Hubungan Antara Kemandirian Belajar Dengan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Melalui Model Pembelajaran Discovery Learning
Hubungan Antara Kemandirian Belajar Dengan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Melalui Model Pembelajaran Discovery Learning
PROPOSAL PENELITIAN
Oleh
INDRI ANTIKA
152151157
Oleh
INDRI ANTIKA
152151157
Disahkan oleh:
SURAT KETERANGAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, Penguji Ujian Proposal Penelitian menerangkan
bahwa:
Nama : Nama Lengkap
Nomor Pokok Mahasiswa : 002151000
Program Studi : Pendidikan Matematika
Telah menyelesaikan perbaikan skripsi yang telah disarankan pada waktu ujian
proposal penelitian pada tanggal 00 nama_bulan tahun.
Puji dan syujur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia- Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan proposal penelitian ini.
Sholawat beserta salam semoga terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW,
beserta keluarganya, sahabatnya,,tabi’in tabi’atnya, dan kita selaku umat- Nya hingga
akhir zaman. Dengan kemudahan dan kelapangan yang dianugerahkan Allah SWT
kepada peneliti, peneliti dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul
“Hubungan antara Kemandirian Belajar (Selft Regulated Learning) dengan
Kemampuan Pemecahan Matematis Peserta Didik Melalui Model Problem Based
Learning (PBL)” (Penelitian terhadap Peserta Didik kelas XI SMA Islam
Cipasung Kabupaten Tasikmalaya Tahun Pelajaran 2018/2019)
Tujuan penelitian proposal ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat dalam
menempuh seminar proposal penelitian. Pada proposal ini dijelaskan mengenai
hubungan kemandirian belajar (self regulated learning) terhadap kemampuan
pemecahan masalah peserta didik melalui model Problem Based Learning (PBL), serta
tingkat korelasi kemandirian belajar (self regulated learning)) terhadap kemampuan
pemecahan masalah matematis peserta didik melalui model Problem Based Learning
(PBL).
Penyusunan proposal ini menempuh proses yang sangat panjang dan peneliti
menyadari bahwa selesainya proposal ini adalah berkat dorongan dan arahan dari
berbagai pihak. Pada kesempatan ini peneliti menyampaikan ucapan terima kasih
kepada:
1. AA. Gde Somatanaya, Drs., M.Pd., selaku dosen pembimbing I yang senantiasa
membimbing, mengarahkan, dan mendidik peneliti dengan wawasan yang luas,
sehingga tumbuh motivasi yang kuat dalam diri peneliti selama penelitian
proposal ini berlangsung;
2. Ike Nataliasari, M.Pd., selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan
arahan, bantuan dan motivasi selama penelitian proposal ini;
3. H. Edi Hidayat, Drs., M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Matematika yang telah memberikan arahan, bantuan dan motivasi selama
penelitian proposal ini;
iv
4. Seluruh staff dosen Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas
Siliwangi yang telah memberikan ilmu dan petunjuk kepada peneliti baik
selama perkuliahan maupun dalam penyusunan proposal penelitian ini;
5. Semua pihak yang telah memberikan bantuan selama proses penelitian
proposal.
Besar harapan peneliti, semoga bimbingan, dorongan,motivasi, serta doa yang
mereka berikan mendapat imbalan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Amin.
Peneliti menyadari bahwasannya tidak ada manusia yang sempurna, maka dari
itu, peneliti memohon maaf atas segala kekurangan dan keterbatasan dalam proposal
penelitian ini. Peneliti berharap semoga proposal penelitian ini dapat berguna dan
bermanfaat khususnya bagi peneliti dan umumnya bagi semua pembaca. Aamin..
v
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................................ii
SURAT KETERANGAN .............................................................................................. iii
KATA PENGANTAR.....................................................................................................iv
DAFTAR ISI ...................................................................................................................vi
DAFTAR TABEL ..........................................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................................ix
1. Latar Belakang Masalah ......................................................................................... 10
2. Rumusan Masalah ................................................................................................... 13
3. Definisi Operasional ............................................................................................... 13
4. Tujuan Penelitian .................................................................................................... 14
5. Manfaat Penelitian .................................................................................................. 14
6. Landasan Teoretis ................................................................................................... 15
6.1 Kajian Teori..................................................................................................... 15
6.2 Hasil Penelitian yang Relevan......................................................................... 26
6.3 Kerangka Berpikir ........................................................................................... 26
7. Hipotesis (dan Pertanyaan Penelitian [jika ada]) .................................................... 28
8. Prosedur Penelitian ................................................................................................. 29
8.1 Metode Penelitian ............................................................................................ 29
8.2 Variabel Penelitian .......................................................................................... 29
8.3 Populasi dan Sampel ....................................................................................... 29
8.4 Desain Penelitian (untuk penelitian eksperimen) ............................................ 30
8.5 Teknik Pengumpulan Data .............................................................................. 30
8.6 Instrumen Penelitian ........................................................................................ 31
8.7 Teknik Analisis Data ....................................................................................... 34
8.8 Waktu dan Tempat Penelitian ......................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 44
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.2 Contoh Pembuatan Tabel ............................................................................... 43
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1 Contoh Penyisipan Gambar ........................ Error! Bookmark not defined.
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Contoh Lampiran Pertama .......................................................................... 49
Lampiran 2 Contoh Lampiran kedua ............................................................................. 50
Lampiran 3 dan seterusnya … ........................................................................................ 51
ix
HUBUNGAN ANTARA KEMANDIRIAN BELAJAR (SELF REGULATED
LEARNING) DENGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS
PESERTA DIDIK MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL)
(Penelitian terhadap Peserta Didik Kelas XI SMA Islam Cipasung Kabupaten
Tasikmalaya Tahun Pelajaran 2018/ 2019)
10
11
Pendapat tersebut menjelaskan bahwa pentingnya self regulated learning atau sering
kita kenal sebagai istilah kemandirian belajar dalam proses pembelajaran.
