Anda di halaman 1dari 14

Sejarah Perkembangan Tasawuf*

Muhammad Rouf dkk.

Pendahuluan

Tasawuf adalah cabang ilmu dalam Islam yang menekankan dimensi

atau aspek spiritual dari Islam. Spiritualitas ini dapat mengambil bentuk

yang beraneka ragam di dalamnya. Dalam kaitannya dengan manusia,

tasawuf lebih mengedepankan aspek rohaninya dari pada aspek

jasmaninya. Dalam kaitannya dengan kehidupan, ia lebih menekankan

kehidupan akhirat dari pada kehidupan dnia yang fana, sedangkan dalam

kaitannya dengan pemahaman keagamaan, ia lebih menekankan aspek

esoterik dari pada eksoterik, lebih menekankan penafsiran bathini dari

pada penafsiran lahiriyah.

Dalam makalah ini akan dibahas mengenai sejarah perkembangan

tasawuf dari awal kelahirannya hingga sampai di Indonesia. Antara lain;

Pengertian tasawuf, tujuan tasawuf, dasar-dasar tasawuf, tujuan tasawuf,

sejarah perkembangan tasawuf dari kelahirannya, perkembangan di dunia

Islam dan perkembangannya di Indonesia. Di dalamnya disertai dengan

nama-nanma tokoh yang dihsilkan pada tiap-tiap fase perkembangan

tasawuf. Dari pembahasan pemakalah, kami sadari masih banyak sekali

kekurangan. Oleh karena itu, kapada para pembaca sangat diharapkan

sumbangan pemikirannya demi tersempurnakannya makalah ini lebih baik

lagi.

1
A. Pengertian Tasawuf
Secara lughat, tasawuf berasal dari bermacam-macam kata. Apabila
kita perhatikan dari bahasa arab, maka kata tasawuf berasal dari tasrif:
tasawwaf-yatasawwafu-tasawwufan. Misalnya, tasawwafar-rajulu,
artinya “seorang laki-laki sedang bertasawuf”. 1
Di lihat dari aspek bahasa, tasawuf adalah sikap mental yang selalu
memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban
untuk kebaikan, dan selalu bersikap bijaksana. Sikap dan jiwa yang
demikian itu pada hakikatnya merupakan akhlak mulia.
Adapun pengertian tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli
amat bergantung kepada sudut pandang yang digunakannya masing-
masing. Selama ini ada tiga sudut pandang yang digunakan para ahli
untuk mendifinisikan tasawuf, yaitu sudut pandang manusia sebagai
makhluk terbatas, manusia sebagai makhluk yang harus berjuang, dan
manusia sebagai makhluk yang ber-Tuhan. Jika dilihat dari sudut
pandang manusia sebagai makhluk yang terbatas, maka tasawuf dapat
didefinisikan sebagai upaya mensucikan diri dengan cara menjauhkan
pengaruh kehidupan kehidupan dunia, dan memusatkan perhatian
hanya kepada Allah SWT.
Selanjutnya jika sudut pandang yang digunakan manusia sebagai
makhluk yang harus berjuang, maka tasawuf dapat didefinisikan
sebagai upaya memperindah diri dengan akhlak yang bersumber dari
ajaran agama dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dan
jika sudut pandang yang digunakan manusia sebagai makhluk yang
ber-Tuhan, maka tasawuf dapat didefinisikan sebagai kesadaran fitrah
(ke-Tuhanan) yang dapat mengarahkan jiwa agar tertuju pada kegiatan-
kegiatan yang dapat menghubungkan manusia dengan Tuhan. 2

1Rosyid Anwar, sholihin, Akhlak Tasawuf,(Bandung; Nuansa2005),hal 150.


