Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada saat ini perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan

tidak lepas dari pengaruh globalisasi yang berdampak pada perkembangan

pengetahuan dan teknologi, serta seni dan budaya. Perubahan dan perkembangan

ini menuntut masyarakat untuk meningkatkan kualitas pendidikannya. Salah satu

upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan dalam suatu negara yaitu dengan

adanya suatu perbaikan terhadap proses pembelajaran.

Menurut Trianto (2011:1) Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan

kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan. Perubahan atau

perkembangan pendidikan adalah hal yang memang seharusnya terjadi sejalan

dengan perubahan budaya kehidupan.

Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat

terjadi proses ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta

pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain,

pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar

dengan baik.

Proses belajar merupakan bagian terpenting dalam suatu pendidikan. Peran

lembaga pendidikan sangat berpengaruh terhadap berhasilnya suatu proses belajar

mengajar dan membantu terbentuknya sumber daya yang optimal sebagai modal

1
2

pembangunan nasional. Untuk itu diperlukan upaya dalam meningkatan kualitas

pembelajaran yang dilakukan oleh guru.

Dalam dunia pendidikan khususnya sekolah, guru memegang peranan

penting dalam proses pembelajaran. Guru mengajar agar peserta didik dapat

belajar dan menguasai isi pelajaran (aspek kognitif) , juga dapat mempengaruhi

perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seorang

peserta didik. Namun proses pengajaran ini memberi kesan hanya sebagai

pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan pengajar (guru), sedangkan pembelajaran

menyiratkan adanya interaksi antara pengajar dengan peserta didik.

Guru memegang peranan penting dalam keberhasilan siswanya, walaupun

perangkat pembelajaran telah tersedia dengan baik dan lengkap tapi bila guru

tidak berhasil dalam proses belajar mengajar maka siswa tidak dapat menerima

pelajaran dengan baik pula. Seorang guru yang ideal harus mampu berpikir kritis

dan menerima perubahan-perubahan dalam proses belajar mengajar di kelas,

mampu menjalankan tugasnya secara profesional dan menemukan alternatif yang

harus diambil dalam proses belajar mengajar untuk tercapainya tujuan

pembelajaran itu sendiri.

Guru merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan

keberhasilan proses belajar mengajar di kelas, sehingga diharapkan dapat

meningkatkan hasil belajar. Hasil belajar merupakan gambaran kemampuan siswa

yang diperoleh dari penilaian dan keaktifan dalam proses belajar mengajar.

Tinggi rendahnya hasil belajar yang diperoleh seseorang tergantung besarnya

usaha dan aktivitas yang dilakukan oleh orang tersebut. Tingginya keaktifan
3

belajar siswa akan meningkatkan hasil belajar siswa, begitu pula apabila keaktifan

belajar siswa rendah akan berpengaruh terhadap rendahnya hasil belajar siswa.

Siswa yang memiliki keaktifan yang tinggi akan mendorong susasana

pembelajaran yang menyenangkan. Namun, apabila siswa tidak berperan aktif

dalam kegiatan pembelajaran akan mengakibatkan kejenuhan dan rasa bosan. Hal

ini disebabkan model dan metode pembelajaran yang digunakan guru masih

bersifat konvensional. Banyak guru yang masih mengajar dengan metode ceramah

dan mengharapkan siswa duduk, diam, dengar, catat dan menghapal. Oleh sebab

itu, seorang guru sebagai sumber belajar harus mampu memberi pengaruh yang

baik terhadap lingkungan belajar siswa sehingga timbul reaksi peserta didik untuk

mampu mencapai hasil belajar yang diinginkan. Salah satu kegiatan yang dapat

mempengaruhi hasil belajar, yang harus dilakukan guru adalah memilih dan

menggunakan model pembelajaran yang tepat untuk mencapai pengajaran yang

semuanya akan mempengaruhi proses belajar siswa dikelas.

Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti di sekolah SMK N 1 Percut

Sei Tuan di Kelas X, siswa cenderung acuh tak acuh pada saat proses belajar

mengajar berlangsung, dimana siswa bersikap pasif, malas untuk bertanya, tidak

fokus pada saat guru menyampaikan materi. Hal ini disebabkan karena guru

masih cenderung mendominasi pembicaraan, kurang melibatkan siswa, serta

menggunakan model pengajaran yang berorientasi pada buku teks yang berpusat

pada guru. Keberhasilan kegiatan pembelajaran ditentukan oleh aktifnya siswa

saat mengikuti pembelajaran. Keaktifan siswa akan mempengaruhi hasil belajar

saat pembelajaran, hal tersebut dapat dilihat dari tabel berikut:


4

Tabel 1.
Rata – rata Nilai Mata Pelajaran Pekerjaan Dasar Teknik Mesin (PDTM) pada
Siswa Kelas X TPM di SMK N 1 Percut Sei Tuan

Tahun Pelajaran Nilai Alat Ukur Dasar


2014/2015 71,3
2015/2016 73,7
2016/2017 74,0

(Sumber: SMK N 1 Percut Sei Tuan)

Berdasarkan data di atas ternyata nilai rata – rata siswa kelas X dari tahun

tahun sebelumnya masih dalam kategori kurang baik. Masih banyak hasil ulangan

siswa yang tidak tuntas dan berada dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

yang ada disekolah tersebut. Dari hasil observasi untuk rata – rata nilai siswa dari

tiga tahun sebelumnya adalah rendah dan peninngkatan rata –rata nilai tersebut

sangat kecil mengingat standar ketuntasan untuk mata pelajaran Pekerjaan Dasar

Teknik Mesin (PDTM) pada siswa SMK N 1 Percut Sei Tuan Program Keahlian

Teknik Pemesinan adalah 75.

Rendahnya hasil belajar siswa dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor

seperti kurangnya keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran, maupun karena

model pembelajaran yang diterapkan masih kurang tepat, sehingga siswa bosan

dan tidak tertarik terhadap mata pelajaran khususnya mata pelajaran Pekerjaan

Dasar Teknik Mesin (PDTM).

Untuk mengatasi masalah di atas, banyak cara untuk dapat meningkatkan

aktivitas dan hasil belajar siswa. Salah satu diantaranya dengan perbaikan dalam

proses pembelajaran di kelas. Ada banyak model pembelajaran yang pada


5

umumnya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Misalnya model

pembelajaran Jigsaw yang dikembangkan oleh Elliot Aronson’s, dimana

pembelajaran model ini siswa dibagi dalam beberapa kelompok belajar yang

heterogen yang beranggotakan 3-5 orang dengan menggunakan pola kelompok

asal dan kelompok ahli. Model pembelajaran Student Facilitator and Explaining,

dimana siswa/peserta didik belajar mempresentasikan ide/pendapat pada rekan

peserta didik lainnya, untuk melatih siswa berbicara untuk menyampaikan

ide/gagasan atau pendapatnya sendiri. Model pembelajaran Make A Match atau

Mencari Pasangan, dimana penerapan metode ini dimulai dari teknik yaitu siswa

disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas

waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin.

