Anda di halaman 1dari 71

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Racun atau zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan
berbagai cara yang menghambat respons pada system biologis dan
dapat menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian.
Keracunan sering dibhubungkan dengan pangan atau bahan kimia.
Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang
dapat menyebabkan keracunan. Disekeliling kita ada racun alam yang
terdapat pada tumbuhan dan hewan. Salah satunya gigitan ular berbisa
maupun akibat gas beracun. Sebagian besar pajanaan terhadap gas
beracun yang terjadi di rumah.Keracunan dapat terjadi akibat
pencampuran produk pembersih rumah tangga yang tidak senantiasa
atau rusaknya alat rumah tangga yang melepaskan karbon monoksida.
Pembakaran kayu , bensin,oli,batu bara, atau minyak tanah juga
melepaskan karbon monoksida. Gas ini tidak bersenyawa, tidak
berbau,,tidak berasa,,dan tidak menimbulkan iritasi yang membuatnya
amat berbahaya
Gigitan ular merupakan suatu keadaan gawat darurat yang apabila
tidak segera ditangani dapat menyebabkan kematian. Resiko infeksi
gigitan lebih besar dari luka biasa karena toksik / racun mengakibatkan
infeksi yang lebih parah.Tidak semua ular berbisa tetapi karena hidup
pasien tergantung ketepatan diagnosa maka pada keadaan yang
meragukan ambil sikap menganggap semua gigitan ular berbisa. Pada
kasus gigitan ular 11 % kemungkinan meninggal karena racun ular
bersifat Hematotoksik, Neurotoksik, dan Hitaminik (Arif Mansyoer,
2009).

1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimanakah asuhan keperawatan kritis pada pasien keracunan ?
1.2.2 Bagaimanakah asuhan keperawatan kritis pada pasien gigit ular
(snake bite) ?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan kritis pada pasien
keracunan.
1.3.2 Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan kritis pada pasien
gigit ular (snake bite).

1.4 Sistematika Penulisan


Bedasarkan dari hasil penyusunan makalah ini, disini kelompok
membuat sistematika penulisan dimulai dari :
1.4.1 BAB I : PENDAHULUAN
Yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah,tujuan
penulisan,dan sistematika penulisan
1.4.2 BAB II : TINJAUAN TEORI
Yang terdiri dari definisi,klasifikasi,etiologi,patofisiologi&woc,dan
asuhan keperawatan keracunan&snake bite
1.4.3 BAB III : TINJAUAN KASUS
Yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan,intervensi
keperawatan,implementasi keperawatan,dan evaluasi keperawatan.
1.4.4 BAB IV : PENUTUP
Yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Asuhan Keperawatan Kritis pada Pasien Keracunan

2.1.1 Pengertian

Racun adalah zat yang ketika ditelan,terhisap


diabsorpsi,menempel pada kulit atau dihasilkan di dalam tubuh
dalam jumlah relative kecil menyebabkan cidera tubuh dengan
adanya reaksi kimia (smeltzer suzana dalam nurarif kusuma.2015)

racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh


dengan berbagai cara yang menghambat respon pada system biologis
dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit bahkan
kematian. Keracunan sering dihubungkan dengan pangan atau bahan
kimia.Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan kimia saja
yang dapat menyebabkan keracunan di sekeliling kita ada racun
alam yang terdapat pada beberapa tumbuhan dan hewan. Beberapa
contoh keracunan antara lain keracunan zat kimia atau obat, gigitan
ular,dan serangga,serta keracunan gas.

Gambar 3.1 gambar orang keracunan makanan

3
2.1.2 Etiologi

Keracunan dapat terjadi karena berbagai macam penyebab


yang mengandung bahan berbahaya dan potensial dapat menjadi
racun. Penyebab-penyebab tersebut antara lain :

2.1.2.1 Makanan
Bahan makanan merupakan media yang sesuai untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme. Proses
pembusukan merupakan proses awal dari akibat aktivitas
mikroorganisme yang mempengaruhi langsung kepada nilai bahan
makanan tersebut untuk kepentingan manusia. Selain itu, keracunan
bahan makanan dapat juga disebabkan oleh bahan makanannya
sendiri yang beracun, terkontaminasi oleh protozoa,parasit,bakteri
yang pathogen,dan juga bahan kimia yang bersifat racun.
a. Keracunan botolinum Clostridium botolinum adalah kiman yang
hidup serta anaerobic, yaitu di tempat tempat yang tidak ada
udaranya.Kuman ini mampu melindungi dirinya dari suhu yang agak
tinggi dengan jalan membentuk spora.Gejala keracunan ini muncul
secara mendadak 18-36 jam sesudah memakanan makanan yang
tercemar.Gejalanya berupa badan lemah, kemudian disusul dengan
pengelihatan kabur dan ganda.
b. Keracunan jamur
Gejala muncul dalam jarak beberapa menit sampai 2 jam sesudah
makan jamur yang beracun(amanita spp). Gejala tersebut berupa
sakit perut yang hebat,muntah,mencret,haus,berkeringat
banyak,kekacauan mental,pingsan.
c. Keracunan singkong
Racun singkong ialah senyawa asam biru(cyanide). Singkong
beracun biasannya ditanam hanya untuk pembatas kebun,dan
binatangpun tidak mau memakan daunnya. Racun asam biru tersebut
bekerja sangat cepat.Dalam beberapa menit setelah termakan racun

4
singkong, gejala mulai timbul dalam dosis besar, racun itu cepat
mematikan.
d. Keracunan ikan laut
Beberapa jenis ikan laut dapat menyebabkan keracunan.Diduga
racun tersebut terbawa dari ganggang yang dimakan pleh ikan
itu.Gejala keracunan muncul kira-kira 20 menit sesudah
memakannya.
2.1.2.2 Minyak tanah
Penyebabnya karena minum minyak tanah. Insiden intoksikasi
minyak tanah
a. Terutama anak usia<6 tahun. Khususnya pada
Negara berkembang
b. Daerah perkotaan>daerah pedesaan
c. Pria>wanita
d. Umumnya terjadi kelalaian orangtua
Gejala dan tanda utamannya berhubungan dengan
saluran nafas,pencernaan,dan CNS. Awalnya
penderita akan segera batuk,tersedak,dan mungkin
muntah, meskipun jumlah yang tertelan hanya
sedikit.
2.1.2.3 Baygon
Baygon adalah insektisida kelas karbanat, yaitu intektisida yang
berada dalam golongan propuxur. Penanganan keracunan baygon
dan golongan propuxur lainnya adalah sama. Contoh golongan
karbanat lain adalah carbaryl(sevin), dll. Gejala keracunan sangat
mudah dikenali yaitu diare, ikontensia urin,miosis,fasikulasi otot,
cemas dan kejang.
2.1.2.4 Bahan kimia
Keracunan bahan kimia biasanya melibatkan bahan kimia biasa
seperti bahan kimia rumah, produk pertanian, produk tumbuhan atau
produk industri.

5
2.1.2.5 Sengatan serangga
Manifestasi klinis bervariasi dari utrukasia
umum,gatal,malaise,ansietas,sampai edema laring,bronkhospasme
berat, syok dan kematian. Umumnya waktu yang lebih pendek
diantara sengatan serangga dan kejadian dari gejala yang berat
merupakan prognosis yang paling buruk.

2.1.3 Tanda dan Gejala


Beberapa tanda dan gejala menurut nurarif dan kusuma (2015)
diantaranya :
2.1.4.1 Gejala yang paling menonjol meliputi
a) Kelainan virus
b) Hiperaktivitas kelenjar ludah dan keringat
c) Gangguan saluran pencernaan
d) Kesukaran bernafas
2.1.4.2 Keracunan ringan
a) Anoreksia
b) Nyeri kepala
c) Rasa lemah dan takut
d) Pupil miosis
e) Tremor pada lidah dan kelopak mata
2.1.4.3 Keracunan sedang
a) Nausea,munta-muntah
b) Kejang dank ram perut
c) Hipersalifa
d) Fasikulasi otot
e) Bradikardi
2.1.4.4 Keracunan berat
a) Diare
b) Reaksi cahaya negative
c) Sesak nafas,sinosis,edema paru
d) Kovulasi

6
e) Koma,blockade jantung dan akhirnya meninggal
a) Jangan member minuman atau berusaha memuntahkan isi
perut korban apabila ia dalam keadaan pingsan. Jangan
berusaha memuntahkan jika tidak tahu racun yang
ditelan.
b) Jangan berusaha memuntahkan korban bila menelan
bahan-bahan seperti anti karat,cairan pemutih,sabun cuci,
bensin,minyak tanah,tiner serta pemberih toilet.

