Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH PENYAKIT DERMATITIS YANG DISEBABKAN OLEH TANAH

Mata Kuliah Penyehatan Tanah

Dosen Pengajar :

Rachmaniyah, SKM.,M.Kes.

Disusun oleh:

Kelompok 3 Kelas D3-A/SMT 3

AMADEA HANUM K (P27833117003)

AISYAH NUR FIRDAUS (P27833117006)

ELVIRA ANDRIANI (P27833117009)

DHEA SAVANA WIDIHERIANI (P27833117013)

ROHMATUL UMMAH (P27833117018)

ALIFVINO VOLIANDHI (P27833117022)

POLITEKNIK KESEHATAN SURABAYA

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

PRODI DIII JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN SURABAYA

TAHUN 2018/2019

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja
dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan Tugas mengenai Penyakit Dermatitis Yang Disebabkan
Oleh Tanah.

Tugas ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga
dapat memperlancar pembuatan tugas ini. Atas dukungan moral dan materi yang diberikan dalam
penyusunan tugas ini, maka saya mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Rachmaniyah,
SKM.,M.Kes., selaku dosen mata kuliah tugas Penyehatan Tanah Jurusan Kesehatan Lingkungan
Surabaya.

Demikianlah tugas ini kami susun semoga bermanfaat dan dapat memenuhi mata kuliah
Mikrobilogi Lingkungan dan kami berharap semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi diri kami dan
khususnya para pembaca. Kami menyadari bahwa tugas ini belum sempurna. Oleh karena itu, saran
dan kritik yang membangun dari para pembaca sangat dibutuhkan untuk menyempurnakan tugas ini.

Surabaya, 3 oktober 2018

Penyusun

2
DAFTAR ISI
Kata pengantar ................................................................................................................... i
Daftar isi............................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
A.Latar Belakang ....................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................. 1
C. Tujuan ................................................................................................................... 2
D. Manfaat ................................................................................................................. 2
BAB II PENGERTIAN..................................................................................................... 3
A. Definisi................................................................................................................. 3
B. Etiologi................................................................................................................. 3
C. Gejala Klinis ........................................................................................................ 4
D. Klasifikasi ............................................................................................................ 4
E. Patofisiologi ......................................................................................................... 6
F. Pemeriksaan Penunjang ....................................................................................... 8
BAB III PENULARAN-PENYEMBUHAN .................................................................. 10
A. Cara Penularan .................................................................................................... 10
B. Cara Penyembuhan Penyakit Dermatitis ............................................................ 11
C. Patogenesis .......................................................................................................... 14
D. Munculnya Dermatitis ........................................................................................ 16
BAB IV PENCEGAHAN, PENGENDALIAN, & PEMBERANTASAN PENYAKIT
DERMATITIS ................................................................................................................ 17
A. Pencegahan ......................................................................................................... 17
B. Pengendalian ....................................................................................................... 18
C. Pemberantasan .................................................................................................... 19
BAB V PENUTUP ......................................................................................................... 21
A. Kesimpulan ......................................................................................................... 21
B. Saran ................................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA

ii

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

penyakit dermatitis telah menjadi salah satu dari sepuluh besar penyakit akibat
kerja (PAK) berdasarkan potensial insidens, keparahan dan kemampuan untuk
dilakukan pencegahan (NIOSH 1996).

Dermatitis adalah peradangan kulit yang ditandai oleh rasa gatal, dapat berupa
penebalan atau bintil kemerahan, multipel mengelompok atau tersebar, kadang
bersisik, berair dan lainnya. Akibat permukaan kulit terkena bahan atau unsur-unsur
yang ada di lingkungannya (faktor eksogen). Namun demikian, untuk terjadinya suatu
jenis dermatosis atau beratnya gejala dermatosis, kadang-kadang dipengaruhi pula
oleh faktor kerentanan kulit seseorang (faktor endogen) (Cinta Lestari, 2008).
Perjalanan penyakit dermatitis akibat kerja termasuk keluhan utama dan
keluhan tambahan. Gejala dapat timbul akut, sub-akut, atau kronik. Keluhan pertama
dapat berupa gatal. Kelainan dapat ditimbulkan oleh bahan-bahan yang terdapat di
lingkungan kerja, atas dasar ini penyakit ini dapat bersifat toksik atau sensitisasi atau
alergi (R.S. Siregar, 2006: 113).
Dermatitis Kontak adalah respon dari kulit dalam bentuk peradangan yang
dapat bersifat akut maupun kronik, karena paparan dari bahan iritan eksternal yang
mengenai kulit. Terdapat dua jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan
dermatitis kontak alergik.
Menurut Suria Djuanda dan Sri Adi S (2002: 128), berdasarkan jenis bahan
iritan maka, dermatitis kontak iritan juga ada dua macam yaitu: 1) Dermatitis Kontak
Iritan Akut Penyebabnya iritan kuat, biasanya karena kecelakaan.Dan Dermatitis
Kontak Iritan Kronis disebabkan oleh kontak dengan iritan lemah yang berulang-
ulang (oleh faktor fisik, misalnya gesekan, trauma mikro, kelembaban rendah, panas
atau dingin; juga bahan, contohnya detergen, sabun, pelarut, tanah, bahkan juga air).
B. RUMUSAN MASALAH
1. Mahasiswa mengetahui apa pengertian dari penyakit Dermatitis ?
2. Mahasiswa mengetahui bagaimana klasifikasi dari penyakit dermatitis ?
3. Mahasiswa mengetahui bagaimana etiologi dari penyakit dermatitis ?