Kemandirian belajar (self regulated learning) Chin (dalam Kristiyani, 2016)
dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana peserta didik melakukan strategi
dengan meregulasi kognisi, metakognisi, dan motivasi. Selain itu, Shunck dan
Zimmerman (dalam Hendriana, Rohaeti, Sumarmo, 2017) mendefinisikan kemandirian
belajar sebagai proses belajar yang terjadi karena pengaruh dari pemikiran, perasaan,
strategi, dan perilaku sendiri yang berorientasi pada pencapaian tujuan. Maka dari itu,
dapat diambil kesimpulan bahwa kemandirian belajar (selft regulated learning) adalah
salah satu faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran matematika dan kemampuan
matematis peserta didik, salah satunya pada kemampuan pemecahan masalah
matematis.
Pendidik memiliki peran yang sangat penting hendaknya melakukan sebuah
inovasi dalam proses pembelajaran, hal ini diharapkan agar pendidik bisa lebih
menggali potensi yang dimilki oleh peserta didik khususnya pada kemampuan
pemecahan masalah. Dan salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh pendidik adalah
dengan menerapkan salah satu model pembelajaran yaitu Problem Based Learning
(PBL) atau pembelajaran berbasis masalah. Pembelajaran matematika dengan
menggunakan pembelajaran berbasis masalah dan langkah-langkah pemecahan masalah
yang sesuai memungkinkan peserta didik untuk berpikir logis, kritis dan sistematis.
Selain itu peserta didik juga dapat meningkatkan kemampuan dalam memecahkan
suatu masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Hal ini didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Dian Handayani (2017) bahwa penerapan model
Problem Based Learning dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
matematis peserta didik.
Dengan menyikapi beberapa permasalahan yang terjadi, maka penulis tertatik
untuk melakukan penelitian mengenai “Hubungan antara Kemandirian Belajar
(Self Regulated Learning) dengan Kemampuan Pemecahan Matematis melalui
Model Problem Based Learning (PBL)”
13
2. Rumusan Masalah
3. Definisi Operasional
proses penyelesaian masalah yang dilakukan secara ilmiah. Adapun langkah- langkah
Model Problem Based Learning yaitu: orientasi peserta didik kepada masalah,
mengorganisasikan peserta didik, membimbing penyelidikan individu dan kelompok,
mengembangkan dan menyajikan hasil karya, menganalisis dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah.
4. Tujuan Penelitian
5. Manfaat Penelitian
(c) Bagi peserta didik, dapat mengetahui apa dan bagaimana kemandirian belajar
serta hubungannya dengan kemapuan pemecahan masalah sehingga peserta
didik dapat memperkirakan seberapa jauh tingkat kemandririan belajar
mereka.
6. Landasan Teoretis
yang terjadi karena pengaruh dari pemikiran, perasaan, strategi, dan perilaku diri
sendiri yang berorientasi pada pencapaian tujuan. Self Regulated Learning merupakan
suatu konsep yang penting dalam teori belajar kognitif sosial yang mendasarkan pada
banyak prinsip-prinsip belajar perilaku tetapi memberi perhatian besar pada dampak
tanda-tanda pada perilaku pada proses mental internal serta menekankan dampak
pikiran terhadap tindakan dan tindakan terhadap pikiran (Slavin, 2003 dalam
Kristiyani, 2016). Sejalan dengan pernyataan tersebut, Zimmerman (dalam Kristiyani,
2016) menyatakan bahwa SRL bukanlah suatu kemampuan mental atau keterampilan
perfomansi akademik, tetapi merupakan proses pengarahan diri di mana peserta didik
mengubah kemampuan mental mereka ke dalam keterampilan akademik. Karena
belajar dipandang sebagai suatu aktivitas di mana peserta didik melakukan sesuatu
untuk diri mereka sendiri secara proaktif, yaitu memiliki kesadaran penuh akan
kekuatan dan kelemahan mereka secara personal menetapkan tujuan belajar dan
membuat strategi-strategi sendiri dalam mengerjakan tugas-tugas belajar.
Dari beberapa definisi yang telah diuraikan tersebut, dapat disimpulkan bahwa
kemandirian belajar (self regulated learning) merupakan keterlibatan proaktif dalam
perilaku belajar seseorang di mana peserta didik mengarahkan pikiran, perasaan, dan
tindakan untuk digerakkan secara sistematis dengan berorientasi pada pencapaian
tujuan peserta didik itu sendiri. Adapun strategi-strategi yang tedapat dalam self
regulated learning yang dikemukakan oleh Zimmerman, 1998 (dalam Kristiyani, 2016,
p. 37) sebagai berikut:
(1) self-evaluating, yaitu inisyatif untuk mengevaluasi kualitas atau kemajuan
dalam belajar secara mandiri.
(2) organizing and transforming, yaitu inisyatif untuk mengorganisasikan
materi pelajaran.
(3) goal-setting and planning, yaitu penetapan tujuan belajar beserta
perencanaan terkait konsekuensi, waktu, dan penyelesaian aktivitas yang
terkait tujuan yang telah ditetapkan.
(4) seeking information, yaitu usaha untuk mencari informasi lebih lanjut terkait
dengan tugas-tugas belajarnya melalui sumber-sumber non sosial.
(5) keeping records and monitoring, yaitu usaha untuk mencatat kejadian-
kejadian dan hasil-hasil belajar.
(6) environmental structuring, yaitu usahan untuk mengatur lingkungan secara
fisik supaya proses belajar menjadi lebih mudah.
(7) self-consequating, yaitu upaya menyusun atau membayangkan hadiah dan
hukuman atas keberhasilan dan kegagalan yang dialami dalam belajar.
17
(8) reheasing and memorizing, yaitu usaha untuk mengingat materi dengan
mempraktekkan, baik dalam bentuk perilaku terbuka maupun tertutup.
