Anda di halaman 1dari 7

1

Kasalahan Dalam Memahami Hukum Asuransi Jiwa (Takaful Islami) yang Berkembang di
Masyarakat

https://www.tongkronganislami.net/hukum-asuransi-jiwa-dalam-islam-dan-contoh-
contohnya/

By
Tongkrongan Islami

Advertisement
Hukum Asuransi Jiwa (Takaful Islami)
dalam Pandangan Islam
Pengertian Asuransi Jiwa Takaful

Dalam bahasa Arab “asuransi” disebut “ta’min“, penanggung disebut “mu’ammin” dan
tertanggung disebut “mu’amman lahu” atau “mu’atamin“.1 Al-kafalah menurut bahasa berarti
al-damman (jaminan), bamalab (beban) dan za’mab (tanggung). Sedangkan menurut istilah
yang dimaksud dengan kafalah sebagaimana dijelaskan oleh para ulama adalah sebagai
berikut:
Menurut Mazhab Hanafi al-kafalah memiliki dua arti: yang pertama, arti al-kafalah ialah :
“Menggabungkan dzimah kepada dzimah yang lain dalam penagihan, dengan jiwa, utang
atau dzat benda”.2 Pengertian yang kedua ialah “Menggabungkan dzimah kepada dzimah
yang lain dalam pokok (asal) utang” 3
Menurut Mazhab Maliki bahwa al-kafalah ialah “Orang yang mempunyai hak, mengerjakan
tanggungan pemberi beban serta bebannya sendiri yang disatukan, baik menanggung
pekerjaan yang sesuai maupun pekerjaan yang berbeda”. 4

Menurut Mazhab Hambali, al-kafalah ialah “Iltizam sesuatu yang diwajibkan kepada orang
lain serta kekekalan benda tersebut yang dibebankan atau iltizam orang yang mempunyai
hak menghadirkan dua harta (pemiliknya) kepada orang yang mempunyai hak”. 5
Menurut Mazhab Syafi’i bahwa yang dimaksud al-kafalah ialah “Akad yang menetapkan
iltizam hak yang tepat pada tanggungan (beban) yang lain atau menghadirkan zat benda
yang dibebankan atau menghadirkan badan oleh yang berhak menghadirkan nya” 6
Menurut Sayyid Sabiq yang dimaksud al-kafalah ialah proses penggabungan tanggungan
kafil menjadi beban asbil dalam tuntutan dengan benda (materi) yang sama, baik utang,
barang maupun pekerjaan.

Menurut Imam Taqiy al-Din bahwa yang dimaksud al-kafalah adalah “Mengumpulkan satu
beban ke beban lain”. 7
Menurut Hasbi Ash-Shidiqi bahwa yang dimaksud dengan al- kafalah ialah:
“Menggabungkan dzimah kepada dzimah lain dalam penagihan” (1984: 86).8
Setelah diketahui definisi al-kafalah atau istilah al-dhaman menurut para ulama di atas,
kiranya dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan al-kafalah atau al-dhaman ialah
menggabungkan dua beban (tanggungan) dalam permintaan dan utang.
Al-kafalah atau takaful merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung, kepada pihak
ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dalam pengertian
lain, kafalah juga berarti mengalihkan tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan
2

berpegangan pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin.9


Menurut Dewan Syari’ah Nasional Asuransi Jiwa Takaful adalah usaha kerja sama saling
melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang dalam menghadapi resiko
melalui perjanjian yang sesuai dengan syari’ah.10