4
4. Mahasiswa mengetahui bagaimana gejala dari penyakit dermatitis ?
5. Mahasiswa mengetahui bagaimana patofisiologi dari penyakit dermatitis ?
6. Mahasiswa mengetahui bagaimana pemeriksaan penunjang dermatitis ?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa pengertian dari penyakit Dermatitis ?
2. Untuk mengetahui klasifikasi dari penyakit dermatitis ?
3. Untuk mengetahui etiologi dari penyakit dermatitis ?
4. Untuk mengetahui gejala dari penyakit dermatitis ?
5. Untuk mengetahui patofisiologi dari penyakit dermatitis ?
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dermatitis ?
D. MANFAAT
1. Agar Mahasiswa mampu mengetahui apa pengertian dari penyakit Dermatitis ?
2. Agar Mahasiswa mampu mengetahui klasifikasi dari penyakit dermatitis ?
3. Agar Mahasiswa mampu mengetahui etiologi dari penyakit dermatitis ?
4. Agar Mahasiswa mampu mengetahui gejala dari penyakit dermatitis ?
5. Agar Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi dari penyakit dermatitis ?
6. Agar Mahasiswa mampu mengetahui pemeriksaan penunjang dermatitis ?

5
BAB II
PENGERTIAN

A. Definisi
Dermatitis adalah peradangan pada kulit (inflamasi pada kulit) yang disertai dengan
pengelupasan kulit ari. Dermatitis adalah peradangan kulit epidermis dan dermis
sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen atau faktor endogen, menimbulkan
kelainan klinis berubah eflo-resensi polimorfik (eritema, edema,papul, vesikel, skuama,
dan keluhan gatal).
Dermatitis dapat terjadi karena bermacam sebab dan timbul dalam berbagai jenis,
terutama kulit yang kering.Umumnya enzim dapat menyebabkan pembengkakan,
memerah, dan gatal pada kulit.Dermatitis tidak berbahaya, dalam arti
tidak membahayakan hidup dan tidak menular.Walaupun demikian, penyakit ini jelas
menyebabkan rasa tidak nyaman dan amat mengganggu. Dermatitis muncul dalam
beberapa jenis, yang masing-masing memiliki indikasi dan gejala Dermatitis yang
muncul dipicu alergen (penyebab alergi) tertentu seperti racun yang terdapat pada
berbeda.

B. Etiologi
Penyebab dermatitis kadang-kadang tidak di ketahui. Sebagian besar merupakan
respon kulit terhadap agen-agen, misalnya zat kimia, protein, bakteri dan fungi.
Respon tersebut dapat berhubungan dengan alergi. Alergi adalah perubahan
kemampuan tubuh yang di dapat dan spesifik untuk bereaksi.
Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), misalnya bahan kimia (contoh:
detergen, asam, basa, oli, semen), fisik (sinar dan suhu), mikroorganisme (contohnya:
bakteri, jamur) dapat pula dari dalam (endogen), misalnya dermatitis atopik.
Sejumlah kondisi kesehatan, alergi, faktor genetik, fisik, stres, dan iritasi dapat
menjadi penyebab eksim. Masing-masing jenis eksim, biasanya memiliki penyebab
berbeda pula. Sering kali, kulit yang pecah-pecah dan meradang yang disebabkan
eksim menjadi infeksi. Jika kulit tangan ada strip merah seperti goresan, kita mungkin
mengalami selulit infeksi bakteri yang terjadi di bawah jaringan kulit. Selulit muncul
karena peradangan pada kulit yang terlihat bentol-bentol, memerah, berisi cairan dan

6
terasa panas saat disentuh dan selulit muncul pada seseorang yang sistem kekebalan
tubuhnya tidak bagus.

C. Gejala Klinis
Gejala dermatitis kontak bervariasi, mulai dari kemerahan yang ringan dan hanya
berlangsung sekejap sampai kepada pembengkakan hebat dan kulit melepuh. Adanya
ruam yang terdiri dari lepukan kecil yang terasa gatal (vesikel). Pada awalnya ruam
hanya terbatas pada bagian kulit yang kontak langsung dengan alergen (zat yang
menyebabkan reaksi alergi), tetapi selanjutnya ruam bisa menyebar. Jika zat penyebab
ruam tidak digunakan, biasanya dalam beberapa hari kemerahan akan menghilang.
Lepuhan akan pecah, mengelurkan cairan, membentuk keropeng lalu mengering. Sisa-
sisa sisik, gatal-gatal dan penebalan kulit yang bersifat sementara, bisa berlangsung
beberapa hari atau minggu (Susanto, 2013). Menurut Siregar (2005), penyakit
dermatitis kontak dapat menyebabkan keluhan utama dan keluhan tambahan. Biasanya
kelainan kulit beberapa saat sesudah kontak pertama dengan kontak eksternal. Penderita
akan merasa panas, nyeri atau gatal. Gejala utama dermatitis adalah rasa gatal. Tanda-
tanda klinis tergatung pada etiologi, lokasi dan durasinya yang biasanya terdiri dari
iritema, edema, papula, vesikel, dan eksudasi. Pada dermatitis akut semua gambaran
tersebut ditemukan namun pada dermatitis kronis, edema bukan merupakan gambaran
menonjol yang 11 didapatkan adalah epidermis yang menebal dan garis-garis pada
permukaan kulit yang menebal

D. Klasifikasi
1. Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang
menempel pada kulit.
Dermatitis yang muncul dipicu alergen (penyebab alergi) tertentu seperti racun
yang terdapat pada tanaman merambat atau detergen. Indikasi dan gejala antara
kulit memerah dan gatal. Jika memburuk, penderita akan mengalami bentol-bentol
yang meradang. Ada dua jenis dermatitis kontak yang dibedakan berdasarkan
reaksi kulit terhadap zat penyebab dermatitis, yaitu:

