Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PEDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu komplikasi terbanyak pada kehamilan ialah terjadinya perdarahan.
Perdarahan dapat terjadi pada setiap usia kehamilan. Pada kehamilan muda sering dikaitkan
dengan kejadian abortus, misscarriage, early pregnancy loss. Perdarahan yang terjadi pada
umur kehamilan yang lebih tua terutama setelah melewati trimester III disebut perdarahan
antepartum. Perdarahan pada kehamilan muda dikenal beberapa istilah sesuai dengan
pertimbangan masing-masing, tetapi setiap kali kita melihat terjadinya perdarahan pada
kehamilan kita harus selalu berfikir tentang akibat dari perdarahan ini yang menyebabkan
kegagalan kelangsungan kehamilan itu sendiri. Dikenal beberapa batasan tentang peristiwa
yang ditandai dengan perdarahan pada kehamilan muda, salah satunya adalah abortus.
Abortus merupakan ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup diluar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat
janin kurang dari 500 gram. Angka kejadian abortus sukar ditentukan karena abortus
provokatus banyak yang tidak dilaporkan, kecuali bila sudah terjadi komplikasi. Sementara
itu, dari kejadian yang diketahui 15-20% merupakan abortus spontan atau kehamilan ektopik.
Sekitar 5% dari pasangan yang mencoba hamil akan mengalami keguguran 2 kali yang
berurutan, dan sekitar 1% dari pasangan mengalami 3 atau lebih keguguran berurutan. Rata-
rata terjadi 114 kasus abortus per jam. Sebagian besar studi menyatakan kejadian abortus
spontan antara 15-20% dari semua kehamilan. Kalau dikaji lebih jauh kejadian abortus
sebenarnya bisa mendekati 50%.
Abortus disebabkan oleh beberapa faktor baik dari ibu maupun dari janin, oleh sebab
itu kita sebagai tenaga kesehatan harus memberikan wawasan dan HE pada ibu hamil
untuk selalu memeriksakan kehamilannya dan waspada terhadap komplikasi yang terjadi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Abortus?
2. Apa etiologi dari Abortus?
3. Apa saja patofisilogi dari Abortus?
4. Diagnosis apa saja jika terjadi Abortus?
5. Apa saja komplikasi pada Abortus?
1
6. Bagaimana penatalaksanaan pada Abortus?
7. Bagaimana cara pengobatan pada Abortus?

1.3 Tujuan
Agar mahasiswa Kebidanan paham tentang Abortus dari mulai pengertian, etiologi,
patofisiologi, diagnosis, komplikasi yang terjadi, apa saja penatalaksanaan dan pengobatan
pada Abortus.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Abortus

2
Abortus didefinisikan sebagai keluarnya hasil konsepsi sebelum mampu hidup di
luar kandungan dengan berat badan kurang dari 1000 gr atau umur kehamilan kurang dari
28 minggu (Manuabs, 1998: 214).
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) atau
sebelum kehamilan tersebut berusaia 22 atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup
di luar kandungan (Sarwono, 2006)
Abortus atau keguguran adalah terhentinya kehamilan sebelum janin dapat
bertahan hidup, yaitu sebelum kehamilan berusia 22 Minggu atau berat janin belum
mencapal 500 gram. Abortus biasanya ditandai dengan terjadinya perdarahan pada wanita
yang sedang hamil, dengan adanya peralatan USG, sekarang dapat diketahul bahwa
abortus dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yang pertama adalah abortus karena kegagalan
perkembangan janian dimana gambaran USG aenunjukkan kantong kehamilan yang
kosong. sedangkan jenis yang kedua adalah abortus karena kematian janin. dimana janin
tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan seperti denyut jantug atau pergerakan yang
sesuai dengan usia kehamilan (obstetric patologi FK UNPAD).
Sampai saat ini janin yang terkecil yang dilaporkan dapat hidup di luar
kandungan, mempunyai berat badan 297 gram waktu lahir, akan tetapi, karena janin
yang dilahirkan dengan berat badan dibawah 500 gram dapat hidup terus maka difinisi
abortus yaitu suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) pada waktu sebelum
kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau sebelum kahamilan tersebut berusia 22
minggu atau buah kehamilan belum mampu hidup di luar kandungan (Ilmu Kebidanan,
2006).

