Anda di halaman 1dari 15

JOURNAL READING

HIDRADENITIS SUPPURITIVA: DISEASE BURDEN AND


ETIOLOGY IN SKIN OF COLOR
HIDRADENITIS SUPPURITIVA: Penelitian Ilmiah untuk
Mengukur Besarnya Perbandingan Penyakit dan Etiologi pada
Warna Kulit
Dylan E. Leea, Ashley K. Clarkb, Vivian Y. Shic

Kata Kunci
Hidradenitis Suppuritiva, Penyakit Burden, Warna Kulit

Abstrak
Hidradenitis Suppuritiva (HS) adalah penyakit kulit kronik yang cenderung
meninggalkan bekas. Meskipun sebagian besar studi dilakukan pada banyak populasi
Kaukasia, bukti menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi pada pasien dengan kulit
berwarna, termasuk populasi Afrika dan Hispanik. Subkelompok ras ini cenderung
beresiko untuk beban penyakit yang lebih besar karena prevalensi komponen sindrom
metabolik yang lebih tinggi, depresi komorbiditas, dan status sosial ekonomi yang
rendah, namun ada sedikit kekurangan penelitian pada populasi ini. Selain itu,
penelitian yang meneliti dasar genetik dan anatomi untuk HS, serta respon terhadap
terapi HS masih kurang pada pasien dengan kulit berwarna. Penyebab masalah ini
adalah keterbatasan akses keperawatan medis yang efektif, termasuk dokter kulit untuk
populasi Afrika dan Hispanik serta kelompok minoritas lainnya. Dalam ulasan ini,
kami mengidentifikasi kesenjangan dalam basis pengetahuan, menyoroti hubungan
antara HS dan pasien dengan kulit berwarna serta memberikan arahan untuk penelitian
yang sangat dibutuhkan dalam kondisi ini.

Pendahuluan
Hidradenitis Suppuritiva (HS) juga dikenal sebagai acne inversa yang
merupakan penyakit kulit inflamasi kronik dengan manifestasi klinis timbul abses yang
menyakitkan dan sering berbau busuk, berbentuk nodul, saluran sinus, dan
pembentukan jaringan parut. Biasanya melibatkan kulit yang terdapat kelenjar apokrin
seperti aksila, daerah inguinal, daerah perianal dan perineal [1]. Patogenesis HS diduga
melibatkan hiperkeratosis folikel dengan oklusi dan dilatasi folikel rambut, yang
menyebabkan ruptur, peradangan, pembentukan abses, dan tergantung pada
kemungkinan terjadi remisi penyakit, kontraktur kulit dan meninggalkan bekas luka
(gambar 1) [1].
Faktor risiko HS adalah merokok, obesitas, dan sindrom metabolik (MetS) [2,
3]. Meskipun prevalensi HS bervariasi (dari 0,00033 – 4,1%), hasil penelitian
melaporkan peningkatan prevalensi pada populasi Afrika dan Hispanik, serta pada
wanita [4, 5]. HS sebagian besar disebabkan oleh dampak fisik dan psikologis yang
mendalam yang mengarah pada depresi dan gangguan kualitas hidup (QoL) [6, 7].
Selain itu, terdapat laporan HS yang lebih umum terjadi pada individu dengan status
sosial ekonomi rendah (SES) [8].
Mayoritas studi yang diterbitkan tentang HS mencakup sebagian besar
kelompok kaukasia [9]. Hal ini mungkin tidak mewakili prevalensi HS yang
sebenarnya pada berbagai subkelompok ras, baik secara internasional maupun di
berbagai wilayah di AS [10]. Secara signifikan bukti menunjukkan peningkatan
prevalensi HS pada individu dengan kulit berwarna (SOC); namun pada penelitian lain
tidak cukup untuk menilai tingkat keparahan, kormobiditas, dasar genetik, dan respon
terhadap pengobatan pada populasi ini secara memadai (Tabel 1). Dalam ulasan ini,
kami mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan serta menggarisbawahi hubungan
antara HS dan populasi minoritas, dan memberikan arahan untuk penelitian masa depan
dalam bidang ini.