Terdapat juga model pembelajaran Mind Mapping yang merupakan cara

untuk menempatkan informasi ke dalam otak dan mengambilnya kembali ke luar

otak. Bentuk Mind Mapping seperti peta sebuah jalan di kota yang mempunyai

banyak cabang. Seperti halnya peta jalan kita bisa membuat pandangan secara

menyeluruh tentang pokok masalah dalam suatu area yang sangat luas. Dengan

sebuah peta kita bisa merencanakan sebuah rute yang tercepat dan tepat dan

mengetahui kemana kita akan pergi dan dimana kita berada. Mind

Mapping, disebut pemetaan pikiran atau peta pikiran, adalah salah satu cara

mencatat materi pelajaran yang memudahkan siswa belajar. Mind Mapping bisa

juga dikategorikan sebagai teknik mencatat kreatif. Dan berbagai model

pembelajaran lainnya seperti Tipe Think Pair Share, Take and Give, Inquiry, dan

sebagainya.
6

Oleh karena itu, guru sebagai sentral dalam pengembangan pendidikan

harus merencanakan, mengorganisasikan, mengelola proses belajar sedemikian

rupa sehingga bahan ajar yang diberikan dapat diserap dan dimiliki siswa dengan

baik. Untuk menanggapi hal tersebut, dalam hal ini peneliti memilih untuk

menggunakan model pembelajaran STAD sebagai salah satu alternative dalam

mengatasi masalah yang di hadapi dalam proses pembelajaran. Model

Pembelajaran ini merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada

pengembangan aspek kognitif, afektif dan psikomotor secara seimbang, sehingga

pembelajaran melalui strategi ini dianggap lebih bermakna.

Seiring dengan perkembangan dunia pendidikan saat ini pembelajaran

STAD diharapkan mampu meningkatkan aktivitas dari hasil belajar siswa dan

menjadi salah satu alternatif pembelajaran guna memecahkan permasalahan yang

ada. Dimana model pembelajaran STAD (Student Team Achievement Divison)

adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Siswa

ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat orang yang merupakan

campuran menurut tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan

pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh

anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai

kuis tentang materi itu dengan catatan, saat kuis mereka tidak boleh saling

membantu. Model Pembelajaran Koperatif tipe STAD merupakan pendekatan

Cooperative Learning yang menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara

siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi

pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Guru yang menggunakan STAD
7

mengajukan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu mengunakan

presentasi Verbal atau teks.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk

mengangkat judul penelitian “

“ Penerapan Model Pembelajaran STAD (Student Team Achievement

Division) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran

Pekerjaan Dasar Teknik Mesin (PDTM) Siswa Kelas X TPM SMK N 1

Percut Sei Tuan Tahun Ajaran 2019/2020”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah di atas, dapat

diidentifikasikan beberapa masalah, yaitu :

1. Rendahnya hasil belajar Pekerjaan Dasar Teknik Mesin (PDTM) siswa

SMK N 1 Percut Sei Tuan

2. Siswa cenderung tidak termotivasi pada saat proses belajar mengajar

berlangsung

3. Keaktifan belajar siswa Teknik Pemesinan SMK N 1 Percut Sei Tuan

cenderung rendah

4. Kurang memadainya fasilitas belajar dan sumber belajar yang

mengakibatkan dapat mengganggu proses pembelajaran

5. Pembelajaran cenderung berpusat pada guru


8

C. Pembatasan Masalah

Untuk memberi ruang lingkup yang jelas dan terarah terhadap penelitian

tindakan kelas ini, maka perlu dilakukan pembatasan masalah sebagai berikut :

1. Tingkat keaktifan siswa yang tergolong rendah dalam kegiatan proses

pembelajaran.

2. Rendahnya hasil belajar mata pelajaran Pekerjaan Dasar Teknik Mesin

(PDTM) siswa SMK N 1 Percut Sei Tuan.

D. Rumusan Masalah

Dari identifikasi dan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah : “Apakah dengan menerapkan Model Pembelajaran

STAD (Student Team Achievement Divison) dapat meningkatkan hasil belajar

siswa kelas X Teknik Pemesinan SMK N 1 Percut Sei Tuan Tahun Ajaran

2019/2020 ?”

E. Tujuan Penelitian Tindakan Kelas

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah :

Untuk meningkatan hasil belajar siswa dengan menerapkan model pembelajaran

STAD (Student Team Achievement Divison) pada siswa kelas X Teknik Pemesinan

SMK N 1 Percut Sei Tuan tahun ajaran 2019/2020.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk menambah wawasan, pengetahuan penulis tentang penerapan

model pembelajaran STAD (Student Team Achievement Divison)

dalam meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa.


9

2. Dengan dilaksanakan penelitian ini, diaharapkan dapat memberikan

manfaat dan masukan bagi sekolah khususnya guru untuk lebih jeli

memilih model pembelajaran untuk meningkatkan semangat, motivasi,

dan keaktifan siswa yang berpengaruh terhadap hasil belajar

3. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan

pemikiran bagi kepustakaan Universitas Negeri Medan, khususnya

Fakultas Teknik UNIMED.


10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritis

1.Hakikat Hasil Belajar

Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang

membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil (product) menunjuk

pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang

mengakibatkan berubahnya input secara fungsional. Begitupula dalam kegiatan

belajar mengajar, setelah mengalami belajar siswa berubah perilakunya dibanding

sebelumnya. Belajar dilakukan untuk mengusahakan adanya perubahan perilaku

pada individu yang belajar. Perubahan perilaku ini merupakan perolehan yang

menjadi hasil belajar.

Hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah proses belajar

mengajar dilaksanakan, baik dalam bentuk prestasi maupun perubahan tingkah

laku dan sikap siswa yang telah mengalami belajar. Hasil belajar dapat dijadikan

tolak ukur untuk menentukan tingkat keberhasilan siswa dalam mengetahui dan

memhamai suatu pelajaran.Menurut Uno (2009:16) : Hasil belajar yang muncul

dari dalam diri siswa merupakan akibat atau hasil dari interaksi siswa dengan

lingkungannya”.

Pertanyaan ini dapat diartikan apabila siswa belajar maka hasil belajar

dapat dilihat dari kemampuannya melakukan suatu kegiatan baru yang bersifat
11

menetap daripada yang dilakukan sebelumnya sebagai akibat dari interaksi siswa

dengan lingkungannya.

Menurut Suprijono (2010:5)

“Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-


pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan”. Menurut Sudjana
(2009:22) “ hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki
siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya”

Menurut Calor (dalam Sabri, 2010:46) Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh lima
factor, yakni:
a. Bakat pelajar
b. Waktu yang tersedia untuk belajar
c. Waktu yang diperlukan untuk menjelaskan pelajaran
d. Kualitas pengajaran
e. Kemampuan individu
Empat faktor di atas yang disebut di atas (a,b,c,d,e) berkenaan dengan

kemampuan individu dan faktor (d) adalah faktor diluar individu (lingkungan).

Kedua faktor di atas mempunyai hubungan berbanding lurus dengan hasil belajar

siswa. Artinya, semakin tinggi kemampuan siswa dan kualitas pengajaran, makin

tinggi pula hasil belajar siswa.

Menurut Sardiman (2009:49) Hasil pengajaran dikatakan betul-betul baik

apabila memiliki cirri-ciri sebagai berikut:

a. Hasil itu tahan lama dan dapat digunakan dalam kehidupan peserta didik
b. Hasil itu merupakan pengetahuan asli atau otentik.

Dalam hal ini guru akan senantiasa menjadi pembimbing dan pelatih yang

baik bagi para siswa yang akan menghadapi ujian. Apabila hasil pengajaran itu

tidak tahan lama dan lekas hilang, berati hasil pengajaran itu tidak efektif. Guru

harus mempertimbangkan berapa banyak dari yang diajarkan itu akan masih

diingat kelak oleh peserta didik. Pengetahuan hasil proses belajar mengajar itu
12

bagi siswa seolah-olah telah merupakan kepribadian bagi diri setiap siswa,

sehingga dapat mempengaruhi pandangan dan caranya mendekati suatu

permasalahan.

Dari pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

merupakan suatu hasil yang diperoleh peserta didik dari mempelajari tingkat

penguasaan ilmu pengetahuan tertentu. Dalam hal belajar yang harus diingat

bahwa hasil belajar merupakan perubahan nilai angka maupun huruf serta perilaku

secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi yang ada pada peserta

didik.