22.Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta; Rajagrafindo Persada2006), hal 180.
2
B. Dasar-Dasar Tasawuf
1. Dasar Al-Quran
Dalam hal ini, tasawuf pada awal pembentukannya adalah
manifestasi akhlak atau keagamaan. Moral keagamaan ini banyak
disinggung dalam al-Quran dan As-Sunnah. Dengan demikian,
sumber pertama tasawuf adalah ajaran-ajaran islam, sebab tasawuf
ditimba dari al-quran dan as-sunnah, dan amalan-amalan serta
ucapan para sahabat tentu saja tidak keluar dari ruang lingkup Al-
Quran dan As-Sunnah. Dengan begitu, justru dua sumber utama
tasawuf adalah adalah al-Quran dan as-Sunnah itu sendiri.
2. Dasar Hadits
Sejalan dengan apa yang telah disitir dalam al-Qur’an,
sebagaimana dijelaskan di atas, ternyata tasawuf juga dilihat dalam
kerangka hadits.3 Umumnya yang dinyatakan sebagai landasan
ajaran tasawuf adalah hadits berikut:

‫من عرف نفسه فقد عرف ربه‬


Artinya: “Barang sisapa yang mengenali dirinya, niscaaya ia
akan mengenai Tuhannya” (Al- Hadits).
C. Tujuan Tasawuf

33. Rosihon Anwar, Solihin, Ilmu Tasawuf,(Bandung; Pustaka Setia,2008), hal 25.
3
Ilmu tasawuf itu adalah tuntunan yang dapat membawa
manusia kepada mengenal Tuhan dengan sebenar-benarnya, yaitu ma’rifat.
Ma’rifat ini adalah merupakan jalan atau tarekat yang terbaik dengan
akhlak yang seindah-indahnya dan jauh lebih baik dari hikmah lahiriyah
semata. Maka dari itu,tujuan dari tasawuf itu tiada lain adalah membawa
manusia setingkat demi setingkat menuju lebih dekat kepada

Tuhannnya.4D. Sejarah Pekembangan Tasawuf


1. Kelahiran Tasawuf
Kelahiran tasawuf sendiri memiliki banyak fersi. Secara
historis, yang pertama kali menggunakan istilah tasawuf adalah
seorang zahid (acsetic) yang bernama Abu Hasyim Al-Kufi dari Irak
(w.150 H). Ada anggapan bahwa lahirnya ilmu tasawwuf bukan
bersamaan dengan lahirnya Islam, tetapi lahirnya tasawuf itu
merupakan perpaduan dari bebagai ajaran agama.5
a) Anggapan Adanya Pengaruh Ajaran Non Islam
1) Pengaruh ajaran Kristen, yaitu adanya tulisan –tulisan
tentang rahib-rahib yang hidup menjauhi dunia dan
mengasingkan diri di Padang pasir Arabia atau menempati
biara-biara.
2) Pengaruh ajaan Hindu dan Budha
 Ajaran Hindu banyak mendorong umatnya untuk
meninggalkan kehidupan dunia untuk lebih mendekattkan
diri dengan Tuhannya untuk mencapai Atman dengan
Brahman.
 Ajaran Budha tentang nirwana, untuk mencapainya
seorang budha diawajibkan meninggalkan kehidupan
duniawi dan memasuki hidup kontemplasi.
Dalam tasawuf dikenal dengan konsep fana’.
3) Pengaruh filsafat mistik phytagoras, yaitu kesenangan
ruh yang sebenarnya adalah berada di alam samawi. Maka
untuk memperolehnya, manusia harus membersihkan ruh

4 Abu Bakar Atjeh, Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf, (Solo : Ramadhani, 1990), hal 36-37.
5 Noer Iskandar Al Barsany, Tasawuf Tarekat Para Sufi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hal 8-14.
dengan meninggalkan kehidupan material. Dalam tasawuf
dikenal dengan zuhud.
4) Pengaruh filsafat emanasi Plotinus, dalam konsep
emanasi dijelaskan bahwa Dzat Tuhan Yang Maha Esa-lah yang
memancar dari dalam wujud ini. Ruh berasal dari Tuhan dan
akan kembali kepadaNya. Dalam tasawuf dikenal dengan
wahdatul wujud.

