1. DEFINISI
Perdarahan intraventrikel atau yang biasa disebut dengan IVH adalah
perdarahan yang terdapat pada sistem ventrikel otak, dimana cairan
serebrospinal di produksi dan disirkulasikan ke ruang subarachnoid.
Perdarahan ini dapat disebabkan karena adanya trauma ataupun juga
perdarahan pada stroke.
Disebutkan pula bahwa Primary Intraventricular Hemorrhage merupakan
perdarahan intraserebral nontraumatik yang terbatas pada sistem ventrikel.
Sedangkan perdarahan sekunder intraventrikuler muncul akibat pecahnya
pembuluh darah intraserebral dalam dan jauh dari daerah periventrikular, yang
meluas ke sistem ventrikel. IVH sekunder mungkin terjadi akibat perluasan
dari perdarahan intraparenkim atau subarachnoid yang masuk ke system
intraventrikel. Kontusio dan perdarahan subarachnoid (SAH) berhubungan erat
dengan IVH. Perdarahan dapat berasal dari middle communicating artery atau
dari posterior communicating artery.
Sepertiga pasien IVH tidak bertahan pada perawatan di rumah sakit (39%).
Angka kejadian IVH di antara seluruh pasien dengan perdarahan intrakranial
adalah 3,1% dengan prognosis yang dilaporkan lebih baik dari prognosis
pasien perdarahan intraventrikel sekunder. IVH menginduksi morbiditas,
termasuk perkembangan hidrosefalus dan menurunnya kesadaran. Dilaporkan
terdapat banyak faktor yang berhubungan dengan IVH, namun hipertensi
merupakan faktor yang paling sering ditemukan. Sering kali kejadian IVH
bersamaan dengan munculnya CVA hemoragik lain, yang tersering adalah ICH
(intra cranial Hematoma), sehingga kejadian CVA ICH ini juga menimbulkan
kesan gejala yang sama dengan CVA yang terjadi setelah atau bersamaan.
Selain itu kejadian IVH lebih banyak terjadi pada bayi dibandingkan
dengan orang dewasa. Pada bayi IVH banyak terjadi pada bayi yang prematur
atau BBLR, ha ini dikarenakan belum matangnya pembentukan pembuluh
darah, terutama di otak. Ketidakmatangan inilah yang akan mengakibatkan
adanya ruptur pembuuh darah pada sistem ventrikel. Sedangkan pada orang
dewasa IVH banyak terjadi karena perdarahan dari sistem atau tempat disekitar
ventrikel otak.
2. ETIOLOGI
Etiologi PIVH bervariasi dan pada beberapa pasien tidak diketahui. Tetapi
menurut penelitian didapatkan :
a. Hipertensi, aneurisma bahwa PIVH tersering berasal dari perdarahan
hipertensi pada arteri parenkim yang sangat kecil dari jaringan yang sangat
dekat dengan sistem ventrikuler.
b. Kebiasaan merokok dan Alkoholisme
Dari studi observasional dilaporkan meningkatnya kejadian stroke
perdarahan pada pasien merokok dan konsumsi alkohol. Kandungan (zat)
yang terkandung dalam rokok, terutama nikotin dapat menyebabkan
penurunan elastisitas dinding vaskuler. Konsumsi alkohol dengan jumlah
banyak maupun sedikit namun dalam jangka waktu yang lama akan
berefek pada sistem kardiovasluler, gangguan yang mungkin muncul pada
sistem jantung diantaranya adalah berhubungan dengan fungsi fisiologis
jantung, yang tersering diantaranya adalah fungsi sebagai “pompa” darah,
sedangkan pada sistem vaskuler, konsumsi alkohol dapat mengganggu
lipid profile yang kedepannya akan mengakibatkan gangguan pada lemak
di vaskuler yang nantinya dapat menyebabkan penyempitan vaskuler.
c. Etiologi lain yang mendasari PIVH di antaranya adalah anomali pembuluh
dara hserebral, malformasi pembuluh darah termasuk angioma kavernosa
dan aneurisma serebri merupakan penyebab tersering PIVH pada
usia muda. Pada orang dewasa, PIVH disebabkan karena penyebaran
perdarahan akibat hipertensiprimer dari struktur periventrikel.