Menurut Juhaya S. Praja, Asuransi Syariah adalah saling memikul resiko diantara sesama
orang sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas resiko lainnya,
saling pikul resiko itu dilakukan atas dasar saling tolong dalam kebaikan dengan cara
masing-masing mengeluarkan dana ibadah (tabarru’) yang ditunjukkan untuk menanggung
resiko-resiko tersebut.11
Menurut KH. Latief Mukhtar kata takaful berasal dari bahasa Arab, takafala – yatafakafalu,
secara etimologis berarti saling menjamin atau saling menjamin atau saling menanggung.
Secara istilah berasal dari fikrah atau konsep Syeikh Abu Zahra, seorang faqih dari Mesir
yang mengarang buku dengan judul, Al-Takaful al-Ijtima’i al-Islam.12
Terkait dengan Asuransi islami yang pernah terjadi pada masa Rasuullah SAW, yang hari ini
biasa disebut takaful, telah kami jelaskan pada artikel Konsep Takaful (Asuransi Islam)
dalam Kajian Ulama Fikih Klasik Hingga Ulama Fikih Modern. Pada pembahasan tersebut,
kami sebutkan beberapa argumen ulama yang melandasi pekiranya disertai dengan dasar
hukum dan prinsif yang ada pada masa itu.
Konsep Asuransi Jiwa Takaful
Konsep Asuransi Jiwa Takaful bersendikan atas asas gotong royong dan kerjasama untuk
saling membantu dan saling melindungi dengan penuh rasa tanggung jawab apa bila ada
peserta yang tertimpa musibah.
Pada dasarnya Asuransi Jiwa Takaful sama dengan asuransi-asuransi sebagaimana yang
telah kita kenal dewasa ini, hanya saja pada Asuransi Jiwa Takaful, terdapat kekhususan
pada sistem operasionalnya yang disesuaikan dengan syariat Islam. Kekhususan dalam
sistem operasional “Asuransi Jiwa Takaful” ini terletak pada dua area, yaitu:
1. Adanya arahan terhadap investasi dari dana yang terkumpul kesektor- sektor investasi
yang tidak bertentangan dengan syariat Islam.
2. Adanya porsi “bagi hasil” yang dapat diterima oleh peserta Asuransi / tertanggung.
Dengan demikian, kegiatan usaha Asuransi Jiwa Takaful pada dasarnya tidak berbeda
dengan kegiatan usaha asuransi konvensional yang ada saat ini (baca: persamaan dan
perbedan asuransi syariah dan konvensional). Apabila dalam operasinya dapat ditempuh
hal-hal yang tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah muamalat (perdagangan) dalam
syariat Islam.13
Masalah arahan investasi agar sejalan dengan prinsip-prinsip dalam sariat Islam dan aturan
tentang “bagi hasil” bagi para peserta asuransi/ tertanggung, belum diatur dengan undang-
undang No.2 tahun 1992. secara umum dapat dikatakan bahwa bentuk usaha Asuransi
Tafakul tampaknya tidak bertentangan dengan ketentuan per-Undang-undangan dan
peraturan yang berlaku.14

Diperkenalkannya Asuransi Jiwa Takaful sebagai suatu produk asuransi baru di


Indonesia diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang pada saat ini mulai
tumbuh kesadaran untuk berasuransi. Sehingga disamping ikut membangun dan
memperkuat sumber daya keuangan di dalam negeri juga akan memberikan dampak
kontraksi moneter, dan dengan optimalisasi dalam investasi yang dilakukan sesuai dengan
prinsip syari’at Islam akan dapat membantu pertumbuhan ekonomi.
Disamping pertimbangan kepentingan makro diatas, diperkenankanya Asuransi Jiwa Takaful
sebagai produk tambahan dari program-program asuransi yang telah ada akan
menghasilkan efek sinergi yaitu dengan terbukanya segmen-segmen pasar bagi permintaan
terhadap Asuransi Jiwa Takaful, maka pasar bagi asuransi secara keseluruhan akan dengan
sendirinya berkembang pula.
Sebagai bentuk Asuransi secara Islam, takaful pada dasarnya merupakan usaha kerja sama
saling melindungi dan menolong antara anggota masyarakat dalam menghadapi
kemungkinan terjadi malapetaka dan bencana dalam hal kebaikan seperti ditegaskan dalam
al-Qur’an surat al-Maidah ayat 2 : “Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan
kebaikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran.
(QS al-Maidah: 2)15
3

Asuransi Syariah (Foto: Asuransiaz.blogspot.com)


