Tidak seperti gangguan kesehatan fisik yang bisa langsung bisa dideteksi sehingga
penanganannya bisa lebih cepat, gangguan mental yang biasanya terjadi pada seorang anak
sulit untuk dideteksi pada awalnya. Sehingga nantinya anak tersebut nantinya akan
mengalami gangguan ini hingga dia dewasa.
Agar hal ini tidak terjadi pada buah hati Anda, sebaiknya Anda mulai mendeteksi gangguan
mental yang mungkin saja terjadi padanya. Dimana penjelasannya akan diuraikan dalam
artikel berikut ini.
Seorang anak yang memiliki gangguan ini akan memiliki ketakutan untuk menjalani
kehidupan sosial, selalu merasa cemas, mengalami trauma dan gangguan obsesif kompulsif.
Tentunya hal ini sangat mengganggu berbagai kegiatan yang harus dijalaninya setiap harinya.
Seorang anak yang mengalami gangguan ini biasanya akan mengalami gangguan
perkembangan motorik sehingga aktifitasnya cenderung berlebihan. Anak yang mengalami
gangguan ini biasanya tidak bisa diam dan selalu gelisah. Selain itu, seorang anak yang
mengalami gangguan ini akan suka membuat keributan dan beraktifitas berlebihan. Beberapa
gejala dari gangguan ini adalah perilaku impulsif, sulit fokus dan hiperaktif.
Autisme
Anda mungkin sering mendengarkan orang yang berkata “saya autis ketika sedang
melakukan ….” Pada dasarnya gangguan ini mengakibatkan seorang anak terlalu sibuk
dengan dunianya sendiri sehingga mereka tidak mampu melakukan interaksi dan komunikasi
dengan lingkungan sosialnya. Biasanya gangguan ini sudah bisa dilihat sebelum anak Anda
berusia 3 tahun.
Mungkin Anda tahu bahwa seorang wantia yang akan mendapatkan menstruasi akan
mengalami perubahan suasana hati yang ekstrem. Namun Anda tidak tahu bahwa hal ini juga
bisa terjadi pada buah hati Anda dan biasanya hal ini bisa menjadi sebuah gangguan mental.
Gejala dari gangguan perubahan suasana hati ini biasanya akan terjadi pada seorang anak
yang mengalami gangguan bipolar dan depresi. Selain perubahan suasana hati yang ekstrim,
biasanya mereka juga akan mengalami kesedihan secara terus menerus.
masalah-masalah psikologi pada anakyang sering terjadi
02.34 Rohmatul Ummah No comments
Menurut Prof.Dr.Wirawan Sarwono seoprang psikolog senior, istilah GPPH tak dapat
dipukul rata .Perlu dibedakan antara penderita GPPH dengan anak yang nakal, kreatif, ingin
tahu, aktif dari usianya, dan anak yang ber IQ tinggi.
Untuk menentukkan apakah seseorang anak menderita GPPH, harus dipenuhi 6 syarat.Kalau
satu saja tidak terpenuhi, maka belum tentu si anak mengalami ggaguan tersebut.Adapun 6
syarat tersebut:
Dulu,GPPH kerap dianggap sebagai kelainan psikologis atau psikiatrik semata tanpa kelainan biologis
atau organic.Namun penelitian terakhir menunjukkan adanya kelainan di beberapa daerah otak
pada anak-anak yang mengalami GPPPH, berupa ukurannya yang lebih kecil dibanding anak-anak
normal.Daerah tersebut adalah korteks prefrontal, ganglia basalis, dan otak kecil.
Daerah korteks prefrontal berfungsi menentukkan perilaku dan konsentrasi, ganglia basalis fungsi ini
mengurangi respon otomatis dan mengkoordinasi berbagai input yg diterima oleh korteks otak.
Sedang otak kecil, mungkin berfungsi dalam pengaturan motivasi. Selain itu, GPPH juga bisa dipicu
oleh gangguan dalam metabolisme substansi kimia yg bernama neurotransmitter.Berbagai faktor
diduga menyebabkan kelainan struktur dan neurokimia otak tersebut, diantaranya faktor genetik,
lingkungan, psikososial, dan factor resiko lainnya.
Anak yang karena berbagai faktor lingkungan seperti kekurangan oksigen dalam rahim atau
kelahiran, terauma lahir, infeksi virus intrauterine, meningitis, trauma kepala, atau kekurangan gizi,
juga berpeluang besar menderita gangguan ini.
Berbagai faktor sosial dapat juga dapat mencetuskan GPPH pada anak.Faktor itu misalnya tidak
mempunyai orang tua, korban perceraian, adanya saudara bersifat anti sosial atau
alkoholik,penyianyian dan penyiksaan.Faktor resiko lainnya adalah retardasi mental, berat badan
lahir rendah, kelainan fisik minor, gangguan susunan saraf pusat, gangguan penglihatan dan
pendengaran, epilepsi, gejala sisa trauma kepala, penyakit kronik, dan kesulitan tidur.