2.1.5 Patofisiologi
Keracunan dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya
yaitu factor bahan kimia, mikroba,toksin,dll. Dari penyebab tersebut
dapat mempengaruhi vaskuler sistemik sehingga terjadi penurunan
fungsi organ dalam tubuh. Biasanya akibat dari keracunan timbul
mual,muntah,diare, perit kembung, gangguan pernafasan,gangguan
sirkulasi darah, kerusakan hati(sebagai akibat keracunan obat dan
bahan kimia). Terjadi mual,muntah dikarenakan iritasi pada lambung
sehingga HLC dalam lambung meningkat. Makanan yang
mengandung bahan kimia beracun (IFO) dapat menghambat
(inktivasi) enzim asrtikolinesterase tubuh(KhE). Dalam keadaan
normal enzim KhE bekerja untuk menghidrolisis arakhnoid (AKH)
dengan jalan mengikat Akh-KhE yang bersifat inaktif.Bila
konsentrasi racun lebih tinggi denga ikatan IFO-KhE yang bersifat
inaktif.Bila konsentrasi racun lebih tinggi dengan ikatan IFO-KhE
lebih banyak terjadi. Akibatnya akan terjadi penumpukan Akh
ditempat tertentu, sehingga timbul gejala rangsangan Akh yang
berlebihan, yang akan menimbulkan efek muscarinik,nikotinik,dan
ssp (menimbulkan stimulasi kemudian depresi SSP)

7
2.1.5.1 WOC

8
2.1.6 Penatalaksanaan
2.1.6.1 Penatalaksanaan Medis
1. Tindakan Emergensi
 Airway : Bebaskan jalan nafas, kalau perlu di lakukan
inkubasi
 Breathing : Berikan nafas buatan, bila penderita tidak
bernafas spontan atau pernafasan tidak adekuat
 Circulasi : Pasang infus bila keaadaan penderita
gawat darurat dan perbaiki perfusi jaringan.
1. Resusitasi
Setelah jalan nafas di bebaskan dan di bersihkan, periksa
pernafasan dan nadi. Infus dextrose 5% kec.15 – 20, nafas buatan,
O2, hisap lendir dalam saluran pernafasan, hindari obat – obatan
depresan saluran nafas, kalau perlu respirator pada kegagalan nafas
berat. Hindari pernafasan buatan dari mulut ke mulut, sebab racun
orga fhosfat akan meracuni lewat mulut penolong. Pernafasan buatan
hanya di lakukan dengan meniup face masuk atau menggunakan alat
bag – valve – mask.
2. Identifikasi penyebab
Bila mungkin lakukan identifikasi penyebab keracunan, tapi
hendaknya usaha mencari penyebab keracunan tidak sampai
menunda usaha – usaha penyelamatan penderita yang harus segera di
lakukan.
3. Mengurangi absorbs
Upaya mengurangi absorbsi racun dari saluran cerna di
lakukan dengan merangsang muntah, menguras lambung,
mengabsorbsi racun dengan karbon aktif dan membersihkan usus
4. Meningkatkan eliminasi
Meningkatkan eliminasi racun dapat di lakukan dengan
diuresis basa atau asam, dosis multipel karbon aktif, dialisis dan
hemoperfus.

9
2.1.7 Komplikasi
1. Kejang
2. Koma
3. Henti jantung
4. Henti napas (Apneu)
5. Syok

2.1.8 Asuhan Keperawatan Kritis Pada Pasien Keracunan


2.1.8.1 Pengkajian
2.1.8.2 Analisa Data
1. Pengkajian Primer
1. Airway : periksa kelancaran jalan napas, gangguan jalan
napas sering terjadi pada orang yang keracunan baygon.
Usaha untuk kelancaran jalan napas bisa dilakukan dengan
cara head tilt chin lift/ jaw trust/ nasopharyngeal airway/
pemasangan guedal. Bebaskan napas dari muntahan, lender,
gigi palsu, dsb.
2. Breathing : kaji keadekuatan ventilasi dengan observasi
usaha ventilasi melalui analisa gas darah atau prirometri.
Awasi terjadinya depresi pernapasan.
3. Circulation : jika ada gangguan sirkulasi segera tangani
kemungkinan syok yang tepat dengan memasang iv line,
mungkin ini berhubungan dengan kerja kardio depresan dari
obat yang di telan.
4. Disability : pantau status neorologi secara cepat meliputi
tingkat kesadaran dan GCS, ukuran dan reaksi pupil serta
tanda-tanda vital.
2. Pengkajian Sekunder
1. Identitas pasien : nama, usia (bisa terjadi pada semua usia),
jenis kelamin, alamat, agama, pekerjaan (pekerjaan yang
sering berhubungan = sering terjadi pada orang renang,
penyelam), pendidikan.

10
2. Riwayat kesehatan : riwayat keracunan, bahan racun yang
digunakan, berapa lama diketahui setelah keracunan, ada
masalah lain sebagai pencetus keracunan dan sindroma toksis
yang ditimbulkan dan kapan terjadinya.
3. Pemeriksaan fisik :
a. Tanda tanda vital : distress pernapasan, sianosis, takipnea,
dyspnea, hipoksia.
b.Neorologi : IFO menyebabkan tingkat toksisitas lebih
tinggi, efek-efeknya termasuk latergi, peka rangsangan,
pusing, stupor dan koma.
c. Sirkulasi : Nadi lemah (Hipovolemia), takikardia,
hipotensi(pada kasus berat), aritmia jantung, pucat, sianosis,
keringat banyak.
d.GI Tract : iritasi mulut, rasa terbakat pada selaput mukosa
mulut dan esophagus, mual dan muntah.
e. Kardiovaskuler : disritmia.
4. Pada pemeriksaan ADL (Activity Daily Living) data yang
mungkin muncul adalah sebagai berikut :
a. Aktifitas dan istirahat : keletihan, kelemahan, malaise,
hiporefleksi.
b.Makanan cairan : dehidrasi, mual, muntah, anoreksia, nyeri
ulihati, perubahan turgor kulit/kelembapan, keringat
banyak.
c. Eliminasi : perubahan pola berkemih, distensia vesika
urinaria, bising usus menurun, kerusakan ginjal,
perubahan warna urin contoh kuning pekat, merah dan
coklat.
d.Nyaman/nyeri : nyeri tubuh, sakit kepala, perilaku berhati-
hati/distraksi, gelisah.
e. Keamanan : penurunan tingkat kesadaran, koma, syok,
asidemia.

11
5. Sedangkan pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil
sebagai berikut :
a. Eritrosit menurun
b.Proteinuria
c. Hematuria
d.Hipoplasi sumsum tulang

A. Data subjektif :
1. Pasien mengeluh pusing, sakit kepala
2. Pasien mengeluh nafas terasa berat dan bahkan
merasa sesak
3. Pasien mengeluh pandangan terasa kabur
4. Pasien mengeluh dada terasa berdebar-debar
5. Satpam mengatakan bahwa pasien berada dalam
keadaan menyala dan pintu kaca mobil tertutup
B. Data Objektif :
1. Pasien tampak kebingungan, penyimpangan proses
pemikiran, kehilangan daya ingat
2. Pasien tampak ketakutan, tampak cemas
3. Pasien mengalami tremor pada motorik halus seperti
pada wajah, lidah, tangan, dan bahkan kejang
4. Pasien tampak lemah
5. Suhu:38OC ; TD:130/100 mmHg ; RR: 29X/menit;
Nadi:90 X/menit
2.1.8.3 Diagnosa Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif b.d obstruksi trakheobronkeal
b. Defisit volume cairan b.d muntah dan diare

12
2.1.8.4 Intervensi

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


1. Pola nafas tidak Noc Nic -untuk
efektif b.d - - mengetahui
obstruksi Setelah diberikan O: kaji frekuensi, pola nafas,dan
trakheobronkeal asuhan keperawatan kedalaman pernafasan keadaan dada
selama …x 24jam dan ekspansi dada saat bernafas.
diharapkan N : tinggikan kepala -untuk
KH : dan bantu mengubah memberikan
1.suara nafas normal posisi kenyamanan
E : Anjurkan klien dan
mengambil nafas memberikan
dalam posisi yang
C : kolaborasi dengan baik untuk
dokter untuk terapi melancarkan
berikutnya respirasi.
-untuk
membantu
melancarkan
pernafasan
klien.
-untuk
mengetahui
tindakan lebih
lanjut dari
terapi.
2. Defisit volume Noc Nic -untuk
cairan b.d - - mempengaruhi
muntah dan Setelah diberikan O : observasi intake pemasukan dan
diare asuhan keperawatan dan output, karakter pengeluaran
selama …x 24jam serta jumlah feses kebutuhan

13
diharapkan N : observasi kulit cairan klien
KH : kering berlebihan dan -untuk
1.mempertahankan membran mukosa, mengetahui
volume cairan penurunan tugor kulit apakah klien
E : anjurkan klien kekurangan
memperhatikan makan cairan dengan
dan minum mengamati
C : kolaborasi sistem
pemberian cairan integumen
parenteral sesuai -agar klien
indikasi terjaga untuk
makan dan
minumnya
-untuk
membantu
menormalkan
kembali cairan
tubuh klien
Tabel 2.1 Tabel intervensi Keracunan

2.1.8.5 Implementasi
Implementasi dilaksanakan sesuai apa yang direncanakan di
intervensi.
2.1.8.6 Evaluasi
Evaluasi yang dibuat sesuai dengan perkembangan pasien
dengan SOAP

14
2.2 Asuhan Keperawatan Kritis Pada Pasien Gigit Ular ( Snake
Bite )

2.2.1 Pengertian

Gigitan ular adalah suatu keadan yang disebabkan oleh gigitan


ular berbisa. Bisa ular adalah kumpulan dari terutama protein yang
mempunyai efek fisiologik yang luas atau bervariasi. Yang
mempengaruhi sistem multiorgan, terutama neurologik, kardiovaskuler,
dan sistem pernapasan.

Racun ular adalah racun hewani yang terdapat pada ular


berbisa.Racun binatang adalah merupakan campuran dari berbagai
macam zat yang berbeda yang dapat menimbulkan beberapa reaksi
toksik yang berbeda pada manusia.Sebagian kecil racun bersifat spesifik
terhadap suatu organ, beberapa mempunyai efek pada hampir setiap
organ.Kadang-kadang pasien dapat membebaskan beberapa zat
farmakologis yang dapat meningkatkan keparahan racun yang
bersangkutan.Komposisi racun tergantung dari bagaimana binatang
menggunakan toksinnya.Racun mulut bersifat ofensif yang bertujuan
melumpuhkan mangsanya, sering kali mengandung faktor letal. Racun
ekor bersifat defensive dan bertujuan mengusir predator, racun bersifat
kurang toksik dan merusak lebih sedikit jaringan

Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk


melumpuhkan mangsa dan sekaligus juga berperan pada sistem
pertahanan diri.Bisa tersebut merupakan ludah yang termodifikasi, yang
dihasilkan oleh kelenjar khusus.Kelenjar yang mengeluarkan bisa
merupakan suatu modifikasi kelenjar ludah parotid yang terletak di
setiap bagian bawah sisi kepala di belakang mata.Bisa ular tidak hanya
terdiri atas satu substansi tunggal, tetapi merupakan campuran
kompleks, terutama protein, yang memiliki aktivitas enzimatik.

15
Gambar 3.2 gambar akibat dari gigitan ular

2.2.2 Epidemiologi

Pada tahun 1998 angka kematian diperkirakan sekitar 125.000


dari 5 juta kasus per tahun termasuk 100.000 kematian dari 2 juta kasus
di Asia. Di Amerika dilaporkan 4000-7000 kasus gigitan ukar per tahun
dengan rata-rata 4 kasus per 100.000 penduduk. Selama 5 tahun
penelitian retrospektif dari sekitar 25 kasus gigitan, 4 diantaranya
memerlukan tindakan fasciotomi dan 2 memerlukan tandur kulit dengan
rasio laki-laki : perempuan = 9 : 1 Dan 50% sering terjadi pada umur 18-
28 tahun. Di Indonesia sendiri dilaporkan sekitar 20 kasus kematian
dari ribuan kasus gigitan ular per tahun.

2.2.3 Etiologi

Terdapat 3 famili ular yang berbisa, yaitu Elapidae, Hidrophidae,


dan Viperidae.Bisa ular dapat menyebabkan perubahan lokal, seperti
edema dan pendarahan.Banyak bisa yang menimbulkan perubahan lokal,
tetapi tetap dilokasi pada anggota badan yang tergigit.Sedangkan
beberapa bisa Elapidae tidak terdapat lagi dilokasi gigitan dalam waktu
8 jam.

16
Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada beberapa macam :

a. Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah (hematoxic),


Bisa ular yang bersifat racun terhadap darah, yaitu bisa ular
yang menyerang dan merusak (menghancurkan) sel-sel darah
merah dengan jalan menghancurkan stroma lecethine
(dinding sel darah merah), sehingga sel darah menjadi hancur
dan larut (hemolysin) dan keluar menembus pembuluh-
pembuluh darah, mengakibatkan timbulnya perdarahan pada
selaput tipis (lender) pada mulut, hidung, tenggorokan, dan
lain-lain.

b. Bisa ular yang bersifat saraf (Neurotoxic), Yaitu bisa ular


yang merusak dan melumpuhkan jaringan-jaringan sel saraf
sekitar luka gigitan yang menyebabkan jaringan-jaringan sel
saraf tersebut mati dengan tanda-tanda kulit sekitar luka
gigitan tampak kebiru-biruan dan hitam (nekrotis).
Penyebaran dan peracunan selanjutnya mempengaruhi
susunan saraf pusat dengan jalan melumpuhkan susunan
saraf pusat, seperti saraf pernafasan dan jantung. Penyebaran
bisa ular keseluruh tubuh, ialah melalui pembuluh limfe.

c. Bisa ular yang bersifat Myotoksin, Mengakibatkan


rabdomiolisis yang sering berhubungan dengan
maemotoksin. Myoglobulinuria yang menyebabkan
kerusakan ginjal dan hiperkalemia akibat kerusakan sel-sel
otot.

d. Bisa ular yang bersifat kardiotoksin, Merusak serat-serat otot


jantung yang menimbulkan kerusakan otot jantung.

e. Bisa ular yang bersifat cytotoksin, Dengan melepaskan


histamin dan zat vasoaktifamin lainnya berakibat
terganggunya kardiovaskuler.

17
f. Bisa ular yang bersifat cytolitik, Zat ini yang aktif
menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan pada
tempat gigitan.

2.2.4 Klasifikasi

Derajat gigitan ular :


1. Derajat 0
- Bekas gigitan 2 taring -
- Tidak ada gejala sistemik setelah 12 jam
- Pembengkakan dan nyeri minimal
2. Derajat I (Minimal)
- Bekas gigitan 2 taring
- Bengkak dan kemerahan dengan diameter 1 – 5 inchi
- Tidak ada tanda-tanda sistemik sampai 12 jam
- Nyeri sedang sampai berat
3. Derajat II (Moderate)
- Bekas gigitan 2 taring
- Nyeri hebat, Bengkak dan kemerahan dengan diameter 6 – 12 inchi
dalam 12 jam
- Petechie, echimosis, perdarah pada bekas gigitan
- Ada tanda-tanda sistemik (mual, muntah, demam, Pembesaran
kelenjar getah bening)
4. Derajat III (Severe)
- Bekas gigitan 2 taring
- nyeri sangat hebat , Bengkak dan kemerahan lebih dari 12 inchi
- Tanda-tanda derajat I dan II muncul dengan sangat cepat. Ditemukan
tanda-tanda sistemik (gangguan koagulasi, mual, muntah, takikardi,
hipotermia, ekimosis, petekia menyeluruh).
- Syok dan distres nafas
5. Derajat IV (Extremely severe)
- Sangat cepat memburuk

18
- Bengkak dan kemerahan di seluruh ekstremitas yang terkena gigitan,
muncul ekimosis, nekrosis dan bulla
- Meningkatnya tekanan intrakompartemen yang dapat menghambat
aliran darah vena atau arteri
- Kegagalan multiorgan (ginjal, jantung) bisa sampai koma bahkan
meninggal

2.2.5 Patofisiologi

Bisa ular yang masuk ke dalam tubuh, menimbulkan daya


toksin.Toksik tersebut menyebar melalui peredaran darah yang dapat
mengganggu berbagai system.Seperti, sistem neurogist, sistem
kardiovaskuler, sistem pernapasan.

Pada gangguan sistem neurologis, toksik tersebut dapat mengenai


saraf yang berhubungan dengan sistem pernapasan yang dapat
mengakibatkan oedem pada saluran pernapasan, sehingga menimbulkan
kesulitan untuk bernapas.

Pada sistem kardiovaskuler, toksik mengganggu kerja pembuluh darah


yang dapat mengakibatkan hipotensi.Sedangkan pada sistem pernapasan
dapat mengakibatkan syok hipovolemik dan terjadi koagulopati hebat yang
dapat mengakibatkan gagal napas.

19
2.2.5.1 WOC

20
2.2.6 Penatalaksanaan

Secara umum tujuan panatalaksanaan pasien dengan gigitan ular


adalah untuk menetralisisr toksin, mengurangi angka kesakitan, dan
mencegah komplikasi. Alur yang harus dilakukan adalah :

Pertolongan pertama
 Rujukan ke rumah sakit
 Penilain klinis dan resusitasi dengan cepat dan tepat
 Mengenali spesies ular jika memungkinkan
 Melakukan pemeriksaan penunjang
 Pemberian Serum Anti Bisa Ular (SABU)
 Observasi respon terhadap pemberian SABU
 Terapi suportif dan perawatan luka gigitan
 Rehabilitasi serta terapi komplikasi

Biasanya setelah kejadian tergigit ular akan dilakukan beberapa cara


tradisional untuk penanganan pertama, namun sebaiknya cara- cara
tersebut tidak dilakukan :
 Menyedot bisa ular dengan mulut
 Memasang torniquet dengan ketat di sekitar luka gigitan karena bisa
mengakibatkan nyeri, bengkak dan menghambat aliran darah ke
ekstremitas perifer
 Melakukan ompres panas, dingin atau penyayatan luka
 Pemberian ramuan herbal atau kompres es
Yang harus dilakukan sebagai pertolongan pertama pada korban gigitan
ular sebelum ke rumah sakit (pre hospital) :
 Pastikan ABC dan monitor tanda-tanda vital (Nadi, Laju pernafasan,
Tekanan Darah, Suhu) kemudian lakukan resusitasi dengan
kristaloid sekitar 500- 1000 cc.
 Pembatasan pergerakan dan imobilisasi pada daerah sekitar gigitan
 Segera rujuk ke tempat pelayanan kesehatan yang memadai
 Jangan berikan SABU terlebih dahulu

21
Rumah sakit :
Selalu periksa Airway Breathing Circulation Disability of nervous
system Exposure (hindari hipotermia) dan evaluasi tanda-tanda syok
(takipnea, takikardia, hipotensi, perubahan status mental). Pemberian
SABU berdasarkan derajat gigitan ular.

Keadaan yang memerlukan resusitasi segera jika adanya tanda-tanda


syok dari
- Efek bisa ular pada cardiovascular seperti hipovilemia, syok
perdarahan, pelepasan mediator inflamasi dan yang jarang yaitu
anafilaksis primer
- Gagal nafas karena paralisis otot pernafasan
- Cardiac arrest karena hiperkalemia akibat rhabdomyolisis
2.2.7 Pemeriksaan fisik

2.2.7.1 Cek tanda-tanda vital (jalan napas, napas, sirkulasi / ABC)


2.2.7.2 Cek tanda bekas gigitan ular berbentuk 2 titik bekas taring ular
2.2.7.3 Status generalis :
1) lemas, mual, muntah, nyeri perut
2) hipotensi
3) penglihatan terganggu, edema konjungtiva (chemosis)
4) pengeluaran keringat dan hipersalivasi
5) Aritmia, edema paru, shock
6) Tanda perdarahan spontan (petekie, epistaksis, hemoptoe)
7) Parestesia
2.2.7.4 Status lokalis :
1) terdapat sepasang lubangan (pungsi) bekas gigitan sebagai tanda
luka,
2) bengkak sekitar gigitan dan berwarna kemerahan (tanda-tanda
inflamasi) yang muncul dalam 5 menit sampai 12 jam setelah kejadian
3) daerah sekitar gigitan nyeri,muncul bula
4) mati rasa atau kebas (numbness) atau kesemutan rasa berdenyut-
denyut (tingling) di sekitar wajah atau tungkai dan lengan.

22
2.2.8 Pemeriksaan penunjang
2.2.8.1 Laboratorium
Pemeriksaan yang diperlukan adalah pemeriksaan Darah lengkap
meliputi leukosit, trombosit, Hemoglobin, hematokrit dan hitung jenis
leukosit. Faal Hemostasis ( Prothrombin time, Activated Partial
Thromboplastin time, International Normalized Ratio), Cross Match,
Serum elektrolit, Faal ginjal (BUN, Kreatinin), Urinalisis untuk melihat
myoglobinuria, dan Anlisis Gas darah
 Pencitraan
Foto rontgen thorax untuk melihat apakah ada edema paru
 Lain-lain
Mencari tanda-tanda sindrom kompartemen

2.2.9 Komplikasi
Hal utama penyebab kecacatan adalah nekrosis lokal dan
sindrom kompartemen. Nekrosis yang luas mungkin memerlukan
tindakan debridemen atau amputasi karena kerusakan pada jaringan
yang lebih dalam. Di kemudian hari dapat saja timbul osteomyelitis,
dan ulkus kronis. Jika setelah gigitan ular sempat terjadi paralisis
otot pernapasan yang mengakibatkan hipoksia otak dan bisa
mengakibatkan defisit neurologis menetap.

2.2.10 Asuhan Keperawatan Kritis Pada Pasien Snake Bite


2.2.10.1Pengkajian
1. Pengkajian primer
1. Airway : jalan napas bersih, tidak terdengar adanya bunyi
napas ronchi, tidak ada jejas badan bagian dada.
2. Breathing : peningkatan frekuensi napas, napas dangkal,
distress pernapasan, kelemahan otot pernapasan, kesulitan
bernapas (sianosis).

23
3. Circulation : penurunan curah jantung ( gelisah, latergi,
takikardia), sakit kepala, pingsan, keringat banyak, reaksi
emosi yang kuat, pusing, mata berkunang-kunang.
4. Disability : dapat terjadi penurunan kesadaran.

2.2.10.2 Diagnosa
a. Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
reaksi endotoksin
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury (biologi, kimia,
fisik,psikologis)
2.2.10.3Intervensi

NO Diagnosa Keperawatan TUJUAN/NOC NIC

1 Bersihan jalan nafas tidak Respiratory status: Airway Suction


efektif Ventilation
1. pastikan
Definisi : ketidak mampuan respiratory status : Air kebutuhan oral
membersihkan sekresi atau way patency /tracheal
obstruksi dari saluran suctioning
aspiration control
pernafasan untuk
2. auskultasi suara
mempertahankan kebersihan kreteria hasil:
nafas sebelum dan
jalan nafas
1. mendemonstrasikan sesudah suctioning
Batasan Karakteristik : batuk efektif dan suara
3. informasikan pada
nafas yang bersih, tidak
1. dispneu keluarga dan klien
ada sianosis dan
tentang suctioning
2. cyanosis dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum, 4. minta klien untuk
3. kelainan suara nafas
mampu bernafas dengan nafas dalam
(reles, wheezing)
mudah) sebelum dilakukan
4. kesulitan berbicara suction
2. menunjukkan jalan
5. batuk tidak efektif nafas yang paten (klien 5. berikan O2 dengan
tidak merasa tercekik, menggunakan

24
6. mata melebar irama nafas dan nasal untuk
frekwensi nafas dalam memfasilitasi
7. gelisah
rentang normal, tidak suksion
8. produksi sputum ada suara nafas nasotrakeal
abnormal)
9. perubahan frekwensi 6. gunakan alat yang
dan irama nafas 3. mampu mengidentifikasi steril setiap
dan mencegah faktor melakukan
faktor-faktor lain yang
yang dapat menghambat tindakan
berhubungan :
jalan nafas
7. anjurkan pasien
1. lingkungan : merokok,
untuk istirahat dan
menghirup asap rokok,
nafas dalam
perokok pasif, infeksi
setelah kateter di
2. fisiologis : disfungsi keluarkan dari
neuromuscular, nasotrakeal
hiperplasia dinding
8. monitor status
bronkus, alergi jalan
oksigen pasien
nafas, asma
9. ajarkan keluarga
3. obstruksi jalan nafas :
cara menggunakan
spasme jalan nafas,
suction
sekresi tertahan,
banyak mucus, adanya 10. hentikan suction
jalan nafas buatan, dan berikan
sekresi bronkus, adanya oksigen apabila
eksudat di alveolus, menunjukkan
adanya benda asing di bradikardi,
jalan nafas peningkatan
saturasi O2

airway managemen

1. buka jalan nafas,


gunakan teknik

25
chin, lift atau jaw
trust bila perlu

2. posisikan pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi

3. identifikasi pasien
perlunya
pemasangan alat
jalan nafas buatan

4. pasang mayo bila


perlu

5. lakukan fisioterapi
dada

6. keluarkan lendir
dengan batuk atau
suction

7. auskultasi suara
nafas awasi adanya
suara nafas
tambahan

8. lakukan suction
pada mayo

9. berikan
bronkodilator bila
perlu

10. berikan pelembab


udara kassa basah

26
nacl lembab

11. atur intake untuk


optimalkan
keseimbangan

12. monitor respirasi


dan status O2

2 Nyeri 1. pain level Pain managemen

Definisi : sensori yang tidak 2. pain control 1. lakukan


menyenangkan dan pengkajian nyeri
3. comfort level
pengalaman emosional yang secara
muncul secara aktual atau kreteria hasil komperhensif
potensial kerusakan jaringan termasuk lokasi,
1. mampu mengontrol
atau menggambarkan adanya karakteristik,
nyeri (tahu penyebab
kerusakan. durasi, frekwensi,
nyeri, mampu
kualitas dan faktor
Batasan karakteristik : menggunakan teknik
presipitasi
non farmakologi untuk
1. laporan secara verbal
mengurangi nyeri) 2. observasi reaksi
atau non verbal
nonverbal dari
2. melaporkan bahwa nyeri
2. fakta dari observasi ketidaknyamanan
berkurang dengan
3. gerakan melindungi menggunakan 3. gunakan teknik
manajemen nyeri komunikasi
4. tingkah laku berhati-
terapeutik untuk
hati 3. mampu mengenali nyeri
mengetahui
(skala nyeri, intensitas,
5. gangguan tidur pengalaman nyeri
frekwensi dan tanda
pasien
6. gelisah, perubahan nyeri)
tekanan darah, 4. kaji kultur yang
4. menyatakan rasa
mempengaruhi
7. perubahan dalam nafsu nyaman setelah nyeri

27
makan berkurang nyeri pasien

faktor yang berhubungan : 5. tanda vital dalam 5. evaluasi


rentang batas normal pengalaman nyeri
agen injury (biologi, kimia,
masa lampau
fisik,psikologis) (Td: 110/60-
120/80mmhg, RR: 18- 6. kurangi faktor
24x/menit, N: 60- presipitasi nyeri
80x/menit, S: 36-37,5oC
7. pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(non farmakologi,
dan farmakologi)

8. ajarkan tentang
teknik non
farmakologi

9. berikan analgesik
untuk mengurangi
nyeri

10. kolaborasi dengan


dokter jika keluhan
dan tindakan nyeri
tidak berhasil

analgesik administration

1. tentukan lokasi,
karakteristik,
kualitas, dan
derajat nyeri
sebelum
pemberian obat

2. cek instruksi

28
dokter tentang
jenis obat, dosis,
dan frekwensi

3. cek riwayat alergi

4. pilih analgesik
yang di perlukan
untuk kombinasi
dari analgesik
lebih dari satu

5. tentukan
anallgesik
tergantung tipe dan
beratnya nyeri

6. tentukan analgesik
pilihan rute, dosis,

7. pilih rute pemerian


secara IV,IM
untuk pengobatan
secara teratur

8. monitor vital sign


sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik pertama
kali

9. berikan analgesik
tepat waktu
terutama saat nyeri
hebat

29
10. evaluasi efektifitas
analgesik, tanda
dan gejala (efek
samping)

Tabel 2.2 tabel intervensi Snake Bite

2.2.10.4Implementasi
Implementasi dilaksanakan sesuai intervensi yang telah dibuat
2.2.10.5Evaluasi
Evaluasi dibuat sesuai dengan SOAP.

30
BAB III
PEMBAHASAN KASUS

3.1 ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TN.B DENGAN


DIAGNOSA MEDIS INTOKSIKASI/KERACUNAN RINGAN
DIRUANG UNIT GAWAT DARURAT RSUD KABUPATEN
BULELENG PADA TANGGAL 10 MARET 2019

1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN GAWAT


DARURAT/IGD/TRIAGE

Tgl/ Jam : 10 maret 2019 No. RM : 60-4199

Triage : ATS /2 level Diagnosis Medis : Intoksikasi

Transportasi : Ambulan/Mobil Pribadi/ Lain-lain … …

Nama : Tn.B Jenis Kelamin :L

Umur : 21 Tahun Alamat : -

Agama : Hindu Status Perkawinan : Lajang

Pendidikan : Kuliah Sumber Informasi : Keluarga

Pekerjaan : Pelajar Hubungan : Ibu


IDENTITAS

Suku/ Bangsa : Indonesia

Triage : prioritas 2 (indikasi)


KESEH
RIWAY

SAKIT

ATAN
AT

Keluhan Utama : pasien dating ke ugd dengan


&

31
keluhan pusing, mual dan muntah. Muka dan mata pasien
mulai membiru.