2. Hakikat Keaktifan Belajar Siswa

Menurut Anton M. Mulyono (2001:26)

Aktivitas artinya “kegiatan atau keaktifan”. Jadi segala sesuatu yang


dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non-fisik,
merupakan suatu aktivitas. Aktivitas siswa selama proses pembelajaran
merupakan salah satu indikator adanya keinginan siswa untuk belajar.

Sedangkan menurut Mc Keachie dalam Dimyati dan Mujiono (1999:45)

Berkenaan dengan prinsip keaktifan mengemukakan bahwa “individu


merupakan manusia belajar yang selalu ingin tahu”.
Menurut Sriyono (1992:75) “Keaktifan adalah pada waktu guru mengajar
ia harus mengusahakan agar murid-muridnya aktif jasmani maupun
rohani”.

Menurut Sagala (2006:124-134) keaktifan jasmani maupun rohani itu

meliputiantara lain:

(1) Keaktifan indera: pendengaran, penglihatan, peraba dan lain-lain.


muridharus diransang agar dapat menggunakan alat indranya sebaik
mungkin.
13

(2) Keaktifan akal: akal anak harus aktif atau diaktifkan untuk
memecahkanmasalah, menimbang-nimbang, menyusun pendapat, dan
mengambilkeputusan.
(3) Keaktifan ingatan: pada waktu mengajar, anak harus aktif menerima
bahanpelajaran yang disampaikan guru dan menyimpannya dalam otak,
kemudianpada suatu saat ia siap mengutarakan kembali.
(4) Keaktifan emosi: dalam hal ini murid hendaklah senantiasa
berusahamencintai pelajarannya.

Rochman Natawijaya dalam Depdiknas (2005:31) belajar aktif adalah

“Suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik,

mental intelektual dan emosi guna memperoleh hasil belajar berupa perpaduan

antara aspek kognitif, afektif dan psikomotor”.

Keaktifan siswa selama proses pembelajaran merupakan salah satu

indikator adanya keinginan atau motivasi siswa untuk belajar. Siswa dikatakan

memiliki keaktifan apabila ditemukan ciri-ciri perilaku seperti; 1) sering bertanya

kepada guru atau siswa lain, 2) mau mengerjakan tugas yang diberikan guru, 3)

mampu menjawab pertanyaan, 4) senang diberi tugas belajar, dan lain sebagainya.

Trinandita (1984) menyatakan bahwa “Hal yang paling mendasar yang dituntut

dalam proses pembelajaran adalah keaktifan siswa”.

Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi

yang tinggi antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Hal ini

akan mengakibatkan suasana kelas menjadi segar dan kondusif, dimana masing-

masing siswa dapat melibatkan kemampuannya semaksimal mungkin. Aktivitas

yang timbul dari siswa akan mengakibatkan pula terbentuknya pengetahuan dan

keterampilan yang akan mengarah pada peningkatan prestasi. Berdasarkan

beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa keaktifan belajar siswa adalah
14

segala kegiatan yang dilakukan dalam proses pembelajaran yaitu proses interaksi

(guru dan siswa) dalam rangka memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara

aspek kognitif, afektif dan psikomotor.

Menurut Usman (2009:26-27) cara untuk memperbaiki dan meningkatkan

keterlibatan siswa atau keaktifan siswa dalam belajar adalah sebagai berikut:

1) Sesuaikan pengajaran dengan kebutuhan-kebutuhan individual siswa.


Halini sangat penting untuk meningkatkan usaha dan keinginan siswa.
Caramemperbaiki keterlibatan kelas:
a) Abadikan waktu yang lebih banyak untuk kegiatan belajar
mengajar.
b) Tingkatkan partisipasi siswa secara efektif dalam kegiatan belajar
mengajar dengan menuntut respon yang aktif dari siswa. Gunakan
contoh-contoh dalam teknik mengajar, motivasi dan penguatan.
c) Masa transisi antara berbagai kegiatan dalam mengajar
hendaknyadilakukan secara tepat dan luwes.
d) Berikanlah pengajaran yang jelas dan tepat sesuai dengan
tujuanmengajar yang akan dicapai.
e) Usahakan agar pengajaran dapat menarik minat murid, untuk itu
guruharus mengetahui minat siswa dan mengaitkan dengan bahan
danprosedur pengajaran.

2) Cara meningkatkan keterlibatan siswa:


a) Kenalilah dan bantulah anak-anak yang kurang terlibat.
Selidikipenyebab dan usaha apa yang bisa dilakukan untuk
meningkatkanprestasi anak tersebut.
b) Siapkan siswa secara tepat. Persyaratan awal apa yang diperlukan
anakuntuk mempelajari tugas belajar yang baru.
c) Sesuaikan pengajaran dengan kebutuhan-kebutuhan individual
siswa. Halini sangat penting untuk meningkatkan usaha dan
keinginan siswa untukberfikir secara aktif dalam kegiatan belajar.

Gagne dan Briggs dalamMartinis (2007:84) menyebutkan faktor-faktor

yang dapatmenumbuhkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, yaitu:

1) Memberikan motivasi atau menarik perhatian siswa sehingga


merekaberperan aktif dalam kegiatan pembelajaran.
2) Menjelaskan tujuan instruksional (kemampuan dasar kepada
siswa).
3) Mengingatkan kompetensi belajar kepada siswa.
15

4) Memberikan stimulus (masalah, topik, dan konsep yang akan


dipelajari)
5) Memberikan petunjuk kepada siswa cara mempelajarinya.
6) Memunculkan aktivitas, partisipasi siswa dalam kegiatan
pembelajaran.
7) Memberi umpan balik (feed back).
8) Melakukan tagihan-tagihan terhadap siswa berupa tes sehingga
kemampuansiswa selalu terpantau dan terukur.
9) Menyimpulkan setiap materi yang disampaikan diakhir
pembelajaran.

Dari penjelasan di atas maka disimpulkan bahwa keaktifan belajar siswa

adalah segala sesuatu yang dilakukan siswa dalam proses interaksi dengan

lingkungan kelas dalam rangka mencapai tujuan belajar. Aktivitas yang dimaksud

disini penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan adanya aktivitas siswa

dalam proses pembelajaran terciptalah situasi belajar aktif.

3.Hakikat Model Pembelajaran

Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat

terjadi proses ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta

pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain,

pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar

dengan baik.

Proses belajar merupakan bagian terpenting dalam suatu pendidikan. Peran

lembaga pendidikan sangat berpengaruh terhadap berhasilnya suatu proses belajar

mengajar dan membantu terbentuknya sumber daya yang optimal sebagai modal

pembangunan nasional. Untuk itu diperlukan upaya dalam peningkatan kualitas

pembelajaran yang dilakukan oleh guru.


16

Keberhasilan pembelajaran sangat ditentukan model pembelajaran yang

digunakan. Model pembelajaran merupakan operasionalisasi dari teori

pembelajaran. Tanpa suatu model pembelajaran yang jelas, pembelajaran tidak

akan efektif, sehingga tidak mungkin diharapkan berhasil dengan baik.

Menurut Joyce (Dalam Trianto 2011:22)

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang


digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas
atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-
perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer,
kurikulum, dan lain-lain.

Selanjutnya, Joyce menyatakan bahwa setiap model pembelajaran

mengarahkan kita ke dalam mendesain pembelajaran untuk membantu peserta

didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai.

Model pembelajaran diartikan sebagai prosedur sistematis dalam

mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.Dapat juga

diartikan suatu pendekatan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Saat ini

telah banyak digunakan berbagai macam model pembelajaran, dari yang

sederhana sampai model yang agak kompleks dan rumit karena membutuhkan alat

bantu dalam penerapannya.

Adapun Soekamto, dkk (dalam Trianto, 2011) mengemukakan maksud dari

model pembelajaran adalah : “Kerangka konseptual yang melukiskan prosedur

yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai

tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang

pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar”.


17

Dengan demikian, aktivitas pembelajaran benar-benar merupakan kegiatan

bertujuan yang tertata secara sistematis.

Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas daripada

strategi, metode atau prosedur. Model pembelajaran mempunyai empat ciri

khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode atau prosedur. Ciri – ciri tersebut

ialah:

a. Rasional teoritis logis yang disusun oleh para pencipta dan

pengembangnya

b. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan

pembelajaran yang akan dicapai)

c. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat

dilaksanakan dengan berhasil, dan

d. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat

dicapai

Menurut Arends (dalam Trianto 2011) menyatakan, istilah model


pembelajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu
termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan sistem
pengelolaannya.

Adapun kesimpulan yang didapat bahwa model pembelajaran merupakan

sebagai cara, contoh maupun pola, yang mempunyai tujuan mnyajikan pesan

kepada siswa yang harus diketahui, dimengerti dan dipahami yaitu dengan cara

membuat suatu pola atau contoh dengan bahan-bahan yang dipilih oleh para

pendidik/guru sesuai dengan materi yang diberikan dan kondisi didalam kelas.
18

4. Hakikat Model Pembelajaran STAD (Student Team Achievement Divison)

A. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student


Teams-Achievements Divisions (STAD

STAD merupakan salah satu model peelajaran kooperatif dengan

menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap

kelompok empat sampai lima orang siswa secara heterogen.

Pembelajaran ini diawali dengan presentasi kelas (penyajan materi),

kegiatan kelompok, kuis, penghargaan individu, dan penghargaan

kelompok.

Arends (2008:13) menyatakan bahwa pada STAD siswa di


kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil yang merupakan
campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. Guru
menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim mereka
memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran
tersebut. Kemudian, seluruh siswa diberikan tes tentang materi
tersebut, pada saat tes siswa tidak diperbolehkan saling membantu.

Sedangkan menurut Warsono & Hariyanto (2013 : 197)


mengartikan bahwa pembelajaran STAD mendorong siswa untuk
terbiasa dalam bekerja sama dalam tim dan saling membantu dalam
menyelesaikan suatu masalah, namun pada akhirnya siswa lah yang
bertanggung jawab secara mandiri.

Tujuan utama dari pembelajaran STAD adalah untuk memotivasi siswa

supaya dapat saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam

menguasai keterampilan atau pengetahuan yang diajarkan oleh guru. Karena

untuk memperoleh penghargaan, kelompok mau tidak mau mereka harus saling

membantu satu sama lain dalam mempelajari bahan materi yang disajikan guru.

Mereka akan melakukan diskusi, saling membagi pengetahuan, pemahaman

dan kemampuan, serta saling mengoreksi antar sesama dalam kelompok

sehingga dapat membantu mereka untuk berhasil baik dalam mengerjakan kuis.
19

Melalui belajar dari teman sebaya, maka proses penerimaan dan pemahaman

siswa akan semakin mudah dan cepat terhadap materi yang dipelajari.

Model pembelajaran kooperatif tipe STAD memberikan suasana belajar

yang menyenangkan karena rasa kebersamaan yang tumbuh dan berkembang

diantara sesama anggota kelompok, memungkinkan siswa untuk mengerti dan

memahami materi pelajaran dengan lebih baik. Oleh karena itu, dengan

menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam kelas akan

memberikan pengaruh kepada siswa terutama dalam meningkatkan hasil

belajarnya. Hasil belajar yang telah meningkat dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat dilihat dari penilitian Santi (2015 :

429) yang menunjukan peningkatan hasil belajar. Hasil belajar siswa sebelum

diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD mencapai rerata 6,86 dan

masih banyak siswa yang belum memenuhi KKM. Setelah dilaksanakan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siklus pertama rerata nilai kelas 7.06

dan pada siklus kedua terjadi penurunan nilai siswa dengan rerata nilai 5.9 dan

dilanjutkan pada siklus ketiga sehingga diperoleh rerata nilai menjadi 7.09.

Berdasarkan data siklus satu, dua dan ketiga tersebut, model pembelajaran

kooperatif tipe STAD mampu meningkatkan hasil belajar siswa tersebut.

B. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student


Teams-Achievements Divisions (STAD)

Lima langkah utama dalam pembelajaran tipe STAD adalah presentasi

kelas, kerja kelompok, kuis, skor perbaikan individu, dan penghargaan

kelompok. Menurut Slavin (2005 : 143-146) setiap langkah dapat dijelaskan

sebagai berikut :
20

1) Presentasi kelas (penyajian materi)

Langkah awal dari pembelajaran dengan model STAD adalah guru

menerangkan materi pembelajaran secara garis besar. Peserta didik

harus memperhatikan dengan sungguh-sungguh agar memahami

penjelasan guru, dan agar dalam diskusi kelompok mampu

menyelesaikan masalah yang diberikan, sehingga mampu

memperoleh skor yang bagus ketika diadakan kuis atau ulangan.

2) Kerja Kelompok

Setiap kelompok terdiri dari 4-5 orang siswa yang mewakili seluruh

bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras, dan

etnisitas. Fungsi utama kelompok adalah memastikan bahwa setiap

anggota kelompok memahami masalah yang didiskusikan oleh

kelompok tersebut sehingga saat diadakan kuis, setiap anggota

kelompok mampu meraih skor yang maksimal. Setelah guru

menjelaskan materi pokok, kelompok berdiskusi untuk membahas

masalah yang diberikan. Peserta didik bekerjasama mendiskusikan

masalah yang diberikan, membandingkan masing-masing jawaban,

dan mengoreksi kesalahan-kesalahan. Kelompok adalah hal

terpenting dari model STAD. Dalam setiap langkah, perhatian

diberikan kepada kerja kelompok dalam bekerja sama dan dalam

membantu anggota kelompok yang kemampuannya kurang. Kerja

kelompok ini memberi kesempatan bantuan teman sebaya untuk

peningkatan hasil belajar peserta didik, kerjasama, komunikasi, dll.


21

Cara membagi peserta didik dalam kelompok-kelompok adalah

dengan membagi peserta didik menjadi tiga tingkatan kemampuan

sesuai rangking, yaitu kemampuan tinggi, sedang dan rendah.

Komposisi masing-masing kelompok adalah seperempat untuk

kelompok tinggi, setengah untuk kelompok sedang, dan seperempat

untuk kelompok rendah. Dari tiga tingkat kemampuan tersebut

dibentuk kelompok dengan anggota empat atau lima orang. Cara

pembagian kelompok dengan memberi huruf sebagai nama

kelompok. Agar kemampuan setiap kelompok seimbang, maka

pembagian kelompok dimulai dari tingkat kemapuan tinggi, dari

tengah untuk tingkat kemampuan sedang dan dari bawah untuk

tingkat kemampuan rendah. Berikut merupakan pembagian

kelompok model pembelajaran STAD menurut Shlomo Sharan (2009

: 13-15):

Tabel 2. Pembagian kelompok model pembelajaran STAD

Rangking Nama Kelompok


Peserta didik dengan prestasi 1 A
Tinggi 2 B
3 C
4 D
5 E
6 F
7 G
8 H
9 I
10 J
Peserta didik dengan prestasi 11 J
rata-rata 12 I
13 H
14 G
22

15 F
16 E
17 D
18 C
19 B
20 A
21 A
22 B
23 C
24 D
25 E
26 F
27 G
28 H
29 I
30 J
Peserta didik dengan prestasi 31 J
Rendah 32 I
33 H
34 G
35 F
36 E
37 D
38 C
39 B
40 A

3) Kuis

Setelah beberapa kali guru menyampaikan materi dan dilakukan

diskusi kelompok, kemudian diadakan kuis secara individual. Siswa-

siswa tidak diijinkan saling membantu selama kuis berlangsung. Hal

ini untuk memastikan bahwa setiap siswa secara perseorangan

bertanggung jawab atas pengetahuan yang mereka peroleh.