7
a. Dermatitis kontak iritan.
Terjadi kontak langsung lapisan luar kulit dengan zat tertentu, sehingga
merusak lapisan pelindung kulit. Jenis dermatitis inilah yang lebih banyak
terjadi. Beberapa zat yang dapat memicu dermatitis kontak iritasi adalah sabun,
detergen, sampo, cairan pemutih, zat yang berada di udara (misalnya serbuk
gergaji atau serbuk wol), tumbuhan, pupuk, pestisida, asam, alkali, minyak
mesin, parfum, dan bahan pengawet.
b. Dermatitis kontak alergi.
Muncul saat kulit bersentuhan dengan zat alergen yang memicu sistem
kekebalan tubuh bereaksi, menyebabkan kulit gatal dan meradang. Zat alergen
yang sering memicu reaksi alergi pada kulit di antaranya adalah obat-obatan
(misalnya krim antibiotik), zat yang ada di udara (misalnya serbuk sari),
tanaman, bahan logam dalam perhiasan, karet ), dan bahan kosmetik (misalnya
cat kuku dan pewarna rambut).
2. Neurodermatitis
Peradangan kulit kronis, gatal, sirkumstrip, ditandai dengan kulit tebal dan garis
kulit tampak lebih menonjol (likenifikasi) menyerupai kulit batang kayu, akibat
garukan atau gosokan yang berulang-ulang karena berbagai ransangan
pruritogenik.
Timbul karena goresan pada kulit secara berulang, bisa berwujud kecil, datar dan
dapat berdiameter sekitar 2,5 sampai 25 cm. Penyakit ini muncul saat sejumlah
pakaian ketat yang kita kenakan menggores kulit sehingga iritasi. Iritasi ini
memicu kita untuk menggaruk bagian yang terasa gatal. Biasanya muncul pada
pergelangan kaki, pergelangan tangan, lengan dan bagian belakang dari leher.
3. Dermatitis Seborrheic
Kulit terasa berminyak dan licin, melepuhnya sisi-sisi dari hidung, antara kedua
alis, belakang telinga serta dada bagian atas. Dermatitis ini seringkali diakibatkan
faktor keturunan, muncul saat kondisi mental dalam keadaan stres atau orang yang
menderita penyakit saraf seperti Parkinson.
4. Dermatitis Stasis
Merupakan dermatitis sekunder akibat insufisiensi kronik vena(atau hipertensi
vena) tungkai bawah.

8
Yang muncul dengan adanya varises, menyebabkan pergelangan kaki dan tulang
kering berubah warna menjadi memerah atau coklat, menebal dan gatal. Dermatitis
muncul ketika adanya akumulasi cairan di bawah jaringan kulit. Varises dan
kondisi kronis lain pada kaki juga menjadi penyebab.

5. Dermatitis Atopik
Merupakan keadaan peradangan kulit kronis dan resitif, disertai gatal yang
umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan
dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau
penderita (D.A, rinitis alergik, atau asma bronkial). kelainan kulit berupa papul
gatal yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi, distribusinya
dilipatan(fleksural).
Dengan indikasi dan gejala antara lain gatal-gatal, kulit menebal, dan pecah-pecah.
Seringkali muncul di lipatan siku atau belakang lutut. Dermatitis biasanya muncul
saat alergi dan seringkali muncul pada keluarga, yang salah satu anggota keluarga
memiliki asma. Biasanya dimulai sejak bayi dan mungkin bisa bertambah atau
berkurang tingkat keparahannya selama masa kecil dan dewasa.
6. Dermatitis Medikamentosa
Dermatitis medikamentosa memiliki bentuk lesi eritem dengan atau tanpa vesikula,
berbatas tegas, dapat soliter atau multipel. Terutama pada bibir, glans penis,
telapak tangan atau kaki. Penyebabnya dari obat-obatan yang masuk kedalam
tubuh melalui mulut, suntikan atau anal. Keluhan utama pada penyakit biasanya
gatal dan suhu badan meninggi. Gejala dapat akut, subakut atau kronik. Untuk
lokalisasinya bisa mengenai seluruh tubuh. Apabila di bandingkan dengan
melasma bedanya yaitu plak hiperpigmentasi batas nya tidak tegas

E. Patofisiologi
1. Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak alergik termasuk reaksi tipe IV ialah hipersenitivitas tipe
lambat. Patogenesisnya melalui dua fase yaitu fase indukdi (fase sensitisasi) dan
fase elisitasi.

9
Fase induksi ialah saat kontak pertama alergen dengan kulit sampai limfosit
mengenal dan memberikan respon, memerlukan 2-3 minggu. Fase elesitasin ialah
saat terjadi pajanan ulang dengan alergen yang sama atau serupa sampai timbul
gejala klinis
Pada fase induksi, hapten (proten tak lengkap) berfenetrasi ke dalam kulit
dan berikatan dengan protein barier membentuk anti gen yang lengkap. Anti gen
ini ditangkap dan diproses lebih dahulu oleh magkrofak dan sel Langerhans,
kemudian memacu reaksi limfoisit T yang belum tersensitasi di kulit, sehingga
terjadi sensitasi limposit T, melalui saluran limfe, limfosit yang telah tersensitasi
berimigrasi ke darah parakortikal kelenjar getah bening regional untuk
berdiferensiasi dan berfoliferasi membentuk sel T efektor yang tersensitasi secara
spesifik dan sel memori. Kemudian sel-sel tersebut masuk ke dalam sirkulasi,
sebagian kembali ke kulit dan sistem limfoid, tersebar di seluruh tubuh,
menyebabkan keadaan sensetivitas yang sama di seluruh kulit tubuh.
Pada fase elisitasi, terjadi kontak ulang dengan hapten yang sama atau
serupa. Sel efektor yang telah tersensitisasi mengeluarkan limfokin yang mampu
menarik berbagai sel radang sehingga terjadi gejala klinis.
2. Neurodermatitis
Kelainan terdiri dari eritema, edema, papel, vesikel, bentuk numuler,
dengan diameter bervariasi 5 – 40 mm. Bersifat membasah (oozing), batas relatif
jelas, bila kering membentuk krusta. bagian tubuh.
3. Dermatitis Seiboroika
Merupakan penyakit kronik, residif, dan gatal. Kelainan berupa skuama
kering, basah atau kasar; krusta kekuningan dengan bentuk dan besar bervariasi.
Tempat kulit kepala, alis, daerah nasolabial belakang telinga, lipatan mammae,
presternal, ketiak, umbilikus, lipat bokong, lipat paha dan skrotum. Pada kulit
kepala terdapat skuama kering dikenal sebagai dandruff dan bila basah
disebutpytiriasis steatoides ; disertai kerontokan rambut.
4. Dermatitis Statis
Akibat bendungan, tekanan vena makin meningkat sehingga memanjang
dan melebar. Terlihat berkelok-kelok seperti cacing (varises). Cairan intravaskuler
masuk ke jaringan dan terjadilah edema. Timbul keluhan rasa berat bila lama
berdiri dan rasa kesemutan atau seperti ditusuk-tusuk. Terjadi ekstravasasi eritrosit