(9) seeking social assistance, yaitu usaha untuk mendapatkan bantuan dari
teman sebaya, guru, atau orang dewasa lainnya.
(10) reviewing records, yaitu usaha membaca kembali catatan, hasil-hasil
ujian, atau textbook untuk menyiapkan ujian berikutnya.
Selain strategi, adapun indikator dari kemandirian belajar yang dikemukakan
oleh Yoseva (dalam Lestari, 2017), yaitu:
(1) inisiatif belajar
(2) mendiagnosa kebutuhan belajar
(3) menetapkan tujuan belajar
(4) memilih dan menggunakan sumber
(5) memilih dan menerapkan strategi belajar
(6) belajar mandiri
(7) bekerja sama dengan orang lain, dan
(8) mengontrol diri.
6.1.2 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Pemecahan masalah adalah suatu proses menyelesaikan masalah. Proses ini
digunakan oleh peserta didik untuk menyelesaikan masalah matematika. Pemecahan
masalah merupakan bagian dari matematika yang sangat penting karena dalam proses
pembelajaran maupun penyelesaian memungkinkan peserta didik memperoleh
pengalaman menggunankan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk
diterapkan pada suatu permasalahan. Hal ini sejalan dengan pendapat Braca (dalam
Sumarmo, 2017) yang menyatakan bahwa penyelesaian masalah meliputi metode,
prosedur dan strategi yang merupakan proses inti dan utama dalam kurikulum
matematika, bahkan sebagai jantungnya matematika. Selain itu pemecahan masalah
merupakan suatu kemampuan dasar dalam pembelajaran matematika.
Menurut Arthur (dalam Lestari, Widada, Zamzaili, 2017) menyatakan bahwa
pemecahan masalah adalah bagian dari berpikir. Sebagai bagian dari berpikir, latihan
pemecahan masalah dapat meningkatkan kemampuan berpikir sebagai proses kognitif
tingkat tingkat tinggi yang memerlukan modulasi dan kontrol lebih dari keterampilan
rutin atau dasar. Menurut Guntara dkk (dalam Lestari, et al,. 2017) dalam penelitiannya
mendefinisikan “kemampuan pemecahan masalah merupakan kecakapan atau potensi
yang dimiliki siswa dalam menyelesaikan permasalahan dan mengaplikasikan dalam
18
Tidak berbeda jauh dengan Polya, Gagne mengemukakan ada lima langkah
yang harus dilakukan dalam menyelesaikan masalah, yaitu:
(1) Menyajikan masalah dalam bentuk yang lebih jelas.
(2) Menyatakan dalam bentuk yang operasional (dapat dipecahkan).
(3) Menyusun hipotesis-hipotesis alternatif, dan prosedur kerja yang
diperkirakan baik untuk dipergunakan dalam pemecahan masalah itu.
(4) Mentes hipotesis dan melakukan kerja untuk memperoleh hasilnya
(pengumpulan data, pengolahan data, dan lain-lain), hasilnya mungkin lebih
dari satu.
(5) Memeriksa kembali (mengecek) apakah hasil yang diperoleh itu benar, atau
mungkin memilih alternatif pemecahan terbaik. (Hendriana, et al,. 2017,
p.46)
Pada dasaranya langkah-langkah dalam menyelesaikan masalah menurut para
ahli tidak memiliki perbedaan yang cukup jauh, karena pada setiap langkahnya diawali
dengan pemahaman pada masalah dan diakhiri dengan pemeriksaan kembali hasil yang
diperoleh. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan langkah-langkah yang
dikemukakan oleh Polya untuk menguji kemampuan pemecahan masalah matematis
peserta didik. Berdasarkan uraian tersebut, maka pemecahan masalah matematika
dalam penelitian ini adalah kemampuan peserta didik menyelesaikan soal yang bersifat
konstektual, non rutin berdasarkan langkah kerja menurut Polya, dengan indikator
sebagai berikut:
Tabel 1 Indikator kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Langkah Pemecahan Masalah Indikator
Mengidentifikasi informasi yang
Memahami Masalah
diketahui
(Understanding the Problem)
Mengidentifikasi yang ditanyakan
Merencanakan langkah-langkah
penyelesaian dengan memilih
Menyusun Rencana (Divising
konsep (rumus) yang akan
a Plan)
digunakan.
Membuat sketsa gambar
Menjalankan rencana
Melaksanakan Rencana penyelesaian sesuai dengan
(Currying Out the Plan) langkah-langkah yang telah
direncanakan.
20
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan
sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Huda (2014)
berpendapat bahwa model pengajaran sebagai rencana atau pola yang dapat digunakan
untuk membentuk kurikulum. Mendesain materi-materi intruksional dan memandu
proses pengajaran di ruang kelas atau di-setting yang berbeda (p. 48). selanjutnya,
Joyce and Weil mengatakan, “models of teaching are really models of learning. as we
helps students acquire information. Ideas, skill, values, ways of thinking, and means of
expressing themselves ...” (Huda, 2014, p. 73). Selain itu, Indrawati (dalam Isrok’atun,
Rosmala, 2018, p. 27) menyatakan model pembelajaran adalah kerangka konseptual
yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar
untuk mencapai tujuan belajar tertentu.
Dari berberapa pendapat yang telah dijabarkan dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran merupakan pola desain pembelajaran, yang menggambarkan secara
sistematis langkah demi langkah pembelajaran untuk membantu peserta didik mencapai
tujuan pembelajaran.
