Anda di halaman 1dari 3

Florence Nightingale, Legenda Keperawatan yang Jadi

Panutan Dunia
Sejak abad ke-19, perawat diketahui sudah mengenakan seragam berwarna putih. Hanya
saja, profesi mulia ini belum dianggap sebagai 'pekerjaan bergengsi' kala itu.
Dulu, keperawatan dipandang sebagai tugas harian yang harus dilakukan perempuan. Semua
perempuan bisa menjadi perawat untuk bertugas membantu segala hal. Mulai dari aspek
kesehatan (merawat orang sakit/terluka), hingga urusan rumah tangga/sehari-hari.
Hingga pada masa Perang Krimea (1853-1856), muncul Florence Nightingale yang dengan
gagah berani menetapkan standarisasi dalam dunia keperawatan.

Untuk kamu yang masih asing dengan nama ini, Florence Nightingale merupakan tokoh
besar dalam ilmu keperawatan dunia. Saking besar jasanya dalam dunia medis, perempuan yang
wafat pada 13 Agustus 1910 ini dikenal sebagai pelopor ilmu keperawatan modern.
Florence lahir pada 12 Mei 1820 di Firenze, Italia. Perempuan ini berasal dari keluarga
bangsawan yang terpandang.
Terlahir dari keluarga kaya, Florence merupakan putri pasangan Wiliam dan France
Nightingale. Ayahnya merupakan tuan tanah kaya di Derbyshire, London.
Sejak kecil, Florence tinggal di rumah yang besar dan mewah di Lea Hurst. Jika remaja kaya
pada umumnya senang menghamburkan uang dan berpesta, lain halnya dengan Florence.
Florence remaja justru senang bermain di luar rumah dan membantu masyarakat sekitar (dekat
rumahnya).
Hingga pada 1846, saat berlibur ke Jerman, Florence berkenalan dengan biarawati
Lutheran Katolik yang bertugas di rumah sakit milik Pendeta Theodor Fliedner. Seketika,
Florence jatuh cinta dengan tingginya jiwa sosial dan ilmu keperawatan yang dilakukan para
biarawati tersebut.
Passion terhadap dunia keperawatan mulai tumbuh dan berakar kuat dalam hatinya.
Mimpi besar untuk memperbaiki dunia kesehatan Inggris dibawanya pulang ke rumah.
Niat mulia Florence ditentang keras oleh keluarganya. Pada masa itu, profesi perawat masih
dipandang hina dan memalukan. Rumah sakit juga dilihat sebagai tempat yang kotor dan
menjijikkan.
Namun sudah dasarnya cinta, panggilan kuat untuk mengabdikan hidup bagi masyarakat
tak lagi bisa dibendung. Akhirnya, Florence diizinkan untuk menekuni pelatihan ilmu
keperawatan di Kaiserswerth, Jerman.
Dari sana, karirnya sebagai perawat profesional dimulai. Ia mengawali karir dengan bekerja di
rumah sakit miskin di Prancis. Selain itu, ia sempat mengabdikan diri di Institute for the Care of
Sick Gentlewomen yang terletak di Upper Harley Street, London.
Karir Florence terus berjalan, hingga pada 1954, perang Krimea meletus dan menelan
banyak korban. Ribuan tentara meninggal dan bergelimpangan tak tertolong.
Dan parahnya, tak ada tenaga medis yang mampu menolong prajurit dan warga yang sakit dan
terluka. Isu ini merebak, hingga diberitakan luas oleh media setempat.
Kala itu, majalah Time muncul dengan headline yang mempertanyakan keberadaan perawat
wanita Inggris. "Apakah Inggris tidak memiliki wanita yang mau mengabdikan dirinya dalam
melakukan pekerjaan kemanusiaan yang mulia ini?"
Hati Florence pun terketuk. Merasa terpanggil, ia pun menuliskan surat kepada Menteri
Penerangan Sidney Herbert untuk mengajukan diri sebagai sukarelawan.
Florence jadi satu-satunya perempuan yang mendaftarkan diri sebagai sukarelawan perang
Krimea.
Saat terjun langsung menangani korban perang, Florence menemukan fakta bahwa
tingginya angka kematian prajurit bukan disebabkan oleh tembakan peluru atau terkena bom,
melainakan sistem sanitasi dan higienitas yang buruk.
Florence melakukan gebrakan dan perubahan penting dalam dunia medis. Ia mengatur segala
aspek yang ada di rumah sakit.
Mulai dari letak atau jarak ranjang pasien hingga kebersihan bangsal yang harus benar-
benar terjaga. Florence juga mencanangkan bahwa sirkulasi udara bangsal harus baik.
Udara segar harus masuk dan pasien harus terkena sinar matahari yang menyehatkan. Dengan
masifnya pembenahan yang dilakukan, angka kematian prajurit menurun drastis.
Florence terkenal memiliki sikap tegas dan menjunjung tinggi kesetaraan pasien. Ia berselisih
dan menentang keras rumah sakit yang bersikap rasis (mengutamakan pasien Katolik).
Bahkan, Florence mengancam hengkang jika rumah sakit tak berjanji untuk menerima pasien
dengan agama dan ras apapun. Ia juga minta dibuatkan aturan tertulis yang memperbolehkan
rumah sakit menerima kunjungan pemuka agama, seperti ulama, pendeta, dan masih banyak lagi.
Nama Florence pun bergaung di mana-mana. Ia dikenal sebagai sosok berjasa yang menetapkan
standar dan kualitas dunia keperawatan Inggris. Florence dielu-elukan bak pahlawan.
Atas dukungan masyarakat Inggris, Florence mendirikan Sekolah Keperawatan Nightingale
(Nightingale School of Nursing) di London. Pada 1860, ia menulis buku setebal 136 halaman
berjudul Notes on Nursing.
Buku ini berisi catatan ilmu keperawatan. Buku ini dijadikan sebagai panduan di berbagai
sekolah keperawatan dunia.
Berkat jasanya, Florence pun menerima anugerah The Order Of Merit saat ia menginjak
usia 87 tahun. Tiga tahun kemudian, Florence menghembuskan nafas terakhirnya dan
dimakamkan di East Wellow, Hampshire, Inggris. Sosok cerdas dan tangguh ini pergi dengan
meninggalkan jasa yang begitu besar dalam dunia keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai