Anda di halaman 1dari 30

BAGIAN ILMU BEDAH REFLEKSI KASUS

RUMAH SAKIT UMUM ANUTAPURA JANUARI 2019


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ALKHAIRAAT

“PERIAPPENDICULAR INFILTRAT”

Faraihun Bachmid, S.Ked


12-16-777-14-131

Supervisior/Pembimbing:
dr. I Made Wirka, Sp.B

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU BEDAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS AL-KHAIRAAT
PALU
2019

1
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa mahasiswa yang


bersangkutan sebagai berikut:

Nama : Faraihun Bachmid, S.Ked


No stambuk : 12-16-777-14-131
Program Studi : Pendidikan Dokter
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Alkhairaat
Judul Refka : Periappendicular Infiltrat
Bagian : Ilmu Bedah

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Ilmu
Bedah RSU Anutapura Palu, Fakultas Kedokteran Universitas Al-Khairaat.

Palu, Januari 2019

Mengetahui,

Pembimbing Dokter Muda

dr. I Made Wirka, Sp.B Faraihun Bachmid, S.Ked

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Appendisitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis.
Appendix merupakan organ tubular yang terletak pada pangkal usus besar yang
berada di perut kanan bawah.Organ ini mensekresikan IgA namun seringkali
menimbulkan masalah bagi kesehatan.Appendisitis akut merupakan keadaan
darurat abdomen paling umumyang membutuhkan perawatan bedah dan
menunjukkan risiko seumur hidup sebesar 7%. Insiden keseluruhannya adalah
sekitar 11 kasus per 10.000 individu per tahun, dan dapat terjadi pada usia
berapapun. Antara 15 dan 30 tahun usia ada peningkatan 23 kasus per 10.000
penduduk / tahun, dan kemudian mengalami penurunan.1,2
Appendisitis infiltrat merupakan tahap patologi appendisitis yang dimulai
di mukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding appendiks dalam waktu 24-48
jam pertama. Ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses
radang dengan menutup appendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa
sehingga terbentuk massa periappendukular. Obstruksi lumen merupakan
penyebab utama apendisitis.Fekalit merupakan penyebab tersering dari obstruksi
apendiks. Penyebab lainnya adalah hipertrofi jaringan limfoid, sisa barium dari
pemeriksaan roentgen, diet rendah serat dan cacing usus termasuk ascaris. Trauma
tumpul atau trauma karena colonoscopy dapat mencetuskan inflamasi pada
apendiks. Post operasi apendisitis juga dapat menjadi penyebab akibat adanya
trauma atau stasis fekal.1,2,3,4
Semua kasus appendisitis memerlukan tindakan pengangkatan appendiks
yang terinflamasi (appendectomy).Pada appendiks yang tertutup oleh omentum,
usus halus dan adneksa (periapendikuler infiltrate) pada pasien dewasa sebaiknya
dirawat terlebih dahulu dan diberi antibiotik kombinasi aerob dan anerob sambil
dilakukan pemantauan terhadap suhu tubuh, dan ukuran massa dan perencanaan
appendectomy elektif 2-3 bulan (6-8 minggu) kemudian agar perdarahan akibat

3
perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Apabila tidak dilakukan tindakan
pengobatan, maka angka kematian akan tinggi, terutama disebabkan karena
perforasi, peritonitis dan shock.1,2,8

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan fisiologi appendiks vermiformis


Appendiks vermiformis merupakan organ berbentuk tabung, dengan
panjang kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm). Appendiks berpangkal di
sekum.Appendiks memiliki lumen yang sempit pada bagian proksimal dan
melebar di bagian distal. Namun, pada bayi appendiks berbentuk kerucut yakni
melebar pada bagian pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Dinding
apendiks terdiri dari dua lapisan, lapisan luar terdiri dari otot longitudinal yang
merupakan kelanjutan dari taenia coli dan lapisan dalam terdiri dari otot sirkular
yang dilapisi oleh epitel kolon.1,2,3

Gambar 1. Anatomi appendiksvermiformis

Appendix merupakan derivat bagian dari midgut yang terdapat di antara


Ileum dan Colon ascendens. Caecum terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan
Appendix terlihat pada minggu ke-8 kehamilan sebagai suatu tonjolan pada
Caecum. Awalnya Appendix berada pada apeks caecum, tetapi kemudian berotasi
dan terletak lebih medial dekat dengan Plica ileocaecalis. Dalam proses
perkembangannya, usus mengalami rotasi. Caecum berakhir pada kuadran kanan

5
bawah perut. Appendix selalu berhubungan dengan Taenia caecalis.Oleh karena
itu, lokasi akhir Appendix ditentukan oleh lokasi Caecum. Hubungan antara dasar
appendiks dengan sekum tetap ada selama perkembangan postnatal, dimana ujung
appendiks dapat ditemukan retrosekal, pelvik, subsekal, preileal, atau posisi
perikolik dekstra (Gambar 1).1,2,3
Appendiks mendapat vaskularisasi dari A.apendikularis, A.ileokolika, dan
A.mesenterika superior. Arteri apendikularis merupakan suatu ‘end artery’ yang
tidak memiliki kolateral, sehingga jika tersumbat dapat mengakibatkan gangren
(Gambar 2).1,2,3