Problem Based Learning (PBL) adalah salah satu model yang dapat digunakan
dalam pembelajaran matematika. Problem Based Learning merupakan istilah lain dari
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) yang menitik beratkan pada adanya suatu
permasalahan yang harus di hadapi peserta didik dalam pembelajaran. Model
pembelajaran ini berangkat atau beradasar dari suatu masalah. Hal ini sejalan dengan
pernyataan bahwa belajar berdasarkan masalah adalah suatu proses pembelajaran yang
diawali dari masalah-masalah yang ditemukan dalam suatu lingkungan pekerjaan
(Muhson, dalam Isrok’atun, Rosmala, 2018, p. 44). pendapat tersebut juga sejalan
21
dengan pernyataan Wena (Alzianina, 2016), yakni problem based learning peserta
didik dihadapkan pada permasalahan-permasalahan praktis sebagai pijakan dalam
belajar atau dengan kata lain peserta didik belajar melaui permasalahan. Sementara itu,
menurut Dewey (Sudjana 2001, dalam Al-Tabani, 2014, p. 64), belajar berdasarkan
masalah adalah interaksi antara stimulus dan respons, merupakan hubungan antara dua
arah belajar dan lingkungan.
Model Problem Based Learning mengaitkan materi dengan peristiwa atau
kejadian dalam kehidupan sehari-hari, hal ini penting untuk menghindari pandangan
bahwa matematika hanya belajar teori saja. Seperti yang didefinisikan Arends (dalam
Lestari, 2017) “Problem Based Learning sebagai suatu model pembelajaran dimana
siswa dihadapkan pada masalah autentik (nyata) sehingga diharapkan dapat menyusun
pengetahuan sendiri, mengembangkan inkuiri, keterampilan tingkat tinggi,
meningkatkan kemandirian dan percaya dirinya”. (p. 42). Senada dengan definisi
tersebut, Royani (2016) mengungkapkan bahwa Problem Based Learning merupakan
model pendidikan yang mendorong peserta didik untuk mengenal cara belajar dan
bekerja sama dalam kelompok untuk mencari penyelesaian masalah di dunia nyata.
Berdasarkan pendapat di atas, maka dalam penggunaan model Problem Based
Learning, diharapkan peserta didik mampu menyelesaikan permasalahan dunia nyata
atau konstektual.
Sehubungan dengan pemaparan dari beberapa para ahli, dapat disimpulkan
bahwa model Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu pembelajaran yang
bersifat student centered, dimulai dengan menghadapkan peserta didik kepada suatu
permasalahan kontekstual dan menuntunnya untuk dapat memecahkan atau
menyelesaikan masalah tersebut melalui kegiatan atau pengalaman yang dilakukan
selama proses pembelajaran.
Adapun karakteristik model Problem Based Learning menurut Barraw dan Min
Liu (2005) adalah sebagai berikut:
(a) Learning is Student-Centered
Proses pembelajaran dalam PBL lebih memfokuskan kepada aktivitas peserta
didik sehingga pembelajaran berpusat pada peserta didik. Oleh karena itu
peserta didik dituntut untuk aktif dalam belajar atau membangun suatu konsep
materi pelajaran.
(b) Authentic Problems from the Organizing Focus for Learning
22
Proses pembelajaran PBL identik dengan disajikan suatu masalah sebagai fokus
dalam pembelajaran. Masalah yang disajikan kepada siswa adalah masalah yang
sebenarnya, atau masalah nyata yang terdapat di lingkungan peserta didik
sehingga dengan mudah peserta didik memahami masalah dan hasilnya dapat
diterapkan dalam kehidupan nyata.
(c) New Infofrmation is Acquired Trough Self-Directed Learning
Dalam proses pemecahan masalah, mengkin saja peserta didik belum
mengetahui dan memahami semua pengetahuan prasyaratnya sehingga peserta
didik berusaha untuk mencari sendiri melalui sumbernya.
(d) Learning Occurs in Small Groups
Proses pembelajaran PBL dilakukan dengan menggunakan kelompok kecil
dalam belajar. Kelompok yang dibuat menuntut pembagian tugas dan penetapan
tujuan yang jelas.
(e) Teachers Act as Facilitators
Dalam pembelajaran PBL, pendidik berperan sebagai fasilitator. Peran pendidik
adalah membimbing dan menyediakan fasilitas belajar untuk membangun
sendiri konsep/materi. Selain itu, pendidik harus memantau aktivitas peserta
didik agar target dapat dicapai. (dalam Isrok’atun, Rosmala, 2018, p. 45-46).
Selain karakteristik yang telah dijabarkan, adapun sintaks atau langkah-langkah
model Problem Based Learning yang dikemukakan oleh Ibrahim & Nur yaitu sebagai
berikut:
Tabel 2 Sintaks Pengajaran Berdasarkan Masalah
Tahap Tingkah Laku Guru
Guru menjelaskan tujuan
pembelajaran, menjelaskan logistik
yang dibutuhkan, mengajukan
Tahap 1
fenomena atau demonstrasi atau
Orientasi Peserta Didik
cerita untuk memunculkan masalah.
kepada Masalah
Memotivasi peserta didik untuk
terlibat aktif dalam pemecahan
masalah yang dipilih.
Langkah 2 Guru membantu siswa untuk
Mengorganisasikan mendefinisikan dan mengorganisasikan
Peserta Didik untuk tugas belajar yang berhubungan dengan
Belajar masalah tersebut.
Langkah 3 Guru mendorong peserta didik untuk
Membimbing mengumpulkan informasi yang sesuai,
Penyelidikan Individual melaksanakan eksperimen untuk
23
(1) Tidak banyak guru yang mampu mengantarkan peserta didik kepada pemecahan
masalah.
(2) Memerlukan biaya mahal dan waktu panjang.
(3) Beberapa peserta didik yang memiliki kelemahan dalam mengumpulkan
informasi akan mengalami kesulitan. (Warsono dan Hariyanto, 2016, p. 153).
Penelitian yang dilakukan oleh Dwiki Abdurrahman dan Ike Nataliasari yang
berjudul “Kemandirian dan Motivasi Belajar dengan Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematik Peserta Didik Melalui Model Problem Based Learning (PBL)”, hasil
penelitian menunjukkan bahwa ada korelasi positif antara kemandirian belajar dengan
kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik melalui model PBL.