2.2 Etiologi Abortus


Beberapa faktor yang dapat menyebabkan abortus antara lain:

a) Faktor janin, faktor janin penyebab keguguran adalah kelainan genetik, dan ini
terjadi pada 50%-60% kasus keguguran, faktor kelainan yang paling sering
3
dijumpai pada abortus adalan gangguan pertumbuhan zigot, embrio, janin atau
plasenta. Kelainan tersebut biasanya menyebabkan abortus pada trimester pertama,
yakni: (a) kelainan telur, telur kosong (blighted ovum), kerusakan emrio, atau
kelainan kromosom, (monosomi, trisomi, atau poliploidil), (b) embio dengan
kelainan lokal, (c) abnormalitas pembentuk plasenta (hipoplasi trofoblas).

b) Faktor ibu: (a) Kelainan endokrin (hormonal) misalnya kekurangan tiroid, kencing
manis, (b) Faktor kekebalan (imunologil), misalnya pada penyakit lupus, Anti
phospholipid syndrome: (c) Infeksi, diduga akibat beberapa virus seperti cacar
air,campak jerman, toksoplasma, herpes, kiamidia; (d) Kelemahan otot leher rahim:
(d) Kelainan bentuk rahim.

c) Faktor Bapak : kelainan kromosom dan infeksi sperma diduga dapat menyebabkan
abortus.

d) Faktor genetik 9,10 , Sekitar 5 % abortus terjadi karena faktor genetik. Paling
sering ditemukannya kromosom trisomi dengan trisomi 16. Penyebab yang paling
sering menimbulkan abortus spontan adalah abnormalitas kromosom pada janin.
Lebih dari 60 % abortus spontan yang terjadi pada trimester pertama menunjukkan
beberapa tipe abnormalitas genetik. Abnormalitas genetik yang paling sering terjadi
adalah aneuploidi (abnormalitas komposisi kromosom) contohnya trisomi autosom
yang menyebabkan lebih dari 50 % abortus spontan . Poliploidi menyebabkan
sekitar 22 % dari abortus spontan yang terjadi akibat kelainan kromosom . Sekitar
3-5 % pasangan yang memiliki riwayat abortus spontan yang berulang salah satu
dari pasangan tersebut membawa sifat kromosom yang abnormal. Identifikasi dapat
dilakukan dengan pemeriksaan kariotipe dimana bahan pemeriksaan diambil dari
darah tepi pasangan tersebut. Tetapi tentunya pemeriksaan ini belum berkembang di
Indonesia dan biayanya cukup tinggi.

e) Faktor anatomi kogenital dan didapat pernah dilaporkan timbul pada 10-15 %
wanita dengan abortus spontan yang rekuren; Lesi anatomi kogenital yaitu kelainan
duktus Mullerian (uterus bersepta). Duktus mullenian biasanya ditemukan pada
keguguran trimester ke dua; Kelainan kogenital arteri uterina yang membahayakan