b) Lahirnya Tasawuf Bersamaan dengan Lahirnya Agama Islam


Anggapan yang kedua adalah bahwa tasawuf atau sufisme itu
lahir dari agama Islam sendiri. Hal ini bisa dlihat dari ayat Al-
Qur’an maupun hadits tentang ajaran tasawuf. Dalam surat Al-
Baqarah: 115 dijelaskan, “Dan kepunyaan Allah-lah arah timur
dan barat, maka kemanapun kalian mengarahkan (wajah kalian),
di situ ada wajah Allah”. Dalam ayat lain Allah juga menerangkan,
“Telah Kami ciptakan manusia dan kami mengetahui apa yang
dibisikkan olehnya. Kami lebih dekat kepada manusia ketimbang
pembuluh darah yang ada pada lehernya”. ( Q.S. Qaff: 16). Selain
itu, dalam hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari juga
disebutkan hal serupa, yang artinya “Jika seorang hamba
mendekatiKu sejengkal, Aku akan mendekatinya sehasta, jka ia
medekatiKu sehasta, niscaya Aku akan mendekatinya sedepa, dan
jika ia mendekatiKu datang dengan berjalan, niscaya Aku akan
mendatanginya dengan berlari”.
Selain dalil diatas, masih banyak lagi ayat Qur’an maupun
hadits yang dijadikan dasar tasawuf oleh para sufi. Oleh karena
itu, terlepas dari adanya pengaruh dari luar atau tidak, Islam
sendiri mengajarkan sufisme. Ini berarti kelahiran tasawuf
bersamaan dengan lahirnya Islam sendiri.
2. Perkembangan Tasawuf di Dunia Islam
Secara historis, tasawuf telah mengalami banyak
perkembangan melalui beberapa tahap sejak pertumbuhannya hingga
sekarang. Pada sejarah umat Islam, ada peristiwa tragis, yaitu

5
terbunuhnya khalifah Usman bin Affan. Dari peristiwa itu, terjadi
kekacauan dan kemerosotan akhlak. Akhirnya para ulama’ dan para
sahabat yang masih ada, berpikir dan berikhtiar untuk
membangkitkan kembali ajaran Islam, mengenai hidup zuhud dan
lain sebagainya. Inilah yang menjadi awal timbulnya benih tasawuf
ang paling awal.6

1. Abad I dan II Hijriyah


Pada tahap ini, tasawuf masih berupa zuhud. Yaitu ketika
sekelompok kaum muslim memusatkan perhatian dan
memprioritaskan hidupnya pada pelaksanaan ibadah untuk
mengejar kepentingan akhirat. Tokohnya antara lain:
 Al-Hasan Al-Bashri (w. 110 H)
 Rabi’ah Al-Adawiyah (w. 185 H).
2. Abad III dan IV Hijriiyah

Pada abad ketiga dan keempat disebut sebagai fase tasawuf.


Praktisi kerohanian yang pada masa permulaan abad ketiga hijriyah
mendapat sebutan shufi. Hal itu dikarenakan tujuan utama kegiatan
ruhani mereka tidak semata – mata kebahagian akhirat yang
ditandai dengan pencapaian pahala dan penghindaran siksa, akan
tetapi untuk menikmati hubungan langsung dengan Tuhan yang
didasari dengan cinta. Cinta Tuhan membawa konsekuensi pada
kondisi tenggelam dan mabuk kedalam yang dicintai ( fana fi al-
mahbub ). Kondisi ini tentu akan mendorong ke persatuan dengan
yang dicintai ( al-ittihad ). Di sini telah terjadi perbedaan tujuan
ibadah orang-orang syariat dan ahli hakikat.

Pada fase ini berdiri lembaga pendididkan yang khusus


mengajarkan pendidikan cara hidup sufisik dalam bentuk tarekat.
Kemudian dari beberapa tokoh lain muncul istilah fana`, ittihad
dan hulul. Fana adalah suatu kondisi dimana seorang shufi

6 Amin Syukur, Menggugat Tasawuf, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hal 29.
6
kehilangan kesadaran terhadap hal-hal fisik ( al-hissiyat). Ittihad
adalah kondisi dimana seorang shufi merasa bersatu dengan Allah
sehingga masing-masing bisa memanggil dengan kata aku ( ana ).
Hulul adalah masuknya Allah kedalam tubuh manusia yang dipilih. 7
Tokoh-tokohnya adalah:

 Abu Yazid Al-Busthami (w.261 H)

 Al-Junaid

 Al-Sari Al-Saqathi

 Al-Kharraz

 Al-Hussain bin Manshur Al-Hallaj (w. 309 H)

3. Abad V Hijriyah

Fase ini disebut sebagai fase konsolidasi yakni memperkuat


tasawuf dengan dasarnya yang asli yaitu al-Qur`an dan al-Hadits
atau yang sering disebut dengan tasawuf sunny yakni tasawuf yang
sesuai dengan tradisi (sunnah) Nabi dan para sahabatnya. Fase ini
sebenarnya merupakan reaksi terhadap fase sebelumnya dimana
tasawuf sudah mulai melenceng dari koridor syari’ah atau tradisi
(sunnah) Nabi dan sahabatnya. Tokoh yang paling terkenal adalah
Abu Hamid al-Ghazali (w. 505 H) atau yang lebih dikenal dengan al-
Ghzali yang menjadi acuan para tokoh sufi lainnya. Tokoh tasawuf
pada fase ini adalah:8

 Abu Hamid al-Ghazali (w. 505 H)

 Syaikh Ahmad Al-Rifa’i (w. 570 H)

7 http://kcpkiainws.wordpress.com/2009/06/18/sejarah-perkembangan-tasawuf/

8 Alwi Syihab, Islam Sufistik; Islam Pertama dan Pengaruhnya Hingga Kini di Indonesia, (Bandung:
Mizan,2001), hal 32.

7
 Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani (w. 651 H)

 Syaikh Abu Hasan Al-Syadzili (w. 650 H)

 Abu Al-Abbas Al-Mursi (w.686 H)

 Ibn Atha’illah Al-Sakandari (w. 709 H)

4. Abad VI Hijriyah

Fase ini ditandai dengan munculnya tasawuf falsafi yakni


tasawuf yang memadukan antara rasa ( dzauq ) dan rasio ( akal ),
tasawuf bercampur dengan filsafat terutama filsafat Yunani.
Pengalaman – pengalaman yang diklaim sebagai persatuan antara
Tuhan dan hamba kemudian diteorisasikan dalam bentuk pemikiran
seperti konsep wahdah al-wujud yakni bahwa wujud yang
sebenarnya adalah Allah sedangkan selain Allah hanya gambar yang
bisa hilang dan sekedar sangkaan dan khayalan. Dalam aliran ini
para sufi lebih mengarahkan tasawuf pada “kebersatuan” dengan
Allah. Perhatian mereka sangat tertuju pada aspek ini, sedangkan
aspek praktik nyaris terabaikan. Para tokohnya antara lain: 9

 Muhyiddin Ibn Arabi atau yang lebih dikenal dengan Ibnu


Arabi ( 560 – 638 H.) dengan konsep wahdah al-Wujudnya.

 Al-Syuhrawardi Al-Maqtul (549 – 587 H.) dengan konsep


Isyraqiyahnya.

 Umar ibn Al-Faridh (w. 632 H)

 Abd Al-Haqqi ibn Sabi’in (w. 669 H)

9 http://kcpkiainws.wordpress.com/2009/06/18/sejarah-perkembangan-tasawuf/

8
3. Perkembangan Tasawuf di Indonesia
Islam masuk ke Indonesia pada abad pertama Hijriah yang
dibawa oleh para pedagang dari luar, termasuk dari Arab. Kemudian
Islam di Indonesia mengalami pasang surut seolah-olah menghilang
beberapa abad lamanya. Tetapi, pada abad ke-11 M, Islam
menampakkan kekuasaannya lagi di Indonesia lewat paham Syi’ah,
kemudian pada abad ke-13 berubah lagi menjadi aliran Syafi’iyah.
Muncul pertanyaan, kapan tasawuf masuk ke Indonesia? Di
Indonesia, tasawuf muncul dalam bentuk Tarekat, misalnya Tarekat
Qadiriyah berasal dari Baghdad, Naqsabandiyah dar Turkistan, dan
Sattariyah dari Makkah, berikut penulis akan coba memaparkan
10
beberapa tokoh tasawuf dari Indonesia, antara lain:
1. Perkembangan Tasawuf di Pulau Jawa
Di akhir abad ke XV Masehi, tepatnya pada tahun 1479 M,
berdirilah kerajaan Islam yang pertama di pulau Jawa (di Demak,
Jawa Tengah), dengan rajanya yang pertama adalah Raden Patah,
maka tercatat dalam sejarah bahwa semenjak itu pula tersebarnya
ajaran tasawuf.
Penyebaran agama Islam di pulau Jawa, tidak terlepas dari
usaha para wali yang dikenal dengan nama “Wali Songo”, dengan
menggunakan pendekatan mistik, yang di dalamnya diisi ajaran
tasawuf.
Dalam perkembangan Tasawuf di Pulau Jawa, hampir sama
pula dengan keadaan yang dialami oleh masyarakat Islam di pulau
lain, dimana mereka dihadapkan kepada dua aliran tasawuf yang
bertentangan; yaitu aliran Sunni (Salaf) dan aliran Falsafi, sebagai
aliran yang sudah berkembang di Jazirah Arabiyah dan sekitarnya.
Ajaran tasawuf yang bercorak Sunni dan Falsafi di pulau Jawa,
tetap dianut oleh masyarakat. Tetapi pada perkembangan
selanjutnya, tasawuf yang bercorak Falsafi inilah yang mengarah
kepada aliran kebatinan, sesuai kenyataan sekarang ini. Tentu saja

104. Rosyid Anwar, sholihin ,Akhlak Tasawuf,(Bandung; Nuansa) 2005,hal 231

9
aliran ini, sudah dimasuki oleh unsur-unsur kepercayaan lain yang
pernah dianut oleh masyarakat Jawa sebelumnya. Sehingga
mewujudkan suatu bentuk lain, yang disebut aliran kebatinan dan
kepercayaan.
Tetapi aliran tasawuf yang beraliran Sunni, tetap
dikembangkan oleh masyarakat Muslim, dengan tidak meninggalkan
unsur-unsur keislamannya. Hanya saja, pada perkembangan
selanjutnya, tasawuf yang bercorak Sunni ini diajarkan lewat
Tarekat yang dianggap Mu’tabarah oleh Ulama Tasawuf Indonesia.
2. Perkembangan Tasawuf di Pulau Sumatera
Perkembangan tasawuf di Sumatera, tidak terlepas dari
upaya maksimal para ulama Shufi yang bermukim di beberapa
daerah di pulau tersebut, untuk mengembangkan ajarannya.
Ulama-ulama Shufi yang sangat berpengaruh di Sumatera.
Antara lain;
a. Syekh Hamzah Pansuri
b. Syekh Syamsuddin bin abdillah As-Sumatraniy
c. Syekh Abdur Rauf bin Ali Al-Fansuri
d. Syekh Abdus Shamad Al-Falimbani
3. Perkembangan Tasawuf di Pulau Kalimantan
Perkembangan tasawuf di Kalimantan, sama halnya di
pulau lain di Nusantara, dimana ulama yang bermukim di sana,
berupaya semaksimal mungkin untuk menyebarkan ajaran
tasawufnya, melalui dakwahnya, buku-buku karangannya, maupun
melalui Tarekatnya.
Salah seorang Shufi yang terkemuka di Kalimantan Barat
adalah Syekh Ahmad Khatib As-Sambasi. Kemudian kita meninjau
lagi perkembangan tasawuf di Kalimantan Selatan; antara lain
dikembangkan oleh Syekh Muhammad Nafis bin Idris bin Husein Al-
Banjari.
Ulama-ulama inilah yang membekali Ilmu Tasawuf yang
sangat luas kepada Syekh Muhammad Nafis, sehingga ia
mendapatkan pengakuan yang tinggi oleh masyarakat luas di