GPPH harus ditangani sebaik mungkin,sebab 30 hingga 50 persen GPPH terbawa sampai ke masa
remaja dan dewasa.Karena GPPH di sebabkan oleh gangguan psikologis/psikiatrik dan gangguan
biologi/organik.Maka penangannya pun dilakukan dengan 2 cara yaitu secara medik dan intervansi
sosial.
Tindakan medik berupa pemberian obat dilakukkan bila gejala hiperaktivitas cukup berat, hingga
menyebabkan gangguan di sekolah, dirumah, atau hubungan dengan teman.Pengobatan bertujuan
untuk menghilangkan gejala dan memudahkan terapi psikologi.
Beberapa tehnik intervensi itu adalah :
1. Progrresive Delayed Procedure, yakni anak-anak dengan GPPH dapat dilatih dengan
menunda ganjaran.
2. Intervansi secara sistematis dan terencana oleh guru.Guru tidak menganggap anak GPPH
adalah anak nakal.Guru harus tegas namun dapat memberikan dukungan.Mis: anak
sebaiknya didudukan didepan.
3. Memberikan pilihan tugas, murid yang menderita GPPH diberikan kebebasan memilih
format tugasnya.
4. Peer tutoring, yakni meningkatkan atau memperbaiki perilaku di kelas dengan bantuan
teman-teman sekelas.
Secara fisik ditemukan perbedaa bermakna dari hasil pemeriksaan otak pada penderitaan GPPH
dengan agak normal.Pada anak hiperaktif, otak karena persen lebih kecil ketimbang otak
kirinya.Sebanyak 35-50 persen kasus anak penyandang GPPH, pada hasil pemeriksaan gelombang
elektro ensefalografi (EEG) nya menunjukkan ‘abnormalitas’ yaitu berupa peningkatan gelombang
lambat yang spesifik .”Jadi, masalahnya diotak.”
Menurut berbagai penelitian mutakhir, GPPH jelas merupakan gangguan biologis, jadi bukan
gangguan psikologik semata, yaitu adanya defisiensi atau kekurangan kepekaan terhadap penguat
(reinforcement) atau faktor motivasional.
2.Diseleksia
“ Kesulitan membaca bukan pertanda anak bodoh.Mungkin ia membutuhkan cara belajar yang
tepat.”
Kesulitan membaca (Diseleksia) adalah adanya hambatan dalam perkembangan kemampuan
membaca pada seseorang namun, penyebabnya bukanlah tingkat kecerdasan yang rendah,
gangguan penglihatan/pendengaran , gangguan neurologis ataupun kurangnya kesempatan berlatih.
Seperti pada kesulitan berhitung(Diskalkulia), kesulitan menulis ekspresif (disgrafia), masalah
penyandang diseleksia adalah pemrosesan di dalam otaknya.Tak heran seringkali ada perbedaan
nyata antara nilai IQ mereka dengan nilai prestasi akademik sekolahnya.
Gangguan ini tampak pada tiga gejala pokok: tidak teliti dalam membaca, membacanya dengan
lambat, dan pemahaman yang buruk dalam membaca.
Kesulitan membaca itu bisa muncul dalam berbagai bentuk ada yang bisa mengeja tapi tidak mampu
membaca dalam kata, misalnya putih dibaca putu, kaki dibaca kika.Ada juga yang membacanya
terbalik, topi dibaca ipot, minum dibaca munin.Sulit membedakan huruf b dan d, q dan p,
khususnya akibatnya, mereka dapak untuk bapak.Diluar aspek bahasa, pada anak diseleksia
seringkali terdapat gangguan perkembangan lain.Misalnya, konsentrasi yang buruk, kontrol diri
kurang, dan clumsy contoh konkretnya, terkadang anak mengalami kesulitan melempar tangkap
bola atau mengikat tali sepatu.
Bila tak segera mendapat penanganan yang baik, kesulitan belajar bisa memberikan dampak negatif
bagi anak.Label bodoh, ceroboh bisa membuat mereka terganggu secara emosional.Gangguan ini
bisa mempengaruhi keadaan anak selanjutnya.
Penelusuran penyebab kesulitan belajar itu sendiri, menurut Dr.Ika Widyawati, pengajar bagian
psikatri FKUI, dapat dilakukkan lewat beberapa pemeriksaan.Pemeriksaan fisik untuk memeriksa
kemungkinan adanaya kelainan organis pada anak, pemeriksaan psikiatrik dan psikososial untuk
melihat konflik kejiwaan, hubungan sosial atau cara pendidikan yang salah, dan pemeriksaan
psikometrik untuk mengetahui taraf kecerdasan serta potensi anak.