10
dan timbul purpura. Bercak-bercak semula tampak merah berubah menjadi
hemosiderin. Akibat garukan menimbulkan erosi, skuama. Bila berlangsung lama,
edema diganti jaringan ikat sehingga kulit teraba kaku, warna kulit lebih hitam.
5. Dermatitis Atopik
Belum diketahui secara pasti. Histamin dianggap sebagai zat penting yang
memberi reaksi dan menyebabkan pruritus. Histamin menghambat kemotaktis dan
emnekan produksi sel T. Sel mast meningkat pada lesi dermatitis atopi kronis. Sel
ini mempunyai kemampuan melepaskan histamin. Histamin sendiri tidak
menyababkan lesi ekzematosa. Kemungkinan zat tersebut menyebabkan prutisus
dan eritema, mungkin karena gerakan akibat gatal menimbulkan lesi ekzematosa.
Pada pasien dermatitis atopik kapasitas untuk menghasilkan IgE secara
berlebihan diturunkan secara genetik.
6. Dermatitis Medikamentosa
Faktor lingkungan merupakan factor terpenting . Alergi paling sering
menyerang pada saluran nafas dan saluran pencernaan . Di dalam saluran nafas
terjadi inflamasi yang menyebabkan obstruksi saluran nafas yang menyebabkan
batuk dan sesak nafas.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Darah : Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total, albumin,
globulin
b. Urin : pemerikasaan histopatologi
2. Penunjang (pemeriksaan Histopatologi)
Pemeriksaan ini tidak memberi gambaran khas untuk diagnostik karena
gambaran histopatologiknya dapat juga terlihat pada dermatitis oleh sebab lain.
Pada dermatitis akut perubahan pada dermatitis berupa edema interseluler
(spongiosis), terbentuknya vesikel atau bula, dan pada dermis terdapat dilatasi
vaskuler disertai edema dan infiltrasi perivaskuler sel-sel mononuclear. Dermatitis
sub akut menyerupai bentuk akut dengan terdapatnya akantosis dan kadangkadang
parakeratosis. Pada dermatitis kronik akan terlihat akantosis, hiperkeratosis,
parakeratosis, spongiosis ringan, tidak tampak adanya vesikel dan pada dermis
dijumpai infiltrasi perivaskuler, pertambahan kapiler dan fibrosis. Gambaran

11
tersebut merupakan dermatitis secara umum dan sangat sukar untuk membedakan
gambaran histopatologik antara dermatitis kontak alergik dan dermatitis kontak
iritan.

12
BAB III

PENULARAN-PENYEMBUHAN

A. Cara Penularan
Penyakit-penyakit infeksi dermatitis merupakan penyakit kulit yang umumnya
dapat terjadi secara berulang-ulang terhadap seseorang dalam bentuk peradangan kulit
(epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau
faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema,
edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal .
Banyak faktor penyebab timbulnya penyakit dermatitis di masyarakat,
diantaranya adalah direct causes (faktor langsung), yaitu berupa bahan kimia dan
inderect causes (faktor tidak langsung) yang meliputi penyakit yang telah ada
sebelumnya, usia, lingkungan, dan kebersihan perorangan (personal hygiene).
Penyakit kulit akibat kerja dapat berupa dermatitis dan urtikaria. Dermatitis
kontak merupakan 50% dari semua PAK (Penyakit Akibat Kerja), terbanyak bersifat
nonalergi atau iritan Dikenal dua jenis dermatitis kontak, yaitu dermatitis kontak iritan
yang merupakan respon nonimunologi dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan
oleh mekanisme imunologik spesifik. Keduanya dapat bersifat akut maupun kronis.
Bahan penyebab dermatitis kontak alergik pada umumnya adalah bahan kimia yang
terkandung dalam alat-alat yang dikenakan oleh penderita, yang berhubungan dengan
pekerjaan/hobi, atau oleh bahan yang berada di sekitarnya. Disamping bahan
penyebab tersebut, ada faktor penunjang yang mempermudah timbulnya dermatitis
kontak tersebut yaitu suhu udara, kelembaban, gesekan, dan oklus.
Penyakit dermatitis dapat ditularkan akibat Sebagian besar para penderita
dermatitis memiliki personal hygiene yang buruk yaitu tidak mencuci tangan dan kaki
dengan air mengalir, tidak tidak mencuci tangan dan kaki dengan sabun, tidak
membersihkan sela-sela jari tangan dan kaki, tidak mencuci pakaian kerja, tidak
mandi minimal 2 kali sehari. Lingkungan berpengaruh besar untuk timbulnya
penyakit, seperti pekerjaan dengan lingkungan basah, tempat-tempat lembab atau
panas, pemakaian alat-alat yang salah (Siregar, 2006).Pekerjaan yang basah juga

13
merupakan tempat berkembangnya penyakit jamur, misalnya monoliasis. Sehingga
dapat menyebabkan resiko terserang penyakit kulit seperti dermatitis.