10
kalimantan selatan, dengan gelar Al-‘Alimul ‘Allamah Wal
Fahhamah.
4. Perkembangan Tasawuf di Pulau Sulawesi
Perkembangan tasawuf di Sulawesi, tidak jauh berbeda
dengan keadaan di pulau lain, dimana ajaran tasawuf yang
diterimanya, ada yang bercorak Sunni dan ada pula yang bercorak
Falsafi. Dan yang sangat disayangkan, karena kebanyakan penganut
tasawuf Falsafi mencampur-baurkan ajaran tasawuf dengan ilmu
hitam (guna-guna), sehingga makin membingungkan masyarakat
awam. Hal semacam inilah yang membuat citra tasawuf di
masyarakat semakin direndahkan, sehingga sekarang kurang
diminati orang.
Dalam pembahasan ini, penulis mengemukakan salah
seorang Ulama tasawuf dari kesekian banyak ulama’ yang menekuni
ilmu tersebut. Ulama yang dimaksudkan itu adalah Syekh Tajul
Khalwati Al-Makassari; lahir 8 Syawal1036 H. (3 Juli 1629 M.)
Ia termasuk penganut ajaran tasawuf yang beraliran
sunni, yang bermukim di Goa (Sulawesi Selatan). Dan di sana-sana
mula-mula mengajarkan ilmunya kepada masyarakat, meskipun ia
sendiri masih berasakan kekurangan ilmu. Sehingga selalu bercita-
cita hendak merantau ke daerah lain untuk menambah ilmu yang
dimilikinya.11

115. Mahyuddin, Kuliah Akhlaq Tasawuf, (Jakarta; Kalam Mulia2003), hal 101.
11
Kesimpulan
Tasawuf adalah bidang kegiataan yang berhubungan dengan
pembinaan mental rohaniah agar selalu dekat dengan Tuhan Yang Maha
Esa.
Mengakui adanya sumber Islam dalam tasawuf tidak lantas berarti
mengingkari pengaruh sumber-sumber asing. Akan tetapi meletakan
pengaruh tersebut pada proporsi yang sebenarnya dan tidak dibesar-
besarkan. Sebaiknya tidak baik apabila terlalu mengedepankan sumber-
sumber asing saja, padahal banyak sekali dalil yang bisa dijadikan acuan
dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Bertasawuf bertujuan memperoleh hubungan secara sadar antara
manusia dengan Tuhannya untuk mendekatkan diri kepadaNya dengan
mengikuti konsep-konsep yang ada dalam taasawuf.
Adanya tasawuf menjadi jalan keluar dari kemelut perpolitikan
kaum Muslim yang telah menyebabkan terbunuhnya Khalifah Usman bin
Afffan. Sepeninggal Sang Khalifah, umat Islam saat itu terlena dengan
konflik yang tiada henti dan banyak melakukan kemunkaran.
Secara garis besar, perkembangan tasawuf baik di dunia Islam
maupun di Indonesia sangat dipengaruhi oleh perkembangan Ilmu
pengetahuan dan keadaaan sosial politik umat Islam saat itu. Alam
perkembangannya dapat dibagi dalam tiga bentuk, yaitu tasawuf sunny,
tasawuf amali dan tasawuf falsafi.
Tidak perlu ada pertentangan antara ajaran tasawuf yang tidak
sepenuhnya ada dalam ajaran syariat Islam. Hal yang penting adalah

12
bagaimana kita bisa selalu berupaya untuk mendekatkn diri kepada Allah
Swt dengan menjadikan syariat Islsam sebagai pedoman untuk mencapai
hakikat.

Daftar Pustaka
Sholihin, Rosyid Anwar, ,Aklak Tasawuf, Bandung: Nuansa, 2005.

Nata, Abuddin, Akhlak Tasawuf, Jakarta; Rajagrafindo Persada, 2006.

Solihin, Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf, Bandung; Pustaka Setia,2008.

Atjeh, Abu Bakar, Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf, Solo : Ramadhani, 1990.

Al Barsany, Noer Iskandar, Tasawuf Tarekat Para Sufi, Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2001.

Syukur, Amin, Menggugat Tasawuf, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.

Syihab, Alwi, Islam Sufistik; Islam Pertama dan Pengaruhnya Hingga Kini di

Indonesia, Bandung: Mizan,2001.

http://kcpkiainws.wordpress.com/2009/06/18/sejarah-perkembangan-tasawuf/

Mahyuddin, Kuliah Akhlaq Tasawuf, Jakarta: Kalam Mulia. 2003.

*Penulis (M. Rouf, Khoirul Anisah, Fathiyah) adalah pemakalah dalam perkuliahan
Akhlaq Tasawuf, atas bimbingan Bapak Sihabuddin, M.Pd.I.

13
14

Anda mungkin juga menyukai