Dari hasil pemeriksaan itu, pada anak dapat dilakukkan pengobatan di bidang edukatif.Diantaranya
lewat pendidikan remedial oleh tenaga professional.Penanganan itu dapat dikombinasikan dengan
psikoterapi, terapi obat, psikososial, terapi wicara, dan terapi okupasi untuk melatih ketrampilan
motorik halusnya.
Tips membantu anak mengatasi Diseleksia:
3.Gangguan artikulasi
Anak-anak yang bicaranya tak jelas atau sulit ditangkap dalam istilah psikologi/psikiatri disebut
mengalami gangguan artikulasi atau fonologis. Namun gangguan ini wajar terjadi karena tergolong
gangguan perkemb`ngan. Dengan bertambah usia, diharapkan gangguan ini bisa diatasi.
Kendati begitu, gangguan ini ada yang ringan dan berat. Yang ringan, saat usia 3 tahun si kecil belum
bisa menyebut bunyi L, R, atau S. Hingga, kata mobil disebut mobing atau lari dibilang lali. “Biasanya
gangguan ini akan hilang dengan bertambah usia anak atau bila kita melatihnya dengan
membiasakan menggunakan bahasa yang baik dan benar,” jelas Dra. Mayke S. Tedjasaputra. Hanya
saja, untuk anak yang tergolong “pemberontak” atau negativistiknya kuat, umumnya enggan
dikoreksi. Sebaiknya kita tak memaksa meski tetap memberitahu yang benar dengan mengulang
kata yang dia ucapkan. Misal, “Ma, yuk, kita lali-lali!”, segera timpali, “Oh, maksud Adik, lari-lari.”
Yang tergolong berat, anak menghilangkan huruf tertentu atau mengganti huruf dan suku kata.
Misal, toko jadi toto atau stasiun jadi tatun. “Pengucapan semacam ini, kan, jadi sulit ditangkap
orang lain,” ujar pengajar di Fakultas Psikologi UI dan konsultan psikologi di LPT UI ini.
PENYEBAB
Gangguan fonologis bisa dikarenakan faktor usia yang mengakibatkan alat bicara atau otot-otot yang
digunakan untuk berbicara (speech motor) belum lengkap atau belum berkembang sempurna; dari
susunan gigi geligi, bentuk rahang, sampai lidah yang mungkin masih kaku. Beberapa kasus
gangguan ini malah berkaitan dengan keterbelakangan mental. Anak yang kecerdasannya tak begitu
baik, perkembangan bicaranya umumnya juga akan terganggu. Bila gangguan neurologis yang jadi
penyebab, berarti ada fungsi susunan saraf yang mengalami gangguan. Sebab lain, gangguan
pendengaran. Bila anak tak bisa mendengar dengan jelas, otomatis perkembangan bicaranya
terganggu. Tak kalah penting, faktor lingkungan, terutama bila anak tidak/kurang dilatih berbicara
secara benar.
TERAPI BICARA
Bila penyebabnya kurang latihan atau stimulasi, akan lebih mudah dan relatif lebih cepat
penyembuhannya asal mendapat penanganan yang baik. Namun bila dikarenakan gangguan
neurologis, perlu dikonsultasikan ke ahli neurologi. Sementara jika berhubungan dengan
keterbelakangan mental, biasanya relatif lebih sulit karena tergantung tingkat keterbelakangan
mentalnya. “Kalau masuk kategori terbelakang sedang, pengucapan kata-kata anak biasanya juga
sulit ditangkap. Akan tetapi dengan pemberian terapi bicara, pengucapannya bisa agak jelas, meski
ada juga beberapa yang masih sulit dicerna oleh orang yang mendengarkannya,” jelas Mayke.
Yang jelas, jika gangguannya masuk dalam taraf sulit, dianjurkan membawa anak berkonsultasi.
Kriteria sulit: bila sudah mengganggu komunikasi atau kontak dengan orang lain, bahkan orang
serumah pun tak mengerti apa yang dimaksudnya. Bila sudah ber”sekolah”, gangguan ini bisa
mempengaruhi prestasi. Misal, harus bernyanyi di depan kelas, tapi karena belum fasih membuatnya
tak berani tampil. Jikapun berani, pengucapannya yang tak jelas akan memancing teman-teman
mengolok-oloknya.
Dibutuhkan bantuan ahli terapi bicara untuk mengatasinya. Biasanya terapis akan menelaah kembali
apakah si kecil mengalami gangguan speech motor. Gangguan speech motor ada yang bisa dilatih
seperti halnya meniup lilin. Tak jarang perlu pula bantuan ahli THT untuk mengoreksi adanya
gangguan pada organ-organ yang berhubungan dengan bicara yang berada di daerah mulut.
Mungkin ada anak yang lidahnya tak terbentuk dengan baik, hingga terlalu pendek dan
mempengaruhi kemampuan bicaranya. Cacat bawaan seperti sumbing juga bisa berpengaruh pada
cara bicaranya, tapi gangguan ini bisa diatasi dengan operasi dan terapi bicara.