3. FAKTOR RESIKO
a. Usia tua
b. Kebiasaan merokok
c. Alkoholisme
d. Tekanan darah lebih dari 120 mmHg.
e. Lokasi dari Intracerebral hemoragik primer.
f. Perdarahan yang dalam, pada struktur subkortikal lebih beresiko menjadi
intraventrikular hemoragik, lokasi yang sering terjadi yaitu putamen (35-
50%), lobus(30%), thalamus (10-15%), pons (5%-12%), caudatus (7%)
dan serebelum (5%). Adanya perdarahan intraventrikular meningkatkan
resiko kematian yang berbanding lurus dengan banyaknya volume IVH.
4. PATOFISIOLOGI
Hipertensi
abnormalitas formasi vaskuler otak
5. GEJALA
Mayoritas pasien mengalami nyeri kepala akut dan penurunan kesadaran yang
berkembang cepat sampai keadaan koma. Pada pemeriksaaan biasanya di dapati
hipertensi kronik. Gejala dan tanda tergantung lokasi perdarahan. Herniasi uncal
dengan hiiangnya fungsi batang otakdapat terjadi. Pasien yang selamat secara
bertahap mengalami pemulihan kesadaran dlam beberapa hari. Pasien dengan
perdarahan pada lobus temporal atau lobus frontal dapat mengalami seizure tiba-
tiba yang dapat diikuti kelumpuhan kontralateral (Ropper, 2005 Dalam khoirul
2009).
Pasien usia tua dengan tekanan darah normal yang mengalami PIS atau
perdarahan intraserebellar karena amyloid angiopathybiasanya telah menderita
penyakit Alzheimer atau demensia progresif tipe Alzheimer dan dalam
perjalanannnya perdarahan dapat memasukirongga subarakhnoid.(Gilroy, 2000,
Dalam khoirul 2009).
5) Defisit Kognitif.
a. Kehilangan memori jangka pendek dan panjang.
b. Penurunan lapang perhatian.
c. Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi.
d. Alasan abstrak buruk.
e. Perubahan Penilaian.
6) Defisit Emosional.
a. Kehilangan kontrol-diri.
b. Labilitas emosional.
c. Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress.
d. Depresi.
e. Menarik diri.
f. Rasa takut, bermusuhan, dan marah.
g. Perasaan Isolasi.
6. PROGNOSA
Prognosa IVH akan sangat buruk apabila merupakan hasil dari perdarahan
intraserebral yang disebabkan karena hipertensi, dan prognosa akan bertambah
buruk apabila hydrocephalus mengikuti. Hal ini dapat menyababkan
peningkatan TIK dan dapat menyebabkan hernia otak. Darah yang berada pada
ventrikular otak dapat menggumpal dan akan menyumbat aliran dari CSF
sehingga dapat terjadi hydrochepalus yang dapat dengan cepat meningkatkan
TIK dan dapat menyebabkan kematian. Kemudian, produk-produk pemecahan
bekuan darah dapat merangsang pelepasan agen-agen inflamsi yang dapat
merusak granulasi dari arachnoid, menghalangi reabsorbsi CSF dan dapat
menyebabkan hydrochepalus permanen.
7. KOMPLIKASI
a. Hidrosefalus (Octaviani, 2011)
Hal ini merupakan komplikasi yang sering dan kemungkinan disebabkan
karena obstruksi cairan sirkulasi serebrospinal atau berkurangnya absorpsi
meningeal. Hidrosefalus dapat berkembang pada 50% pasien dan
berhubungan dengan keluaran yang buruk.
Terapi hidrosefalus pada pasien dilanjutkan dengan konsul ke bagian bedah
saraf dengan rencana tindakan VP shunt cito. Ventriculoperitoneal (VP)
Shunt merupakan tehnik operasi yang paling popular untuk tatalaksana
hidrosefalus, yaitu LCS dialirkan dari ventrikel otak ke rongga peritoneum.