B. Cara Penyembuhan Penyakit dermatitis


Salah satu faktor yang menyebabkan dermatitis adalah kebersihan diri yang
meliputi kebersihan kulit, kebersihan rambut ,kebersihan kuku, tangan, kaki dan
berpakaian (Siregar, 2005). Kebersihan diri adalah suatu tindakan untuk memelihara
kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Dari
perilaku tersebut di dapatkan bahwa respon seseorang terhadap kebersihan diri akan
berkaitan dengan sakit dan penyakit (Tarwoto Wartonah, 2006).Pada peneliti ini
difokuskan kepada kebersihan diri yang meliputi kebersihan rambut, kulit,
kuku,tangan,kaki dan berpakaian karena kebersihan diri merupakan cara perawatan
diri manusia untuk memelihara kesehatan mereka dan kebersihan diri sangat penting
untuk diperhatikan dan pemeliharaan kebersihan diri diperlukan untuk kenyamanan
individu, keamanan dan kesehatan (Potter, 2005).
Perilaku kesehatan dalam menjaga kebersihan diri merupakan bagian dari
kebutuhan dasar manusia.Banyak dampak dari gangguan kesehatan yang di derita
seseorang karena kebersihan diri yang tidak baik yaitu ada dampak fisik (gangguan
integritas kulit, kaki, tangan, kuku dan rambut) dan adanya gangguan psikososial
(kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, aktualisasi diri menurun,
dan gangguan dalam interaksi sosial) (Laily Isro’in & Sulistyo Andarmoyo, 2012).

Pengobatan Pengobatan yang diberikan dapat berupa pengobatan topikal dan


sistemik :

1. Pengobatan topikal

obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum


pengobatan dermatitis yaitu bila basah diberi terapi basah (kompres terbuka), bila
kering berikan terapi kering. Makin akut penyakit,makin rendah prosentase bahan
aktif. Bila akut berikan kompres, bila subakut diberi losio, pasta, krim atau
linimentum (pasta pendingin ), bila kronik berikan salep. Bila basah berikan
kompres, bila kering superfisial diberi bedak, bedak kocok, krim atau pasta, bila
kering di dalam, diberi salep. Medikamentosa topikal saja dapat diberikan pada
kasus-kasus ringan. Jenis-jenisnya adalah
14
a. Kortikosteroid
Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam sistem imun. Pemberian
topikal akan menghambat reaksi aferen dan eferen dari dermatitis kontak
alergik. Steroid menghambat aktivasi dan proliferasi spesifik antigen. Ini
mungkin disebabkan karena efek langsung pada sel penyaji antigen dan sel T.
Pemberian steroid topikal pada kulit menyebabkan hilangnya molekul CD1
dan HLA-DR sel Langerhans, sehingga sel Langerhans kehilangan fungsi
penyaji antigennya. Juga menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T, dengan
demikian profilerasi sel T dihambat. Efek imunomodulator ini meniadakan
respon imun yang terjadi dalam proses dermatitis kontak dengan demikian
efek terapetik. Jenis yang dapat diberikan adalah hidrokortison 2,5 %,
halcinonid dan triamsinolon asetonid. Cara pemakaian topikal dengan
menggosok secara lembut. Untuk meningkatan penetrasi obat dan film plastik
selama 6-10 jam setiap hari. Perlu diperhatikan timbulnya efek samping
berupa potensiasi, atrofi kulit dan erupsi akneiformis.
b. Radiasi ultraviolet
Sinar ultraviolet juga mempunyai efek terapetik dalam dermatitis kontak
melalui sistem imun. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya
fungsi sel Langerhans dan menginduksi timbulnya sel panyaji antigen yang
berasal dari sumsum tulang yang dapat mengaktivasi sel T supresor. Paparan
ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya molekul permukaan sel langehans
(CDI dan HLA-DR), sehingga menghilangkan fungsi penyaji antigennya.
Kombinasi 8-methoxy-psoralen dan UVA (PUVA) dapat menekan reaksi
peradangan dan imunitis. Secara imunologis dan histologis PUVA akan
mengurangi ketebalan epidermis, menurunkan jumlah sel Langerhans di
epidermis, sel mast di dermis dan infiltrasi mononuklear. Fase induksi dan
elisitasi dapat diblok oleh UVB. Melalui mekanisme yang diperantarai TNF
maka jumlah HLA- DR + dari sel Langerhans akan sangat berkurang
jumlahnya dan sel Langerhans menjadi tolerogenik. UVB juga merangsang
ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans.
c. Siklosporin A
Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari hipersensitivitas
kontak pada marmut percobaan, tapi pada manusia hanya memberikan efek

15
minimal, mungkin disebabkan oleh kurangnya absorbsi atau inaktivasi dari
obat di epidermis atau dermis.
d. Antibiotika dan antimikotika
Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa hemolitikus, E.
koli, Proteus dan Kandida spp. Pada keadaan superinfeksi tersebut dapat
diberikan antibiotika (misalnya gentamisin ) dan antimikotika (misalnya
clotrimazole ) dalam bentuk topikal.
e. Imunosupresif topikal
Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506 (Tacrolimus)
dan SDZ ASM 981. Tacrolimus bekerja dengan menghambat proliferasi sel T
melalui penurunan sekresi sitokin seperti IL-2 dan IL-4 tanpa merubah
responnya terhadap sitokin eksogen lain. Hal ini akan mengurangi peradangan
kulit dengan tidak menimbulkan atrofi kulit dan efek samping sistemik. SDZ
ASM 981 merupakan derivat askomisin makrolatum yang berefek anti
inflamasi yang tinggi. Pada konsentrasi 0,1% potensinya sebanding dengan
kortikosteroid klobetasol-17-propionat 0,05% dan pada konsentrasi 1%
sebanding dengan betametason 17-valerat 0,1%, namun tidak menimbulkan
atrofi kulit. Konsentrasi yang diajurkan adalah 1%. Efek anti peradangan tidak
mengganggu respon imun sistemik dan penggunaan secara topikal sama
efektifnya dengan pemakaian secara oral.
2. Pengobatan Sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau edema, juga
pada kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik. Jenis-jenisnya
adalah :
a. Antihistamin
Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek sedatifnya.
Ada yang berpendapat pada stadium permulaan tidak terdapat pelepasan
histamin. Tapi ada juga yang berpendapat dengan adanya reaksi antigen-
antobodi terdapat pembebasan histamin, serotonin, SRS-A, bradikinin dan
asetilkolin.
b. Kortikosteroid
Diberikan pada kasus yang sedang atau berat, secara peroral, intramuskular
atau intravena. Pilihan terbaik adalah prednison dan prednisolon. Steroid lain