4
aliran darah endometrium; Kelainarn yang didapat misalnya adliesi intrauterun
(synechial), leimioma, dan endometriosis, Abnormalitas anatomi maternal yang
dihubungkan dengan kejadian abortus spontan yang berulang termasuk
inkompetensi serviks, kongenital dan defek uterus yang didapatkan (acquired).
Malformasi kongenital termasuk fusi duktus Mulleri yang inkomplit yang dapat
uterus acquired yang sering dihubungkan dengan kejadian abortus spontan berulang
termasuk perlengketan uterus atau sinekia dan leleomioma.adanya kelainan
anatomis ini dapat diketahui dari pemeriksaan ultrasonografi (USG),
histerosalfingografi (HSG) histeroskopi dan laparaskopi (prosedur diagnostik).
Pemeriksaan yang dapat dianjurkan kepada pasien ini adalah pemeriksaan USG dan
HSG. Dari pemeriksaan USG sekaligus juga dapat mengetahui adanya suatu mioma
terutama jenis submukosa. Mioma submukosa merupakan salah satu faktor mekanik
yang dapat mengganggu implantasi hasil konsepsi. Jika terbukti adanya mioma
pada pasien ini maka perlu dieksplorasi lebih jauh mengenai keluhan dan harus
dipastikan apakah mioma ini berhubungan langsung dengan adanya ROB pada
pasien ini. Hal ini penting karena mioma yang mengganggu mutlak dilakukan
operasi.

f) Faktor endokrin: (a) Faktor endokrin berpotensi menyebahkan aborsi pada sekitar
10-20% kasus ( b) insufiensi fase futsal (fungsi corpus luteum yang abnormal
dengan tidak cukupnya produksi progesteron); (c) Hipotiroidisme,
hipoprolaktinemia diabetes dan sindrom polikistik ovarium merupakan faktor
kontribusi pada keguguran. Kenaikan insiden abortus bisa disebabkan oleh
hipertiroidismus, diabetes melitus dan defisisensi progesteron. Hipotiroidismus
tampaknya tidak berkaitan dengan kenaikan insiden abortus (Sutherland dkk, 1981).
Pengendalian glukosa yang tidak adekuat dapat menaikkan insiden abortus
(Sutherland dan Pritchard, 1986). Defisiensi progesteron karena kurangnya sekresi
hormon tersebut dan korpus luteum atau plasenta, mempunyai kaitan dengan
kenaikan insiden abortus. Karena progesteron berfungsi mempertahankan desidua,
defisiensi hormon tersebut secara teoritis akan mengganggu nutrisi pada hasil
konsepsi dan dengan demikian turut berperan dalam peristiwa kematiannya

5
g) Faktor infeksi, termasuk infeksi yang diakibatkan oleh TORC (toksoplasma,
Rubella, Cytomegalovirus) dan malaria. infeksi intrauterin sering dihubungkan
dengan abortus spontan berulang. Organisme-organisme yang sering diduga sebagai
penyebab antara lain Chlamydia, Ureaplasma, Mycoplasma, Cytomegalovirus,
Listeria monocytogenes dan Toxoplasma gindii. infeksi aktif yang menyebabkan
abortus spontan berulang masih belum dapat dibuktikan. Namun untuk lebih
memastikan penyebab dapat dilakukan pemeriksaan kultur yang bahannya diambil
dari cairan pada cervical dan endometrial.

h) Faktor imunologi: terdapat antibodi cardiolipin yang mengakibatkan pembekuan


darah di belakang ari-ari sehingga mengakibatkan kematian janin karena kurangnya
aliran darah dari ari-ari tersebut. Faktor imunologis yang telah terbukti signifikan
dapat menyebabkan abortus spontan yang berulang antara lain antibodi antinuclear,
antikoagulan Lupus dan antibodi cardiolipm. Adanya penanda ini meskipun gejala
klinis tidak tampak dapat menyebabkan abortus spontan yang berulang.
Inkompatibilitas golongan darah A, B, O, dengan reaksi antigen antibodi dapat
menyebabkan abortus berulang karena pelepasan histamin mengakibatkan
vasodilatasi dan peningkatan fragilitas kapiler.