Sebuah studi tentang hidrosefalus menunjukkan rasio kesuksesan perbaikan
gejala dan tanda klinis pada 50%- 90% penelitian pada anjing yang
mendapatkan tatalaksana ventriculoperitoneal shunting.
b. Perdarahan ulang (rebleeding) (Octaviani, 2011)
Dapat terjadi setelah serangan hipertensi. Tindakan medis untuk mencegah
perdarahan ulang setelah SAH dari AHA Guideline 2009: 1). Tekanan darah
sebaiknya dimonitor dan dikontrol untuk mengimbangi risiko stroke,
hipertensi yang berhubungan dengan perdarahan ulang, dan
mempertahankan CPP (cerebral perfusion pressure). 2). Tirah baring saja
tidak cukup untuk mencegah perdarahan ulang setelah SAH. Dapat
dipertimbangkan strategi tatalaksana yang lebih luas, bersamaan dengan
pengukuran yang lebih definitif. 3). Meskipun studi yang lalu menunjukkan
keseluruhan efek negatif dari antifibrinolitik, bukti sekarang
menyarankantatalaksana awal dengan pemberian antifibrinolitik jangka
pendek dilanjutkan dengan penghentian antifibrinolitik dan profilaksis
melawan hipovolemi dan vasospasme
c. Vasospasme. (Octaviani, 2011)
Beberapa laporan telah menyimpulkan hubungan antara intraventricular
hemorrhage (IVH) dengan kejadian dari vasospasme serebri, yaitu: 1).
Disfungsi arteriovena hipotalamik berperan dalam perkembangan
vasospasme intrakranial. 2). Penumpukkan atau jeratan dari bahan
spasmogenik akibat gangguan dari sirkulasi cairan serebrospinal.
Rekomendasi tatalaksana vasospasme serebri dari AHA Guideline pada
SAH, yaitu: Nimodipin oral diindikasikan untuk mengurangi keluaran yang
buruk yang berhubungan dengan SAH aneurisma (I, A). Nilai dari
pemberian antagonis kalsium secara oral atau intravena masih belum jelas.
Dosis oral yang dianjurkan adalah 60 mg setiap 6 jam.
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis klinis dari PIVH sangat sulit dan jarang dicurigai sebelum CT scan
meskipun gejala klinis menunjukkan diagnosis mengarah ke IVH, namun CT
Scan kepala diperlukan untuk konfirmasi. CT sangat sensitif dalam
mengidentifikasi perdarahan akut dan dipertimbangkan sebagai baku emas.
Rekomendasi AHA Guideline 2010 untuk pencitraan pada kasus stroke adalah:
a. Computed Tomography-Scanning (CT- scan).
CT Scan merupakan pemeriksaan paling sensitif untuk PIS (perdarahan intra
serebral/ICH) dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan. CT-scan
dapat diulang dalam 24 jam untuk menilai stabilitas. Bedah emergensi
dengan mengeluarkan massa darah diindikasikan pada pasien sadar yang
mengalami peningkatan volume perdarahan.
b. Magnetic resonance imaging (MRI).
MRI dapat menunjukkan perdarahan intraserebral dalam beberapa jam
pertama setelah perdarahan. Perubahan gambaran MRI tergantung stadium
disolusi hemoglobin oksihemoglobin – deoksihemoglobin – methemoglobin
- ferritin dan hemosiderin.
c. CT angiografi, CT venografi, contrast-enhanced CT, contrast-enhanced
MRI, magnetic resonance angiography, and magnetic resonance
venography dapat digunakan untuk mengevaluasi lesi struktural yang
mendasari, termasuk malformasi pembuluh darah dan tumor jika terdapat
kecurigaan klinis atau radiologis.
Reflek Patologis
a. Babinski
Stimulus : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke
anterior. Respons : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan (fanning) jari
– jari kaki.
b. Chaddock
Stimulus : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral, sekitar malleolus
lateralis dari posterior ke anterior. Respons : seperti babinski.
c. Oppenheim
Stimulus : pengurutan crista anterior tibiae dari proksimal ke distal.
Respons : seperti babinski.
d. Gordon
Stimulus : penekanan betis secara keras, Respons : seperti babinski.
e. Schaeffer
Stimulus : memencet tendon achilles secara keras. Respons : seperti
babinski.
f. Gonda
Stimulus : penekukan ( planta fleksi) maksimal jari kaki keempat. Respons
: seperti babinski.
g. Hoffman
Stimulus : goresan pada kuku jari tengah pasien. Respons : ibu jari,
telunjuk dan jari – jari lainnya berefleksi.
h. Tromner
Stimulus : colekan pada ujung jari tengah pasien. Respons : seperti
Hoffman.