BAWA BERKONSULTASI
Anak yang mengalami gangguan fonologis kriteria sedang hingga berat, biasanya terlambat pula
perkembangan bicaranya. Misal, baru bisa bicara di usia 3 tahun, atau usia 2,5 tahun baru bisa
menyebut Mama/Papa. Kemungkinan lain, meski sudah 2 tahun tapi kemampuan bicaranya masih
tahap bubbling alias tanpa arti, seperti “ma…mapa…pa”. Namun bahasa resetif atau penerimaannya
cukup baik, hingga bila ia disuruh atau diajak bicara akan mengerti.
Yang seperti ini pun, saran Mayke, sebaiknya dibawa berkonsultasi karena bila dibiarkan berlanjut,
kemungkinan anak akan mengalami gangguan fonologis lebih parah. Itu sebab, bila sejak usia 10
bulan atau setahun, anak mulai dapat menyebut “Mama/Papa”, tapi selepas 2 dua tahun tak
bertambah, kita harus curiga dan cepat minta bantuan ahli. Terlebih bila kita sudah cukup banyak
memberi stimulasi atau rangsangan. Bisa dengan membawanya ke psikolog/psikiater lebih dulu
untuk mengetahui apakah ia mengalami gangguan fonologis karena keterbelakangan mental,
gangguan neurologis, atau sebab lain.
Bila masalahnya menyangkut gangguan yang tak bisa dit`ngani psikolog, sebaiknya anak dirujuk ke
ahli lain, seperti neurolog atau ahli terapi bicara. Para ahli terapi bicara bisa ditemui di berbagai
institusi yang melakukan terapi untuk anak autis atau anak yang mengalami gangguan perhatian.
Mereka biasanya juga menangani anak yang mengalami gangguan bicara. Sedangkan lama
penanganan tergantung beberapa hal. Seperti berat-ringan gangguan, upaya/kesediaan orang tua
untuk mengantar anaknya terapi secara teratur maupun melatihnya di rumah, serta kerjasama dari
anak. Jadi, saran Mayke, kita jangan segan-segan menanyakan pada terapis apa yang perlu dilakukan
di rumah untuk menangani anak. Harusnya terapis-terapis pun cukup terbuka untuk memberi saran
atau masukan seperti itu.
Keahlian terapis juga mempengaruhi tenggang waktu yang dibutuhkan untuk menangani gangguan
anak. Begitu pula penguasaan/pendalaman terhadap masing-masing bentuk gangguan, tingkat
kesulitan, dan cara penanganan yang tepat untuk tiap gangguan tadi. Selain, terapis juga harus bisa
membina hubungan baik dengan anak, hingga anak merasa senang mengikuti program tersebut.
Sebaliknya, akan jadi kendala bila si terapis kaku dan tak bisa membujuk anak
Sumber : tabloid nakita (KG Group)
4.Autisme
AUTISME atau disebut dengan Autistic Spectrum Disorder (ASD), hingga kini belum diketahui secara
pasti penyebabnya. Meski demikian, saat ini sudah ada beberapa langkah tepat untuk penderita
autis agar dapat memiliki kemampuan bersosialisasi, bertingkah laku, dan berbicara.
Tanda – tanda Autisme
- tidak bisa menguasai atau sangat lamban dalam penguasaan bahasa sehari-hari
- hanya bisa mengulang-ulang beberapa kata
- mata yang tidak jernih atau tidak bersinar
- tidak suka atau tidak bisa atau atau tidak mau melihat mata orang lain
- hanya suka akan mainannya sendiri (kebanyakan hanya satu mainan itu saja yang dia
mainkan)
- serasa dia punya dunianya sendiri
- tidak suka berbicara dengan orang lain
- tidak suka atau tidak bisa menggoda orang lain
1. Vaksin yang mengandung Thimerosal : Thimerosal adalah zat pengawet yang digunakan di
berbagai vaksin. Karena banyaknya kritikan, kini sudah banyak vaksin yang tidak lagi
menggunakan Thimerosal di negara maju. Namun, entah bagaimana halnya di negara
berkembang …
2. Televisi : Semakin maju suatu negara, biasanya interaksi antara anak – orang tua semakin
berkurang karena berbagai hal. Sebagai kompensasinya, seringkali TV digunakan sebagai
penghibur anak. Ternyata ada kemungkinan bahwa TV bisa menjadi penyebab autisme pada
anak, terutama yang menjadi jarang bersosialisasi karenanya.
Dampak TV tidak dapat dipungkiri memang sangat dahsyat, tidak hanya kepada perorangan, namun
bahkan kepada masyarakat dan/atau negara. Contoh paling nyata adalah kasus pada negara
terpencil Bhutan – begitu mereka mengizinkan TV di negara mereka, jumlah dan jenis kejahatan
meningkat dengan drastis.
Bisa kita bayangkan sendiri apa dampaknya kepada anak-anak kita yang masih polos. Hiperaktif ?
ADHD ? Autisme ? Sebuah penelitian akhirnya kini telah mengakui kemungkinan tersebut.
1. Genetik : Ini adalah dugaan awal dari penyebab autisme; autisme telah lama diketahui bisa
diturunkan dari orang tua kepada anak-anaknya.
Namun tidak itu saja, juga ada kemungkinan variasi-variasi lainnya. Salah satu contohnya adalah
bagaimana anak-anak yang lahir dari ayah yang berusia lanjut memiliki kans lebih besar untuk
menderita autisme. (walaupun sang ayah normal / bukan autis)
1. Makanan : Pada tahun 1970-an, Dr. Feingold dan kolega-koleganya menyaksikan
peningkatan kasus ADHD dalam skala yang sangat besar. Sebagai seseorang yang pernah
hidup di era 20 / 30-an, dia masih ingat bagaimana ADHD nyaris tidak ada sama sekali di
zaman tersebut.
Dr. Feingold kebetulan telah mulai mengobati beberapa kasus kelainan mental sejak tahun 1940
dengan memberlakukan diet khusus kepada pasiennya, dengan hasil yang jelas dan cenderung
dalam waktu yang singkat.
Terapi diet tersebut kemudian dikenal dengan nama The Feingold Program.
Pada intinya, berbagai zat kimia yang ada di makanan modern (pengawet, pewarna, dll) dicurigai
menjadi penyebab dari autisme pada beberapa kasus. Ketika zat-zat tersebut dihilangkan dari
makanan para penderita autisme, banyak yang kemudian mengalami peningkatan situasi secara
drastis.
Dr. Feingold membayar penemuannya ini dengan cukup mahal. Sekitar tahun 1970-an, beliau
dikhianati oleh The Nutrition Foundation, dimana Coca cola, Kraft foods, dll adalah anggotanya.
Beliau tiba-tiba diasingkan oleh AMA, dan ditolak untuk menjadi pembicara dimana-mana.
Syukurlah kemudian berbagai buku beliau bisa terbit, dan hari ini kita jadi bisa tahu berbagai
temuan-temuannya seputar bahaya makanan modern.
1. Radiasi pada janin bayi : Sebuah riset dalam skala besar di Swedia menunjukkan bahwa bayi
yang terkena gelombang Ultrasonic berlebihan akan cenderung menjadi kidal.
Dengan makin banyaknya radiasi di sekitar kita, ada kemungkinan radiasi juga berperan
menyebabkan autisme. Tapi bagaimana menghindarinya, saya juga kurang tahu. Yang sudah
jelas mudah untuk dihindari adalah USG – hindari jika tidak perlu.
2. Folic Acid : Zat ini biasa diberikan kepada wanita hamil untuk mencegah cacat fisik pada
janin. Dan hasilnya memang cukup nyata, tingkat cacat pada janin turun sampai sebesar
30%. Namun di lain pihak, tingkat autisme jadi meningkat.
Pada saat ini penelitian masih terus berlanjut mengenai ini. Sementara ini, yang mungkin bisa
dilakukan oleh para ibu hamil adalah tetap mengkonsumsi folic acid – namun tidak dalam dosis yang
sangat besar (normalnya wanita hamil diberikan dosis folic acid 4x lipat dari dosis normal).
Atau yang lebih baik – perbanyak makan buah-buahan yang kaya dengan folic acid, karena alam bisa
mencegah tanpa menyebabkan efek samping :
Nature is more precise; that’s why all man-made drugs have side effects
1. Sekolah lebih awal : Agak mengejutkan, namun ada beberapa penelitian yang menunjukkan
bahwa menyekolahkan anak lebih awal (pre school) dapat memicu reaksi autisme.
Diperkirakan, bayi yang memiliki bakat autisme sebetulnya bisa sembuh / membaik dengan berada
dalam lingkupan orang tuanya. Namun, karena justru dipindahkan ke lingkungan asing yang berbeda
(sekolah playgroup / preschool), maka beberapa anak jadi mengalami shock, dan bakat autismenya
menjadi muncul dengan sangat jelas.
Untuk menghindari ini, para orang tua perlu memiliki kemampuan untuk mendeteksi bakat autisme
pada anaknya secara dini. Jika ternyata ada terdeteksi, maka mungkin masa preschool-nya perlu
dibimbing secara khusus oleh orang tua sendiri. Hal ini agar ketika masuk masa kanak-kanak maka
gejala autismenya sudah hampir lenyap; dan sang anak jadi bisa menikmati masa kecilnya di sekolah
dengan bahagia.
Dan mungkin saja masih ada banyak lagi berbagai potensi penyebab autisme yang akan ditemukan di
masa depan, sejalan dengan terus berkembangnya pengetahuan di bidang ini.