Hasil penelitian lainnya yang dilakukan oleh Rida Ulhasanah Awaliah dan Dian
Kurniawan dengan judul “Korelasi antara Motivasi dan Kemandirian Belajar dengan
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik melalui Model PBL”, hasil penelitian
menunjukan korelasi tergolong sangat kuat antara indikator pemecahan masalah yaitu
sebesar 0,94.
Penelitian yang dilakukan Diana Amirotuz Zuraida, Sri Suryaningtyas, dan
Karina Nurwijayanti yang berjudul “Meningkatkan Self Regulated Learning Sisa
Melalui Pendekatan Problem Based Learning dengan Setting Numbered Heads
Together”, dengan hasil penelitian menunjukan bahwa pembelajaran dengan
menggunakan model PBL dengan Setting Numbered Heads Together dapat
meningkatkan Self Regulated Learning siswa.
dianggap tepat digunakan karena, peserta didik akan belajar secara berkelompok
sehingga akan mengurangi kecemasan peserta didik. Selain itu, dalam model ini,
peserta didikpun akan berangkat dari permasalahan, permasalahan yang diberikan
berupa permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Dalam kemampuan
pemecahan masalah ini, peserta didik dituntut menggali konsep, prinsip yang berkaitan
dengan materi. Selain itu, peserta didik dituntut aktif dalam proses pembelajaran dan
memiliki kesempatan untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri dalam
memecahkan masalah, karena pada dasarnya dalam model ini, peserta didiklah yang
menjadi pusat selama proses pembelajaran.
Kegiatan pembelajaran menggunakan model Problem Based Learning dimulai
dari orientasi peserta didik terhadap masalah, peserta didik diberi motivasi serta diberi
permasalahan oleh pendidik, pada tahap ini peserta didik diharapkan memiliki
keyakinan dengan kemampuan diri yang dimilikinya. Pada langkah organisasi peserta
didik, peserta didik dilatih untuk dapat menyusun rencana, mengidentifikasi
permasalahan, penyusunan rencana ini dilakukan untuk meminimalisasi perasaan takut
gagal dalam menghadapi permasalahan. Langkah selanjutnya ialah membimbing
penyelidikan individu dan kelompok, pada langkah ini peserta didik dilatih untuk
mampu berkonsentrasi menentukan konsep yang sesuai dengan permasalahan, serta
dalam mengumpulkan informasi yang sesuai, yaitu dapat berupa mengumpulkan
informasi dari materi yang sudah dipelajari sebelumnya, sehingga peserta didik mampu
menyelesaikan masalah dengan mengaitkan konsep yang telah dipelajari dengan
masalah yang sedang dihadapi. Pada langkah selanjutnya yaitu mengembangkan dan
menyajikan hasil karya, peserta didik dilatih untuk melaksanakan rencana yang telah
disusun sebelumnya, pelaksaan rencana tersebut berupa pengolahan data sehingga
menghasilkan jawaban, pada tahap ini peserta didik dilatih untuk tidak cemas dalam
mempertanggung jawabkan hasil yang diperolehnya. Pada tahap terakhir, yaitu
menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah, peserta didik dilatih untuk
mampu menguji kembali dan membuktikan jawaban yang diperoleh, selain itu peserta
didik dilatih untuk mampu mempresentasikan hasil karya di depan kelas, presentasi di
depan kelas bertujuan untuk melatih kepercayaan diri sehingga akan meminimalisasi
rasa cemas dan gugup yang dimiliki, dalam tahap ini peserta didik yang lainpun harus
mampu mengevaluasi jawaban dari kelompok lain. Setelah jawaban disepakati, maka
28
Kemandirian Belajar
Belaja
Belaja Belaja
Belaja
Belajar Kemampuan Pemecahan
Belajar
Masalah (Polya) Belajar
7. Hipotesis
Belajar
Hipotesis merupakan praduga sementara yang harus diuji kebenarannya.
Sudjana (2005) menyatakan “Hipotesis adalah asumsi atau dugaan mengenai suatu hal
yang dibuat untuk menjelaskan suatu hal dan sering dituntut untuk melakukan
pengecekannya” (p. 219). Berdasarkan landasan teoritis, penelitian yang relevan, maka
peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut: Terdapat hubungan antara kemandirian
belajar (self regulated learning) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis
peserta didik melalui model Problem Based Learning (PBL).
29
8. Prosedur Penelitian
Menurut Sugiyono (2017), “Variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa
saja yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang
hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya” (p. 38). Pada penelitian ini terdapat tiga
variabel, yaitu satu variabel bebas, satu variabel terikat, dan satu variabel moderator.
Variabel bebas pada penelitian ini adalah kemandirian belajar (self regulated learning),
yang menjadi variabel terikatnya adalah kemampuan pemecahan masalah matematis
peserta didik, dan yang menjadi variabel moderatornya adalah model Problem Based
Learning (PBL).
8.3.1 Populasi
8.3.2 Sampel
Menurut Arikunto, (2013), “Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang
diteliti” (p. 174). Sampel pada penelitian ini diambil sebanyak satu kelas dengan teknik
30
Keterangan:
𝑟𝑥𝑦 = koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y
𝑋 = skor item
𝑌 = skor total
𝑁 = jumlah subjek/ responden
Selanjutnya untuk menguji validitas butir soal digunakan uji- t dengan
rumus:
𝑟√𝑛 − 2
𝑡=
√1 − 𝑟 2
33
Keterangan:
𝑡 = nilai 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔
𝑟 = koefisien korelasi 𝑟𝑥𝑦
𝑛 = jumlah responden
Kemudian nilai 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 dibandingkan dengan nilai dari 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 pada taraf
kepercayaan 5% dan derajat kebebasan (𝑑𝑘) = 𝑛 − 2.