13. TATALAKSANA
a. CT Scan kepala sangat sensitif dalam mengidentifikasi perdarahan akut
dandipertimbangkan sebagai gold standard.
b. Terapi konvensional PIVH berpusat pada tatalaksana hipertensi dan
peningkatantekanan intrakranial bersamaan dengan koreksi koagulopati dan
mencegah komplikasiseperti perdarahan ulang dan hidrosefalus.
Tatalaksana peningkatan TIK adalah dengan :
a. Resusitasi cairan intravena
b. Elevasi kepala pada posisi 300
c. Mengoreksi demam dengan antipiretik.
d. Usaha awal untuk fokus menangani peningkatan tekanan intrakranial
(TIK) sangat beralasan, karena peningkatan tekanan intrakranial yang
berat berhubungan dengan herniasi dan iskemi. Rasio mortalitas yang
lebih rendah konsisten ditemukan pada kebijakan terapi dengan: 1)
Penggunaan keteter intraventrikuler untuk mempertahankan TIK dalam
batas normal dan 2) Usaha untuk menghilangkan bekuan darah dengan
menyuntikkan trombolitik dosis rendah.
Pengkajian adalah merupakan tahap awal dari proses perawatan yaitu suatu
pendekatan yang sistematis dimana sumber data, diperoleh dari klien, keluarga
klien.
1. Anamnesia/Identitas.
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, bangsa/suku,
pendidikan, bahasa yang digunakan dan alamat rumah.
2. Keluhan Utama.
Biasanya pada klien mengeluh sakit kepala, kadang-kadang nyeri, awalnya
bisa pada waktu melakukan kegiatan.
3. Riwayat Penyakit Sekarang.
Klien biasanya datang dengan keluhan pusing yang sangat, parase pada
extrimitis, yang didapat sesudah bangun tidur baik sinistra atau dextra,
gangguan fokal, menurunnya sensasi sensori dan tonus otot biasanya tanpa
disertai kejang, menurunnya kesadaran seperti CVA Bleeding.
4. Riwayat Penyakit Dahulu.
Pada klien dengan CVA didapat hipertensi, aktivitas dan olahraga yang tidak
adekuat, kadang klien juga cidera kepala di masa mudah dan punya riwayat
DM.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga.
Dari pihak keluarga resesif mempunyai riwayat DM dan hipertensi atau
punya anggota keluarga yang punya atau pernah mengalami CVA Bleeding
maupun infark
6. Riwayat Kesehatan Lingkungan.
Resiko tinggi terjadi CVA berada pada lingkungan yang kurang sehat seperti
gizi yang jelek, aktivitas yang kurang adekuat dan pola hidup yang kurang
sehat
7. Riwayat Psikososial.
Riwayat psikososial sangat berpengaruh dalam psikologi klien dengan timbul
gejala-gejala yang dialami dalam proses penerimaan terhadap penerimaan
terhadap penyakitnya.
8. Pola Sehari-hari :
1. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Biasanya pada klien dengan CVA makanan yang disukai atau tidak
disukai oleh klien, mual – muntah, penurunan nafsu makan sehingga
mempengaruhi status nutrisi
2. Pola Eliminasi.
Kebiasaan dalam BAB didapatkan ,sedangkan kebiasaan BAK akan
terjadi retensi, konsumsi cairan tidak sesuai dengan kebutuhan.
3. Pola aktivitas dan latihan
Biasanya klien dengan CVA tidak bisa melakukan aktivitas, badan terasa
lemas, muntah dan terpasang infus.
4. Pola tidur dan istirahat.
Biasanya klien sebelum tidur, lama tidur siang dan malam karena nyeri
kepala yang hebat maka kebiasaan tidur akan terganggu.
5. Pola persepsi dan konsep diri.
Didalam perubahan konsep diri itu bisa berubah bila kecemasan dan
kelemahan tidak mampu dalam mengambil sikap.
6. Pola sensori dan kognitif
Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi
pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri.
7. Pola reproduksi sexual
Pada pria reproduksi dan seksual pada klien yang telah/sudah menikah
akan terjadi perubahan
8. Pola hubungan dan peran
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan peran dan
peran serta mengalami tambahan dalam menjalankan perannya selama
sakit.