Mekanisme Cedera (Trauma) :-

Sign/ Tanda Gejala : Px mengalami penurunan


kesadaran pada saat sampai di ugd dengan keluhan mual
muntah dan mata serta muka pasien yang sudah mulai
membiru.

Allergi : Px tidak memiliki riwayat


alergi

Medication/ Pengobatan :-

Past Medical History : Px tidak memiliki riwayat


kesehatan terdahulu

Last Oral Intake/Makan terakhir : Px mengatakan makanan


yang dikonsumsi adalah ikan laut. Keluarga pasien mengatakan
pasien mengalami keracunan akibat memakan ikan tersebut.

Event leading injury : Px mengatakan tidak pernah


mengalami keracunan sebelumnya.

32
Penggunaan Cervikal Collar :..........

Jalan Nafas :  Paten  Tidak Paten

Obstruksi :  Lidah  Cairan  Benda Asing

 Tidak Ada

 Muntahan  Darah  Oedema

Suara Nafas : Snoring Gurgling Stridor Tidak ada

Keluhan Lain: -

Masalah Keperawatan: -
AIRWAY

Nafas :  Spontan  Tidak Spontan

Gerakan dinding dada:  Simetris  Asimetris


BREATHING

Irama Nafas :  Cepat  Dangkal  Normal

Pola Nafas :  Teratur  Tidak Teratur

33
Jenis :  Dispnoe  Kusmaul  Cyene Stoke

 Lain

Suara Nafas :  Vesikuler  Stidor  Wheezing 


Ronchi

Sesak Nafas :  Ada  TidakAda

Cuping hidung  Ada  Tidak Ada

Retraksi otot bantu nafas :  Ada  Tidak Ada

Pernafasan :  Pernafasan Dada  Pernafasan Perut

RR : 22x/mnt

Keluhan Lain: -

Masalah Keperawatan: Pola Napas Tidak Efektif

Nadi :  Teraba  Tidak teraba  N: 90 x/mnt

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Pucat :  Ya  Tidak
CIRCULATION

Sianosis :  Ya  Tidak

CRT : < 2 detik > 2 detik

Akral :  Hangat  Dingin  S: 360C

34
Pendarahan :  Ya, Lokasi:  Tidak ada

Turgor :  Elastis  Lambat

Diaphoresis: Ya Tidak

Riwayat Kehilangan cairan berlebihan:  Diare  Muntah 


Luka bakar

Keluhan Lain: -

Masalah Keperawatan: Kekurangan Cairan Tubuh

Kesadaran:  Composmentis  Delirium  Somnolen 


Apatis  Koma

GCS :  Eye : 3  Verbal : 4  Motorik : 6

Pupil :  Isokor  Unisokor  Pinpoint 


Medriasis

Refleks Cahaya:  Ada  Tidak Ada

Refleks fisiologis:  Patela (+/-)  Lain-lain … …

Refleks patologis :  Babinzky (+/-) Kernig (+/-)  Lain-


lain ... .. 4 4

Kekuatan Otot :
4 4
Keluhan Lain : Ada hematoma
DISABILITY

Masalah Keperawatan:-

35
Deformitas :  Ya  Tidak  Lokasi ... ...

Contusio :  Ya  Tidak  Lokasi ... ...

Abrasi :  Ya  Tidak  Lokasi ... ...

Penetrasi :  Ya  Tidak  Lokasi ... ...

Laserasi :  Ya  Tidak  Lokasi ... ...

Edema :  Ya  Tidak  Lokasi ... ...

Luka Bakar :  Ya  Tidak  Lokasi ... ...

Grade : ... ... %

Jika ada luka/ vulnus, kaji:

Luas Luka :-
EXPOSURE

Warna dasar luka: -

Kedalaman : -

36
Lain-lain :-

Masalah Keperawatan: -

Monitoring Jantung :  Sinus Bradikardi  Sinus


Takikardi

Saturasi O2 : … …%

Kateter Urine :  Ada  Tidak

Pemasangan NGT :  Ada, Warna Cairan Lambung : hijau


 Tidak

Pemeriksaan Laboratorium : (terlampir)

Lain-lain: -
FIVE INTERVENSI

Masalah Keperawatan: Kekurangan cairan tubuh

Nyeri :  Ada  Tidak

Problem :-

Qualitas/ Quantitas : -

Regio :-
GIVE COMFORT

Skala :-

Timing :-

Lain-lain :-

37
Masalah Keperawatan: -

Pemeriksaan SAMPLE/KOMPAK

(Fokus pemeriksaan pada daerah trauma/sesuai kasus non


trauma)

Kepala dan wajah :

a. Kepala: simestris, tidak ada benjolan, rambut hitam


b. Wajah : wajah terlihat membiru
c. Mata: kedua mata nampak membiru
d. Hidung: Tidak terdapat lesi, tidak terdapat nyeri tekan
e. Mulut : Tidak terdapat lesi, tidak terdapat nyeri tekan
f. Telinga : Tidak terdapat lesi, tidak terdapat nyeri tekan
g. Leher : Tidak terdapat lesi, tidak terdapat nyeri tekan,
vena jugularis teraba
h. Dada : Tidak terdapat lesi, pergerakan dinding dada
simetris, tidak terdapat nyeri tekan, terdengar bunyi
sonor, bunyi jantung normal tidak terdapat bunyi nafas
tambahan
i. Abdomen dan Pinggang : Tidak terdapat lesi,
pergerakan dinding abdomen normal, bising usus
normal 17x/menit, tidak terdengar bunyi pekak pada
abdomen, tidak terdapat nyeri tekan pada daerah
abdomen dan pinggang
j. Pelvis dan Perineum : Tidak terkaji
HEAD TO TOE

k. Ekstremitas : Terdapat lesi pada ekstremitas atas


kanan dan kiri

38
Masalah Keperawatan: -

Jejas :  Ada  Tidak

Deformitas :  Ada  Tidak

Tenderness :  Ada  Tidak

Crepitasi :  Ada  Tidak


INSPEKSI BACK/ POSTERIOR SURFACE

Laserasi :  Ada  Tidak

Lain-lain : ... ...

Masalah Keperawatan:-

Data Tambahan :

Pengkajian Bio, Psiko, Sosio, Ekonomi, Spritual & Secondary


Survey

Pemeriksaan Penunjang :

Tanggal : 10 maret 2019

Hasil pemeriksaan : EKG, Lab, CT Scan, Rontegn dll

39
Terapi Medis :

1. Dexketoprofen 1 amp (2ml)

2. Infus RL

3. KIE

4. Observasi keadaan pasien selama 6 jam

Tabel 2.3 tabel pengkajian kasus keracunan

40
ANALISA DATA

Nama : Tn.B No. RM : 60-4199

Umur : 21 Tahun Diagnosa medis :Intoksikasi

Ruang rawat : UGD Alamat :-

No Data Fokus Analisis MASALAH


Data Subyektif dan Problem dan KEPERAWATA
Obyektif etiologi N
(pathway)
1. Ds : Pasien mengatakan Keracunan/over
pusing mual dan ingin dosis
Kekurangan
muntah.
volume cairan
Do : pasien nampak pucat,
pasien nampak muntah, dan Gastrointestinal
muka pasien mulai membiru. track

Iritasi saluran GI

Diare/muntah

Kekurang
an volume
cairan

Tabel 2.4 tabel analisa data kasus keracunan

41
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PRIORITAS MASALAH
(BERDASARKAN YANG MENGANCAM)

1. Kekurangan volume cairan b.d iritasi saluran GI d.d pasien


mengatakan pusing, mual dan ingin muntah

42
3. INTERVENSI KEPERAWATAN

Nama : Tn.B No. RM : 60-4199

Umur : 21 Tahun Diagnosa medis :Intoksikasi

Ruang rawat : UGD Alamat :-

No Tujuan dan Intervensi Rasional Paraf


Kriteria Hasil
Dx (NIC)
(NOC)

Setelah dilakukan O : observasi TTV - Agar perawat


asuhan pasien selama 30 tahu TTV
1.
keperawatan menit sekali. pasien dalam
selama 1x2 jam keadaan
N : pertahankan cairan
diharapkan mual normal atau
intake dan output
dan muntah pasien tidak
pasien
dapat berkurang - Agar pasien
dengan Kriteria E : beritahu pasien tidak terlalu
Hasil : untuk tetap banyak
- Mual dan mengkonsumsi air. kekurangan
muntah cairan di
C : kolaborasi
pasien dalam tubuh
pemberian cairan
dapat - Untuk
lewat IV
betkurang mempertahan
- Mempertah kan cairan
ankan urine tubuh pasien
output - Agar cairan
pasien pasien tetap
- TTV dalam terpenuhi
batas

43
No Tujuan dan Intervensi Rasional Paraf
Kriteria Hasil
Dx (NIC)
(NOC)

normal

Tabel 2.5 tabel intervensi kasus keracunan

44
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Nama : Tn.B No. RM : 60-4199

Umur : 21 tahun Diagnosa medis :Intoksikasi

Ruang rawat : UGD Alamat :-

No Tgl/
Implementasi Respon Paraf
jam

1. 10 Ds : pasien mengatakan
maret masih merasa mual dan
1. Observasi TTV pasien
2019 mau muntah
selama 30 menit
sekali Do : pasien nampak
2. Pertahankan cairan pucat dan lesu
intake dan output
Ds : pasien mengatakan
pasien.
masih mual