Kaidah pengambilan keputusan:
Jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , berarti valid
Jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , berarti tidak valid
Jika instrumen yang digunakan valid, maka dibuat kriteria penafsiran
sebagai berikut:
0,800 < 𝑟𝑥𝑦 ≤ 1,000 ∶ sangat tinggi
0,600 < 𝑟𝑥𝑦 ≤ 0,800 ∶ tinggi
0,400 < 𝑟𝑥𝑦 ≤ 0,600 ∶ cukup tinggi
0,200 < 𝑟𝑥𝑦 ≤ 0,400 ∶ rendah
𝑟𝑥𝑦 ≤ 0,200 ∶ sangat rendah
Riduwan (2012, p. 98)
(2) Uji Reliabilitas
Lestari (2017) mengemukakan “Reliabilitas suatu instrumen adalah keajegan
atau kekonsistenan instrumen tersebut bila diberikan pada subjek yang sama meskipun
oleh orang yang berbeda, waktu yang berbeda atau temapat yang berbeda, maka akan
memberikan hasil yang sama atau relative sama (tidak berbeda secara signifikan)” (p.
206). Rumus yang digunakan adalah rumus Alpha Cronbach, yaitu:
𝑛 ∑ 𝑠𝑖2
𝑟=( ) (1 − 2 )
𝑛−1 𝑠𝑖
Keterangan:
𝑟 = koefisien reliabilitas
𝑛 = banyak butir soal
𝑠𝑖2 = varians total
∑ 𝑠𝑖2 =jumlah varians butir soal
34
Setuju (S) 4 2
Ragu- ragu (RG) 3 3
Tidak Setuju (TS) 2 4
Sangat Tidak Setuju (STS) 1 5
Sumber: Riduwan (2012, p. 87)
Pilihan jawaban ragu-ragu dihilangkan, dengan tujuan untuk menghindari
jawaban yang bersifat ganda. Hal ini sejalan dengan pendapat Somantri dan Muhidin
(2014) yang menyatakan bahwa skala Likert tidak mengijinkan adanya pernyataan item
netral atau ragu-ragu. (p. 40). Penskoran kecemasan matematika dalam penelitian ini
yaitu:
Tabel 6 Penskoran Kemandirian Belajar (Self Regulated Learning)
Pilihan Jawaban Positif Negatif
Sangat Setuju (SS) 5 1
Setuju (S) 4 2
Tidak Setuju (TS) 2 4
Sangat Tidak Setuju (STS) 1 5
Sumber: Modifikasi, Riduwan (2012, p. 87)
Membuat rencana
Memahami Melakukan Memeriksa
Skor pemecahan
masalah perhitungan kembali hasil
masalah
lain
Salah Membuat rencana Melakukan Ada
menginterpretasik yang tidak dapat prosedur yang pemeriksaan
an sebagian soal/ diselesaikan benar dan tetapi tidak
mengabaikan soal mungkin tuntas
1
menghasilkan
jawaban yang
benar tetapi
salah
Memahami Membuat rencana Melakukan Pemeriksaan
masalah soal yang benar, tetapi proses yang dilihat untuk
selengkapnya salah dalam hasil, benar dan melihat
2
tidak ada hasilnya mendapatkan kebenaran
hasil yang proses
benar
Membuat rencana
3 yang benar tetapi
belum lengkap
Membuat rencana
sesuai dnegan
prosedur dan
4
mengarahkan
pada solusi yang
benar
Skor
2 4 2 2
maksimal
Sumber: Sumarmo (2014, p. 193)
37
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis dari data
yang diperoleh dengan cara mengorganisasikan data ke dalam suatu ketegori,
menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesis, menyusun pola dan membuat
kesimpulan. Analisis data dapat dilakukan untuk menjawab rumusan masalah dan
menguji hipotesis yang telah diajukan. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
(1) Statistik Deskriptif
Somantri, Ating dan Muhidin (2011, p. 107) mengemukakan bahwa setelah
kegiatan pengumpulan data, angka-angka yang diperoleh diringkas dan diolah dengan
menggunakan cara tertentu menjadi sebuah informasi untuk memudahkan analisisnya,
yaitu dengan cara sebagai berikut:
(a) Membuat distribusi frekuensi, distribusi frekuensi relatif, kumulatif dan histogram.
(b) Menentukan ukuran statistik berupa: banyak data (𝑛), data terbesar (𝑑𝑏), data
terkecil (𝑑𝑘), rata-rata (𝑥̅ ), median (𝑀𝑒), modus (𝑀𝑜), standar deviasi (𝜎),
varians (𝜎 2 ).
(c) Teknis analisis data angket kecemasan matematika peserta didik.
Data dari angket dianalisis secara deskriptif kuantitatif dengan langkah sebagai
berikut:
[1] Butir pernyataan dikelompokkan berdasarkan sifat pernyataan, yaitu positif dan
negatif.
[2] Berdasarkan pedoman penskoran kemandirian belajar, kemudian dihitung jumlah
skor setiap butir pernyataan.
[3] Melakukan perhitungan skor rata-rata setiap butir pernyataan dalam angket.
[4] Melakukan pengelompokkan kemandirian belajar sesuai dengan kriteria yang
dinyatakan oleh Azwar (2015, p. 149), yaitu sebagai berikut:
Tabel 8 Kriteria Penafsiran Angket Kemandirian Belajar
Interval Nilai Kriteria
𝑋 < (𝜇 − 1,0𝜎) Rendah
(𝜇 − 1,0𝜎) ≤ 𝑋 < (𝜇 + 1,0𝜎) Sedang
(𝜇 + 1,0𝜎) ≤ 𝑋 Tinggi
Sumber: Azwar (2015, p. 149)
Keterangan:
38
𝑋= skor responden
𝜇= mean
𝜎= satuan deviasi standar
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 − 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑎𝑙
𝜇=
6
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 + 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑎𝑙
𝜎=
2
(2) Uji Prasyarat Analisis
(a) Uji Normalitas
Uji normalitas merupakan salah satu uji prasyarat untuk memenuhi asumsi
kenormalan dalam analisis data statistik data parametrik, yang berfungsi untuk
mengetahui sampel sebuah penelitian berasal dari populasi normal atau tidak. Metode
yang dipakai untuk menguji menggunakan rumus chi- kuadrat:
Pasangan hipotesis:
𝐻0 : sampel berasal dari ditribusi normal
𝐻1 : sampel berasal dari distribusi tidak normal
Rumus yang digunakan:
𝑘
2
(𝑂𝑖 − 𝐸𝑖 )
𝑥 =∑
𝐸𝑖
𝑖=1
Keterangan:
𝑥 2 = chi- kuadrat
𝑂𝑖 = frekuensi observasi
𝐸𝑖 = frekuensi yang diharapkan
Kriteria pengujian:
2 2
Tolak 𝐻0 jika 𝑥ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≥ 𝑥(1−𝛼)(𝑑𝑏) dengan 𝛼 taraf nyata pengujian dan 𝑑𝑏 = 𝑘 − 3.