i) Penyakit-penyakit kronis yang melemahkan, pada awal kehamilan penyakit-


penyakit kronis yang melemahkan Keadaan ibu misalnya penyakit tuberkolosis atau
karsinomatosis jarang menyebabkan abortus; sebaliknya pasien tersebut sering
meninggal dunia tanpa melahirkan. Adanya penyakit kronis (diabetes melitus,
hipertensi kronis, penyakit liver/ginjal kronis) dapat diketahui lebih mendalam
melalui anamnesa yang baik. Penting juga diketahui bagaimana perjalanan
penyakitnya jika memang pernah menderita infeksi berat seperti apakah telat
diterapi dengan tepat dan adekuat. Untuk eksplorasi Kausa dapat dikerjakan
beberapa pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan gula darah, fungsi hati dan
tes fungsi ginjal untuk menilai Apakah ada gangguan fungsi hepar dan ginjal atau
diabetes mellitus yang kemudian dapat menimbulkan gangguan pada kehamilan
seperti persalinan prematur.

6
j) Faktor nutrisi, malnutrisi umum yang sangat berat memiliki kemungkinan paling
besar menjadi predisposisi abortus. Meskipun demikian belum ditemukan bukti
yang menyebabkan bahwa defisiensi salah satu/semua nutrisi dalam makanan
merupakan suatu penyebab abortus yang penting.

k) Obat-obat rekreasional dan toksin lingkungan, peranan penggunaan obat-obatan


rekreasional tertentu yang dianggap teratogenik harus dicari dan anamnesa seperti
tembakau dan alkohol yang berperan karena jika ada mungkin hal ini merupakan
salah satu yang berperan.

l) Faktor psikologis, dibuktikan bahwa ada hubungan antara abortus yang berulang
dengan keadaan mental akan tetapi belum dapat dijelaskan sebabnya. Yang peka
terhadap terjadinya abortus ialah wanita yang belum matang secara emosional dan
sangat penting dalam menyelamatkan kehamilan. Usaha-usaha dokter untuk
mendapat kepercayaan kepercayaan pasien dan menerangkan segala sesuatu
kepadanya sangat membantu.

Pada penderita, ini penyebab yang menetap pada terjadinya abortus spontan yang
berulang masih belum dapat dipastikan. Akan lebih baik bagi penderita untuk melakukan
pemeriksaan lengkap dalam usaha mencari kelainan yang mungkin menyebabkan abortus
yang berulang tersebut, sebelum penderita hamil guna mempersiapkan kehamilan yang
berikutnya. Di samping pemeriksaan umum, perhatikan gizi dan bentuk badan penderita
Selama itu perlu dilakukan pula pemeriksaan suami istri antara lain pemeriksaan darah
dan urin yang rutin, pemeriksaan golongan darah dan faktor rhesus, pada istri dibuat
kurva harian glukosa darah, diperiksa fungsi tiroid dan pada suami diperiksa sperma.
Pada penderita ini sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografi dan
histerosalfingografi, karena dengan pemeriksaan ini dapat diketahui apakah ada kelainan
anatomis pada uterus.

Faktor genetik dan faktor malfungsi endometrium menyebabkan abortus dalam


trimester pertama dan kelainan anatomis menjadi sebuah abortus dalam trimester kedua
atau lebih. Jika pada penderita dengan abortus spontan berulang ditemukan kelainan
bawaan seperti uterus bikornis atau uterus septus dan belah diyakinkan tidak ada faktor
lain yang menyebabkan, dapat dilakukan operasi plastik pada uterus seperti operasi
menurut Strassnian. Pada inkompetensi serviks dapat dilakukan prosedur cerclage
(penjahitan benang melingkar untuk menguatkan serviks) harus ditunda sampai sesudah
kehamilan berusia 14 minggu, sehingga abortus dini yang disebabkan oleh faktor-faktor
lain telah disingkirkan. Pada kehamilan selanjutnya selain terapi yang bersifat kausal
7
maka penderita dengan abortus spontan yang berulang perlu mendapat perhatian khusus.
Dianjurkan kepada penderita ini untuk banyak istirahat namun hal ini tidak berarti bahwa
ia harus selalu berada di tempat tidur tetapi perlu dicegah usaha-usaha yang melelahkan.
Pada kehamilan muda sebaiknya jangan bersenggama. Nutrisi makanan harus adekuat
mengenai protein, karbohidrat, mineral dan vitamin. Khusus dalam masa organogenesis
pemberian obat-obat harus dibatasi dan obat-obat yang bersifat teratogenik tidak boleh
diberikan. Faktor emosional memegang peranan sangat penting, pengaruh dokter sangat
besar dalam mengatasi ketakutan dan keresahan.