Ds : pasien masih
3. Beritahu pasien untuk nampak lemas
tetap mengkonsumsi
Ds : pasien mengatakan
air.
sudah mengkonsumsi air

Do : pasien nampak
4. Kolaborasi pemberian sedang mengkonsumsi
cairan IV line air

Ds : pasien mengatakan
sudah merasa lebih baik

Do : pasien terlihat lebih

45
No Tgl/
Implementasi Respon Paraf
jam

nyaman

Tabel 2.6 tabel implementasi kasus keracunan

46
EVALUASI KEPERAWATAN

Nama : Tn.B No. RM : 60-4199

Umur : 21 tahun Diagnosa medis :Intokasikasi

Ruang rawat : UGD Alamat :-

No Tgl / Diagnosa
Keperawatan Catatan Perkembangan Paraf
jam

1. 10 Kekurangan volume S : pasien mengatakan sudah


maret cairan b.d iritasi saluran membaik setelah diberi cairan
2019 GI d.d pasien melalui infus (IV line).
mengatakan pusing,
O : pasien nampak lebih
mual dan ingin muntah
nyaman dan lebih tenang

A : masalah teratasi sebagian

P : lanjutkan intervensi

Tabel 2.7 tabel evaluasi kasus keracunan

47
3.2 Hasil Dan Pembahasan
Racun adalah zat yang ketika ditelan,terhisap diabsorpsi,menempel
pada kulit atau dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah relative kecil
menyebabkan cidera tubuh dengan adanya reaksi kimia (smeltzer suzana
dalam nurarif kusuma.2015)
racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan
berbagai cara yang menghambat respon pada system biologis dan dapat
menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit bahkan kematian. Keracunan
sering dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia.Pada kenyataannya
bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang dapat menyebabkan
keracunan di sekeliling kita ada racun alam yang terdapat pada beberapa
tumbuhan dan hewan. Beberapa contoh keracunan antara lain keracunan
zat kimia atau obat, gigitan ular,dan serangga,serta keracunan gas.
Bahan makanan merupakan media yang sesuai untuk pertumbuhan
dan perkembangbiakan mikroorganisme. Proses pembusukan merupakan
proses awal dari akibat aktivitas mikroorganisme yang mempengaruhi
langsung kepada nilai bahan makanan tersebut untuk kepentingan manusia.
Selain itu, keracunan bahan makanan dapat juga disebabkan oleh bahan
makanannya sendiri yang beracun, terkontaminasi oleh
protozoa,parasit,bakteri yang pathogen,dan juga bahan kimia yang bersifat
racun.

Keracunan dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya yaitu


factor bahan kimia, mikroba,toksin,dll. Dari penyebab tersebut dapat
mempengaruhi vaskuler sistemik sehingga terjadi penurunan fungsi organ
dalam tubuh. Biasanya akibat dari keracunan timbul mual,muntah,diare,
perit kembung, gangguan pernafasan,gangguan sirkulasi darah, kerusakan
hati(sebagai akibat keracunan obat dan bahan kimia). Terjadi mual,muntah
dikarenakan iritasi pada lambung sehingga HLC dalam lambung meningkat.
Makanan yang mengandung bahan kimia beracun (IFO) dapat menghambat
(inktivasi) enzim asrtikolinesterase tubuh(KhE). Dalam keadaan normal
enzim KhE bekerja untuk menghidrolisis arakhnoid (AKH) dengan jalan
mengikat Akh-KhE yang bersifat inaktif.Bila konsentrasi racun lebih tinggi

48
denga ikatan IFO-KhE yang bersifat inaktif.Bila konsentrasi racun lebih
tinggi dengan ikatan IFO-KhE lebih banyak terjadi. Akibatnya akan terjadi
penumpukan Akh ditempat tertentu, sehingga timbul gejala rangsangan Akh
yang berlebihan, yang akan menimbulkan efek muscarinik,nikotinik,dan ssp
(menimbulkan stimulasi kemudian depresi SSP).

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x2 jam diharapkan


mual dan muntah pasien dapat berkurang dengan kriteria hasil TTV pasien
dalam keadaan normal, mempertahankan cairan intake dan output. Setelah
dilakukan asuhan keperawatan selama 1x2 jam pasien nampak lebih baik
dari sebelumnya, pasien nampak lebih nyaman.

3.3 SOP PEMASANGAN NGT


Tahap persiapan Tahap Pelaksanaan Tahap Akhir
Persiapan pasien : - Bawa alat-alat ke dekat - Evaluasi
- Memperkenalka pasien prasaan
n diri - Perawat mencuci tangan pasien
- Menjelaskan - Membantu pasien pada - Kontrak
tujuan posisi fowler waktu
- Menjelaskan - Memasang handuk pada untuk
prosedur yang dada pasien kegiatan
akan dilakukan - Untuk menentukan insersi selanjutn
- Pasien NGT, minta pasien untuk ya
disiapkan rileks dan bernafas normal - Documen
dengan posisi dengan menutup satu hidung tasikan
fowler kemudian mengulangi prosedur
Persiapan lingkungan : dengan menutup hidung dan hasil
- Menutup pintu yang lain observasi
atau memasang - Pakai sarung tangan steril
sampiran - Ukur selang yang akan
- Keluarga dilakukan
diminta untuk - Klem pada ujung selang

49
diluar kamar NGT untuk menghindari
Persiapan alat : kemasukan udara
- Set APD - Memberi jelly pada NGT
- NGT sepanjang 10-20 cm
- Jelly - Masukkan selang melalui
- 1 pasang sarung hidung sambil pasien
tangan steril diminta untuk menelan
- Senter pelan-pelan sampai pada
- Pinset anatomi tanda
- Arteri klem - Jika terjadi hambatan,
- Plester tersedak atau sianosis,
- Gunting plester hentikan dorongan. Periksa
- Kasa posisi selang dibelakang
secukupnya tenggorokan dengan
- Stetoskop menggunakan sudip lidah
- Blas spuit dan senter
- Handuk - Jika selesai memasang NGT,
- Bengkok anjurkan pasien bernafas
normal dan rileks
- Tes apakah selang sudah
masuk lambung apa belum
- Fiksasi pada ujung hidung
- NGT yang sudah dipasang
siap digunakan
- Klien dirapikan kembali ke
tempat semula atau sesuai
dengan keinginan klien
- Alat dibereskan dan mencuci
tangan

50
3.4 Analisis Jurnal

JHE 2 (2) (2017)

Jurnal of Health
Education

http://journal.unn
es.ac.id/sju/index.
php/jhealthedu/

PENGETAHUAN DAN SIKAP

KEAMANAN PANGAN
DENGAN PERILAKU
PENJAJA MAKANAN JAJANAN
ANAK SEKOLAH DASAR

Mustika Himata Sari

Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan,


Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Info Artikel Abstrak

Sejarah Dipublikasikan
Artikel:
Latar Belakang: Penanganan dan pengolahan makanan jajanan yang
Diterima
tidak hygienis dan tidak sesuai dengan ketentuan dapat menyebabkan
Disetujui
penyakit akibat makanan (foodborne disease) dan diare karena cemaran air

51
(wat ini terjadi karena adanya kontaminasi silang (cross contamination)
erbo maupun kontaminasi ulang (recontamination) yang terjadi setelah
rne pemasakan.
dise
ase).
Hal
Metode: Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan
cross sectional.

Keywords: Populasi penelitian ini adalah seluruh penjaja makanan jajanan anak
sekolah berjumlah 142 orang. Sampel berjumlah 58 penjaja makanan
Food
jajanan. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat
Safety,Food
menggunakan uji chi-square.
Vendor,
Schoolchildren,
Snacks

Hasil: Hasil uji chi-square menunjukkan ada hubungan antara


perilaku penjaja makanan JAS dengan pengetahuan keamanan pangan
(p value (0,025) < α (0,05)), dan dengan sikap keamanan pangan (p
value (0,036) < α (0,05)).

Simpulan: Perilaku penjaja makanan jajanan anak sekolah


dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap keamanan pangan yang
dimiliki penjaja makanan jajanan.

Abstract

Background: The handling and processing of snacks which is not


hygienic and not according to the provision can cause foodborne disease
and diarrhea due to waterborne disease. This occurs because of cross
contamination and recontamination that occurs after cooking. The
main factor of this contamination is mainly happened because of the

52
food vendor that do not maintain personal hygiene and hygiene in the
handling and processing of food snacks.

Methods: This was an analytic observational research with cross


sectional research design. The population of the research were 142 food
vendors selling their food on the schools in Watukumpul Subdistrict.
The sample of the research were 58 food vendors.The data analysis was
done in univariate and bivariate using chi square test. Results: The result
of the chi-square test showed that there was a correlation between the
behavior of the food vendors of schoolchildren snacks and the food safety
knowledge(p value (0,025) < α (0,05)), and there was also a correlation
between the behavior of the food vendors of schoolchildren snacks and the
attitude of food safety (p value (0,036) < α (0,05)).