Dalam hal lainnya, 𝐻0 diterima.
(b) Uji Linearitas
Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah hubungan antara variabel
bebas (𝑋) dengan variabel terikat (𝑌) sebagai bentuk linear atau tidak. Uji linearitas ini
diperoleh dengan analisis regresi linier sederhana.
Bentuk umum persamaan regresi linier sederhana adalah:
39
𝑌̂ = 𝑎 + 𝑏𝑋
Keterangan:
𝑌̂ = variabel terikat
𝑋 = variabel bebas
𝑎 = konstanta (𝛼)
𝑏 = koefisien regresi (𝛽)
𝛼, 𝛽 = parameter yang nilainya tidak diketahui sehingga diduga menggunakan statistik
sampel.
Nilai 𝑎 dan 𝑏 ditentukan sebagai berikut:
∑𝑌 − 𝑏∑𝑋
𝑎= = 𝑌̅ − 𝑏𝑋̅
𝑁
𝑁 . (∑ 𝑋𝑌) − ∑ 𝑋 . ∑ 𝑌
𝑏= 2
𝑁 . ∑ 𝑋 2 − (∑ 𝑋)
Pasangan hipotesis:
𝐻0 : data berpola linier
𝐻1 : data berpola tidak linier
Kriteria pengujian:
Jika 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≥ 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , maka 𝐻0 ditolak
Jika 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , maka 𝐻0 diterima
Rata- Rata
Derajat Jumlah
Sumber Jumlah
kebebasan Kuadrat 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙
Variansi Kuadrat
(dk) (JK)
(RJK)
(error)
Sumber: Riduwan (2012, p. 154)
(c) Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis hubungan kemandirian belajar dengan kemampuan
pemecahan masalah yang proses pembelajarannya menggunakan model Problem
Based Learning. Kemandirian belajar dianggap berhubungan dengan kemampuan
pemecahan masalah matematis peserta didik jika ada hubungan yang signifikan antara
kemandirian belajar dan kemampuan pemecahan masalah, serta koefisien hubungan
antara kemandirian belajar dan kemampuan pemecahan masalahnya juga signifikan.
Adapun hubungan yang dimaksud, yaitu hubungan yang memiliki arah negatif. Jadi,
untuk melihat hubungan kemandirian belajar terhadap kemampuan pemecahan
masalah, dapat dilihat dan dihitung menggunakan uji korelasi.
Rumusan hipotesisnya adalah sebagai berikut:
Pasangan hipotesis:
𝐻0 : 𝜌 = 0
𝐻1 : 𝜌 ≠ 0
(Sudjana 2013, p. 379):
Hipotesis yang diajukan:
𝐻0 : Tidak terdapat hubungan antara kemandirian belajar dengan kemampuan
pemecahan masalah matematis
𝐻1 : Terdapat hubungan antara kemandirian belajar dengan kemampuan pemecahan
masalah matematis.
Langkah-langkah pengujian hipotesis menurut Sudjana (2013, p. 268) yaitu:
[1] Menghitung koefisien korelasi antara kemandirian belajar dengan kemampuan
pemecahan masalah matematis peserta didik pada materi lingkaran yaitu dengan
menggunakan rumus Product Moment Coefficient dari Pearson, sebagai berikut:
𝑛 ∑ 𝑋𝑌 − ∑ 𝑋. ∑ 𝑌
𝑟𝑥𝑦 =
√[𝑛 ∑ 𝑋 2 − (∑ 𝑋)2 . [𝑛 ∑ 𝑌 2 − (∑ 𝑌)2
Keterangan:
41
1+𝜌
𝜇𝑧 = (1,1513) log ( )
1−𝜌
[3] Pengujian Hipotesis
𝑛−2
𝑡 = 𝑟√
1 − 𝑟2
Keterangan:
𝑡 = nilai t hitung
𝑟 = koefisien korelasi
𝑛 = banyaknya sampel
Kriteria pengujian:
Jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≥ 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , maka 𝐻0 ditolak
Jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , maka 𝐻0 diterima
Untuk mengetahui klasifikasi koefisien korelasi antara variabel bebas dengan
variabel terikat, Ruseffendi, E.T (2010, p. 160) mengemukakan kriteriannya
sebagai berikut:
Tabel 10 Klasifikasi Koefisien Korelasi
Besar 𝜌 Interpretasi
𝜌 = −1,00 Korelasi negatif sempurna
42
Besar 𝜌 Interpretasi
−1,00 < 𝜌 ≤ −0,80 Korelasi negatif tinggi sekali
−0,80 < 𝜌 ≤ −0,60 Korelasi negatif tinggi
−0,60 < 𝜌 ≤ −0,40 Korelasi negatif sedang
−0,40 < 𝜌 ≤ −0,20 Korelasi negatif rendah
−0,20 < 𝜌 ≤ 0 Korelasi negatif rendah sekali
𝜌=0 Tidak mempunyai korelasi
0 ≤ 𝜌 < 0,20 Korelasi positif rendah sekali
0,20 ≤ 𝜌 < 0,40 Korelasi positif rendah
0,40 ≤ 𝜌 < 0,60 Korelasi positif sedang
0,60 ≤ 𝜌 < 0,80 Korelasi positif tinggi
0,80 ≤ 𝜌 < 1 Korelasi posiif tinggi sekali
𝜌=1 Korelasi positif sempurna
Sumber: Ruseffendi (2010, p. 160)
Arah hubungan dinyatakan dengan arah hubungan positif dan negatif. Arah
hubungan positif menyatakan hubungan yang searah (berbanding lurus). Artinya
jika nilai suatu variabel meningkat maka nilai variabel yang lainnyapun akan
meningkat, begitu juga sebaliknya. Sedangkan arah hubungan negatif menyatakan
hubungan yang berlawanan arah (berbanding terbalik). Artinya jika suatu nilai
variabel miningkat, maka nilai variabel yang lain akan menurun, begitu juga
sebaliknya. Sementara jika 𝜌 = 0, menunjukkan bahwa hubungan antar variabel
tersebut tidak memiliki arah hubungan (tidak terdapat hubungan). (Lestari, 2017,
p. 319).