Gambar 1. a Struktur appendageal kulit normal dengan kelenjar apokrin berukuran normal
dan tidak ada peradangan. b Tahap awal penyakit dengan hiperkeratosis dan oklusi folikuler,
pembesaran kelenjar apokrin, pelebaran folikuler dan ruptur dini, serta peradangan
perifolikular dengan campuran infiltrat sel radang. c Stadium akhir penyakit dengan
peningkatan peradangan, pembentukan abses dan saluran sinus yang mengering, jaringan
parut, dan fibrosis

Sindrom Metabolik (MetS)


Hidradenitis Suppuritiva (HS) dan Sindrom Metabolik (MetS) memiliki
beberapa faktor risiko utama, termasuk ras non Kaukasia (Afrika Amerika [AA] dan
Hispanik) dan jenis kelamin wanita [11 – 13]. AA dan Hispanik juga secara signifikan
lebih kecil kemungkinannya untuk melakukan olahraga secara teratur dibandingkan
dengan ras Kaukasia [14]. Dampak MetS pada pasien HS adalah signifikan dengan
beban komorbiditas MetS dilaporkan lebih besar untuk HS daripada Psoriasis [3, 15].
Mempertimbangkan bahwa tingkat keparahan penyakit HS telah berkolerasi dengan
indeks massa tubuh, obesitas morbid lebih sering terjadi pada pasein dengan beban
penyakit tinggi dan sedang (37 vs 22 %). Pasien HS non obesitas melaporkan remisi
HS lebih sering terjadi daripada pasien obesitas (45 vs 23 %), dan onset HS terjadi pada
usia yang lebih muda pada pasien dengan komorbiditas MetS. Temuan ini
menunjukkan bahwa pasien Afrika dan Hispanik berisiko lebih besar untuk MetS, HS
kronik, dan HS yang lebih parah lagi [6, 16]. Studi dengan ukuran sampel yang lebih
besar dari populasi Afrika dan Hispanik diperlukan untuk menilai lebih lanjut
hubungan yang berpotensi signifikan ini (Tabel 2).

Depresi dan Kualitas Hidup (QoL)


HS umumnya memiliki efek psikologis dan fisik yang mendalam. HS telah
dikaitkan dengan kecacatan yang signifikan, rasa malu, dan isolasi sosial, serta
penurunan hubungan intim dan aktivitas seksual [17, 18], yang semuanya mengarah
pada gangguan kualitas hidup, depresi, dan kecemasan [7, 16]. Depresi lebih umum
pada mereka yang memiliki beban penyakit lebih tinggi daripada mereka yang
memiliki beban penyakit sedang (52 vs 35 %) [6]. Pasien HS memiliki penurunan
kualitas hidup yang lebih tinggi daripada pasien dengan psoriasis, jerawat, neoplasma,
stroke, dan kandidat transplantasi jantung [6, 16, 17]. Hal ini memiliki implikasi serius
bagi populasi Afrika dan Hispanik, yang sudah memiliki rentang lebih luas dari stresor
psikososial [19]. Sebuah survei yang kelebihan sampel AA dan Hispanik relatif
terhadap Kaukasia menemukan bahwa depresi berat paling lazim di antara Hispanik
(11%) diikiuti oleh AA (9%), kemudian Kaukasia (8%) [14]. Faktor – faktor seperti
keterbatasan fungsional, kurangnya asuransi kesehatan, dan faktor gaya hidup seperti
merokok dan olahraga yang semuanya bervariasi antar kelompok ras, diyakini
berkontribusi terhadap perbedaan tingkat depresi [14]. Kroniksitas dari gangguan
depresi mayor lebih tinggi pada AA daripada Kaukasia (57 vs 39%). AA juga lebih
cenderung menilai depresi mereka sebagai parah/sangat parah dan lebih melumpuhkan
[20]. Mengingat pada temuan ini pasien Afrika dan Hispanik dengan HS mungkin
beresiko lebih besar untuk depresi dan depresi berat, sebagian karena HS memiliki
dampak negatif yang lebih besar pada kualitas hidup mereka [21]. Bagaimanapun data
untuk populasi ini masih kurang, dan diperlukan penelitian yang membandingkan
kesehatan mental dan kualitas hidup pasien HS dalam subkelompok ras yang berbeda
(Tabel 2).

Status Sosial Ekonomi (SES)


HS dilaporkan lebih sering pada individu dengan SES rendah [8], yang lebih
umum terjadi pada populasi Afrika dan Hispanik, terutama di Amerika Serikat [14, 19].
Perbedaan ras dalam SES juga terkait erat dengan kesenjangan ras dalam kesehatan
dan kesejahteraan psikososial antara AA dan Hispanik [14, 19]. Hal ini secara langsung
berkontribusi pada prevalensi HS yang lebih tinggi pada pasien dengan SOC. SES yang
rendah berkaitan erat dengan MetS, kemungkinan MetS meningkat secara signifikan
pada wanita dengan pendidikan kurang dari 5 tahun (OR = 2.28; 95% CI = 1.48–3.51)
dan kelas sosial yang tidak menguntungkan, seperti yang dijelaskan oleh pekerjaan saat
ini (OR = 2.59; 95% CI = 1.32–4.79 untuk perempuan yang belum bekerja) [13, 22].
Secara keseluruhan, temuan ini menunjukkan hubungan potensial antara HS, Ras, SES,
MetS, dan komorbiditas psikologis, meskipun diperlukan penyelidikan tambahan di
bidang ini (Tabel 2).

Genetik
Studi genetika menunjukkan pola autosom dominan pewarisan HS dalam
keluarga. Pasien HS mengalami mutasi pada gen (NCSTN, PSENEN, PSEN1) yang
mengkode subunit γ-sekretase, yang biasanya membelah reseptor Notch, protein
transmembran yang terlibat dalam perkembangan dan diferensiasi epidermal serta
folikel [23, 24]. Khususnya, sejumlah besar studi ini dilakukan pada populasi di China
[25, 27]. Meskipun terdapat 1 penelitian yang mengidentifikasi mutasi NCSTN pada
keluarga Afrika [28], studi genetik HS di SOC masih kurang, meskipun prevalensi HS
lebih tinggi pada populasi ini. Hal ini penting karena mutasi genetik yang unik dapat
berkontribusi pada berbagai fenotipe HS yang terlihat pada wanita dan subkelompok
ras. AA (83%) dan wanita (74%) pasien HS di Chicago, IL lebih cenderung memiliki
HS yang membandel, gejala yang progresif, dan memerlukan intervensi bedah [29],
menunjukkan bahwa pasien dengan SOC mungkin lebih cenderung memiliki bentuk
HS yang kurang responsif terhadap pengobatan. Karena faktor genetik mungkin
sebagian besar bertanggung jawab, penelitian yang membandingkan variasi genetik
dan fenomena epigenetik di antara berbagai subkelompok ras pasien telah dijamin
(Tabel 2).

Tabel 1 Ringkasan Kelompok Penelitian dalam Studi Hidradenitis


Suppuritiva (HS)
Lokasi Tujuan Pasien Presentase Presentase Presentase Presentase Tahun Nomor
Penelitian HS Kaukasia Afrika - Hispanik Etnik Publikas Referens
dalam Amerika Lain i i
kohort,
n
Israel Komorbiditas 3,207 0 Tidak ada Tidak ada 100 (Israel) 2015 42
Belanda Komorbiditas 106 Mayoritas Tidak Tidak Tidak 2016 43
dilaporkan dilaporkan dilaporkan
Denmark Komorbiditas 358 >96.5 Tidak Tidak Tidak 2014 3
dilaporkan dilaporkan dilaporkan
Denmark Komorbiditas 5,964 Mayoritas Tidak Tidak Tidak 2016 44
dilaporkan dilaporkan dilaporkan
USA Komorbiditas 15 33.3 60 Tidak ada Tidak 2016 45
dilaporkan
Denmark Komorbiditas 462 97 Tidak Tidak Tidak 2016 46
dilaporkan dilaporkan dilaporkan
USA Pengobatan 76 Tidak 81.6 Tidak Tidak 2016 29
dilaporkan dilaporkan dilaporkan
USA Prevalensi/ 381 33 65 Tidak 2 2015 5
Insidensi dilaporkan
USA Prevalensi/ 5,410 56.2 30.1 Tidak 12.4 2017 4
Insidensi dilaporkan
USA Prevalensi/ 268 90.3 Tidak Tidak 9.7 2013 10
Insidensi dilaporkan dilaporkan
USA Prevalensi/ 366 25.7 54.4 Tidak 19.9 2014 9
Insidensi dilaporkan
USA Prevalensi/ 1,046 66.7 13.9 13.4 6 2014 47
Insidensi
Canada Demografi 80 75 Tidak Tidak Tidak 2016 7
dilaporkan dilaporkan dilaporkan
USA Demografi 236 77.1 22.9 Tidak Tidak 2014 18
dilaporkan dilaporkan
Republik Uji Klinis 8 50 Tidak ada Tidak ada 50 2010 33
Ceko
Internasional Uji Klinis 154 71.4 18.8 Tidak Tidak 2012 34
dilaporkan dilaporkan
Internasional Uji Klinis 307 76.2 20.2 Tidak 3.6 2016 35
dilaporkan
Internasional Uji Klinis 326 83.7 8.9 Tidak 7.4 2016 35
dilaporkan
Denmark Uji Klinis 21 Tidak Tidak Tidak Tidak 2011 36
dilaporkan dilaporkan dilaporkan dilaporkan
Hs, Hidradenitis Suppuritiva; USA, United States of America