Terapi hormonal umumnya tidak diperlukan, kecuali jika ada gangguan fungsi
thyroid atau gangguan fase Luteal. Persiapan ibu dan keluarga untuk kehamilan
selanjutnya antara lain setelah terjadi abortus dan kuretase pasien dapat segera hamil
tetapi harus melalui pantang berhubungan selama 2 minggu setelah kuretase dan
menghindari aktivitas berat. Selain itu dalam mempersiapkan kehamilan yang sehat
penderita disarankan untuk selalu mengkonsumsi makanan bergizi serta konsumsi
vitamin yang dapat menguatkan kandungan serta istirahat yang cukup dan menghindari
stresor fisik dan emosional

2.3 Patofisiologi Abortus

Patofisiologi terjadinya keguguran mulai dari terlepasnya sebagian atau seluruh


jaringan plasenta, yang menyebabkan perdarahan seingga janin kekurangan nutrisi dan O2
. Pengeluaran tersebut dapat terjadi spontan sepenuhnya atau sebagian yang tertinggal,

yang menyebabkan berbagai penyulit. Oleh karena itu keguguran memberikan gejala
umum sakit perut karena kontraksi rahim, terjadi perdarahan dan disertai pengeluaran,
dan disertai pengeluaran seluruh atau sebagian hasil konsepsi. Bentuk perdarahan
bervariasi diantaranya : sedikit – sedikit dan berlangsung lama, sekaligus dalam jumlah
besar dapat disertai gumpalan, akibat perdarahan, dapat menimbulkan syok, nadi
meningkat, tekanan darah menurun, tampak anemis dan daerah ujung (akral) dingin.

2.3.1 Tanda dan Gejala

1) Tanda dan gejala abortus Immien :

a) Terdapat keterlambatan datang bulan

b) Terdapat perdarahan , disertai sakit perut dan mules

c) Pada pemeriksaan di jumpai besarnya rahim sama dengan umur kehamilan dan
terjadi Kontraksi otot Rahim

8
d) Hasil periksa dalam terdapat perdarahan kanalis servikalis , dan kanalis
servikalis masih tertutup

e) Dapat dirasakan kontraksi otot rahim, hasil pemeriksaan tes kehamilan masih
positif

2) Tanda dan gejala abortus Insipien :

a) Perdarahan lebih banyak

b) Sakit perut atau mules lebih hebat

c) Pada pemeriksaan di jumpai perdarahan lebih banyak

d) Kanalis servikalis terbuka dan jaringan atau hasil konsepsi dapat diraba

3) Tanda dan gejala abortus Inkomplit :

a) Perdarahan memanjang sampai terjadi keadaan anemis

b) Perdarahan mendadak dapat menimbulkan gawat

c) Terjadi infeksi ditandai dengan suhu tinggi

d) Dapat terjadi degenerasi ganas (Kario Karsinoma)

4) Tanda dan gejala abortus Kompletus :

a) Uterus telah mengecil

b) Perdarahan sedikit

c) Canalis servikalis telah tertutup

5) Tanda dan gejala abortus Missed Abortion :

a) Rahim tidak membesar

b) Malahan mengecil karena absorbsi air ketuban maserasi janin

c) Buah dada mengecil kembali

2.4 Diagnosis Abortus

Abortus dapat diduga apabila wanita dalam mas reproduksi mengeluh tentang
perdarahan pervaginam setelah mengalami haid terlambat, sering pula terdapat rasa mulas.