4) Penghargaan Individu
23

Setelah diberikan kuis, sesegera mungkin guru menentukan

peningkatan nilai individu dan skor kelompok. Gagasan utama yang

mendasari bentuk penilaian ini adalah untuk memberikan dorongan

pada peserta didik agar berupaya meraih hasil belajar yang

maksimal. Dengan ini diharapkan peserta didik memperoleh hasil

belajar yang lebih baik dari sebelumnya. Adapun aturan pemberian

poin peningkatan individu menurut Slavin (2005 : 159) sebagai

berikut:

Tabel 3. Pemberian poin peningkatan individu

Kriteria Skor Peningkatan

Lebih dari 10 poin di bawah skor dasar 5 poin

10 poin di bawah sampai 1 poin di bawah


10 poin
skor dasar

Skor dasar sampai 10 poin diatas skor


20 poin
Dasar

Lebih dari 10 poin di atas skor dasar 30 poin

Pekerjaan sempurna (tanpa memperhatikan


30 poin
skor dasar)

Skor awal dihitung dari rata-rata nilai yang diperoleh peserta didik

dalam ulangan sebelum diterapkannya pembelajaran dengan STAD.

Jika tidak dapat menggunakan nilai terakhir tahun lalu dari siswaa

tersebut. Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa peserta didik yang
24

mendapatkan nilai dibawah skor dasar tetap mendapat poin. Hal ini

untuk menumbuhkan semangat, agar peserta didik tidak putus asa.

5) Penghargaan Kelompok

Sebuah kelompok akan memperoleh suatu penghargaan predikat jika

skor rata-rata kelompok tersebut sesuai dengan kriteria. Skor

kelompok dihitung dari rata-rata skor perkembangan anggota

kelompok. Predikat yang diberikan menurut Rusman (2011 : 216)

kepada kelompok disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 4. Penghargaan Kelompok


Kriteria (Rata-rata
Penghargaan
kelompok)

15 Tim yang baik (Good team)

20 Tim yang baik sekali (Great team)

25 Tim yang istimewa (Super team)

Dalam penelitian ini predikat yang diberikan kepada kelompok yang

mendapatkan penghargaan menggunakan istilah bahasa Indonesia

agar lebih dimengerti dan bermakna. Kriteria yang digunakan adalah

cukup baik untuk kelompok yang mendapat rata-rata 15 poin (5 poin

diatas skor dasar), baik untuk kelompok yang mendapat rata-rata 20

poin (10 poin diatas skor dasar), dan sangat baik untuk kelompok

yang mendapatkan rata rata 25 poin (15 poin diatas skor dasar).

Setelah akhir dari suatu periode yang ditetapkan, kelas dibagi dalam
25

kelompok yang baru. Hal ini memberi kesempatan baru kepada

peserta didik yang berada pada kelompok rendah,dan bekerjasama

dengan kelompok yang berbeda.

C. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe


Student Teams-Achievements Divisions (STAD)

Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams-Achievements Divisions

(STAD) merupakan salah satu dari sekian banyak model pembelajaran

kooperatif yang mempunyai kelebihan antara lain :

1) Karena dalam kelompok siswa dituntut untuk aktif sehingga dengan

model ini siswa dengan sendirinya akan percaya diri dan

meningkatkan kecakapan individunya (Imas & Berlin, 2015 : 22).

Dan dalam kelompok siswa diajarkan untuk saling mengerti dengan

materi yang ada, sehingga siswa saling memberitahu dan mengurangi

sisfat kompetiitf (Imas & Berlin, 2015 : 23).

2) Siswa memiliki dua bentuk tanggung jawab belajar, yaitu belajar

untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota kelompok

untuk belajar (Rusman, 2011 : 203). Siswa saling membelajarkan

sesama siswa lainnya atau pembelajaran oleh rekan sebaya yang

lebih efektif dari pada pembelajaran oleh guru (Rusman, 2011 : 204).
26

3) Pengelompokan siswa secara heterogen membuat kompetensi yang

terjadi di kelas menjadi lebih hidup.

4) Pemberian kuis juga meningkatkan tanggung jawab individu, karena

nilai akhir kelompok dipengaruhi nilai kuis yang dikerjakan secara

individu.

Pembelajaran kooperatif tipe STAD menekankan pada aktivitas dan

interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi, saling membantu satu sama

lain dalam menguasai pelajaran guna mencapai hasil belajar yang maksimal.

Selain berbagai kelebihan, model pembelajaran tipe STAD ini juga memiliki

kelemahan. Semua model pembelajaran memang dibuat untuk memberikan

manfaat yang baik dan positif pada pembelajaran, tidak terkecuali tipe STAD.

Namun, terkadang pada langkah-langkah tertentu terdapat sebuah kelemahan

antara lain:

1) Berdasarkan langkah-langkah pembelajaran tipe STAD jika

dibandingkan dengan pembelajaran konvesional (yang hanya

penyajian materi dari guru), pembelajaran menggunakan model ini

relatif lama, dengan memperhatikan tiga langkah STAD yang

menguras waktu seperti penyajian materi dari guru, kerja kelompok

dan tes individual/kuis. Penggunaan waktu yang lebih lama dapat

sedikit diminimalisir saat pembentukan kelompok saat sebelum

kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Dengan demikian, dalam


27

kegiatan pembelajaran tidak ada waktu yang terbuang untuk

pembentukan kelompok.

2) Pembelajaran kooperatif tidak terkecuali STAD, bila tidak dirancang

dengan baik dan benar dapat memicu munculnya pengendara bebas

atau pemboncengan, dimana sebagian anggota kelompok melakukan

semua atau sebagian besar dari seluruh pekerjaan sementara yang

lainya hanya tinggal mengendarainya. Untuk meminimalisirnya

masalah tersebut maka guru perlu menjelaskan dan memberikan

pemahaman tentang penilaian dalam pembelajaran tipe STAD ini.

Siswa perlu di tanamkan rasa tanggung jawab dan jiwa berkompetisi

antar kelompok. Apabila menginginkan kelompoknya menjadi juara

atau yang terbaik maka seluruh anggota kelompok harus turut

berperan dalam tugas-tugas kelompok dan memahami semua materi

pembelajaran, karena nilai kuis yang dikerjakan secara individu

menentukan nilai akhir kelompok. Merupakan sebuah kebodohan

jika seorang anggota kelompok tidak memperdulikan anggota

kelompoknya.

3) Menurut Imas & Berlin (2015 : 23) jika guru tidak bisa mengarahkan

anak, maka anak yang berprestasi bisa jadi lebih dominan dan tak

terkendali didalam kelompok. Lalu karena tidak adanya kompetisi

diantara anggota masing-masing kelompok, bisa saja anak yang

berprestasi menurun semangatnya.


28

B. Penelitian Yang Relevan

Adapun penelitian yang dilakukan oleh Anwar Hidayat. Penerapan

model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division

(STAD) dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik pada mata diklat PDPL

kelas X Jurusan Teknik Pemesinan SMK Negeri 1 Sedayu tahun ajaran

2012/2013. Pada siklus I persentase ketuntasan belajar siswa sebesar 62,5%,

dengan jumlah siswa yang berhasil mencapai KKM sekolah sebanyak 20 siswa

dan nilai rata-rata kelas sebesar 73,5. Pada siklus II meningkat menjadi

93,75%, dengan jumlah siswa yang berhasil mencapai KKM sekolah sebanyak

30 siswa dan nilai rata-rata kelas mencapai 82,81.