Tabel 2 Hidradenitis Suppuritiva dalam Kulit Berwarna: Rekomendasi


untuk Perawatan Klinis dan Penelitian
Pokok Persoalan Anjuran
Sindrom Metabolik Diperlukan studi yang mengevaluasi hubungan antara sindrom metabolik dan kulit
berwarna pada pasien HS.
Meningkatkan pengawasan untuk sindrom metabolik pada pasien dengan HS, dan
sebaliknya terutama yang dengan kulit berwarna.
Mendorong modifikasi gaya hidup (misal; diet, olahraga, dan berhenti merokok) pada
pasien dengan HS.
Depresi dan Kualitas Diperlukan penelitian yang meneliti dan membandingkan depresi, kualitas hidup dan
Hidup kesehatan mental pada berbagai subkelompok ras pasien HS.
Diperlukan peningkatan evaluasi keparahan depresi pada pasien dengan HS.
Status Sosial Ekonomi Diperlukan studi yang meneliti hubungan antara HS, ras, dan status sosial ekonomi.
Meningkatkan dukungan sosial melalui kelompok dukungn HS, yayasan HS, program
pendidikan, dan akses ke pekerjaan sosial pada pasien HS dengan status sosial ekonomi
rendah.
Genetik Diperlukan studi genetik pada pasien dengan warna kulit.
Anatomi Diperlukan studi yang membandingkan anatomi dan disfungsi struktur adneksa antara
subkelompok ras pada pasien HS.
Analisis Respon Meningkatkan penerimaan dan pelaporan pasien dengan kulit berwarna dalam uji klinis
Pengobatan HS sehingga kelompok penelitian lebih akurat dalam mencerminkan demografi HS
Akses Keperawatan yang Tingkatkan pengetahuan dan kesadaran HS di kalangan nondermatologis.
Efektif Mengevaluasi halangan untuk akses ke dokter kulit pada pasien dengan kulit berwarna,
terutama dengan status sosial ekonomi rendah.
Memulai skrining secara dini untuk remaja dan dewasa muda yang berisiko melalui
program kesehatan sekolah dan masyarakat serta kelas pendidikan kesehatan.
Menyediakan rencana perawatan HS longitudinal melalui pusat multidisiplin yang
melibatkan pekerja sosial, ahli diet, konselor penurunan berat badan, dan pendidikan
keperawatan, terutama di masyarakat yang tinggi prevalensi HS dan kulit berwarna.
HS, Hidradenitis Suppuritiva

Anatomi
Anatomi appendageal kulit tampaknya berbeda antar subkelompok ras. Pasien
keturunan Afrika dilaporkan memiliki kelenjar apokrin yang lebih besar, lebih banyak,
dan lebih produktif daripada Kaukasia [30, 31]. Hal ini menunjukkan bahwa populasi
Afrika mungkin memiliki kecenderungan anatomi untuk HS dan HS yang lebih parah.
Dari catatan, laporan-laporan ini diterbitkan sebelum 1965, dengan demikian ada
kekurangan penelitia sains dasar di SOC pada bidang ini [32]. Investigasi variasi
potensial dalam anatomi unit pilosebaseus dan disfungsi di antara subkelompok ras,
sangat penting untuk menuju pemahaman yang lebih baik bagaimana HS berbeda
antara populasi ini [Tabel 2].

Respon pengobatan pada SOC


Adalimumab saat ini merupakan satu-satunya obat sistemik yang disetujui unuk
HS. Sementara uji klinis telah menunjukkan kemanjuran adalimumab dalam
mengurangi beban penyakit, mereka tidak cukup memeriksa respon klinis pada pasien
dengan SOC (Tabel 1) [33 – 36]. Satu studi dilakukan hanya pada individu Kaukasia
dan Romawi, sementara yang lain terdiri dari 80 – 88 % [33, 35]. Pengadilan Denmark
tidak melaporkan lomba untuk peserta mana pun. Dua percobaan memang memiliki
nilai kohort 19 – 20 % AA; Namun, ini masih kontras dengan hasil dari penelitian yang
melaporkan bahwa AA membentuk hingga 65% dari pasien HS di AS dengan insiden
HS terjadi lebih dari 2 kali dalam setahun, dan memiliki insiden HS tertinggi disemua
kelompok umur [4, 5, 34, 35]. Selain itu, tidak ada uji coba yang melaporkan presentase
pasien ras Hispanik atau tingkatan respon terhadap adalimumab berdasarkan ras.
Mayoritas percobaan daya guna menyelidki agen sistemik lainnya, termasuk
etanercept, infliximab, anakinra, dan ustekinumab, tidak melaporkan ras atau sebagian
besar Kaukasia [37 – 40]. Secara bersama-sama memfokuskan kurangnya perwakilan
dari subjek non-Kaukasia dan kebutuhan untuk uji coba yang mendaftarkan lebih
banyak pasien HS dengan SOC dan stratifikasi hasil oleh subkelompok ras (Tabel 2).

Akses Keperawatan yang Efektif


Menambah persoalan yang disebutkan di atas adalah akses keperawatan untuk
pasien dengan SES dan SOC rendah, dimana HS umumnya salah didignosis dan kurang
terdiagnosis, serta pasien yang sering berhenti mencari perawatan medis karena hasil
yang tidak efektif [7, 8]. Hal ini dijelaskan oleh sebagian besar pasien HS yang
didiagnosis atau dikelola oleh nondermatologis [7, 21]. Dermatologis mendiagosis
pasien HS secara signifikan lebih awal dalam perjalanan penyakit (65% pasien
didiagnosis oleh dokter kulit adalah Hurley tahap I atau II, vs 35% untuk
nondermatologis), dan lebih cenderung menggunakan pengobatan medis (hampir
semua kunjungan) dan prosedural (20% kunjungan) untuk HS dibandingkan dengan
penyedia lain [7, 21]. Hal ini menekankan perlunya meningkatkan kesadaran penyakit
di kalangan nondermatologis dan untuk meningkatkan akses pasien SOC ke dokter
kulit (Tabel 2).
Di AS, ras AA melakukan sekitar sepertiga kunjungan dermatologi tahunan
perkapita dibandingkan Kaukasia, dan orang-orang Hispanik rata-rata lebih sedikit [21,
41]. Laporan-laporan ini menunjukkan bahwa HS kurang terdiagnosis dan ditangani
dala SOC, yang dapat dikaitkan dengan keterterbatasan akses keperawatan
dermatologis, SES rendah dan faktor budaya [21]. Data dari Pusat Nasional untuk
Statistik Kesehatan menunjukkan bahwa presentase kunjungan dengan HS sebagai
diagnosis dimana pasien adalah AA (23%) secara signifikan lebih tinggi daripada
presentase semua kunjungan oleh AA (13%) [18]. Sementara sebagian besar pasien
yang didiagnosis dengan HS bukan AA (77 % Kaukasia dan Kelompok lain
digabungkan), AA secara signifikan lebih terwakili (26%) dalam populasi HS ketika
kunjungan dianggap gawat darurat [18]. Hasil ini menyinggung prevalensi, beban
penyakit, dan kurangnya manajemen HS yang efektif pada pasien dengan SOC.

Kesimpulan
HS adalah penyakit kronis mematikan yang secara tidak proporsional
memengaruhi pasien SOC. Disebabkan oleh faktor genetik dan psikososial sehingga
populasi Afrika dan Hispanik mengalami HS yang lebih parah, kualitas hidup yang
lebih rendah, dan lebih banyak kondisi komorbiditas, termasuk MetS dan depresi.
Terlepas dari masalah ini, ada penelitian yang tidak memadai dan akses keperawatan
untuk pasien HS SOC dan SES rendah. Diperlukan penelitian besar berbasis populasi
untuk memahami sepenuhnya prevalensi dan beban HS pada pasien dengan SOC,
menggambarkan faktor genetik dan anatomi yang unik untuk subkelompok ras, serta
menentukan apakah pasien dengan SOC merespons secara berbeda terhadap terapi HS.
Diet, gaya hidup, iklim, dan akses keperawatan kesehatan dalam sejarah alami HS juga
perlu eksplorasi lebih lanjut. Akhirnya, harus dilakukan upaya untuk meningkatkan
akses keperawatan ke dokter kulit, termasuk skrining awal untuk populasi berisiko dan
implementasi rencana perawatan HS longitudinal.

Pesan
Hidradenitis suppurativa secara tidak proporsional mempengaruhi kulit
pasien SOC, tetapi penelitian dalam populasi ini masih kurang.
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

I.1 DEFINISI
Hidradenitis suppurativa (HS) adalah infeksi kelenjar apokrin oleh
Staphylococcus aureus, yang berbentuk nodul kemudian melunak menjadi abses dan
pecah membentuk fistel serta cenderung menimbulkan sikatriks.

I.2 EPIDEMIOLOGI
Prevalensi dan insidensi HS di US masih belum diketahui dengan pasti. Namun,
sebuah studi di Denmark menyatakan bahwa prevalensi hidradenitis suppurativa di
dunia adalah 4%. Penyakit ini hanya menimbulkan kesakitan namun tidak berakibat
fatal, kecuali jika berkembang menjadi infeksi sistemik yang luas pada pasien
immunocompromised. Ada peningkatan insidensi pada ras rambut keriting.
Perbandingan insidensi penyakit ini pada wanita dan pria adalah sekitar 4:1 sampai 5:1.
HS tidak terjadi sebelum pubertas karena kelenjar apokrin belum aktif hingga dipicu
oleh hormon sex.

I.3 ETIOLOGI
HS terjadi saat folikel rambut atau kelenjar keringat tersumbat dan mengalami
peradangan akibat infeksi oleh bakteri Staphylococcus aureus, namun hingga kini
belum diketahui pasti penyebab tersumbatnya.

I.4 FAKTOR RESIKO


 Trauma
Sering didahului oleh trauma/mikrotrauma, seperti pemakaian deodoran,
rambut ketiak digunting, banyak keringat.
 Genetik
Adanya riwayat keluarga yang menderita penyakit hidradenitis supurativa
diperoleh pada 26% pasien. Beberapa studi tidak menunjukkan adanya
hubungan dengan HLA. Namun beberapa studi lainnya menunjukkan adanya
penurunan autosomal dominan dengan single gene transmission. Namun, lokus
genetik yang terkait tidak ditemukan.
 Hormonal
Kecenderungan terjadinya hidradenitis suppurativa ketika pubertas atau setelah
pubertas menunjukkan adanya pengaruh androgen. Selain itu, adanya
peningkatan kejadian yang dilaporkan pada pasien postpartum yang
berhubungan dengan penggunaan pil kontrasepsi oral dan pada periode
premenstrual (sekitar 50% pasien). Terapi antiandrogen juga memperlihatkan
keuntungan terapetik pada beberapa studi. Namun, tidak ada bukti biokimia
dari hiperandrogenisme dapat ditemukan pada 66 wanita dengan hidradenitis
suppurativa. Selain itu, tidak seperti kelenjar sebacea, kelenjar apokrin tidak
dipengaruhi oleh androgen. Karenanya, pengaruh androgen terhadap kejadian
hidradenitis suppurativa masih belum jelas.
 Obesitas
Obesitas bukan merupakan faktor kausa terjadinya hidradenitis suppurativa
namun sering dianggap sebagai faktor yang memperberat melalui peningkatan
gaya gesek, oklusi, hidrasi keratinosit, dan maserasi. Obesitas juga
memperberat penyakit ini dengan meningkatkan androgen. Penurunan berat
badan dianjurkan bagi pasien dengan berat badan berlebih dan dapat membantu
mengontrol penyakit.
 Merokok
Perokok paling sering ditemukan pada penderita hidradenitis suppurativa
dibandingkan dengan kontrol yang sehat. Satu studi kohort menunjukkan
bahwa 70% dari 43 pasien dengan hidradenitis suppurativa perineal adalah
perokok. Diperkirakan bahwa merokok dapat mempengaruhi kemotaxis sel
polymorphonuclear. Penghentian merokok dapat memperbaiki manifestasi
klinis penyakit ini.