9
kecurigaan tersebut dapat diperkuat dengan ditentukan nya kehamilan muda pada
pemeriksaan bimanual dan dengan tes kehamilan secara biologis (Gaili mainini) atau
Imunologi (Pregnosticon, Gravindex) bilamana hal itu dikerjakan.harus diperhatikan
banyak dan macamnya perdarahan, pembukaan serviks dan adanya jaringan dalam kavum
uterus atau vagina.

Diagnosa abortus dapat ditegakkan apabila seorang wanita usia produktif mengeluh
mengalami perdarahan pervaginam setelah mengalami terlambat haid, terdapat rasa nyeri,
ditemukan tes kehamilan yang positif, adanya pembukaan cerviks atau ada jaringan dalam
kavum uteri atau vagina (Wiknjosastro, 1991).

2.5 Komplikasi Abortus

Komplikasi yang serius kebanyakan terjadi pada fase abortus yang tidak aman
(unsafe abortion) walaupun kadang-kadang dijumpai juga pada abortus spotan. Komplikasi
dapat berupa perdarahan, kegagalan ginjal, infeksi, syok akibat perdarahan dan infeksi
sepsis.

1. Perdarahan

Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil


konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan
dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.

2. Perforasi

Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini penderita perlu diamati dengan teliti
jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi, dan tergantung dari
luas dan bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu histerektomi.
Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan oleh seorang awam menimbulkan
persoalan gawat karena perlukaan uterus biasanya luas, mungkin pula terjadi
pada kandung kemih atau usus. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya
perforasi, laparatomi harus segera diakukan untuk menentukan luasnya cedera,
untuk selanjutnya mengambil tindakan-tindakan seperlunya guna mengatasi
komplikasi.

3. Infeksi

Infeksi dalam uterus dan adneksa dapat terjadi dalam setiap abortus tetapi
biasanya didapatkan pada abortus inkomplet yang berkaitan erat dengan suatu
abortus yang tidak aman (unsafe abortion)
10
4. Syok

Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena
infeksi berat (syok endoseptik)

Pemeriksaan penunjang
 Tes kehamilan : positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu setelah abortus
 Pemeriksaan doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup
 Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion

2.6 Penatalaksanaan Abortus

Untuk penatalaksanaan abortus berulang dibutuhkan anamnesis yang terarah


mengenai riwayat suami istri dan pemeriksaan fisik ibu baik secara anatomis maupun
laboratorik. Apakah abortus, tejadi pada trimester pertama atau trimester kedua juga
penting untuk diperhatikan. Bila terjadi pada trimester pertama maka banyak faktor yang
harus dicari sesuai kemungkinan etiologi atau mekanisme terjadinya abortus berulang. Bila
terjadi pada trimester kedua maka faktor-faktor penyebab lain cenderung pada faktor
anatomis terjadinya inkompetensia serviks dan adannya tumor mioma uteri serta infeksi
yang berat pada uterus atau serviks. Tahap-tahap penatalaksanaan tersebut meliputi :

1. Riwayat penyakit dahulu :

a) Kapan abortus terjadi, apakah pada trimester pertama atau pada trimester
berikutnya, adakah penyebab mekanis yang menonjol

b) Mencari kemungkinan adanya toksin, lingkungan dan pecandu obat terlarang

c) Infeksi ginekoogi dan obstetric

d) Gambaran asosiasi terjadinya “antiphospholipid syndrome” (trombosis,


fenomena autoimun, false positive test untuk sifilis)

e) Faktor genetika antara suami istri (consanguinity)

f) Riwayat keluarga yang pernah mengalami terjadinya abortus berulang dan


sindroma yang berkaitan dengan kejadian abortus ataupun partus prematurus
yang kemudian meninggal.