16
lebih mahal dan memiliki kekurangan karena berdaya kerja lama. Bila
diberikan dalam waktu singkat maka efek sampingnya akan minimal. Perlu
perhatian khusus pada penderita ulkus peptikum, diabetes dan hipertensi. Efek
sampingnya terutama pertambahan berat badan, gangguan gastrointestinal dan
perubahan dari insomnia hingga depresi. Kortikosteroid bekerja dengan
menghambat proliferasi limfosit, mengurangi molekul CD1 dan HLA- DR
pada sel Langerhans, menghambat pelepasan IL-2 dari limfosit T dan
menghambat sekresi IL-1, TNF-a dan MCAF.
c. Siklosporin
Mekanisme kerja siklosporin adalah menghambat fungsi sel T penolong dan
menghambat produksi sitokin terutama IL-2, INF-r, IL-1 dan IL-8.
Mengurangi aktivitas sel T, monosit, makrofag dan keratinosit serta
menghambat ekspresi ICAM
d. Pentoksifilin Bekerja dengan menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R dan
ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans. Merupakan derivat
teobromin yang memiliki efek menghambat peradangan.
e. FK 506 (Takrolimus) Bekerja dengan menghambat respon imunitas humoral
dan selular. Menghambat sekresi IL-2R, INF-r, TNF-a, GM-CSF .
Mengurangi sintesis leukotrin pada sel mast serta pelepasan histamin dan
serotonin. Dapat juga diberikan secara topikal.
f. Ca++antagonis Menghambat fungsi sel penyaji dari sel Langerhans. Jenisnya
seperti nifedipin dan amilorid.
g. Derivat vitamin D3 Menghambat proliferasi sel T dan produksi sitokin IL-1,
IL-2, IL-6 dan INF-r yang merupakan mediator-mediator poten dari
peradangan. Contohnya adalah kalsitriol. h. SDZ ASM 981 Merupakan
derivay askomisin dengan aktifitas anti inflamasi yang tinggi. Dapat juga
diberikan secara topical, pemberian secara oral lebih baik daripada
siklosporin.

C. Patogenesis
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui
kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin,
menyingkirkan lemak lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat air kulit.

17
Kebanyakan bahan iritan (toksin) merusak membran lemak keratinosit, tetapi
sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria, atau
komponen inti. Kerusakan membran akan mengaktifkan enzim fosfolipase yang akan
merubah fosfolipid menjadi asam arakhidonat, diasilgliserida, platelet activating
factor, dan inositida. Asam arakhidonat diubah menjadi prostaglandin dan leukotrin.
Prostaglandin dan leukotrin menginduksi vasodilatasi dan meningkatkan
permeabilitas vaskular sehingga mempermudah transudasi komplemen dan kinin.
prostaglandin dan leukotrin juga bertindak sebagai kemoatraktan kuat untuk limfosit
dan neutrofil, serta mengaktivasi sel mast melepaskan histamin, prostaglandin dan
leukotrin lain, sehingga memperkuat perubahan vaskular (Djuanda, 2010).

Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat


terjadinya kontak di kulit tergantung pada bahan iritannya. Ada dua jenis bahan iritan,
yaitu iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada
pajanan pertama pada hampir semua orang dan menimbulkan gejala berupa eritema,
edema, panas, dan nyeri (Kamphf, 2007). Sedangkan iritan lemah hanya pada mereka
yang paling rawan atau mengalami kontak berulang−ulang, dimulai dengan kerusakan
stratum korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan
fungsi sawar, sehingga mempermudah kerusakan sel dibawahnya oleh iritan. Faktor
kontribusi, misalnya kelembaban udara, tekanan, gesekan, dan oklusi, mempunyai
andil pada terjadinya kerusakan tersebut (Graham, 2005).

Ketika terkena paparan iritan, kulit menjadi radang, bengkak, kemerahan dan
dapat berkembang menjadi vesikel atau papul dan mengeluarkan cairan bila
terkelupas, gatal, perih, dan rasa terbakar terjadi pada bintik merah−merah itu. Reaksi
inflamasi bermacam−macam mulai dari gejala awal seperti ini hingga pembentukan
luka dan area nekrosis pada kulit. Dalam beberapa hari, penurunan dermatitis dapat
terjadi bila iritan dihentikan. Pada pasien yang terpapar iritan secara kronik, area kulit
tersebut akan mengalami radang, dan mulai mengkerut, membesar bahkan terjadi
hiper atau hipopigmentasi dan penebalan (Verayati, 2011).

18
D. Munculnya Dermatitis
Penyebab munculnya dermatitis ialah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan
pelarut, detergen, minyak pelumnas, asam, alkali dan serbuk kayu. Kelainan kulit
yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi bahan
tersebut, dan vehikulum, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud
yaitu lama kontak, kekerapan (terus menerus atau berselang), adanya oklusi
menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian pula gesekan dan trauma fisik. Suhu
dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan. Faktor individu juga ikut berpengaruh
pada dermatitis kontak iritan, misalnya perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat
menyebabkan perbedaan permeabilitas, usia (anak dibawah 8 tahun dan usia lanjut
lebih mudah teriritasi), ras (kulit hitam lebih tahan daripada kulit putih), jenis kelamin
(insidensi dermatitis kontak iritan lebih banyak pada wanita), penyakit kulit yang
pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan menurun),
misalnya dermatitis atopik (Djuanda, 2010)

