nomor urut sesuai dengan urutan
penggunaannya.

Anda mungkin juga menyukai