Seiring dengan perkembangan dan kemajuan zaman, bentuk kerja sama telah
ditumbuhkembangkan sedemikian rupa menjadi bentuk-bentuk perusahaan takaful yang
profesional, dalam prakteknya, Syarikat Takaful tersebut melakukan kerja sama dengan
para peserta takaful (pemegang polis) atas dasar prinsip mudharabah. Syarikat Takaful
bertindak sebagai al-mudharin, yang menerima uang pembayaran peserta takaful untuk
diadministrasikan dan diinvestasikan sesuai dengan ketentuan syari’ah.
Peserta takaful bertindak sebagai shohibul maal, yang akan mendapat manfaat jasa
perlindungan serta bagi hasil dari keuntungan Syarikat Takaful. Ada dua jenis perlindungan
takaful yang disediakan oleh Syarikat Takaful yaitu:
a. Takaful Keluarga (Asuransi Jiwa)
Takaful Keluarga adalah bentuk takaful yang memberikan perlindungan finansial dalam
menghadapi malapetaka kematian dan kecelakaan atas diri peserta takaful.16
Asuransi Jiwa Takaful Keluarga ini merupakan bentuk takaful yang memberikan
perlindungan dalam menghindari kerugian finansial yang diakibatkan oleh bencana
kematian atau kecelakaan yang menimpa para pesertanya.17
Sebagaimana dalam asuransi jiwa konvensional, dalam Asuransi Jiwa Takaful keluarga
yang akan menerima uang jaminan atau manfaat asuransinya adalah ahli waris atau orang
yang ditunjuk apabila tidak mempunyai ahli waris, ketika orang yang dipertanggungkan atau
tertanggung meninggal. Dan apabila kecelakaan itu musibah yang tidak menyebabkan
kematian, maka yang menerimanya adalah orang itu sendiri. Dan dari pada itu Asuransi
Jiwa Takaful Keluarga dibentuk untuk mempersiapkan masa depan para peserta lebih
banyak menggunakan dananya seperti ibadah haji.18

Sebagai bentuk asuransi saling menanggung, yang merupakan kumpulan dari peserta
asuransi yang menjalankan kepentingan anggotanya, dan karena anggotanya itu menjadi
satu organisasi yang masing-masing menjadi membayar iuran kepada asuransi/perusahaan
itu sendiri, maka dalam waktu yang sama para peserta bertindak sebagai tertanggung
sekaligus penanggung.
Adapun pihak-pihak yang terdapat dalam Asuransi Jiwa Takaful Keluarga pada dasarnya
sama dengan yang terdapat dalam asuransi jiwa konvensional. Karena keduanya
merupakan perjanjian- perjanjian perlindungan atau kerugian finansial yang diakibatkan oleh
adanya kematian, kecelakaan, dan datangnya hari tua seorang yang dipertanggungkan.
Berdasarkan jangka waktu masa kontraknya, Ahmad Azar Basyir mengatakan bahwa
Asuransi Jiwa Takaful Keluarga meliputi Asuransi Jiwa Takaful Keluarga 10 tahun, 15 tahun,
dan dua puluh tahun yang disesuaikan dengan kepentingan yang asuransinya.19
Dikarenakan semakin kompleknya permasalahan yang timbul di masyarakat yang mungkin
mengakibatkan kerugian finansial atau kesulitan ekonomi dimasa yang akan datang, maka
Asuransi Jiwa Takaful Keluarga berusaha untuk dapat mengatasi permasalahan tersebut
dengan menawarkan beberapa produk asuransinya. Produk- produk ini dibedakan menjadi
produk perseorangan dan produk kumpulan.

Produk Takaful Keluarga


1) Takaful Berencana waktu 10, 15 atau 20 tahun.
2) Takaful Pembiayaan (Asuransi Kredit)
3) Takaful Pendidikan
4) Takaful Kolektif

b. Takaful Umum (Asuransi Umum)


Takaful Umum adalah bentuk takaful yang memberikan perlindungan finansial dalam
menghadapi bencana atau kecelakaan atas harta benda milik peserta takaful, seperti
rumah, kendaraan, bangunan dan sebagainya. Produk Takaful Umum meliputi :
1) Takaful Kebakaran
2) Takaful Kendaran Bermotor
3) Takaful Kecelakaan Diri
4) Takaful Pengangkutan Laut, Darat, dan Udara
5) Takaful Rekayasa/Engineering, dan lain-lain.
4

Ada dua konsep dasar yang dipakai dalam perusahaan asuransi Islam, yakni at-takafuli
(konsep perlindungan) dan al-mudharabah (konsep bagi hasil).
Dari sini bisa dipahami bahwa Syarikat Takaful (Perusahaan Asuransi Islam) dapat
digambarkan sebagai syarikat perkongsian untung rugi antara syarikat dengan anggota-
anggota yang mana kedua belah pihak bersepakat untuk saling menjamin (dalam bentuk
finansial) atas kematian, kecelakaan, kebakaran, kehilangan, atau kerusakan harta benda
yang mungkin menimpa salah satu anggotanya.20
Takaful Keluarga yakni bentuk perlindungan takaful yang ditujukan untuk perseorangan
yang ingin menyediakan sejumlah uang sebagai cadangan dana untuk ahli warisnya
seandainya bencana seperti: kebakaran, kehilangan, kerusakan dan kemalangan lainnya
yang menimpa harta benda atau barang-barang yang dimiliki oleh peserta takaful. Dengan
adanya Syarikat Takaful, banyak manfaat yang akan diperoleh peserta takaful yaitu:
Merupakan tempat menyimpan atau menabung uang secara teratur dan aman untuk masa
sekarang dan masa akan datang. Dan para peserta mempunyai persediaan yang untuk ahli
warisnya, jika sewaktu-waktu ditakdirkan meninggal dunia.

Peserta takaful akan memperoleh kembali bagian simpanan uang yang telah terkumpul
beserta keuntungan dan kelebihannya jika yang bersangkutan masih hidup. Konsep Takaful
besar sekali kemungkinannya untuk bisa diterapkan di Indonesia, mengingat konsep ini
tidak begitu sulit untuk dipahami, peserta takaful akan memperoleh manfaat-manfaat dan
nilai tambah, pengalaman menunjukkan bahwa Syarikat Takaful yang telah beroperasi
mampu bersaing dengan perusahaan Asuransi konvensional serta bisa memberikan bagai
hasil keuntungan yang bersaing disamping itu mayoritas pemeluk Islam di Indonesia
merupakan potensi besar bagi hadirnya Syarikat Takaful.

Prinsip-Prinsip Asuransi Jiwa Takaful


1. Dasar Hukum Asuransi Jiwa Takaful
Dasar hukum yang menjadi landasan asuransi syari’ah adalah Surah al-Maidah ayat 2,
yang sudah di jelaskan di atas. Dan surah al-Baqarah ayat 185 :
Artinya : “Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak tidak menghendaki kesukaran
bagimu….(Qs. Al-Baqarah: 185)21
Rasulullah saw bersabda, yang artinya “Pinjam hendaklah dikembalikan dan yang menjamin
hendaklah membayar” (Riwayat Abu Daud).22
Undang-undang dan peraturan-peraturan yang mengatur asuransi dan perusahaan asuransi
di Indonesia merupakan produk hukum ulil amri (pemerintah) yang harus ditaati oleh umat
islam selama tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadist Nabi. Sampai saat ini, belum
ada undang- undang yang mengatur khusus asuransi Syari’ah di Indonesia.23
Syarat dan Syahnya Asuransi Jiwa Takaful

Sebuah kontrak, pada umumnya merupakan cara yang efektif untuk mengakui dari sisi
kepemilikan dan pemindahan harta. Kontrak merupakan perpaduan dari penawaran (ijab)
dan penerimaan (kabul), dan dinyatakan sebagai kewajiban dan perjanjian dari dua pihak
yang mengadakan kontrak atas suatu hal tertentu.24
Menurut Mazhab Hanafi bahwa rukun al-kafalah atau takaful bahwa rukun al-kafalah adalah
satu yaitu, ijab dan kabul, dan diperjelaskan sedangkan menurut ulama lainnya bahwa
rukun dan syarat al-kafalah adalah sebagai berikut:
1) Dhamin, kafil atau za’im, yaitu orang yang menjamin di mana ia disyaratkan sudah baligh,
berakal, tidak di cegah membelanjakan hartanya (mahjur) dan dilakukan dengan
kehendaknya sendiri.
2) Madmun lah, yaitu orang yang berpiutang, syaratnya ialah bahwa yang berpiutang
diketahui oleh orang yang menjamin. Madmun lah disebut juga dengan mafkul lah, madmun
lah disyaratkan dikenal oleh penjamin karena manusia tidak sama dalam hal tuntutan, hal ini
dilakukan demi kemudahan dan kedisiplinan.
3) Madmun ‘anhu atau makful ‘anhu adalah orang yang berutang.
4) Madmun bih atau makful bih adalah utang, barang atau orang, disyaratkan pada makful
bih dapat diketahui dan tetap keadaannya, baik sudah tetap maupun akan tetap.
5) Lafadz, disyaratkan keadaan lafadz itu berarti menjamin, tidak digantung kepada sesuatu
5