19
BAB IV

PENCEGAHAN, PENGENDALIAN, & PEMBERANTASAN PENYAKIT


DERMATITIS

A. Pencegahan
Upaya pencegahan Dermatitis Kontak Iritan (DKI) yang terpenting adalah
menghindari pajanan bahan iritan, baik yang bersidat mekanik, fisis, maupun kimiawi,
serta menyingkirkan faktor yang memperberat. Bila hal ini dapat dilaksanakan dengan
sempurna, dan tidak terjadi komplikasi, maka DKI tersebut akan sembuh dengan
sendirinya tanpa pengobatan topikal, mungkin cukup dengan pelembab untuk
memperbaiki kulit kering. Apabila diperlukan, untuk mengatasi peradangan dapat
diberikan kortikosteroid topikal, misalnya hidrokortison, atau untuk kelainan yang
kronis dapat diawali dengan kortikosteroid yang lebih kuat. Pemakaian alat pelindung
diri yang adekuat diperlukan bagi mereka yang bekerja dengan bahan iritan, sebagai
salah satu upaya pencegahan.
Apabila diperlukan untuk mengatasi peradangan dapat diberikan
kortikosteroid topikal. Pemakaian alat perlindungan yang adekuat diperlukan bagi
mereka yang bekerja dengan bahan iritan sebagai upaya pencegahan (Djuanda, 2007;
Kampf, 2007). Pencegahan bahan iritan seharusnya menjadi diagnose primer dan
edukasi pada pasien. Penggunaan kompres basah dengan astringent alumunium asetat
dapat digunakan untuk mendinginkan dan mengeringkan lesi. Hidrokortison dan
lotion kalamin membantu untuk mengeringkan rasa gatal. Penggunaan topical anestesi
local tipe caine perlu dihindari atau diawasi karena dapat menyebabkan kontak
dermatitis yang lebih luas.
Prevalensi dermatitis akibat kerja dapat diturunkan melalui pencegahan yang
sempurna, antara lain:
1. Pendidikan pengetahuan tentang kerja dan bahan yang mungkin dapat
menyebabkan penyakit akibat kerja dan cara mempergunakan alat serta akibat
buruk alat tersebut.
2. Para karyawan dilengkapi dengan alat penyelamat atau pelindung yang bertujuan
menghindari kontak dengan bahan yang sifatnya merangsang atau karsinogen
seperti baju pelindung dan sarung tangan.

20
3. Melakukan uji tempel pada calon pekerja sebelum diterima di suatu perusahaan.
Berdasarkan hasil uji tempel ini, karyawan baru dapat ditempatkan di bagian yang
tidak mengandung bahan yang rentan terhadap dirinya.
4. Pemeriksaan kesehatan berkala yang bertujuan untuk mengetahui dengan cepat
dan tepat apakah karyawan sudah menderita penyakit kulit akibat kerja.
5. Karyawan dianjurkan untuk memeriksakan diri ke dokter secara sukarela untuk
mengetahui apakah ada menderita suatu dermatosis akibat kerja.
6. Kerjasama antara dokter, ahli teknik, ahli kimia, dan ahli dalam bidang tenaga
kerja untuk mengatur alat-alat kerja, cara kerja, atau memperhatikan bahan yang
dipergunakan dalam melakukan pekerjaan untuk mencegah kontaminasi kulit.

B. Pengendalian
Berbagai jenis dermatitis memerlukan upaya terapetik masing-masing, sesuai
dengan jenisnya. Secara umum, prinsip terapinya adalah serupa dan pengobatan
utamanya adalah dengan preparat kortikosteroid (KS). Penanganan dimulai dengan
pemastian adanya dermatitis, kemudian sedapat mungkin menghindari faktor pencetus
dan atau faktor pemberat kelainan. Kondisi klinis lesi perlu diperhatikan hal ini
penting karena prinsip dasar dermatoterapi yang telah dikenal sejak lama perlu
diterapkan yakni lesi yang ‘basah’ harus diterapi secara ‘basah’ dan sebaliknya lesi
‘kering’ diterapi secara ‘kering’.
Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah suatu obat yang pemilihan jenisnya
juga ditentukan oleh kondisi klinis kelainan. Upaya pertama adalah menghindari
bahan-bahan yang bersifat iritan (misalnya deterjen dan sabun tertentu), karena
cenderung mengakibatkan kulit menjadi lebih kering, yang menambah keluhan rasa
gatal. Upaya berikutnya adalah penggunaan KS sebagai antiinflamasi. Kadang-kadang
diperlukan preparat kombinasi antara KS dengan antibiotika ataupun KS dengan
antimikotik. Pada beberapa kasus diperlukan kombinasi dengan pengobatan sistemik
(steroid, antihistamin maupun antibiotika) sesuai dengan kebutuhan.
Pengobatan dilakukan setelah mendapatkan hasil melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Pengobatan yang tepat didasarkan kausa, yaitu menyingkirkan
penyebabnya. Tetapi, seperti diketahui penyabab dermatitis multi faktor, kadang juga
tidak diketahui dengan pasti. Jadi pengobatan bersifat simtomatis, yaitu dengan

21
menghilangkan/mengurangi keluhan dan gejala, dan menekan peradangan (Djuanda,
2011).

C. Pemberantasan
Upaya pemberantasan penyakit dermatitis dapat dilakukan dengan pencegahan
preventif, misalnya :
1. Meningkatkan sanitasi lingkungan
Sanitasi lingkungan yang memenuhi syarat dapat meningkatkan
kesejahteraan. Lingkungan yang sanitasinya buruk dapat menjadi sumber
berbagai penyakit yang dapat menganggu kesehatan manusia. Agar terhindar
dari berbagai penyakit maka lingkungan harus selalu terjaga sanitasinya.
Apabila kesehatan terganggu, maka akan mempengaruhi kesejahteraan
masyarakat. Oleh karena itu upaya sanitasi lingkungan menjadi bagian penting
dalam meningkatkan kesejahteraan.
2. Membuat rumah sehat
Rumah yang sehat akan mempengaruhi kondisi kesehatan penghuninya
karena sebagian besar aktifitas manusia dihabiskan di dalam rumah oleh
karena itu rumah yang kotor dapat mempengaruhi perkembangan fisik dan
mental penghuninya. Selain sehat rumah juga harus aman dan nyaman dan
jangan lupa untuk memperhatikan estetika. Kriteria rumah sehat adalah
sirkulasi lancar, penerangan sinar yang memadai, air yang bersih, pembuangan
limbah yang terkontrol, ruangan yang tidak tercemar, bebas dari hewan
penggangu.
3. Menjaga kesehatan
Menjaga kesehatan salah satunya dapat dilakukan dengan menjaga
kebersihan lingkungan. Lingkungan yang tidak sehat atau kotor dapat
menimbulkan masalah kesehatan. Perilaku hidup yang tidak sehat seperti
membuang sampah sembarangan, tidak cuci tangan sebelum dan sesudah
makan, buang air besar atau kecil sembarangan, mandi atau mencuci baju
dengan menggunakan air yang sudah tercemar perilaku ini dapat mengundang
timbulnya berbagai penyakit.
Lingkungan dapat berperan menjadi penyebab langsung, sebagai faktor
yang berpengaruh dalam menunjang terjagkitnya penyakit sebagai medium