9. Pola penanggulangan stress
Stress timbul apabila seorang klien tidak efektif dalam mengatasi
masalah penyakitnya.
11. Pola tata dan kepercayaan.
Timbulnya distress dalam spiritual pada klien, maka klien akan menjadi
cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan
terganggu.
# Pemeriksaan Fisik :
1. Keadaan umum
Biasanya klien CVA mengalami badan lemah, nyeri kepala, penurunan
kesadaran, tensi meningkat, suhu, nadi, pernafasan.
2. Kepala dan leher
Keadaan rambut, kepala simetris atau tidak, ada tidaknya benjolan kepala,
panas atau tidak, maka simetris atau tidak, keadaan sclera, puppi reflek
terhadap cahaya, hidung simetris atau ada tidaknya polrip, epistaksis mulut,
leher simetris serta ada pembesaran kelenjar tiroid
3. Thorax dan abdomen
Biasanya klien CVA tidak terdapat kelainan, bentuk dada simetris.
4. Sistem respirasi
Apa ada pernafasan abnormal, tidak ada suara tambahan dan tidak terdapat
pernafasan cuping hidung
5. Sistem kardio vaskuler
Pada umumnya klien dengan CVA ditemukan tekanan darah
normal/meningkat akan tetapi bisa didapatkan Tachicardi atau Bradicardi
6. Sistem integument
Pada umumnya klien CVA turgor kulit menurun, kulit bersih, wajah pucat,
berkeringat banyak
7. Sistem eliminasi
Pada sistem eliminasi urine dan alvi biasanya tidak ditemukan kelainan
8. Sistem muskulos keletal
Apakah ada gangguan pada extriminitas atas dan bawah atau tidak ada
gangguan
9. Sistem endoksin
Apakah didalam penderita CVA ada pembesaran kelenjar tiroid dan tonsil
10. Sistem persyarafan
Apakah kesadaran itu penuh atau apatis, somnolen dan koma dalam klien
CVA
Diagnosa yang Mungkin Muncul
1. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial yang berhubungan dengan
peningkatan volume intrakranial, penekanan jaringan otak, dan edema serebri.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi
sekret, penurunan mobilitas fisik, dan penurunan tingkat kesadaran.
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/ hemiplegia,
kelemahan neuromuskular pada ekstremitas.
4. Risiko tinggi cidera berhubungan dengan penurunan sensari, luas lapang
pandang.
5. Defisit perawatan diri : mandi dan eliminasi berhubungan dengan kelemahan
neuromuskular, menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan koordinasi
otot.
6. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan pada
area bicara pada hemisfer otak, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral,
dan kelemahan secara umum.
Rencana Intervensi
1) Penurunan kapasitas adaptif intrakranial yang berhubungan dengan
peningkatan volume intrakranial, penekanan jaringan otak, dan edema
serebri.
NOC : Tissue Perfusion: Cerebral
INDICATOR Severe Substantial Moderate Mild No
deviation deviation deviation deviation deviation
from from from normal from from normal
normal normal range normal range
range range range
Tekanan intracranial v
Tekanan sistolik v
Tekanan diastolic v
MAP v
NIC:
1. Exercise Therapy: balance
a) Menentukan kemampuan pasien untukmengikuti latihan
b) Mengevaluasi kemampuan sensori (penglihatan, pendengaran)
c) Menyediakan tempat yang aman untuk latihan
d) Kaji respon klien selama latihan
2. Joint mobility
a) Menetukan keterbatasan gerak sendi
b) Kolaborasi dengan therapist dalam mengembangkan program
latihan
c) Mengkaji tingkat nyeri sebelum melakukan latihan
d) Melindungi klien dari trauma selama latihan
e) Membantu klien untuk posisi yang optimal dalam melakukan
passive/aktive joint movement
f) Mendorong klien melakukan latihan ROM aktif
g) Mengajari PROM dan membantu AROM jika diindikasikan
h) Berikan pujian yang positif untuk
DAFTAR PUSTAKA
Batticaca, F.B. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Boderick, Joseph, Connoly, Sander. 2007. Penuntun Manajemen Perdarahan
Intraserebral Spontan Usia Dewasa. AHA Journal. 2007 (04) 5 :1-36.