g) Pemeriksaan diagnostik yang terkait dan pengobatan yang pernah didapat

2. Pemeriksaan fisik :

11
a) Pemeriksaan fisik secara umum

b) Pemeriksaan ginekologi

c) Pemeriksaan laboratorium :

1) Kariotik darah tepi kedua orang tua

2) Histerosangsangografi diikuti dengan histeroskopi atau laparoskopi bila


ada indikasi

3) Biopsi endometrium pada fase luteal

4) Pemeriksaan hormon TSH dan antibodi anti tiroid

5) Antibodi antifosfolipid (cardiolipin, fosfatidilserin)

6) Lupus antikoagulan (apartial thrombosplastin time atau russel viper


venom)

7) Pemeriksaan darah lengkap termasuk trombosit kultur cairan serviks


(mycoplasma, ureaplasma, chlamydia) bila diperlukan.

2.7 Pengobatan pada Abortus

Setelah didapatkan anamnesis yang maksimal, bila sudah terjadi konsepsi


baru pada ibu dengan riwayar abortus berulang maka support psikologis untuk
pertumbuhan embrio intra uterine yang baik perlu diberikan pada ibu. Kenalli
kemungkinan terjadi anti fosfolipid sindrome atau mencegah terjadinya infeksi intra
uterine. Pemeriksaan kadar HCG secara periodik pada awal kehamilan dapat
membantu pemantuan kelangsungan kehamilan sampai pemeriksaan USG dapat
dikerjakan. Gold standard untuk monitoring kehamilan dini adalah pemeriksaan
USG, dikerjakan setiap dua minggu sampai kehamilan ini tidak mengalami abortus.
Pada keadaan embrio tidak terdapat gerakan jantung janin maka perlu segera
dilakukan evakuasi serta pemeriksaan kariotip jaringan hasil konsepsi tersebut.

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Abortus didefinisikan sebagai keluarnya hasil konsepsi sebelum mampu hidup di


luar kandungan dengan berat badan kurang dari 1000 gr atau umur kehamilan kurang dari
28 minggu (Manuabs, 1998: 214).

Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) atau


sebelum kehamilan tersebut berusaia 22 atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup
di luar kandungan (Sarwono, 2006)

Patofisiologi terjadinya keguguran mulai dari terlepasnya sebagian atau seluruh


jaringan plasenta, yang menyebabkan perdarahan seingga janin kekurangan nutrisi dan O2
13
.Pengeluaran tersebut dapat terjadi spontan sepenuhnya atau sebagian yang tertinggal,
yang menyebabkan berbagai penyulit. Oleh karena itu keguguran memberikan gejala
umum sakit perut karena kontraksi rahim, terjadi perdarahan dan disertai pengeluaran,
dan disertai pengeluaran seluruh atau sebagian hasil konsepsi. Bentuk perdarahan
bervariasi diantaranya : sedikit – sedikit dan berlangsung lama, sekaligus dalam jumlah
besar dapat disertai gumpalan, akibat perdarahan, dapat menimbulkan syok, nadi
meningkat, tekanan darah menurun, tampak anemis dan daerah ujung (akral) dingin.

3.2 Saran

Kita sebagai tenaga kesehatan atau bidan harus lebih mengerti kegawatdaruratan
abortus dan cara menanganinya agar AKI di Indonesia menurun akibat pendarahan
abortus yang berlebihan.

Daftar Pustaka

Sujiyatini,dkk.2009.Asuhan Patologi Kebidanan.Nuha Medika:Yogyakarta

Sukarni, Icesmi dan Sudarti.2014.Patologi:Kehamilan, Persalinan, Nifas dan Neonatus


RisikoTinggi.Nuha Medika:Yogyakarta

Rukiyah, Ai Yeyeh dan Lia Yulianti.2010.Asuhan Kebidanan 4 (Patologi).TIM:Jakarta

14

Anda mungkin juga menyukai