22
trasmisi penyakit dan sebagai faktor yang mempengaruhi perjalanan penyakit.
Udara yang tercemar akan mengakibatkan gangguan sistem pernafasan, air
minum menjadi tercemar dan berakibat menimbulkan penyakit seperti sakit
perut. Udara yang lembap dapat mempengaruhi timbulnya penyakit yang
disebabkan oleh virus dan bakteri. Air dan udara dapat pula menjadi medium
perpindahan penyakit dan faktor yang mempengaruhi perjalanan penyakit.
Faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap kesehatan penduduk.
Limbah cair dan padat yang berasal dari aktivitas manusia dan limbah yang
berasal dari dalam tubuh manusia yang dibuang ke lingkungan langsung tanpa
proses terlebih dahulu akan menyebabkan penurunan kesehatan manusia.
Lingkungan yang kotor akibat pembuangan limbah, limbah ini akan
menimbulkan berbagai jenis penyakit.
4. Menghindari kontak allergen
Pencegahan dermatitis kontak iritan dan kontak alergi merupakan hal yang
sangat penting untuk dilakukan di lingkungan rumah, beberapa hal dapat
dilaksanakan misalnya pencegahannya yang paling penting yaitu selalu
menghindari kontak dengan sabun yang keras / deterjen, bahanbahan pelarut,
menggunakan sarung tangan ketika bekerja, menggunakan mesin cuci ketika
mencuci baju, menggunakan sikat bergagang pajang, menggunakan air yang
bersih untuk mandi. Kulit yang sakit harus sering dilumuri dengan emolien.
Riwayat penyakit yang pernah di derita harus ditanyakan karena dapat
mengungkapkan pajanan yang tidak diketahui terhadap zat-zat iritan atau
allergen.

23
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit Dermatitis adalah peradang kulit (inflasi pada kulit) yang disertai dengan
pengelupasan kulit ari. Klasifikasih penyakit Dermatitis yaitu ada dermatitis kontak,
Neurodermatitis, Dermatitis Seborheic, Dermatitis Statis, Desmatitis Atopik, Dermatitis
Medikamentosa. penyakit Dermatitis yaitu ada dermatitis kontak, Neurodermatitis,
Dermatitis Seborheic, Dermatitis Statis, Desmatitis Atopik, Dermatitis Medikamentosa.
Penyebab penyakit Dermatitis dapat berasal dari luar, bahan kimia, fisik, mikroorganisme,
dan bias juga dari dalam misal, dermatitis atopic.

Gejala Dermatitis bervariasa, mulai dari kemarahan yang ringan dan hanya berlangsung
sekejap sampai terjadi pembengkakkan yang hebat dan kulit mengelupas. Pemeriksaan untuk
penyakit ini ada 2 pemeriksaan yaitu, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
histopatologi.

B. Saran

Pada dasarnya, makalah ini dibuat agar penulis lebih memahami dan mengerti pada
pengertian, Klasifikas, etiologi, gejala dari penyakit , patofisiologi, serta pemeriksaan
penunjang dari penyakit Dermatitis.

Maka dari itu, kami mengharapkan saran dari pembaca apabila sumber yang kami tuliskan
kurang lengkap. Sehingga agar kedepannya, penulis bisa memperbaiki hal yang kurang pada
penulisan maklah selanjutnya.

24
DAFTAR PUSTAKA

Adi ,M Sakundarno , Arman, Ari Udiyono. 2017. Gambaran Kejadian Dermatitis Pada
Tenaga Kerja Indonesia Di Tempat Penampungan Sementara Di Kabupaten
Nunukan. Bagian Epidemiologi dan Penyakit Tropik, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Diponegoro

Adhi Djuanda, dkk. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. p. 3-4, 7-8.

BudionoIrwan, Imma Nur Cahyawati. 2011. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Dermatitis Pada Nelayan. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu
Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Djuanda S,Sularsito SA. Dermatitis atopik. Dalam: Djuanda A,editor. Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin Edisi ke- 6. Jakarta: FK UI; 2007. h.138-47.

Herawati Herawati, Ririn Maulina, Sri Mulyati Rahayu. 2012. Hubungan Perilaku
Kebersihan Diri Dengan Kejadian Dermatitis Di Puskesmas Cibiru Kota Bandung.
Bhakti Kencana Medika

Kurniawidjaja,L. Meily, Wisnu Nuraga, Fatma Lestari. 2008. Dermatitis Kontak Pada
Pekerja Yang Terpajan Dengan Bahan Kimia Di Perusahaan Industri Otomotif
Kawasan Industri Cibitung Jawa Barat. Program Studi Magister Keselamatan dan
Kesehatan Kerja, Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Indonesia,

Laily Isro’in & Sulistyo Andarmoyo, 2012. Personal Hygiene. Yogyakarta: Graha ilmu

Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental keperawatan. Jakarta: EGC

Price, A. Sylvia.2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4. Penerbit


Buku Kedokteran EGC.
Siregar, R.A., 2005. Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC.

Siregar, R.S. 2006. Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Susanto dan Ari, 2013. Penyakit Kulit dan Kelamin. Yogyakarta : Nuha Medika.

25
Tarwoto Wartonah, 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika

Trihapsoro,iwan. 2003. Dermatitis Kontak Alergik Pada Pasien Rawat Jalan Di Rsup Haji
Adam Malik Medan. Bagian Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.

http://repository.unimus.ac.id

26

Anda mungkin juga menyukai