Conclusion: The behavior of the food vendors of schoolchildren snacks is


influenced by knowledge and attitude of food safety the food vendors
have

© 2017 Universitas Negeri Semarang

Alamat korespondensi: ISSN 2527-4252

Gedung F5 Lantai 2 FIK Unnes

Kampus Sekaran, Gunungpati,


Semarang, 50229 E-mail:
mustikahimatasari41@gmail.com

53
PENDAHULUAN Sedangkan, untuk kasus diare yang ditangani
Budaya jajan menjadi bagian dari berjumlah 480.124 kasus. Cakupan penemuan
keseharian hampir semua kelompok usia, dan penanganan diare sebesar 67,7%, dan
dan kelas sosial, termasuk anak sekolah. Di penderita diare terbanyak di alami oleh
samping praktis dan mudah diperoleh, golongan umur kurang dari 15 tahun (Dinkes
pangan jenis ini umumnya terjangkau Jawa Tengah, 2016).
harganya, bervariasi, cukup lezat, Di Kabupaten Pemalang, pada tahun
disajikan dengan cepat sesuai kebutuhan, 2014 kasus diare yang ditangani
dan mampu menyediakan kalori dan zat berjumlah
gizi yang diperlukan tubuh. Data World 27.417 kasus terjadi kenaikan 46,7% dari
Health Organization (WHO) menyebutkan tahun 2013. Kecamatan Watukumpul berada di
bahwa penyakit akibat makanan (foodborne urutan kedua dengan jumlah 2.408 kasus
disease) dan diare karena cemaran air (37,4%). Untuk kejadian KLB keracunan
(waterborne disease) membunuh sekitar 2 makanan terjadi di Kecamatan Watukumpul
juta orang per tahun, termasuk diantaranya dengan jumlah 80 penderita yang dilaporkan,
anak-anak. Makanan tidak aman ditandai 1,25% terjadi pada anak-anak. Sedangkan
dengan adanya kontaminasi bakteri pada tahun 2015, kasus diare yang ditangani
berbahaya, virus, parasit, atau senyawa 26.851 kasus. Kecamatan Watukumpul berada
kimia menyebabkan lebih dari 200 di urutan keempat dengan jumlah kasus 1.177
penyakit, mulai dari keracunan makanan, kasus (17,3%). Terdapat 85 kasus keracunan
diare sampai dengan kanker. Sementara makanan
itu akses terhadap makanan yang bergizi
dan aman secara cukup merupakan kunci
penting untuk mendukung kehidupan dan
menyokong kesehatan yang baik,
sehingga keamanan pangan, gizi, dan
ketahanan pangan mempunyai hubungan
yang tak terpisahkan.
Di Jawa Tengah pada tahun 2015
terjadi
KLB keracunan makanan dengan
289 penderita merupakan
kelompok usia anak sekolah.

54
sangatlah penting. Penanganan pangan
di Kecamatan Watukumpul,
oleh penjaja makanan banyak yang belum
diantaranya terjadi pada anak-
hygienis, dapat menyebabkan makanan
anak di sekitar sekolah
jajanan terkontaminasi oleh mikroba.
(2,94%) (Dinkes Jawa
Selain itu, tingkat pengetahuan penjaja
Tengah, 2016).
makanan jajanan yang masih minim dapat
Penyakit yang biasanya
menyebabkan jajanan tidak bebas dari
berkaitan dengan makanan
bahan-bahan kimia berbahaya. Umumnya
dapat disebabkan oleh karena
makanan dijajakan di tempat umum
tidak baiknya pengelolaan
dengan teknik penyajian dan peralatan
makanan yang dipengaruhi
yang sederhana, penjaja makanan jajanan
oleh faktor lingkungan (fisik,
masih menggunakan bahan kimia
biologi, dan kimia) dan faktor
berbahaya, dan pangan jajanan dijual di
perilaku, yaitu kebersihan
tempat-tempat yang kurang bersih
orang yang mengolah
(Manalu, 2016). Minimnya pengetahuan
makanan (Riyanto, 2012).
para penjaja makanan mengenai cara
Sebagian besar penyebab
mengelola makanan dan minuman yang
terjadinya diare dan
sehat dan aman, menambah besar resiko
keracunan makanan adalah
kontaminasi makanan dan minuman yang
kontaminasi makanan jajanan
dijajakannya. Makanan, yang
yang dikonsumsi anak-anak.
mengandung E. coli dapat menimbulkan
Banyak makanan jajanan
penyakit yang pada gilirannya dapat
yang kurang memenuhi
mengganggu proses belajar mengajar
syarat kesehatan sehingga
(Ningsih, 2014).
justru mengancam kesehatan
Menurut Riolita (2015), bahwa
anak. Sebagian besar
perilaku penjaja makanan dalam
makanan jajanan anak sekolah
menerapkan hygiene sanitasi terdiri dari
merupakan makanan yang
penjaja makanan, peralatan, bahan (air dan
diolah secara tradisional yang
bahan makanan), dan sara lingkungan
dijajakan oleh penjaja
tidak memperhatikan hygiene sanitasi dan
makanan. Sehingga, perilaku
tidak memperhatikan kajian teori.
penjaja makanan dalam
Sehingga, makanan yang dijual tidak
mengolah dan menjajakan
sesuai
jajanannya pada konsumen

55
dengan persyaratan hygiene sanitasi yang pentingnya perilaku keamanan pangan
ada karena dua makanan jajanan penjaja makanan jajanan yang baik sangat
mengandung bakteri Escherchia coli yaitu penting dalam menentukan pangan jajanan
mie gulung dan bakso yang menyebabkan yang aman dan sehat bagi anak sekolah.
diare. Tujuan penelitian ini adalah untuk
Hasil penelitian oleh Agustina mengetahui hubungan pengetahuan dan
(2009), mengenai perilaku penjaja sikap tentang keamanan pangan dengan
makanan jajanan yang berhubungan perilaku penjaja makanan jajanan anak
dengan hygiene dan sanitasi makanan, Sekolah Dasar di Watukumpul Kabupaten
menunjukkan terdapat 47,8% penjaja Pemalang.
makanan memiliki hygiene perorangan
yang kurang baik, 65,2% memiliki METODE
sanitasi yang kurang baik dari segi Penelitian ini menggunakan
peralatan, 30,4% menyajikan makanan penelitian observasional analitik dengan
jajanan dalam keadaan sanitasi yang tidak menggunakan pendekatan cross sectional.
baik, dan 86,9% penjaja makanan tidak Teknik pengambilan sampel penelitian ini
mencuci tangan saat hendak menjamah dilakukan dengan teknik accidental
makanan. Hasil penelitian dari Yasmin sampling. Populasi yang menjadi sasaran
(2010), menunjukkan 48,1% penjaja penelitian ini adalah semua penjaja
makanan memiliki pengetahuan dengan makanan jajanan yang berjualan di area
kategori sedang, dan 74,1% penjaja sekolah dasar (SD) di wilayah Kecamatan
makanan jajanan memiliki sikap Watukumpul yang berjumlah 55 sekolah,
keamanan pangan berketegori kurang. yang meliputi 47 SD Negeri dan 8
Kurangnya pengetahuan Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang berjumlah
penjaja 142 orang. Jumlah sampel yang
makanan tentang persyaratan
keamanan pangan dan
dampaknya bagi kesehatan
serta masih rendahnya
perilaku penjaja makanan
tentang keamanan pangan
sehingga dapat mengancam
kesehatan anak. Mengingat

56
sedangkan pada kelompok jenis kelamin
diambil yaitu 58 penjaja
laki-laki dengan jumlah responden 17
makanan yang terdiri dari
orang (29,3%).
penjaja makanan yang
Menurut tabel 1. karakteristik
berjualan di luar sekolah dan
tingkat pendidikan responden terbanyak
di area sekolah. Data didapat
adalah berpendidikan Sekolah Dasar (SD)
melalui kuesioner, dan
sebanyak 33 orang (56,9 %), yang
pengamatan langsung di
berpendidikan Sekolah Menengah
lapangan dengan
Pertama (SMP) sebanyak 21 orang
menggunakan lembar
(36,2%), berpendidikan Sekolah Menengah
observasi. Analisis data
Atas (SMA) sebanyak 3 orang (5,2%), dan
menggunakan uji statistic
Perguruan Tinggi sebanyak 1 orang (1,7
Chi-Square. Jika syarat dari
%). Jenis responden terbanyak adalah
uji Chi Square tidak
penjaja makanan stationer yang menetap
terpenuhi, maka
sebanyak 43 responden (74,1%), dan
menggunakan uji
paling sedikit penjaja makanan yang
alternatifnya yaitu uji Fisher
berjualan di kantin sekolah sebanyak 2
atau uji Kolmogorov-smirnov.
responden (3,4%). Sedangkan, untuk
penjaja makanan ambulatory atau penjaja
HASIL DAN PEMBAHASAN
keliling hanya 13 responden (22,4%) yang
sebagian besar laki- laki.
Responden penelitian
Menurut tabel 1. karakteristik lokasi
ini terbanyak terdapat pada
tempat berjualan responden diketahui
kelompok umur 25-34 tahun
bahwa lokasi tempat berjualan responden
dengan jumlah 20 orang
yang berjualan di luar sekolah sebanyak
(34,5%). Responden dengan
44 orang (75,9%), sedangkan responden
umur termuda yaitu 25 tahun
yang berjualan di dalam atau di area
dan usia tertua yaitu 70 tahun.
sekolah sebanyak 14 orang (24,1%).
Karakteristik responden
Lamanya responden dalam berjualan
menurut jenis kelamin
terbanyak adalah kurang dari 10 tahun
terbanyak terdapat pada
dengan responden sebanyak 34 orang
kelompok jenis kelamin
(58,6%).
perempuan dengan jumlah
responden 41 orang (70,7%),

57
Responden yang memiliki pengalaman
1.000.000,00 per bulan sebanyak 14 orang
berjualan terlama dengan waktu 34 tahun
(24,1%).
sebanyak 1 orang, dan pengalaman
Berdasarkan keikutsertaan
berjualan terpendek dengan waktu 1 tahun
responden bahwa responden yang pernah
sebanyak 8 orang. Tingkat pendapatan
mengikuti penyuluhan atau pelatihan
responden menunjukkan bahwa responden
tentang keamanan pangan berjumlah 21
yang berpendapatan kurang dari Rp
orang (36,2%), sedangkan
500.000,00 per bulan sebanyak 25 orang
37 responden belum pernah mengikuti
(43,1%), 19 orang dengan tingkat
penyuluhan ataupun pelatihan tentang
pendapatan sebanyak lebih dari Rp
keamanan pangan. Pelatihan dan
1.000.000,00 per bulan (19%), dan dengan
penyuluhan diselenggarakan oleh
tingkat pendapatan Rp 500.000,00 - Rp
PUSKESMAS sebanyak 8 orang, dari
PKK sebanyak 6 orang,