Anak yang menderita autis sebenarnya dapat diketahui sejak usia dini. Karena umumnya gangguan
ini muncul sebelum anak berusia tiga tahun. Hanya kebanyakan orangtua kurang aware dengan
gejala yang timbul pada anaknya hingga usia empat tahun.
Padahal pada usia tersebut, anak sudah larut dengan dunianya sendiri sehingga tidak bisa
berkomunikasi dan berinterkasi dengan teman-teman dan lingkungannya. Ketika kondisi tersebut
terlambat diketahui, maka langkah utama yang harus dilakukan ialah memfokuskan kelebihan anak
di bidang tertentu yang dikuasainya.
Nah, kunci sukses untuk membantu para orangtua atau keluarga agar penderita autis dapat
berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, maka seluruh anggota keluarga harus turut langsung
membantu para penderita ini berusaha melakukan hal itu.
Menurut dr Irawan Mangunatmadja, Sp.A(K), pakar autis indonesia, beberapa keganjalan yang sering
dilakukan oleh penderita autis dapat dibantu dengan melakukan empat macam terapi. Saat ini sudah
terdapat beberapa terapi bagi penderita autis, baik itu terapi perilaku – ABA, terapi sensori integrasi,
terapi okupasi, terapi wicara maupun terapi tambahan seperti terapi musik, AIT, Dolphin Assisted
Therapy.
“Terapi perilaku – ABA merupakan terapi gentak untuk memperbaiki perilaku anak autis yang sering
menyimpang. Salah satu hal yang dapat dilakukan ialah bersuara keras saat memberikan perintah
pada anak. Kalau anak tidak mau melakukan apa yang diperintahkan, maka harus mengagetkan
mereka,” kata dr Irawan dalam seminar yang diselenggarakan di Kantor Pusat Sun Hope Indonesia,
belum lama ini.
Terapi sensori integrasi, sambungnya, khusus ditujukan pada fungsi biologis otak. Sehingga otak
melakukan segala sesuatu dengan benar. Sementara itu, terapi okupasi dilakukan untuk
memperbaiki aktivitas penderita autis. Selain itu ada juga terapi wicara yang dilakukan untuk
membantu penderita autis yang mengalami gangguan bicara agar bisa berbicara kembali.
Ternyata agar anak autis dapat kembali di tengah-tengah keluarganya, tak hanya langkah terapi saja
yang dilakukan. Pemberian nutrisi tepat bagi penyandang autis juga harus diperhatikan. Karena pada
beberapa studi menunjukkan bahwa anak yang mengalami autisme ternyata juga alergi terhadap
makanan tertentu.
Menurut ahli gizi Sun Hope Indonesia, Fatimah Syarief, AMG, StiP, orang tua perlu memerhatikan
beberapa jenis makanan yang sebaiknya dihindari seperti makanan yang mengandung gluten
(tepung terigu), permen, sirip, dan makanan siap saji yang mengandung pengawet, serta bahan
tambahan makanan.
“Penderita autis umumnya mengalami masalah pencernaan terutama makanan yang mengandung
casein (protein susu) dan gluten (protein tepung),”
Selain asupan makanan yang tepat, suplementasi pun perlu diberikan pada pasien autis mengingat
adanya gangguan metabolisme penyerapan zat gizi (lactose intolerance) dan gangguan cerna yang
diakibatkan karena konsumsi antibiotik dengan pemberian sinbiotic (kombinasi Sun Hope probiotik
dan enzymes sebagai prebiotik).
“Meski suplemen penting diberikan pada penderita autis, hal yang paling tepat dilakukan adalah
memberikan pengaturan nutrisi yang tepat. Ketika makanan tidak tepat masuk ke dalam tubuh,
maka akan masuk ke usus halus dan tidak tercerna dengan baik. Akhirnya makanan tersebut keluar
melalui urin, karena material tersebut sifatnya toxic (racun) sehingga terserap ke otak. Hal tersebut
menyebabkan anak autis semakin hiperaktif,” jelasnya panjang lebar.
Tak hanya itu saja, untuk membantu mengurangi gejala hiperaktif dan membantu meningkatkan
konsentrasi dan perbaikan perilaku, suplementasi omega 3
GANGGUAN PSIKOLOGIS
Gangguan psikologis dahulu dianggap sebagai penyebab utama kesulitan makan pada anak.
Tampaknya hal ini terjadi karena dahulu kalau kita kesulitan dalam menemukan penyebab kesulitan
makan pada anak maka gangguan psikologis dianggap sebagai diagnosis keranjang sampah untuk
mencari penyebab kesulitan makan pada anak. Untuk memastikan gangguan psikologis sebagai
penyebab utama kesulitan makan pada anak harus dipastikan tidak adanya kelainan organik pada
anak. Kemungkinan lain yang sering terjadi, gangguan psikologis memperberat masalah kesulitan
makan yang memang sudah terjadi sebelumnya.