Selanjutnya penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh Endra Budi

Sulistiawan (2015) di SMP Negeri 1 Sidoharjo, maka dapat disimpulkan

bahwa penerapan pendekatan saintifik terintegrasi model pembelajaran

kooperatif Student Team Achievement Division (STAD) dapat meningkatkan

kemampuan penalaran matematika siswa, karena dengan pembentukan

kelompok yang terbagi dalam siswa yang pemahamannya lebih dengan

pemahaman siswa yang kurang sangat mempengaruhi dalam pembelajaran.

Adanya kerja kelompok dalam sebuah kelompok untuk menyelesaikan soal-

soal latihan dari guru sangat menarik dan terjadilah proses pembelajaran

yang dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematika pada siswa. Dan

dengan adanya reward (hadiah) baik berupa nilai atau barang menjadikan

siswa lebih semangat dalam belajar matematika. Peningkatan yang terjadi

dapat dilihar dari indikator-indikator yang telah tercapai, yaitu :


29

1. Siswa yang mampu mengajukan dugaan sebelum dilakukan tindakan

penelitian ada 10 siswa (33,33 %), pada akhir siklus I ada 15 siswa

(50,00%)

dan pada akhir siklus II ada 25 siswa (83,33%).

2. Siswa yang mampu melakukan manipulasi matematika sebelum

dilakukan

tindakan penelitian ada 7 siswa (23,33%), pada akhir siklus I ada 17

siswa

(56,67%) dan pada akhir siklus II ada 24 siswa (80,00%).

3. Siswa yang mampu memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran

solusi

sebelum dilakukan tindakan penelitian ada 8 siswa (26,67%), pada akhir siklus

I ada 16 siswa (53,33%) dan pada akhir siklus II ada 23 siswa (76,67%).

4. Siswa yang mampu menarik kesimpulan dari suatu permasalahan

matematika

yang diberikan sebelum dilakukan tindakan penelitian ada 5 siswa (16,67%),

pada akhir siklus I ada 19 siswa (63,33%) dan pada akhir siklus II ada

26

siswa (86,67%).

Dan penelitian yang dilakukan oleh Yulaika (2012) pada siswa kelas

XI Program Akuntansi di SMK Muhammadiyah 5 Kepanjen menyimpulkan

bahwa ada pengaruh model pembelajaran STAD terhadap aktivitas dan hasil

belajar siswa selama proses pembelajaran akuntansi pada materi pengelolaan


30

kartu utang. Hal ini dapat diketahui dari rata-rata skor keaktifan dan hasil

belajar siswa yang pembelajarannya menggunakan model STAD lebih tinggi

dibandingkan dengan siswa yang menggunakan model konvensional.

C. Kerangka Berpikir

Proses belajar merupakan bagian terpenting dalam suatu pendidikan. Peran

lembaga pendidikan sangat berpengaruh terhadap berhasilnya suatu proses belajar

mengajar dan membantu terbentuknya sumber daya yang optimal sebagai modal

pembangunan nasional. Untuk itu diperlukan upaya dalam peningkatan kualitas

pembelajaran yang dilakukan oleh guru.

Dalam dunia pendidikan khususnya sekolah, guru memegang peranan

penting dalam proses pembelajaran. Guru mengajar agar peserta didik dapat

belajar dan menguasai isi pelajaran (aspek kognitif) , juga dapat mempengaruhi

perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seorang

peserta didik, namun proses pengajaran ini memberi kesan hanya sebagai

pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan pengajar (guru). Sedangkan pembelajaran

menyiratkan adanya interaksi antara pengajar dengan peserta didik.

Mengetahui hal tersebut, untuk meningkatkan pembelajaran efektif dan

menarik diperlukan model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk ikut

berpartisipasi dalam proses pembelajaran.

Keberhasilan pembelajaran sangat ditentukan oleh model pembelajaran

yang digunakan. Model pembelajaran merupakan operasionalisasi dari teori

pembelajaran. Tanpa suatu model pembelajaran yang jelas, pembelajaran tidak

akan efektif, sehingga tidak mungkin diharapkan berhasil dengan baik.


31

Model pembelajaran merupakan pedoman sebagai prosedur sistematis

dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.

Dapat juga diartikan suatu pendekatan yang digunakan dalam kegiatan

pembelajaran. Salah satu solusi untuk menunjang berhasilnya proses

pembelajaran didukung oleh penyajian model yang berbeda, menarik dan efektif,

yaitu model STAD.

Dengan demikian dalam proses perencanaan menggunakan model

pembelajaran STAD, guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus

di hafal, akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat

menemukan sendiri materi yang harus di pahaminya. Model pembelajaran STAD

dirancang untuk membawa siswa secara langsung ke dalam proses ilmiah yang

dapat memadatkan proses ilmiah tersebut ke dalam periode waktu yang singkat.

Pengaruhnya adalah bahwa model pembelajaran STAD akan meningkatkan

pemahaman ilmu pengetahuan, produktivitas dalam berpikir kreatif, dan

keterampilan-keterampilan dalam memperoleh dan menganalisis informasi.

Penggunaan model pembelajaran STAD akan mencapai tujuan, dimana

model ini membantu siswa mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan

untuk meningkatkan pertanyaan-pertanyaan dan pencarian jawaban yang

terpendam dari rasa keingintahuan siswa. Untuk itulah, hal ini membantu siswa

meneliti secara mandiri, tetapi dalam cara yang disiplin. Sehingga siswa bertanya

mengapa sesuatu peristiwa tertentu harus terjadi seperti itu, ada apa sebenarnya,

bagaimana saya bisa menyelidikinya. Dan juga menimbulkan keinginan siswa

tentang bagaimana memperoleh dan memproses data secara logis dengan


32

mengembangkan strategi-strategi intelektual umum yang dapat siswa gunakan

untuk mencari tahu terjadinya fenomena atau peristiwa tertentu.

Maka dari itu, dapat diduga bahwa penerapan Model Pembelajaran STAD

merupakan solusi untuk menjawab pemasalahan (hasil belajar) dalam proses

pembelajaran yang ada pada ruang lingkup observasi yang dilakukan penulis.

Pembelajaran ini melatih siswa secara aktif dalam pembelajaran dimana

pembelajaran ini membantu siswa untuk memperoleh informasi yang mereka

temukan dan mampu menyusun informasi tersebut berdasarkan pengetahuan

mereka sehingga dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa saat

pembelajaran.

Secara sederhana kerangka berpikir dapat digambarkan melalui gambar di

bawah ini :

Model Hasil Belajar


Pembelajar
an STAD
Keaktifan Belajar

Gambar 1. Kerangka Berfikir

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian teori dan kerangka berpikir diatas maka dapat

disimpulkan yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini ialah sebagai berikut :
33

1. Dengan penerapan model pembelajaran STAD, dapat meningkatkan

hasil belajar siswa pada mata pelajaran Pekerjaan Dasar Teknik Mesin

di kelas X TPM SMK N 1 Percut Sei Tuan.

2. Dengan penerapan model pembelajaran STAD,dapat meningkatkan

keaktifan belajar siswa pada mata pelajaran Pekerjaan Dasar Teknik

Mesin di kelas X TPM SMK N 1 Percut Sei Tuan.


34

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

tindakan kelas (Classroom Action Research)yang mana fokus penelitian ini

terdapat pada tindakan yang direncanakan oleh guru yang selanjutnya akan

diterapkan pada peserta didik.Dalam pelaksanaan tindakan guru dibantu oleh

pengamat dari guru bidang studi yang sama sebagai observer. Strategi PTK

yang digunakan adalah strategi yang dikemukakan oleh Kemmis dan Mc.