Jika hasil pengujian koefisien korelasi menunjukkan terdapat pengaruh,
maka untuk mengetahui besarnya pengaruh antar variabel dapat ditentukan dengan
koefisien determinasi (D), hal ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan
penelitian. Rumus determinasinya yaitu:
𝐷 = 𝑟 2 × 100%
43
Bagian ini menjelaskan waktu (dalam bentuk tabel jadwal) dan tempat
penelitian.
Daftar pustaka memuat semua sumber tertulis (buku, artikel jurnal, makalah,
dokumen resmi, atau sumber-sumber lain dari internet) yang dijadikan acuan dalam
penulisan skripsi. Sumber-sumber yang tidak pernah dikutip atau tidak pernah
dijadikan acuan tidak perlu dicantumkan dalam daftar pustaka walaupun pernah dibaca
oleh penulis. Daftar pustaka disusun alfabetis sesuai huruf pertama dari nama yang
dikutip.
Berikut ini disajikan berbagai contoh penulisan daftar pustaka:
Airey, D. (2010). Logo design love: A guide to creating iconic brand identities.
Berkeley, CA: New Riders.
Aspinall, V. (Ed.). (2014). Clinical procedures in veterinary nursing (3rd ed.).
Edinburgh, Scotland: Elsevier.
Briscoe, R. (in press). Egocentric spatial representation in action and perception.
Philosophy and Phenomenological Research. Retrieved from
http://cogprints.org/5780/1/ECSRAP.F07.pdf
Brody, J. E. (2007, December 11). Mental reserves keep brains agile. The New York
Times. Retrieved from http://www.nytimes.com
Cannan, J. (2008). Using practice based learning at a dual-sector tertiary institution: A
discussion of current practice. In R. K. Coll, & K. Hoskyn (Eds.), Working
together: Putting the cooperative into cooperative education. Conference
proceedings of the New Zealand Association for Cooperative Education, New
Plymouth, New Zealand. Retrieved from
http://www.nzace.ac.nz/conferences/papers/Proceedings_2008.pdf
Carlbom, P. (2000). Carbody and passengers in rail vehicle dynamics (Doctoral thesis,
Royal Institute of Technology, Stockholm, Sweden). Retrieved from
http://urn.kb.se/resolve?urn=urn:nbn:se:kth:diva-3029
Chamberlin, J., Novotney, A., Packard, E., & Price, M. (2008, May). Enhancing worker
well-being: Occupational health psychologists convene to share their research
on work, stress, and health. Monitor on Psychology, 39(5), 26–29.
44
45
Clay, R. (2008, June). Science vs. ideology: Psychologists fight back about the misuse
of research. Monitor on Psychology, 39(6). Retrieved from
http://www.apa.org/monitor/
Freud, S. (1953). The method of interpreting dreams: An analysis of a specimen dream.
In J. Strachey (Ed. & Trans.), The standard edition of the complete
psychological works of Sigmund Freud (Vol. 4, pp. 96–121). Retrieved from
http://books.google.com/books (Original work published 1900)
Gabbett, T., Jenkins, D., & Abernethy, B. (2010). Physical collisions and injury during
professional rugby league skills training. Journal of Science and Medicine in
Sport, 13(6), 578-583.
Gilbert, D. G., McClernon, J. F., Rabinovich, N. E., Sugai, C., Plath, L. C., Asgaard,
G., . . . Botros, N. (2004). Effects of quitting smoking on EEG activation and
attention last for more than 31 days and are more severe with stress,
dependence, DRD2 A1 allele, and depressive traits. Nicotine and Tobacco
Research, 6, 249–267. doi:10.1080/14622200410001676305
Graham, G. (2005). Behaviorism. In E. N. Zalta (Ed.), The Stanford encyclopedia of
philosophy (Fall 2007 ed.). Retrieved from http://plato.stanford.edu/entries
/behaviorism/
Guimard, P., & Florin, A. (2007). Les évaluations des enseignants en grande section de
maternelle sont-elles prédictives des difficultés de lecture au cours préparatoire?
[Are teacher ratings in kindergarten predictive of reading difficulties in first
grade?]. Approche Neuropsychologique des Apprentissages chez l’Enfant, 19,
5–17.
Haybron, D. M. (2008). Philosophy and the science of subjective well-being. In M. Eid
& R. J. Larsen (Eds.), The science of subjective well-being (pp. 17–43). New
York, NY: Guilford Press.
Herbst-Damm, K. L., & Kulik, J. A. (2005). Volunteer support, marital status, and the
survival times of terminally ill patients. Health Psychology, 24, 225–229.
doi:10.1037/0278-6133.24.2.225
Herculano-Houzel, S., Collins, C. E., Wong, P., Kaas, J. H., & Lent, R. (2008). The
basic nonuniformity of the cerebral cortex. Proceedings of the National
Academy of Sciences, USA, 105, 12593–12598. doi:10.1073/pnas.0805417105
46