I.5 PATOGENESIS
Regio axilla dan inguinoperineal adalah regio yang paling sering terkena HS,
regio lain yang juga biasa terkena HS adalah areola mammae, regio submamary,
periumbilicalis, scalp, fasialis, meatus ekternal auditori, leher dan punggung.
Kelenjar apokrin tersusun atas kelenjar keringat yang memanjang dari dermis
ke jaringan subkutan. Masing-masing kelenjar terdiri atas komponen sekretori yang
dalam dan melingkar yang mengalir melalui duktus eksketorius yang lurus dan
panjang, biasanya menuju folikel rambut. Sekresi dari kelenjar ini berbau.
Walaupun penyebab yang jelas dari HS masih belum diketahui dengan jelas,
telah disepakati secara umum bahwa semua berawal dari oklusi apokrin atau duktus
folikuler oleh sumbatan keratin, yang menyebabkan dilatasi duktus dan stasis
komponen glandular. Bakteri memasuki sistem apokrin melalui folikel rambut dan
terperangkap di bawah sumbatan keratin yang kemudian bermultiplikasi dengan cepat
dalam lingkungan yang mengandung banyak nutrisi dari keringat apokrin. Kelenjar
dapat ruptur, sehingga menyebabkan penyebaran infeksi ke kelenjar dan area
sekitarnya. Infeksi Strptococcus, Staphylococcus, dan organisme lain menyebabkan
inflamasi lokal yang lebih luas, destruksi jaringan dan kerusakan kulit. Proses
penyembuhan yang kronis menimbulkan fibrosis luas dan sikatrik hipertrofi pada kulit
di atasnya.
Gambar 1. Patogenesis Hidradenitis suppurativa

I.6 MANIFESTASI KLINIS


Manifestasi klinis hidradenitis suppurativa yang paling sering adalah lesi
nodular, nyeri, lunak, dan tegas di ketiak. Keluhan yang sering dikatakan oleh
penderita adalah gatal dan nyeri. Mula-mula gatal, lalu timbul nodus merah dan
nyeri. Dapat lebih dari satu kelenjar sehingga tampak berbenjol-benjol dan saling
bertumpuk tidak teratur. Kemudian terjadi pelunakan yang tidak serentak, disebut
abses multipel. Abses pecah mengeluarkan sekret tanpa mata. Karena perlunakan
tidak serentak dan kelenjar yang bertumpuk-tumpuk, sekret yang keluar sedikit-
sedikit menimbulkan sinus dan fistel. Penyakit ini disertai gejala konstitusi seperti
demam dan malese.
Hidradenitis suppurativa biasanya diawali dengan nodul dalam (ukuran 0,5-
2 cm) (gambar 2). Pustul juga dapat terlihat. (gambar 3). Nodul ini dapat sembuh
secara lambat atau justru berkembang dan bergabung dengan nodul disekitarnya
serta dapat terinfeksi sehingga menghasilkan abses inflamasi nyeri yang besar.
Abses ini bulat tanpa nekrosis sentral dan dapat sembuh atau ruptur spontan,
menghasilkan discharge purulen (gambar 4).
2 3 4

Gambar 2. Bisul besar pada area genitalia wanita yang menderita hidradenitis
suppurativa
Gambar 3. Pustul dan papul inflamasi yang terdapat pada area yang terkena hidradenitis
suppurativa pada pasien laki-laki
Gambar 4. Abses yang ruptur mengeluarkan material purulen pada individu yang
menderita hidradenitis suppurativa

Kerusakan progresif pada arsitektur kulit normal terjadi karena inflamasi


periductal dan periglandular dan dermal serta fibrosis subkutan. Proses
penyembuhan dapat menghasilkan sikatrik dengan fibrosis (gambar 5), kontraktur
dan peninggian kulit rope-like, dan double-ended comedones (gambar 6). Sinus
juga dapat terbentuk (gambar 7). Sinus telah dilaporkan melibatkan jaringan dalam,
termasuk otot dan fascia, uretra dan usus. Proses kemudian terjadi kembali pada
area sekitarnya atau pada area lain yang mengandung kelenjar apokrin.