Taggart ( Dalam Sukardi, 2012 : 3 ). Strategi ini mempunyai empat tahapan,

yaitu tahap: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pegamatan, dan (4) refleksi.

Tahapan-tahapan dari kegiatan ini merupakan kegiatan berulang yang tertuang

dalam bagan siklus pembelajaran. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam

gambar 2 berikut.
35

PELAKSANA
AN

SIKLU PENGAMAT
PERENCANA
SI AN
AN

REFLEKSI

PELAKSANA
AN

PERENCANA SIKLU PENGAMAT

AN
S II AN

REFLEKSI

Gambar 2. Langakah - Langkah Pelaksanaan PTK

Adapun langkah-langkah pembelajaran dalam penelitian ini adalah seperti

dibawah ini :

1. Siklus I

a. Tahap perencanaan

Tahap perencanaan dalam mengajarkan materi adalah sebagai berikut :


36

1) Melakukan analisis kurikulum untuk mengetahui kompetensi dasar yang

akan disampaikan kepada siswa dengan menggunakan pembelajaranSTAD

2) Membuat rencana pembelajaran STAD

3) Membuat lembar kerja siswa

4) Merencanakan lembar observasi untuk pengamatan terhadap keaktifan

belajar siswa

5) Menyusun alat evaluasi pembelajaran

b. Tahap Pelaksanaan Tindakan

Setelah diperoleh gambar keadaan kelas, pada tahap ini guru

melaksanakan pembelajaran sesuai dengan apa yang telah disusun dalam

rencana pelaksanaan pembeajaran (RPP) dan guru langsung memainkan

perannya dalam mengkordinir dan membimbing siswa dan kelompok

belajarnya, dimana target keberhasilan siswa yang ingin dicapai yaitu 80%

dari jumlah siswa yang tuntas dari kriteria ketuntasan minimal (KKM) sebesar

75. Pada akhir tindakan diberikan tes kepada siswa untuk melihat hasil yang

dicapai melalui pemberian tindakan.

Adapun prosedur kerja yang akan diterapkan pada tahap ini sebagai

berikut :

Tabel 5. Prosedur Kerja Tahap Pelaksanaan Tindakan

No. TINDAKAN OUTPUT


SIKLUS I
1 1. Menetapkan isi pembelajaran 1. Siswa memahami
2. Menetapkan langkah - langkah atau lngkah – langkah
model pembelajaran pembelajaran
2. Siswa menjawab soal
3. Meninjau ulang pembelajaran
pre test
37

dengan memberikan pre test

2 Guru melaksanakan pembelajaran degan 1. Siswa mendengarkan


menerapkan model pembelajaran STAD,
yaitu :
1. Guru menjelaskan kompetensi yang
2. Siswa memperhatikan
ingin dicapai
penjelasan guru
2. Guru menjelaskan penerapan model
pembelajaran STAD
3. Guru menyampaikan informasi atau
3. Siswa memahami
pokok-pokok materi pelajaran
langkah langkah
4. Guru memberikan contoh langkah-
pembelajaran
langkah penting dalam menyelesaikan
tugas/soal.
5. Guru membimbing siswa
mengidentifikasi masalah dan masalah
dituliskan di papan.Guru membagi
4. Siswa memahami
siswa dalam kelompok.
materi pembelajaran
6. Guru memberikan kesempatan pada
siswa untuk curah pendapat dalam
membentuk hipotesis.
5. Siswa dapat menerima
7. Guru membimbing siswa dalam
tanggungjawab dari
menentukan hipotesis yang relevan
guru mengenai tugas
dengan permasalahan dan
yang diberikan
memproiritaskan hipotesis mana yang
menjadi prioritas penyelidikan.
8. Guru memberikan kesempatan pada
siswa untuk menentukan langkah-
6. Siswa mengetahui
langkah yang sesuai dengan hipotesis
seberapa jauh
yang akan dilakukan. Guru
kemampuan mereka
membimbing siswa mengurutkan
dalam materi yang
langkah-langkah percobaan.
telah diajarkan
9. Guru membimbing siswa mendapatkan
informasi melalui percobaan.
10. Guru memberi kesempatan kepada
setiap kelompok untuk menyampaikan
hasil pengolahan data yang terkumpul.
11. Guru membimbing siswa dalam
membuat kesimpulan.
3 Peneliti bersama guru melakukan Hasil kemampuan
evaluasi hasil pembelajaran siklus I alat ukur dasar siswa
berdasarkan tes siklus
I
4 Melakukan refleksi tindakan pada siklus Peningkatan
I secara menyeluruh kemampuan siswa
38

dalam
pembelajaranSTAD
Pada siklus I belum mencapai indikator keberhasilan tindakan, maka
dilanjutkan pada siklus berikutnya

c. Tahap Observasi

1. Situasi kegiatan belajar mengajar

2. Keaktifan siswa

3. Kemampuan sisa dalam diskusi kelompok

d. Tahap Refleksi

Tahap ini dilakukan untuk menganalisis dan memberi arti terhadap data

yang diperoleh sehingga dapat diambil kesimpulan dari tindakan yang telah

dilakukan. Hasil refleksi ini digunakan sebagai dasar untuk pelaksanaan siklus

kedua. Jika pada siklus pertama belum mencapai indikator keberhasilan

tindakan, maka dilanjutkan pada siklus berikutnya.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMK N 1 Percut Sei Tuan, yang

beralamat di Jalan Kolam No.3 Medan Estate, Kecamatan Percut Sei Tuan,

Kabupaten Deli Serdang. Adapun waktu penelitian dilaksanakan pada

semester ganjil tahun ajaran 2019/2020.

C. Objek dan Subjek Penelitian

Adapun yang menjadi objek penelitian ini adalah proses belajar mengajar

khususnya pada materi Memahami Alat Ukur Dasar kelas X TPM dengan

alasan memiliki nilai rendah berdasarkan hasil observasi dengan guru mata
39

pelelajaran. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X TPM SMK N1 Percut

Sei Tuan.

D. Definisi Operasional

Penelitian ini menggunakan dua variabel, meliputi satu variabel bebas

yaitu model pembelajaran STAD, dan satu variabel terikat yaitu hasil belajar.

Agar tidak terjadi penafsiran yang berbeda terhadap istilah-istilah yang

digunakan dalam penelitian ini, maka dibuat definisi beberapa istilah dalam

operasional penelitian ini sebagai berikut :

1. Model Pembelajaran STAD suatu rangkaian kegiatan belajar yang

melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari

dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga

mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh

percaya diri.Adapun langkah – langkah model pembelajaran Problem

Based Instruction yaitu : menyajikan pertanyaan atau masalah(guru

membimbing siswa mengidentifikasi masalah dan masalah dituliskan

di papan guru membagi siswa dalam kelompok), membuat hipotesis

(guru memberikan kesempatan pada siswa untuk curah pendapat dalam

membentuk hipotesis, guru membimbing siswa dalam menentukan

hipotesis yang relevan dengan permasalahan dan memproiritaskan

hipotesis mana yang menjadi prioritas penyelidikan), merancang

percobaan (guru memberikan kesempatan pada siswa untuk


40

menentukan langkah-langkah yang sesuai dengan hipotesis yang akan

dilakukan), melakukan percobaan untuk memperoleh informasi (guru

membimbing siswa mendapatkan informasi melalui percobaan),

megumpulkan dan menganilisis data (guru memberi kesempatan

kepada setiap kelompok untuk menyampaikan hasil pengolahan data

yang terkumpul), membuatkesimpulan (guru membimbing siswa

dalam membuat kesimpulan).

2. Hasil belajar merupakan suatu hasil yang diperoleh peserta didik dari

mempelajari tingkat penguasaan ilmu pengetahuan tertentu. Dengan

kata lain, dalam hal ini hasil belajar diartikan sebagai tingkat

pengusahaan yang dicapai oleh siswa dengan tujuan pendidikan yang

diterapkan melalui model pembelajaran STAD sehingga akan

menghasilkan pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian, sikap,

apresiasi dan keterampilan, dimana hasil belajar dipengaruhi oleh

bakat pelajar, waktu yang tersedia untuk belajar, waktu yang

diperlukan untuk menjelaskan pelajaran , kualitas dan kemampuan

individu.

E. Partisipan

Penelitian ini dilaksanakan oleh guru mata pelajaran Alat Ukur Dasar

sebagai pelaku tindakan dan peneliti sendiri sebagai observer. Menurut

Kunandar (2008) partisipan sebagai sumber data dalam penelitian tindakan

kelas meliputi : 1) siswa, 2) guru, dan 3) teman sejawat dan kolaborator.


41

Penelitian tindakan kelas dilaksanakan secara kolaboratif dan bermitra dengan

pihak lain, seperti teman sejawat. Jadi, dalam penelitian tindakan kelas perlu

ada partisipasi dari pihak lain yang berperan sebagai pengamat. Hal ini

diperlukan untuk mendukung objektivitas dari hasil penelitian tindakan kelas.

F. Proses Pelaksanaan Kegiatan Penelitian

Secara garis besar pelaksanaan kegiatan penelitian yang dilaksanakan

berlangsung selama dua siklus. Adapun tahapan kelompok kegiatan dalam

pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut :

Observasi Awal
Mengamati kegiatan hasil belajar
mengajar
Tahap Persiapan
- Konsultasi
- Membuat RPP
- Menyusun soal pretes
- Menyusun instrumen
Penjelasan materi dan bahan
pembelajaran
Pembelajaran dan tindakan
Observasi
Pembelajaran dengan model STAD

Penilaian
Refleksi
Catatan
Siklus II
Kelemahan dan
kemajuan siswa
Gambar 3.Tahapan Kelompok Kegiatan
42

G. Teknik Pengumpulan Data


Cara yang digunakan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut:

1. Tes (tes awal dan tes akhir)

Salah satu metode yang digunakan untuk mengetahui kemampuan pada

materi ajar alat ukur adalah tes. Dalam penelitian ini tes dibagi atas tes awal

dan tes akhir, yang keduannya berperan untuk melihat kemampuan siswa.

Untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang

telah ditentukan dapat diketahui dengan membandingkan keduaa tes tersebut.

Dalam penelitian ini, tes awal diberikan untuk melihat sejauh mana

penguasaan siswa terhadap materi, sedangkan tes akhir diberikan setelah

pengajaran dengan model pembelajaran STAD dilakukan. Perbandingan dari

kedua data kemampuan siswa ini digunakan sebagai indikator untuk

mengetahui ada tidaknya peningkatan kemampuan siswa setelah dilakukan

pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran STAD.

2. Observasi aktifitas siswa

Observasi yang dilakukan merupakan pengamatan terhadap seluruh

kegiatan dan aktifitas siswa didalam kelas selama proses penerapan model

pembelajaran serta perubahan yang terjadi pada saat dilakukannya pemberian

tindakan. Adapun format observasi yang dirancang oleh peniliti tindakan kelas

ini adalah sebagai berikut:

Tabel 6. Format Observasi Aktvitas Belajar Siswa


43

Skor
No Aktivitas Siswa
1 2 3 4
Kegiatan Pembuka Pelajaran
1. Siswa Semangat dalam pembukaan
pelajaran
2. Siswa termotivasi
3 Siswa Mengerti tujuan
pembelajaran
4 Siswa fokus pada pembelajaran
Kegiatan Inti Pembelajaran
5 Siswa tekun menerima
pembelajaran
6 Siswa berperan aktif bertanya
berdasarkan metode pembelajaran
7 Siswa aktif berdiskusi materi
Jangka sorong
8 Siswa aktif dalam tugas individu
9 Siswa aktif mengamati media
pembelajaran yang digunakan
10 Memberi rangkuman /kesimpulan
11 Siswa aktif mendengar dan
menjawab
Kegiatan Penutup
12 Guru dengan peserta didik
mengambil kesimpulan tentang
materi pembelajaran
13 Guru bersama-sama siswa
mengadakan refleksi/evaluasi
terhadap proses pembelajaran
14 Mengakhiri pelajaran dengan
44

mengucapkan salam
Jumlah
Banyaknya Item
Rata-rata
Skor Maksimun
Nilai Persen yang Dicapai

Keterangan :

Kriteria Nilai : 0%-25% = dilakukan dengan kurang aktif

26%-50% = dilakukan dengan cukup aktif

51%-75% = dilakukan dengan aktif

76%-100% = dilakukan dengan sangat aktif

𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎


Persentase nilai = 𝑥 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑘𝑒𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛

3. Reduksi data

Reduksi data dilakukan dengan menyeleksi, menyederhanakan, dan

mentranformasikan data yang telah disajikan dalam bentuk transkrip catatan

lapangan. Kegiatan reduksi data ini bertujuan memilah-milah atau

mengelompokkan jawaban siswa berdasarkan kesalahan yang dilakukan siswa

dalam menyelesaikan soal.

4. Penyajian data
45

Setelah direduksi, data siap dipaparkan artinya tahap analisis sampai pada

penyajian data. Dari tes hasil belajar diperoleh hasil belajar siswa baik

perseorangan maupun klasikal.

5. Penarikan kesimpulan

Dari paparan data tersebut diambillah inti sari yang disajikan sebagai

kesimpulan yang digunakan sebagai masukkan untuk merencanakan perbaikan

pembelajaran berikutnya apabila pembelajaran sebelumnya belum

menunjukkan peningkatan yang memadai.

H. Teknik Analisis Data

1. Tes hasil belajar

Untuk menganalisis tingkat keberhasilan hasil belajar siswa, dilakukan

dengan pemberian soal berbentuk pilihan berganda yang terdiri dari 4 pilihan.

Dimana jawaban yang benar diberi skor 1, dan untuk jawaban yang salah

diberi skor 0. Dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎


Nilai : 𝑥100
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑠𝑜𝑎𝑙

2. Keaktifan Siswa

Kektifan siswa yang diamati oleh pengamat, kemudian hasil pengamatan

dihitung persentase setiap kategori dengan menggunakan rumus sebagai

berikut:

𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎


Persentase keaktifan siswa = 𝑥100 %
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑘𝑒𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛

3. Ketuntasan hasil belajar


46

Menurut Aqib (2010), kriteria hasil belajar siswa dikelompokan menjadi

empat kategori, dengan kriteria sebagai berikut:

Nilai >8,00 = Sangat baik

7,50 – 7,99 = Baik

7,00 – 7,49 = Cukup

6,00 – 7,99 = Kurang

Menurut Arikunto (2013), untuk menentukan ketuntasan hasil belajar

siswa secara klasikal menggunakan rumus:

∑𝑛𝑖
P= x 100%
∑𝑁

Keterangan : P = ketutasan belajar siswa secara klasikal

∑𝑛i = Jumlah siswa tuntas belajar individu

∑𝑁 = Jumlah total siswa

Untuk itu penelitian ini telah dapat dinyatakan selesai dan dapat

direkomendasikan manakala yang menjadi subjek penelitian ini telah berhasil

memperoleh hasil belajar kriteria tuntas.


47

DAFTAR PUSTAKA KONTOL

Anda mungkin juga menyukai