dan tidak berarti sementara.25

Melihat unsur-unsur tersebut di atas, ada pendapat yang menyerupakan dengan ‘aqdu
walail-muwalat, karena rukun-rukun yang mengangsur akad ini sangat sesuai dengan
unsur-unsur dari ‘aqd al-ta’min (akad asuransi) khususnya asuransi pertanggung jawaban
seseorang atas kerugian yang diderita pihak ketiga. Jelasnya, bahwa al-ma’qulu walil-
muwalat adalah akad atau persetujuan antara dua pihak, yaitu, pihak maulal muawalat yang
serupa dengan tertanggung.
Sejumlah uang yang dijanjikan akan dibayarkan oleh penanggung apabila terjadi peristiwa
yang dijadikan sebab pertanggungan adalah serupa dengan denda (diyah). Sedangkan
uang premi yang dijadikan tertanggung akan dibayar kepada penanggung selaku imbalan
pengambilan resiko bahaya (peristiwa yang dijadikan sebab pertanggungan), serupa
dengan harta warisan atau peninggalan, jika al-ma’qulu ‘anhu meninggal dunia dalam
keadaan ahli waris.26

Jadi, dilihat dari segi syakiliyah-nya, antara kedua bentuk akad ini ada keserupaan. Namun
‘aqdu walail-muwalat menurut sejarahnya adalah suatu sistem pewarisan dalam pola
kehidupan jahiliyah yang dalam suatu masa peralihan pada zaman permulaan Islam diakui.
Berdasarkan perjanjian yang dibuat, seperti dijelaskan dalam surah al-Isra ayat 34 yang
berbunyi: Artinya: “Dan penuhilah janji. Sesungguhnyaj anji itu akan dimintai
pertanggungjawabannya” (Qs.Al-Isra: 34).27
Berdasarkan sighat, maksud sighat akad adalah lafadz-lafadz dan ungkapan-ungkapan
yang dipergunakan untuk menyusun akad. Dengan kata lain, sighat akad adalah pernyataan
timbal balik (dari kedua pihak yang bertransaksi) yang menunjukkan kepada kesepakatan
dan kerelaan bersama dalam mewujudkan akad.

Menurut bahasa para fuqaha dikenal dengan sebutan “ijab dan kabul”. Atas dasar ini
sebagian fuqaha tersebut berpendapat, sighat adalah sesuatu yang menyebabkan
terwujudnya akad, baik berupa ucapan, isyarat maupun tulisan sebagai petunjuk terhadap
keinginan orang yang berakad dan sebagai penjelas terhadap ungkapan hatinya.28
Berdasarkan kerelaan para peserta, seperti dijelaskan dalam al- Qur’an surah an-Nisa ayat
29: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang didasarkan pada kerelaan
(suka sama suka) di antara kamu…(Qs. An-Nisa : 29)29

Berdasarkan bersifat tabarru’ atau berbuat kebajikan dan jika dana telah terkumpul
diinvestasikan maka harus ke bidang yang tidak bertentangan dengan ketentuan syari’ah
dengan menggunakan sistem qirad atau mudarabah.
Memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh peraturan-perundangan- undangan yang
berlaku di Indonesia selama tidak bertentangan dengan tuntutan syariat.30
Operasional Asuransi Jiwa Takaful
Sejauh mana bentuk operasional Asuransi Jiwa Takaful perlu diketahui lebih lanjut perlu
diketahui lebih lanjut. Dengan ditiadakannya Seminar Asuransi Jiwa Takaful yang baru-baru
ini, tentu akan membawa kita pada pengertian atau bentuk asuransi yang Islami. Setidaknya
asuransi ini merupakan alternatif bagi umat Islam untuk ikut serta dalam perasuransian ini.

Seperti diungkapkan Ahmad Azhar Basyir tentang filosofi Asuransi Jiwa Takaful ini adalah
“Penghayatan semangat saling bertanggung jawab, kerjasama dan perlindungan dalam
kegiatan-kegiatan sosial menuju tercapainya kesejahteraan umat dan peraturan
masyarakat.31
Operasional Asuransi Jiwa Takaful ini menurut Azhar Bayir, dimana di dalam Asuransi Jiwa
Takaful yang sebenarnya terjadi adalah saling bertanggung jawab bantu membantu dan
melindungi adalah peserta sendiri. Perusahaan Asuransi Jiwa Takaful diberi kepercayaan
(amanah) oleh para peserta untuk mengembangkan dengan jalan halal, memberikan
santunan kepada yang mengalami musibah sesuai isi kata perjanjian dan sebagainya.
Keuntungan perusahaan Asuransi Jiwa Takaful diperoleh dari bagian keuntungan dana yang
dari para peserta yang dikembangkan dengan prinsip muharabah bagi laba rugi. Para
peserta Asuransi Jiwa Takaful dapat berkedudukan sebagai pemilik modal (rabb al-mal) dan
6

perusahaan Asuransi Jiwa Takaful yang berkedudukan sebagai yang menjalankan modal
(mudharib). Keuntungan yang diperoleh dari pengembangan dana itu dibagi antara para
peserta dan perusahaan sesuai ketentuan yang telah disepakati. Perusahaan Asuransi Jiwa
Takaful ini menurut Azhar Basyir, menawarkan dua jenis pertanggungan yaitu takuful
keluarga (asuransi jiwa), takaful umum (asuransi umum).
Takaful keluarga adalah bentuk takaful yang memberikan perlindungan dalam menghadapi
musibah kematian dan kecelakaan atas diri peserta takaful dalam musibah warisnya kepada
atau orang yang ditunjuk, dalam hal tidak ada ahli waris. Dalam musibah kecelakaan yang
tidak mengakibatkan kematian, santunan akan diterima oleh peserta yang mengalami
musibah.

Jenis takaful keluarga ini meliputi : takaful keluarga (berjangka waktu 10 tahun, berjangka
waktu 15 tahun, berjangka waktu 20 tahun), takaful pembiayaan (asuransi kredit), takaful
keluarga untuk perorangan, takaful keluarga berkelompok.
Dalam Asuransi Jiwa Takaful Keluarga para peserta nya bebas memilih salah satu dari
produk takaful yang ada dengan jangka umur peserta berkisar antara 18 sampai 50 tahun,
dengan masa klaim selesai mencapai umur 60 tahun. Operasionalisasinya, Asuransi Jiwa
Takaful keluarga ini merupakan kerja sama dengan peserta atas dasar mudhorobah,
dengan perusahan takaful sebagai almudhorib yang menerima pembayaran premi dari
peserta yang bertindak sebagai al shohibul mal yang akan memperoleh manfaat
perlindungan dan bagi hasil dari keuntungan dana yang terkumpul sesuai dengan yang
telah disepakati. Dan tersebut oleh perusahan (al Mudhorib) di administrasi dan di investasi
kan sesuai dengan prinsip syari’ah Islam.32

Adapun mekanisme pembayaran premi dalam Asuransi Jiwa Takaful Keluarga ini di
bedakan dalam dua cara yang ditawarkan perusahaan kepada peserta nya sesuai dengan
pilihan dan kebutuhannya. Kedua cara tersebut adalah premi dengan unsur tabungan dan
premi tanpa unsur tabungan.
Peserta yang memilih premi dengan unsur tabungan memiliki dua yaitu pertama rekening
tabungan yang merupakan rekening kumpulan dana milik peserta dan akan dibayar apabila
perjanjian berakhir atau peserta meninggal dunia atau sekalipun peserta mengundurkan diri
dari perjanjian berakhir. Kedua rekening khusus yang merupakan kumpulan dana peserta
yang ditujukan untuk saling membantu dengan peserta lain dalam menghadapi resiko
kerugian dan akan di bayar apabila peserta meninggal dunia atau pada akhir perjanjian,
kalau masih ada surplus dana.

Kumpulan dana hasil investasinya akan di bagikan menurut sistem bagi hasil yaitu 60 %
untuk peserta dan 40 % bagi perusahan. Sedangkan dalam premi tanpa unsur tabungan,
peserta hanya memiliki rekening khusus saja yang berisikan kumpulan dana dari
pembayaran premi peserta setelah dikurangi biaya pengelolaan.
Dan itu investasi sesuai dengan syari’ah Islam yang hasil investasinya di masukan ke dalam
kumpulan dana peserta yang kemudian dikurangi beban berupa klaim. Premi dan surplus
dana tersebut dibagikan dengan sistem mudharabh dengan ketentuan 40% untuk peserta
dan 60% untuk perusahaan.33
Dalam penerimaan manfaat takaful, apabila peserta meninggal dunia dalam masa
pertanggungan maka ahli waris nya akan menerima manfaat takaful ( jasa asuransi )
sebesar jumlah nominal asuransi ( premi ) yang telah disetorkan oleh peserta yang masuk
dalam rekening peserta di tambah dari keuntungan hasil investasinya.
Ahli waris juga menerima saldo pembayaran premi yang belum dapat di bayar peserta
dihitung dari tanggal meninggalnya peserta sampai masa pertanggungan berakhir.
Pembayaran kedua ini diambil dari rekening khusus para peserta yang ditujukan untuk
derma.34

Sedangkan apabila peserta takaful masih hidup sampai masa berakhirnya masa
pertanggungan, maka yang bersangkutan akan menerima manfaat takaful dari seluruh
angsuran yang pernah disetorkan nya yang terkumpul dalam rekening peserta ditambah
dengan bagian keuntungan dari hasil investasinya.
Dia juga akan menerima kelebihan dari rekening khusus peserta setelah dikurangi biaya
7

operasional syarikat dan pembayaran klaim (manfaat takaful), bila ada kelebihan. Lain
halnya apa bila peserta mengundurkan diri dalam masa pertanggungan, maka peserta akan
menerima kembali semua angsuran yang pernah disetorkan ditambah hasil keuntungan dari
hasil investasinya.35
Adapun pembayaran premi asuransi sesuai dengan kemampuan peserta asalkan tidak
kurang dari jumlah minimal yang telah ditetapkan oleh perusahaan asuransi. Pembayaran
premi ini bisa dilakukan secara bulanan, kuartalan, semesteran, dan tahunan dengan
masing-masing minimal jumlah pembayarannya:
• Premi bulanan Rp. 15.000,- (Rp 180.000,- setahun)
• Premi kuartalan Rp. 45.000,- (Rp 180.000,- setahun)
• Premi semesteran Rp. 90.000,- (Rp 180.000,- setahun)
• Premi tahunan Rp. 180.000,- (Rp 180.000,- setahun)

Meskipun dibayar dengan cara cicilan, tapi dalam Asuransi Jiwa Tafakul keluarga jumlah
premi pertahunnya tetap sama. Dan sebagai produk Bank Muamalah Indonesia, maka
premi yang terkumpul diinvestasikan dan dikelola oleh bank tersebut dengan prinsip syari’ah
Islam. Sehingga operasional Asuransi Jiwa Tafakul khususnya Asuransi Jiwa Tafakul
Keluarga ini terhindar dari unsur-unsur yang dilarang dalam Islam seperti unsur riba, garar,
maisir dan eksploitasi yang ke semua ini menurut para ahli fiqh terdapat dalam asuransi
konvensional.36

Sumber: https://www.tongkronganislami.net/hukum-asuransi-jiwa-dalam-islam-dan-contoh-
contohnya/

Anda mungkin juga menyukai