Gangguan pskologis bisa dianggap sebagai penyebab bila kesulitan makan itu waktunya bersamaan
dengan masalah psikologis yang dihadapi. Bila faktor psikologis tersebut membaik maka gangguan
kesulitan makanpun akan membaik. Untuk memastikannya kadang sulit, karena dibutuhkan
pengamatan yang cermat dari dekat dan dalam jangka waktu yang cukup lama. Karenanya hal
tersebut hanya mungkin dilakukan oleh orang tua bekerjasama dengan psikater atau psikolog.
Pakar psikologis menyebutkan sebab meliputi gangguan sikap negatifisme, menarik perhatian,
ketidak bahagian atau perasaan lain pada anak, kebiasaan rewel pada anak digunakan sebagai upaya
untuk mendapatkan yang sangat diinginkannya, sedang tertarik permainan atau benda lainya,
meniru pola makan orang tua atau saudaranya reaksi anak yang manja.
Beberapa aspek psikologis dalam hubungan keluarga, baik antara anak dengan orang tua, antara
ayah dan ibu atau hubungan antara anggota keluarga lainnya dapat mempengaruhi kondisi
psikologis anak. Misalnya bila hubungan antara orang tua yang tidak harmonis, hubungan antara
anggota keluarga lainnya tidak baik atau suasana keluarga yang penuh pertentangan, permusuhan
atau emosi yang tinggi akan mengakibatkan anak mengalami ketakutan, kecemasan, tidak bahagia,
sedih atau depresi. Hal itu mengakibatkan anak tidak aman dan nyaman sehingga bisa membuat
anak menarik diri dari kegiatan atau lingkungan keluarga termasuk aktifitas makannya
Sikap orang tua dalam hubungannya dengan anak sangat menentukan untuk terjadinya gangguan
psikologis yang dapat mengakibatkan gangguan makan. Beberapa hal tersebut diantaranya adalah :
perlindungan dan perhatian berlebihan pada anak, orang tua yang pemarah, stress dan tegang terus
menerus, kurangnya kasih sayang baik secara kualitas dan kuantitas, urangnya pengertian dan
pemahaman orang tua terhadap kondisi psikologis anak, hubungan antara orang tua yang tidak
harmonis, sering ada pertengkaran dan permusuhan.
1. Segi pelajaran
Dalam segi pelajaran, hambatan bagi anak dapat dilihat dari kemampuan membaca,
menulis, dan berhitung. Pada umumnya bila terdapat perbedaan yang signifikan antara
kemampuan belajar dengan hasil pelajaran, dapat disimpulkan anak tersebut mengalami
kelambanan belajar.
2. Segi pertumbuhan fisik
Hal ini meliputi beberapa hal: berbicara, berpikir, mengingat, dan hambatan fungsi indra.
Hambatan berbicara merupakan hambatan belajar yang sering terdapat pada tingkat anak
prasekolah, dan umumnya mengakibatkan anak terlambat bicara. Sedangkan masalah
hambatan dalam berpikir terlihat dari anak yang mengalami kesulitan dalam membentuk
konsep, mengaitkan apa yang dipikirkan, dan memecahkan masalahnya. Seorang anak yang
memiliki hambatan dalam mengingat akan kesulitan mengingat apa yang telah ia lihat dan ia
dengar, padahal daya ingat merupakan syarat utama untuk belajar. Anak juga tidak mampu
memusatkan pikiran pada sesuatu yang harus dipilihnya, ia hanya berlari terus ke sana ke
mari, dan tidak memiliki konsentrasi belajar dalam jangka waktu yang lama. Sedangkan
hambatan fungsi indra termasuk hambatan dalam penglihatan dan pendengaran.
PENYEBAB MASALAH
1. Faktor keturunan
Di Swedia, Hallgren (1950) melakukan penelitian dengan objek keluarga dan menemukan
rata-rata anggota keluarga tersebut mengalami kesulitan dalam membaca, menulis, dan
mengeja. Kesimpulannya, hal tersebut dipengaruhi oleh faktor keturunan. Ahli lainnya,
Hermann (1959), mempelajari dan membandingkan anak-anak kembar yang berasal dari
satu sel telur. Ia memperoleh kesimpulan bahwa anak kembar dari satu sel itu lebih
mempunyai kesamaan dalam hal kesulitan membaca daripada anak kembar dari dua sel
telur.
2. Fungsi otak kurang normal
Ada pendapat yang menyatakan bahwa anak yang lamban belajar mengalami masalah pada
saraf otaknya. Pendapat ini telah menjadi perdebatan yang cukup sengit. Beberapa peneliti
menganggap bahwa terdapat kesamaan ciri pada perilaku anak yang lamban belajar dengan
anak yang abnormal. Hanya saja, anak yang lamban belajar memiliki adanya sedikit tanda
cedera pada otak. Oleh sebab itu, para ahli tidak terlalu menganggap cedera otak sebagai
penyebabnya, kecuali ahli saraf membuktikan masalah ini. Mereka menyebutnya sebagai
“disfungsi otak” ketimbang “cedera otak”. Sebenarnya, sangatlah sulit untuk memastikan
bahwa keadaan itu disebabkan oleh cedera otak.