5 6 7

0
Gambar 5. Sikatriks dengan fibrosis
Gambar 6. Double ended comedone
Gambar 7. Pembentukan sinus pada daerah vulva seorang wanita yang menderita
hidradenitis suppurativa
Perianal hidradenitis suppurativa dapat disertai nyeri, edema, discharge
purulen, pruritus atau perdarahan dan dapat menyerupai penyakit lain seperti
furunculosis, fistula ani, penyakit pilonidal, abses perianal atau penyakit Crohn. Fistula
pada canalis analis dapat terjadi pada hidradenitis, namun hanya akan terjadi pada
bagian terbawah canalis analis, pada kulit yang mengandung kelenjar apokrin.

I.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tidak ada pemeriksaan penunjang khusus untuk hidradenitis suppurativa.
Kultur dari eksudat yang diambil dapat menumbuhkan berbagai bakteri saprofit dan
patogen seperti staphylococcus dan streptococcus. Pada pemeriksaan laboratorium
pasien dengan lesi HS akut dapat memperlihatkan peningkatan laju endap darah atau
C-reactive protein. Bila pasien tampak toksik atau demam, pemeriksaan darah lengkap,
kultur darah, kultur eksudat, dan kimia rutin perlu dilakukan. Hasil lab menunjukkan
leukositas.

I.8 DIAGNOSIS BANDING


Skrofuloderma. Persamaannya terdapat nodus, abses, dan fistel. Perbedaannya,
pada hidradenitis suppurativa pada permulaan disertai tanda-tanda radang akut dan
terdapat gejala konstitusi, sedangkan pada skrofuloderma tidak terdapat tanda-tanda
radang akut dan tidak ada leukositosis.

I.9 TERAPI
Pengobatan pada lesi nyeri yang akut seperti nodul dapat digunakan
triamcinolone (3-5 mg/mL) intralesi. Pada abses digunakan triamcinolone (3-5
mg/mL) intralesi yang diikuti insisi dan drainase cairan abses. Antibiotik oral yang
dapat digunakan adalah erythromycin (250-500 mg qid), tetracycline (250-500 mg
qid), atau minocycline (100 mg 2 kali sehari) hingga lesi sembuh, atau kombinasi
klindamisin 2 x 300 mg bid dengan rifampin (300 mg 2 kali perhari) selama beberapa
minggu. Prednison dapat diberikan bila nyeri dan inflamasi sangat berat dosisnya 70
mg perhari selama 2-3 hari, diturunkan (tappered) selama 14 hari. Pemberian
isotretinoin oral tidak bermanfaat pada penyakit yang kronis namun bermanfaat pada
awal penyakit untuk mencegah sumbatan folikuler dan saat dikombinasikan dengan
eksisi lesi.
Pencucian teratur tiap hari dengan sabun antibakteri dan pemberian clindamycin
topikal penting untuk pencegahan. Mengurangi gesekan dengan menggunakan pakaian
longgar dan penurunan berat badan bila diperlukan, dan mencegah timbulnya keringat
berlebih dengan menggunakan aluminium klorida topikal.
Pada kondisi adanya draining sinus, kultur dari pus mungkin akan menunjukkan
S. Aureus atau organisme gram negatif. Pemilihan antibiotik harus didasarkan pada
sensitivitas kultur organisme. Isotretinoin efektif pada beberapa kasus. Pada suatu studi
diberikan isoretinoin dengan dosis 0,56 mg/kg selama 4 sampai 6 bulan.
Pembedahan yang dilakukan pada semua jaringan yang terlibat adalah
modalitas pengobatan. Rekurensi postoperatif dapat terjadi. Pembedahan yang
dilakukan dapat berupa insisi dan drainase abses akut, eksisi nodul fibrotik atau sinus.
Pada penyakit yang luas dan kronis, dibutuhkan eksisi komplit pada axilla atau area
yang terlibat. Eksisi mungkin mendalam hingga lapisan fascia sehingga dibutuhkan
skin grafting untuk penutupannya. Beberapa peneliti menyarankan penggunaan laser
CO2 untuk ablasi jaringan. Penutupan primer, grafting, atau flaps telah digunakan
secara luas, namun mungkin berhubungan dengan hasil yang tidak begitu baik.

Anda mungkin juga menyukai