Gambar 2. Vaskularisasi appendiksvermiformis

Jaringan limfoid pertama kali terlihat di submukosa apendiks, sekitar 2


minggu setelah kelahiran. Jumlah jaringan limfoid ini meningkat selama
puberitas, dan menetap dalam waktu 10 tahun berikutnya, kemudian mulai
menurun dengan pertambahan umur.Setelah umur 60 tahun, tidak ada jaringan
limfoid yang terdapat di submukosa apendiks.Imunoglobulin sekretoar yang
dihasilkan oleh GALT (Gut AssociatedLymphoid Tissue) yang terdapat di
sepanjangsaluran pencernaan termasuk apendiks adalah Ig A. Imunoglobulin ini
sangat efektif sebagai pelindung infeksi.Antibodi ini mengontrol proliferasi
bakteri, netralisasi virus, dan mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen.1,2,3

6
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti
arteri mesenterika superior dan arteri apendikularis.Sedangkan persarafan simpatis
berasal dari nervus thoracalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada appendisitis
bermula di sekitar umbilikus.Appendiks menghasilkan lendir sebanyak 1-2 ml per
hari. Secara normal, lendir akan masuk ke dalam lumen appendiks dan
selanjutnya akan mengalir ke saekum. Adanya hambatan aliran lendir di muara
appendiks tampaknya berperan pada pathogenesis appendisitis.1,2,3

2.2. Periappendicular Infiltrat


2.2.1. Definisi
Appendisitis infiltrat merupakan tahap patologi appendisitis yang dimulai
di mukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding appendiks dalam waktu 24-48
jam pertama. Ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses
radang dengan menutup appendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa
sehingga terbentuk massa periappendukular. Umumnya massa apendiks terbentuk
pada hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis umum.1,2,3

2.2.2. Etiologi
Obstruksi lumen merupakan penyebab utama apendisitis. Fekalit
merupakan penyebab tersering dari obstruksi apendiks. Penyebab lainnya adalah
hipertrofi jaringan limfoid, sisa barium dari pemeriksaan roentgen, diet rendah
serat dan cacing usus termasuk ascaris. Trauma tumpul atau trauma karena
colonoscopy dapat mencetuskan inflamasi pada apendiks. Post operasi apendisitis
juga dapat menjadi penyebab akibat adanya trauma atau stasis fekal.2,3,4
Frekuensi obstruksi meningkat dengan memberatnya proses inflamasi.
Fekalit ditemukan pada 40% dari kasus apendisitis akut, sekitar 65% merupakan
apendisitis gangrenous tanpa rupture dan sekitar 90% kasus apendisitis
gangrenous dengan rupture. Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan
apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. Histolytica.
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah
serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan
meningkatkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional

7
apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya
akan mempermudah terjadinya apendisitis akut. Periappendikular infiltrate
terbentuk karena terjadi perforasi mikro atau makro dari appendiks yang
meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus, dan usus besar.1,2

2.2.3. Patofisiologi
Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.Obstruksi lumen yang tertutup
disebabkan oleh hambatan pada bagian proksimalnya dan berlanjut pada
peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks yang distensi.Obstruksi tersebut
menyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan.Makin lama
mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding appendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan intralumen. Tekanan yang
meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami hipoksia,
menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi
menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin iskemik
karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks).Pada saat
inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren
dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat
berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor. Bila sekresi mukus
terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan
obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri didaerah perut kanan bawah.Keadaan ini disebut dengan
apendisitis supuratif akut.Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark
dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan
apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi
apendisitis perforasi.2,3,4
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa local yang
disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses

8
atau menghilang.Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang
dimulai dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu
24 - 48 jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi
proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau
adneksa sehingga terbentuk massa periapendikular. Didalamnya dapat terjadi
nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak
terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi
tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.2,3,4
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih
panjang, dinding apendiks lebih tipis.Keadaan tersebut ditambah dengan daya
tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi.Sedangkan pada
orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh
darah.Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi
mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum,
usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti vesika urinaria,
uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Bila
proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul
peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup
kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu
penderita harus benar- benar istirahat (bedrest).2,3,4
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan
bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan
mengalami eksaserbasi akut.2,3,4

2.2.4. Manifestasi Klinis


Appendisitis infiltrat didahului oleh keluhan appendisitis akut yang
kemudian disertai adanya massa periappendikular. Gejala klasik appendisitis akut
biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus yang
berhubungan dengan muntah. Dalam 2 - 12 jam nyeri beralih kekuadran kanan,
yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan

9
anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat
konstipasi tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual dan muntah. Pada permulaan
timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam
beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin progresif. Appendisitis
akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak
appendiks yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai
rangsang peritoneum local, umunya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam
nyeri akan berpindah ke kanan bawah ketitik McBurney. Disini nyeri dirasakan
lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan somatik setempat.
Kadang tidak ada nyeri epigastrium tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita
merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena
biasanya mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat perangsangan
peritoneum biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk. Bila
letak apendiks retrosekal di luar rongga perut, karena letaknya terlindung sekum
maka tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada rangsangan
peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat
berjalan, karena kontraksi otot psoas mayor yang menegang dari dorsal.2,3,4,5
Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat
menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga
peristaltik meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan
berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi
peningkatan frekuensi kencing, karena rangsangan dindingnya.7 Pada beberapa
keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis sehingga tidak ditangani pada
waktunya dan terjadi komplikasi. Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik.
Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak
bisa melukiskan rasa nyerinya dalam beberapa jam kemudian akan timbul
muntah-muntah dan anak akan menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang
tidak khas tadi, sering apendisitis diketahui setelah perforasi. Pada bayi, 80-90
% apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.2,3,4,5
Pada orang berusia lanjut gejalanya juga sering samar-samar saja, tidak
jarang terlambat diagnosis. Akibatnya lebih dari separo penderita baru dapat

10
didiagnosis setelah perforasi. Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah
nyeri perut, mual, dan muntah. Yang perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan
trimester pertama sering juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut
sekum dengan apendiks terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak
dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan.2,3,4,5

2.2.5. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Fisik
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,50C. Bila suhu lebih
tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan
rektal sampai 10C. 2,3,4,5
- Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering
terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Appendisitis infiltrat
atau adanya abses apendikuler terlihat dengan adanya penonjolan di perut
kanan bawah.5
- Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa
disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan
peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci
diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri di perut
kanan bawah yang disebut tanda Rovsing. Pada apendisitis retrosekal atau
retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri. 5

Sudah terbentuk abses yaitu apabila ada omentum atau usus lain yang
dengan cepat membendung daerah apendiks, maka selain ada nyeri pada fossa
iliaka kanan selama 3-4 hari (waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan abses)
pada palpasi juga akan teraba massa yang fixed dengan nyeri tekan dan tepi atas
massa dapat diraba. Jika apendiks intra pelvinal, maka massa dapat diraba pada
RT (Rectal Toucher) sebagai massa yang hangat.2,3,4,5
Peristalsik usus sering normal, peristalsik dapat hilang karena ileus
paralitik pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata. Pemeriksaan
colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa dicapai dengan jari
telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika. Pada apendisitis pelvika tanda perut

11
sering meragukan, maka kunci diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan
colok dubur. Colok dubur pada anak tidak dianjurkan.2,3,4,5
Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang
lebih ditujukan untuk mengetahui letak appendiks. Uji psoas dilakukan dengan
rangsangan m.psoas lewat hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila apendiks yang
meradang menempel di m.psoas, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji
obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak
dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Dengan
gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang, pada
apendisitis pelvika akan menimbulkan nyeri.2,3,4,5
- Psoas sign. Nyeri pada saat paha kanan pasien diekstensikan. Pasien
dimiringkan ke kiri. Pemeriksa meluruskan paha kanan pasien, pada saat
itu ada hambatan pada pinggul / pangkal paha kanan.5
- Tes Obturator. Nyeri pada rotasi ke dalam secara pasif saat paha pasien
difleksikan. Pemeriksa menggerakkan tungkai bawah kelateral, pada saat
itu ada tahanan pada sisi samping dari lutut (tanda bintang), menghasilkan
rotasi femur kedalam.5
b. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium, pada darah lengkap didapatkan leukositosis
ringan umumnya pada apendisitis sederhana. Jumlah leukosit umumnya
meningkat pada apendisitis akut yakni sekitar 10.000-18.000 sel/mm3. Jumlah
leukosit yang kurang dari 18.000 sel/mm3 umumnya terjadi pada apendisitis
simpel dan leukosit yang lebih dari 18.000 sel/mm3 menunjukkan adanya
perforasi. Tidak adanya leukositosis tidak menyingkirkan apendisitis. Hitung jenis
leukosit terdapat pergeseran ke kiri. Pada pemeriksaan sedimen urin dapat normal
atau terdapat leukosit dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang
menempel pada ureter atau vesika.5.6,8
c. Pemeriksaan Radiologi
Foto polos abdomen dikerjakan apabila hasil anamnesa atau pemeriksaan
fisik meragukan.Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah.Gambaran
perselubungan mungkin terlihat “ileal atau caecal ileus” (gambaran garis

12
permukaan air-udara disekum atau ileum).Patognomonik bila terlihat gambar
fekalit.5,6,7
USG dilakukan khususnya untuk melihat keadaan kuadran kanan bawah
atau nyeri pada pelvis pada pasien anak atau wanita.Adanya peradangan pada
apendiks menyebabkan ukuran apendiks lebih dari normalnya. Kondisi
penyakit lain pada kuadran kanan bawah seperti inflammatory bowel desease,
diverticulitis cecal, diverticulum meckel’s, endometriosis dan pelvic
Inflammatory Disease (PID) dapat menyebabkan positif palsu pada hasil
USG.5,6,7
d. Diagnosis
Riwayat klasik apendisitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang
nyeri di region iliaka kanan dan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa
atau abses appendikuler. Penegakan diagnosis didukung dengan pemeriksaan fisik
maupun penunjang. Kadang keadaan ini sulit dibedakan dengan karsinoma
sekum, penyakit Crohn, amuboma dan Lymphoma maligna intraabdomen. Perlu
juga disingkirkan kemungkinan aktinomikosis intestinal, enteritis tuberkulosa, dan
kelainan ginekolog seperti Kehamilan Ektopik Terganggu (KET), Adneksitis dan
Kista Ovarium terpuntir. Kunci diagnosis biasanya terletak pada anamnesis yang
khas.1 Tumor caecum, biasanya terjadi pada orang tua dengan tanda keadaan
umum jelek, anemia dan turunnya berat badan. Hal ini perlu dipastikan dengan
colon in loop dan benzidin test. Pada anak-anak tumor caecum yang sering adalah
sarcoma dari kelenjar mesenterium.5,6,7,9
 Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif ditandai
dengan:
1. Keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih
tinggi.
2. Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih
jelas terdapat tanda-tanda peritonitis
3. Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis
terdapat pergeseran ke kiri.

13
 Massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda dengan
ditandai dengan:
1. Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu
tubuh tidak tinggi lagi;
2. Pemeriksaan lokal abdomen tenang, tidak terdapat tanda-tanda
peritonitis dan hanya teraba massa dengan batas jelas dengan nyeri
tekan ringan
3. Laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.5,6,7,9

Tabel 1. Alvarado score system5


Karakteristik Skor
Symptom Migrasi nyeri ke kuadran kanan bawah 1
Anorexia 1
Nause 1
Signs Nyeri tekan abdomen kuadran kanan bawah 2
Nyeri alih 1
Febris (suhu antara 37,5-38,5 °C) 1
Labaratory Leukositosis (WBC > 10.000/ ul) 2
Shift to the left of neutrophils (> 75%) 1
Total 10
Interpretasi : 1-4 = sangat tidak mungkin appendisitis akut, tetap observasi
5-6 = bisa jadi appendisitis akut, observasi teratur
7-8 = mungkin appendisitis akut, operatif
9-10 = pasti appendisitis akut, operatif

e. Tatalaksana
Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat apendiks menjadi
dilindungi oleh omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula, massa
yang terbentuk tersusun atas campuran membingungkan bangunan-bangunan ini
dan jaringan granulasi dan biasanya dapat segera dirasakan secara klinis. Jika
peradangan pada apendiks tidak dapat mengatasi rintangan-rintangan sehingga

14
penderita terus mengalami peritonitis umum, massa tadi menjadi terisi nanah,
semula dalam jumlah sedikit, tetapi segera menjadi abses yang jelas batasnya.7,9
Urut-urutan patologis ini merupakan masalah bagi ahli bedah. Masalah ini
adalah bilamana penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli bedah akan
mengoperasi untuk membuang apendiks yang mungkin gangrene dari dalam
massa perlekatan ringan yang longgar dan sangat berbahaya dan bilamana
karena massa ini telah menjadi lebih terfiksasi dan vascular, sehingga membuat
operasi berbahaya maka harus menunggu pembentukan abses yang dapat mudah
didrainase.7,9
Massa apendiks terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikro perforasi
ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus. Pada massa
periapendikular yang pendidingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran
pus keseluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta
generalisata. Oleh karena itu, massa periapendikular yang masih bebas disarankan
segera dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasi lebih
mudah.7,9
Pada anak, dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien
dewasa dengan massa periapendikular yang terpancang dengan pendindingan
sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil diawasi
suhu tubuh, ukuran massa, sertaluasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam,
massa periapendikular hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan
appendektomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat
perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin.7,9,10
Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses appendiks. Hal ini ditandai
dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba
pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit.7 Massa apendiks
dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan
segera setelah pasien dipersiapkan, karena dikuatirkan akan terjadi abses
appendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan pembedahan harus dilakukan
sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tinggi daripada pembedahan
pada appendisitis sederhana tanpa perforasi.

15
Pada periappendikular infiltrat, dilarang keras membuka perut, tindakan
bedah apabila dilakukanakan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih
bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit
perut. Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan
atau pun tanpa peritonitis umum.7,9,10
Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada anak
kecil, wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak
membaik atau berkembang menjadi abses dianjurkan operasi secepatnya. 7,9,10
Bila pada waktu membuka perut terdapat periapendikular infiltrat maka
luka operasi ditutup lagi, apendiks dibiarkan saja. 7,9,10

Terapi konservatif pada periapendikular infiltrat : 7,9,10

a) Total bed rest posisi fawler agar pus terkumpul di cavum douglassi.
b) Diet lunak bubur saring
c) Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang aktif
terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu
sekitar 6-8 minggu kemudian, dilakukan appendektomi. Kalau sudah
terjadi abses, dianjurkan drainase saja dan appendektomi dikerjakan
setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak ada keluhan atau gejala
apapun, dan pemeriksaan jasmani dan laboratorium tidak menunjukkan
tanda radang atau abses, dapat dipertimbangkan membatalakan tindakan
bedah.
d) Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja. Observasi suhu dan nadi.
Biasanya 48 jam gejala akan mereda. Bila gejala menghebat, tandanya
terjadi perforasi maka harus dipertimbangkan appendiktomy.

Batas dari massa hendaknya diberi tanda (demografi) setiap hari. Biasanya
pada hari ke 5-7 massa mulai mengecil dan terlokalisir. Bila massa tidak juga
mengecil, tandanya telah terbentuk abses dan massa harus segera dibuka dan
didrainase. 7,9,10
Caranya dengan membuat insisi pada dinding perut sebelah lateral dimana
nyeri tekan adalah maksimum (incisi grid iron). Abses dicapai secara

16
ekstraperitoneal, bila apendiks mudah diambil, lebih baik diambil karena
appendiks ini akan menjadi sumber infeksi. Bila appendiks sukar dilepas, maka
appendiks dapat dipertahankan karena jika dipaksakan akan ruptur dan infeksi
dapat menyebar. Abses didrainase dengan selang yang berdiameter besar, dan
dikeluarkan lewat samping perut. Pipa drainase didiamkan selama 72 jam, bila
pus sudah kurang dari 100 cc/hari,drain dapat diputar dan ditarik sedikit demi
sedikit sepanjang 1 inci tiap hari. Antibiotik sistemik dilanjutkan sampai minimal
5 hari post operasi. Untuk mengecek pengecilan abses tiap hari penderita di RT.6,
7,9,10

Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu tentang :5,6,7


- LED
- Jumlah leukosit
- Massa
Periapendikular infiltrat dianggap tenang apabila :5,6,7
Anamnesa : penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri abdomen
1. Pemeriksaan fisik :
 Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat kenaikan suhu tubuh
(diukur rectal dan aksiler)
 Tanda-tanda apendisitis sudah tidak terdapat
 Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa tetap ada tetapi
lebih kecil dibanding semula.
2. Laboratorium : LED kurang dari 20, Leukosit normal.
Kebijakan untuk operasi periapendikular infiltrat :
- Bila LED telah menurun kurang dari 40
- Tidak didapatkan leukositosis
- Tidak didapatkan massa atau pada pemeriksaan berulang massa sudah
tidak mengecil lagi.
Bila LED tetap tinggi ,maka perlu diperiksa
- Apakah penderita sudah bed rest total
- Pemberian makanan penderita

17
- Pemakaian antibiotik penderita
- Kemungkinan adanya sebab lain.
3. Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau tidak
ada perbaikan, operasi tetap dilakukan.
4. Bila ada massa periapendikular yang fixed, ini berarti sudah terjadi abses
dan terapi adalah drainase.5,6,7

f. Komplikasi
Komplikasi yang paling membahayakan adalah perforasi, baik berupa
perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami
pendindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum,
lekuk usus halus. Pada apendisitis infiltrat dengan pembentukan dinding yang
belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum jika
perforasi diikuti oleh peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa
periapendikuler yang masih bebas (mobile) sebaiknya segera dioperasi untuk
mencegah penyulit tersebut.Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena
bakteri masuk kerongga abdomen, dapat menyebabkan kegagalan organ dan
kematian.9,10,11

18
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS
Nama : Ny. W
Umur : 39 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Pernikahan : Menikah
Agama : Islam
Alamat : Desa Maleni
Pekerjaan : IRT
Tanggal masuk : 14 Januari 2019
Tanggal pemeriksaan : 18 Januari 2019
Tempat : RSU Anutapura

3.2 ANAMNESIS
 Keluhan utama :
Nyeri perut kanan bawah
 Riwayat penyakit sekarang :
Pasien perempuan masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri perut kanan
bawah yang dirasakan sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Nyeri
dirasakan seperti tertusuk – tusuk. Nyeri hilang timbul. Nyeri perut kanan
bawah dirasakan memberat 3 hari sebelum masuk rumah sakit Pasien
mengatakan awalnya nyeri pada ulu hati dan kemudian nyeri pada perut
kanan bawah. Keluhan juga di sertai dengan penurunan nafsu makan.
Pasien juga mengalami demam sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.
Pasien tidak mengeluhkan sakit kepala, pusing, mual maupun muntah. BAB
(+) baiasa dan BAK (+) lancar.

 Riwayat penyakit dahulu :


Hipertensi (-), diabetes melitus (-), penyakit jantung (-), asma (-), alergi (-).

19
 Riwayat penyakit keluarga :
Hipertensi (-), diabetes melitus (-), penyakit jantung (-), asma (-), alergi (-).
 Riwayat pengobatan :
Tidak ada
 Riwayat operasi :
Pasien riwayat operasi SC anak ke tiga ±3 bulan yang lalu

3.3 PEMERIKSAAN FISIK


 Status Generalisata
 Keadaan : Sakit sedang
 Kesadaran : Compos mentis, GCS = 15 (E4, M6, V5)
 Berat Badan : 52 kg
 Tinggi badan : 158
 Tanda Vital :
Tekanan darah : 110/80 mmHg Pernapasan : 20 kali/menit
Nadi : 102 kali/menit Suhu : 37,2 oC/axilla

 Pemeriksaan Fisik Umum


 Kepala dan leher
- Kepala : normochepal (+)
- Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterus (-/-), pupil
bulat, isokor diameter 2,5mm/2,5mm, RCL (+/+),
RCTL (+/+).
- Mulut : mukosa bibir kering (-), tonsil T1/T1, faring
hiperemis (-).
- Leher :pembesaran KGB (-),pembesaran kelenjar tiroid (-)
 Thorax
- Inspeksi : pergerakan simetris kanan kiri
- Palpasi : nyeri tekan (-), massa tumor (-), vokal fremitus
kanan dan kiri sama

20
- Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
- Auskultasi : vesikuler (+/+), ronchi (-/-), wheezing (-/-)
 Jantung
- Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
- Palpasi : iktus kordis teraba di ICS V midline clavicula
sinistra
- Perkusi : batas jantung dalam batas normal
- Auskultasi : bunyi jantung I dan II murni reguler, bising (-/-)
 Abdomen
- Inspeksi : tampak datar, jejas (-/-).
- Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal
- Perkusi : timpani (+)
- Palpasi : Nyeri tekan Regio iliaca dextra, Defance muscular
(-). Teraba massa keras pada regio iliaca dextra dengan ukuran 4 x 3
cm. hepatomegaly (-), splenomegaly (-)
 Ekstremitas
- Atas : akral hangat (+/+), edema (-/-).
- Bawah : akral hangat (+/+), edema (-/-).

 Status lokalis
 Regio : iliaca dextra
 Inspeksi : tampak datar
 Palpasi : Nyeri tekan Regio iliaca dextra, defance muscular
(-). Teraba massa keras pada regio iliaca dextra dengan ukuran 4 x 3
cm.
 Pemeriksaan tambahan : rovsing sign (-), psoas sign (+), obturator sign
(+), rectal tocher (Sfingter ani mencekik (+), ampula recti teraba(+),
tidak teraba ada benjolan, nyeri pada arah pukul 9 dan 11, handscoen
darah (-), feses (+), lendir (-).

21
3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Laboratorium (29 Oktober 2018)
Hematologi rutin
- WBC : 15,5 x 103/UL
- RBC : 3,15 x 106/UL
- HGB : 10,0 gr/dl
- HCT : 29,7 %
- PLT : 563 x 103/UL
- MCV : 94 fl
- MCH : 31,8 pg
- MCHC : 33,8 g/dl
- Neutrofil% : 78,7 %
- GDS : 87 g/dl

Radiologi (Ultrasonography) :
- Tampak lesi hypoechoic dengan batas tidak tegas pada area Mc. Burney
- Kesan : kesan : Appendicitis Infiltrat disertai mild hydronephrosis
dextra

22
Gambar 3. Gambaran USG

Karakteristik Skor
Symptom Migrasi nyeri ke kuadran kanan bawah 1
Anorexia 1
Nause 1
Signs Nyeri tekan abdomen kuadran kanan bawah 2
Nyeri alih 0
Febris (suhu antara 37,5-38,5 °C) 0
Labaratory Leukositosis (WBC > 10.000/ ul) 2
Shift to the left of neutrophils (> 75%) 1
Total 8
Interpretasi : 1-4 = sangat tidak mungkin appendisitis akut, tetap observasi
5-6 = bisa jadi appendisitis akut, observasi teratur
7-8 = mungkin appendisitis akut, operatif
9-10 = pasti appendisitis akut, operatif

3.5 Resume
Pasien perempuan masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri abdomen pada
regio iliaca dextra yang dirasakan sejak 2 minggu SMRS. Nyeri dirasakan seperti
tertusuk – tusuk. Nyeri hilang timbul. Nyeri abdomen pada regio iliaca dextra

23
dirasakan memberat 3 hari SMRS. Keluhan juga di sertai dengan anorexia.
Awalnya nyeri pada regio epigastrium dan kemudian nyeri pada regio iliaca
dextra. Febris (+) sejak 3 hari SMRS. BAB (+) baiasa dan BAK (+) lancar.
Pemeriksaan fisik di dapatkan keadaan umum sakit sedang, kesadaran
komposmentis. TD:110/80mmHg, Nadi:102 kali/menit,Pernafasan : 20 kali/menit,
Suhu Aksila 37,2oC.
Pemeriksaan status lokalis abdomen di dapatkan :
- Regio : Iliaca dextra
- Inspeksi : Abdomen tampak datar
- Auskultasi : Peristaltik (+) kesan Normal
- Perkusi : Tympani (+)
- Palpasi : Nyeri tekan Regio iliaca dextra, Defance muscular (-), teraba massa
keras pada regio iliaca dextra dengan Ukuran 13x7 cm
Pemeriksaan Tambahan :
- Mc Burney (+)
- Rebound Tenderness (+)
- Rovsing sign (-)
- Obturator sign (+)
- Psoas sign (+)
- Sfingter ani mencekik (+), ampula recti teraba(+), tidak teraba ada benjolan,
nyeri pada arah pukul 9 dan 11, handscoen darah (-), feses (+), lendir (-).
Pemeriksaan penunjang: RBC = 3,15; PLT = 563, 9; HGB : 10,0; HCT = 29,7;
WBC 15,5; LED 1 = 54, LED 2 = 78.
USG Abdomen, kesan : Appendicitis infiltrat disertai mild hydronephrosis dextra.

3.6 Diagnosis
Periapendikular infiltrate

3.7 Penatalaksanaan
- IVFD Ringer Lactat 1500 cc/24 jam
- Inj. Ceftriaxone 1 gram/12 jam/IV

24
- Metronidazole infus 3 x 500 mg/IV
- Inj. Metamizole 1 gram/12 jam/IV
- Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam/IV

Follow Up 15/1/2019
S : Nyeri perut kuadran kanan bawah (+), Mual (+), Muntah (+) 1 kali.
Demam (+) pada saat malam hari
O: Ku : sakit sedang, Composmentis
TD: 90/50 mmHg, N : 104 x/menit, S: 37,5 derajat celcius, P : 22 x/menit
A : Appendicitis Infiltrat
P: - IVFD Ringer Lactat 1500 cc/24 jam
- Inj. Ceftriaxone 1 gram/12 jam/IV
- Metronidazole infus 3 x 500 mg/IV
- Inj. Metamizole 1 gram/12 jam/IV
- Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam/IV
- Cek LED 1-2

Laboratorium specimen darah (15 Januari 2019) :


- LED 1 : 54 mm3/jam
- LED 2 : 78 mm3/jam

Follow Up 16/01/2019
S : Nyeri perut kuadran kanan bawah (+) menurun, Mual (-), Muntah (-). BAB
cair (+) 1 kali.
O: Ku : sakit sedang, Composmentis
TD: 100/60mmHg, N : 100 x/menit, S: 36,5 C, P : 250 x/menit
A : Appendicitis Infiltrate
P: - IVFD Ringer Lactat 1500 cc/24 jam
- Inj. Ceftriaxone 1 gram/12 jam/IV
- Metronidazole infus 3 x 500 mg/IV
- Inj. Metamizole 1 gram/12 jam/IV

25
- Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam/IV

Follow Up 17/1/2019
S : Nyeri perut kuadran kanan bawah (-), Mual (-), Muntah (-). BAB cair (+) 1
kali.
O: Ku : sakit sedang, Composmentis
TD: 100/60mmHg, N : 100 x/menit, S: 36,5 C, P : 250 x/menit
A : Appendicitis Infiltrate
P: - IVFD Ringer Lactat 1500 cc/24 jam
- Inj. Ceftriaxone 1 gram/12 jam/IV
- Inj. Metamizole 1 gram/12 jam/IV
- Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam/IV

Follow Up 18/1/2019
S : Nyeri perut kuadran kanan bawah (-), Mual (-), Muntah (-). BAB cair (+) 1
kali.
O: Ku : sakit sedang, Composmentis
TD: 100/60mmHg, N : 100 x/menit, S: 36,5 C, P : 250 x/menit
A : Appendicitis Infiltrate
P: - Aff infuse
- Cefadroxyl 2x500 mg
- Meloxicam 2x15 mg
- Pasien boleh pulang

26
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien perempuan masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri abdomen pada
regio iliaca dextra yang dirasakan sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Nyeri dirasakan seperti tertusuk – tusuk. Nyeri hilang timbul. Nyeri abdomen
pada regio iliaca dextra dirasakan memberat 3 hari sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan juga di sertai dengan anorexia. Awalnya nyeri pada regio epigastrium
dan kemudian nyeri berpindah pada regio iliaca dextra. Febris (+) sejak 3 hari
sebelum masuk rumah sakit. BAB (+) baiasa dan BAK (+) lancar. Pemeriksaan
fisik di dapatkan keadaan umum sakit sedang, kesadaran komposmentis.
TD:110/80mmHg, Nadi:102 kali/menit,Pernafasan : 20 kali/menit, Suhu Aksila
37,2oC. Dari pemeriksaan status lokalis di abdomen regio iliaca dextra dapat
dilihat abdomen tampak datar, pada auskultasi peristaltik kesan normal, perkusi
timpani (+), dan saat dipalpasi terdapat nyeri tekan regio iliaca dextra, teraba
massa keras pada regio iliaca dextra dengan ukuran 13x7 cm, dan tidak ada
defance muscular.
Pada pasien kemudian dilakukan pemeriksaan penunjang yakni pemeriksaan
ultrasonography (USG) dan didapatkan hasil tampak infiltrate pada area Mc.
Burney, kesan : appendicitis infiltrat. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang tersebut, maka diagnosis yang ditegakkan adalah
periapendikular infiltrate.
Berdasarkan teori, periapendikular infiltrate adalah suatu keadaan
menutupnya appendiks vermiformis yang meradang oleh omentum, usus halus,
atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikular. Periapendikular infiltrate
merupakan upaya pertahanan tubuh untuk membatasi proses radang pada
appendiks vermiformis. Peradangan pada appendiks disebabkan oleh adanya
obstruksi luminal yang dapat disebabkan oleh berbagai penyebab yang meliputi
fecalith, hiperplasia limfoid, dan oleh tumor primer. Stasis tinja dan fecalith
menjadi ciri penyebab paling umum penyebab obstruksi appendiks. Peradangan
apendiks akan melibatkanmukosa dan seluruh lapisan dinding appendiks dalam

27
waktu 24-48 jam pertama. Selanjutnya tubuh melakukan upaya pertahanan untuk
membatasi proses radang tersebut sehingga terbentuk massa periapendikuler yang
disebut dengan periapendikular infiltrate.
Pasien yang mengalami peradangan pada apendiks (appendisitis) akan
mengeluhkan nyeri samar-samar dan tumpul di daerah epigastrium. Hal ini
disebabkan appendiks yang meradang merangsang serabut saraf aferen viseral
yang masuk ke sumsum tulang belakang di T8-T10 sehingga menyebabkan nyeri
epigastrik. Nyeri kemudian berpindah ke lokasi perut kanan bagian bawah yakni
di titik Mc-Burney yang dapat dikonfirmasi melalui pemeriksaan fisik dengan
melakukan palpasi (penekanan) abdomen pada titik Mc-Burney. Hal ini disebakan
adanya perangsangan peritoneum parietalis. Pada pasien juga didapatkan riwayat
adanya mual dan nafsu makan menurun yang merupakan gejala gastrointestinal
serta demam yang ringan yang merupakan gejala adanya infeksi oleh karena
appendiks yang meradang. Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan leukosit
dan hitung jumlah neutrophil meningkat. Hal ini disebakan adanya uapaya tubuh
melakukan pertahanan untuk membatasi proses radang tersebut.
Pada pemeriksaan laju endap darah didapatkan peningkatan laju endap
darah dimana nilai LED I :54 mm3/jam dan LED II : 78 mm3/jam.
Berdasarkan teori, laju endap darah (LED) merupakan kecepatan sel darah
merah mengendap dalam pembuluh darah.LED yang tinggi menunjukkan adanya
radang. Namun LED tidak menunjukkan apakah radang jangka lama atau
disebabkan oleh tubuh yang terserang infeksi.
Pasien kemudian diberikan antibiotik ceftriaxone 1 mg, metronidazole 500
mg, metamizole 1 gr, dan ranitidine 50 mg selama empat hari dan diperbolehkan
pulang.
Berdasarkan teori, pasien dewasa dengan massa periapendikular sebaiknya
dirawat terlebih dahulu dan diberi antibiotik kombinasi aerob dan anerob sambil
dilakukan pemantauan terhadap suhu tubuh dan ukuran massa. Bila sudah tidak
ada demam, massa periapendikular hilang, dan leukosit normal, penderita boleh
pulang dan appendectomy elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan (6-8 minggu)
kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah : Apendiks


Vermivormis.Jakarta: EGC.page 755-764.
2. Warsiningsih. Appendisitis Akut. Diakses dari https://med.unhas.ac.id, pada
18 Januari 2019.
3. Frederick Thurston Drake, Anee Bangu, et all. 2015. Acute Appendicitis :
Modern Understanding Of Phatogenesis, Diagnosis And Management.
Emergency Surgery 1. Vol 386 september 26,
2015.https://www.researchgate.net. 18 Januari 2019.
4. Petroainu Andi and Vinicius Thiago. 2016. Review article Pathophysiology of
Acute Appensicitis. Department of Surgery, School of Medicine of the
Federal University of Minas Gerais, Brazil. Diakses dari
https://www.jscimedcentral.com, pada 18 Januari 2019.
5. Raikwar, Dhakad Varsha, et all. 2017. A Comparitive Study of Alvarado
Score and Ripasa Score in the Diagnosis of Acute Appendicitis. Department
of Surgery, MGM Medical College And M.Y. Hospital. Diakses dari
https://pdfs.semanticscholar.org, pada 19 Januari 2019
6. Yusmaidi. 2016. Hubungan Peningkatan Laju Edap Darah (LED) Dengan
Jumlah Leukosit pada Pasien Appendisitis Infiltrate di RSUD Dr.H. Abdul
Moelek Bandar Lampung Tahun 2010-2014. Diakses dari
http://www.ejurnal.malahayati.ac.id, pada 19 Januari 2019
7. Mos Calin, Ile Teodor, et all. 2009. Ultrasonographic Diagnosis of Acute
Appendicitis. Faculty of Medicine and Pharmacy Oradea University and
County Hospital, Beius, Romania. Diakses dari http://www.medultrason.ro,
pada 19 Januari 2019
8. Nasution AP. 2013. Hubungan Antara Jumlah Leukosit dengan Appendisitis
Akut dan Appendisitis Perforasi Di RSU dr. Soedarso Poentianak 2011.
Unversitas Tanjungpura Pontianak. Diakses dari http://www.jurnal.untas.ac.id
pada tanggal 20 Januari 2019

29
9. E. S. Garba and A. Ahmed, Management Of Appendicial Mass. Department
of Surgery. Annals Of African Of Medicine. Vol 7, No.4; 2008:200-204.
Https://Www.Researchgate.Net. 20 Januari 2019
10. Tannourt Jenny, and Abbound Bassam. 2013. World Journal of
Gastroenterology : Treatment Option of Inflammatory Appendiceal Masses in
Adult. Diakses dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov,pada 20 Januari 2019
11. Papadakis Maxine and Mc Phee Srephen. 2015. Current Medical Doagnosis
& Treatment : Appendicitis page 626. Diakses dari
https://www.eclass.teicrete.gr pada 21 Januari 2019

30

Anda mungkin juga menyukai