3. Masalah organisasi berpikir
Anak yang lamban belajar akan mengalami kesulitan dalam menerima penjelasan tentang
dunia luas. Mereka tidak mampu berpikir secara normal. Misalnya, anak yang sulit membaca
akan sulit pula merasakan atau menyimpulkan apa yang dilihatnya. Para ahli berpendapat
bahwa mereka perlu dilatih berulang-ulang, dengan tujuan meningkatkan daya belajarnya.
4. Kekurangan gizi
Berdasarkan penelitian terhadap anak dan binatang, ditarik suatu kesimpulan bahwa ada
kaitan yang erat antara kelambanan belajar dengan kekurangan gizi. Walau pendapat
tersebut tidak seluruhnya benar, tetapi banyak bukti menyatakan bila pada awal
pertumbuhan seorang anak sangat kekurangan gizi, keadaan itu akan memengaruhi
perkembangan saraf utamanya, dan tentunya membawa dampak yang kurang baik dalam
proses belajar.
5. Faktor lingkungan
Pengaruh lingkungan, gangguan nalar, dan emosi, ketiganya mempunyai ciri khas yang sama,
yaitu dapat mengakibatkan kesulitan belajar. Yang dimaksud dengan faktor lingkungan ialah
hal-hal yang tidak menguntungkan yang dapat mengganggu perkembangan mental anak,
misalnya keluarga, sekolah, masyarakat, dan lain-lain. Gangguan tersebut mungkin berupa
kepedihan hati, tekanan keluarga, dan kesalahan dalam menangani anak. Meskipun faktor
ini dapat memengaruhi, tetapi bukan merupakan satu-satunya faktor penyebab terjadinya
hambatan. Yang pasti, faktor tersebut bisa mengganggu ingatan dan daya konsentrasinya.
Dan dari pengalaman dapat dipetik pelajaran bahwa lingkungan yang tidak menguntungkan
sedikit banyak bisa memengaruhi kecepatan belajar.
PENYELESAIAN MASALAH
1.
1. Latihan indra
Dengan latihan ini anak dilatih untuk mengenal lingkungan melalui penglihatan,
pendengaran, atau perabaan. Misalnya, mengenal benda melalui perbedaan bentuk
atau suara. Dengan mata tertutup anak diajak untuk mengenal bentuk, kasar, atau
halus suatu benda. Semua latihan tersebut dapat mempertajam indra anak.
2. Latihan koordinasi
Hal-hal yang termasuk dalam latihan koordinasi ialah menggunting, mewarnai,
meronce, mengikat, melakukan estafet, atau gerakan lainnya. Latihan tersebut
kemudian disatukan dengan gerakan dalam kehidupan sehari-hari seperti: memakai
atau menanggalkan sepatu, menyikat gigi, menyisir rambut, menuang air, dan
sebagainya.
3. Latihan konsentrasi
Melalui latihan ini anak dilatih untuk memerhatikan rangsangan-rangsangan yang
ada di luar, melalui permainan, nyanyian, meniru gerakan guru, bermain kartu, atau
berkejar-kejaran untuk melatih konsentrasinya.
4. Latihan keseimbangan
Rasa keseimbangan akan menenteramkan emosi anak dan menolong melatih gerak-
gerik tubuh mereka. Misalnya, belajar berbaris, menari, menaiki papan titian, senam
irama, dan sebagainya.
1.
1. Usahakan agar anak lebih banyak mengalami sukacita karena keberhasilannya.
Hindarkan kegagalan yang berulang-ulang.
2. Dorong anak untuk mencari tahu jawaban yang benar atau salah dengan usahanya
sendiri. Dengan demikian, anak dapat dipacu semangatnya untuk belajar.
3. Beri dukungan moril atas setiap perubahan sikap anak agar mereka puas. Kadang-
kadang berilah hadiah kepada anak.
4. d. Perhatikan taraf kemajuan belajar anak, jangan sampai kurang tantangan dan
terlalu banyak mengalami kegagalan.
5. Lakukan latihan secara sistematis dan bertahap sehingga mencapai kemajuan
belajar.
6. Boleh memberikan pengalaman berulang yang cukup, tetapi jangan diberikan dalam
jangka pendek.
7. Jangan merencanakan pelajaran yang terlampau banyak bagi murid.
8. h. Gunakan teknik bahasa yang melibatkan lebih banyak penggunaan indra.
9. Lingkungan belajar yang sederhana akan mengurangi rangsangan yang tidak
diinginkan. Aturlah tempat duduk sedemikian rupa agar mereka tidak merasa
terganggu.