Tabel 1 Identitas Informan Utama

Variab Frekuensi Prosentase


el (N) (%)
Umur

 ≤ 24 tahun -
 25-34 tahun
 35-44 tahun 20 34,5
 45-54 tahun
 ≥ 55 tahun 18 31,0

11 19,0

9 15,5
Jenis Kelamin
 Laki-laki 17 29,3
 Perempuan 41 70,7
Tingkat Pendidikan
 SD / Sederajat 33 56,9

58
 SMP / Sederajat 21 36,2
 SMA / Sederajat 3 5,2
 Perguruan Tinggi 1 1,7
Jenis Usaha
 Penjaja stationer (Kantin) 2 3,4
 Penjaja stationer (Warung) 43 74,1
 Penjaja ambulatory 13 22,4
Lokasi berjualan
 Luar sekolah 44 75,9
 Dalam sekolah 14 24,1
Lama Berjualan
 < 10 tahun 34 58,6
 10 – 19 tahun 17 29,3
 20 – 30 tahun 6 10,3
 >30 tahun 1 1,7
Pendapatan
 > Rp. 500.000; per bulan 25 43,1
 Rp. 500.000; - Rp. 1.000.000; per bulan 14 24,1
 >Rp. 1.000.000; per bulan 19 32,8
Keikutsertaan dalam Penyuluhan atau Pelatihan
 Pernah mengikuti 21 36,20
 Belum pernah mengikuti 37 63,80

59
dan pihak sekolah sebanyak 6 orang. kategori kurang sebanyak 53,4%, penggunaan
Dari hasil penelitian Aminah (2006), BTP kategori cukup sebanyak 79,3%, dan
menjelaskan bahwa pengetahuan penyelenggaraan makanan dan minuman
keamanan pangan yang diketahui para dengan kategori baik sebanyak 69,0%. Dari
pedagang yang berjualan di lingkungan hasil tersebut menggambarkan bahwa penjaja
sekolah di Kelurahan Wonodri Kecamatan makanan jajanan di Kecamatan Watukumpul
Semarang Selatan memiliki tingkat memiliki pengetahuan keamanan pangan yang
pengetahuan sedang sebesar 52,94%. kurang,
Umumnya diperoleh dari informasi lisan
dari mulut ke mulut, penyukuluhan di
PKK (bagi yang perempuan). Namun,
untuk mengaplikasikan pengetahuan yang
telah diperoleh secara lisan tersebut jug
sulit, mengingat beberapa hal, diantaranya
lebih menarik dengan cita rasa yang tinggi
dengan biaya produksi yang rendah.
Berdasarkan tabel 1 dapat
dilihat sebanyak 5,2% responden
memiliki pengetahuan tentang
keamanan pangan dengan kategori
kurang. Responden yang
memiliki pengetahuan tentang
keamanan pangan dengan kategori
baik sebanyak 5,2%, dan
kategori cukup sebanyak 37,9%.
Lima indikator mengenai
pengetahuan keamanan pangan
pada penjaja makanan jajanan
memiliki pengetahuan tentang
PJAS dengan kategori baik
sebanyak 89,7%. Pengetahuan
tentang pencemaran makanan
kategori kurang sebanyak 89,7%,
penyakit akibat makanan
60
pemeliharaan kebersihan lingkungan
terutama dalam pencemaran pada
(sarana dan fasilitas) yang cukup sebanyak
makanan dan penyakit yang
46,6%, dan untuk pengendalian hama,
ditimbulkan dari makanan.
sanitasi tempat, dan peralatan yang baik
Selain itu tabel 2.
yaitu sebanyak sebanyak 51,7%.
menunjukkan bahwa sikap
Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat
penjaja makanan tentang
bahwa penjaja makanan jajanan di
keamanan pangan dengan
Kecamatan Watukumpul memiliki sikap
kategori baik sebanyak
keamanan pangan yang cukup baik, tetapi
25,9%, kategori cukup
dalam penanganan dan penyimpanan
sebanyak 37,9%, dan kategori
makanan dan minuman masih kurang.
kurang sebanyak 36,2%. Dari
Sikap merupakan respon seseorang
lima indikator mengenai
terhadap suatu objek yang belum
sikap penjaja makanan
ditunjukkan dalam perilaku. Sikap disini
terhadap keamanan pangan
berupa respon emosional seseorang
dalam penggunaan BTP
terhadap stimulus atau objek luarnya.
dengan kategori cukup
Respon emosional ini bersifat penilaian
sebanyak 37,9%, penanganan
atau evaluasi priadi terhadap stimuli dan
dan penyimpanan makanan
dapat dilanjutkan dengan melakukan atau
dan minuman yang kurang
tidak melakukan terhadap objek (Rahayu,
sebanyak 48,3%, hygiene dan
2014). Menurut Rahayu (2011), bahan baku
sanitasi makanan dan
dan makanan matang dengan baik dan
minuman dengan kategori
disimpan di,
cukup sebanyak 46,6%,

61
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan dan Sikap Keamanan Pangan

Variabel bebas Frekuensi Prosentase


(N) (%)
 Pengetahuan

 Baik 3 5,2
 Cukup 22 37,9
 Kurang 33 56,9
 Sikap

 Baik 15 25,9
 Cukup 22 37,9
 Kurang 21 36,2

62
tempat yang bersih. Namun, dilihat dari dimiliki penjaja makanan jajanan tentang
lokasi tempat para penjaja makanan pemeliharaan kebersihan lingkungan sarana
berjualan dan sarana-sarana yanga ada, hampir dan fasilitas, pengendalian hama, sanitasi
semua penjaja makanan menyimpan tempat, dan
makanan yang sudah matang, setengah
matang, atau bahkan bahan baku pada tempat
yang berdekatan tanpa tutup. Hal ini
menunjukkan, antara sikap penjaja makanan
sangat bertolak belakang dengan praktik
dalam penanganan dan penyimpanan
makanan atau minuman.
Tabel 3. menunjukan bahwa dari 25
penjaja makanan jajanan anak sekolah
dasar yang memiliki pengetahuan
kemanan pangan baik dan cukup sebanyak
15 (10,3%). Penjaja makanan jajanan
yang memiliki perilaku baik dalam
keamanan pangan dan 10 (14,7%),
penjaja makanan jajanan yang memiliki
perilaku buruk. Sedangkan, dari 33
penjaja makanan jajanan yang memiliki
pengetahuan keamanan pangan dengan
kategori kurang terdapat 9 (13,7%) orang
yang memiliki perilaku baik dan 24
(19,3%) orang memiliki perilaku buruk
dalam keamanan pangan. Tabel 3
menunjukan hasil bahwa ada hubungan
antara pengetahuan tentang keamanan
pangan dengan perilaku penjaja makanan
jajanan anak sekolah dasar di Watukumpul
Kabupaten Pemalang (p
=0,025 < α 0,05).
Perilaku buruk yang

63
penyimpanan makanan dan minuman
peralatan disebabkan oleh
jajanan yang buruk tidak disebabkan oleh
pengetahuan penyakit akibat
pengetahuan penjaja makanan jajanan. Hal
pencemaran makanan penjaja
ini sesuai dengan penelitian dari
yang kurang. Pengetahuan
Fatmawati (2013), yang menunjukkan
keamanan pangan dapat
pengetahuan tentang hygiene mengolah
diperoleh melalui kursus,
makanan pada pengolah makanan di PLPP
misalnya dengan edukasi
Jawa Tengah yang baik belum tentu
tentang (CPPB) terhadap
diikuti perilaku hygiene yang baik karena
penjaja makanan jajanan di
ternyata pengetahuan pengolahan
SD daerah Kulon Progo tidak
makanan tidak berpengaruh secara
hanya dapat meningkatkan
langsung terhadap perilaku hygiene
pengetahuan, tetapi juga
pengolahan makanan. Penyebabnya
dapat meningkatkan sikap,
disamping pengetahuan
dan perilaku penjaja makanan
kemungkinan masih ada faktor lain yang
dalam menjaga hygiene
berpengaruh lebih kuat seperti kebiasaan
makanan. Sehingga dapat
dari penjaja makanan yang belum
menurunkan pencemaran
memperhatikan hygiene dalam mengolah
mikroba sekitar 15%.
makanan, lingkungan yang tidak
Namun, perilaku
mendukung, pengalaman penjaja makanan
penjaja makanan jajanan
yang masih sedikit dalam mengolah
tentang penanganan dan
makanan.

Tabel 3. Hubungan antara Pengetahuan Keamanan Pangan dengan Perilaku Penjaja


Makanan Jajanan Anak Sekolah
Variabel Perilaku Penjaja Makanan Tota p value
JAS l
Bai Buruk
k
N % N % ∑ %
Pengetahuan Keamanan Pangan
Cukup + Baik 15 10.3 10 14.7 25 25 0,025
Kurang 9 13. 24 19.3 33 33.0

64
7
Jumlah 24 24.0 34 34.0 58 100,0
Sikap Keamanan
Pangan
Baik 10 6,2 5 8,8 15 15,0 0,036
Cukup 9 9,1 13 12,9 22 22,0
Kurang 5 8,7 16 12,3 21 21,0
Jumlah 24 100,0 34 100,0 58 100,0

65
Dari tabel 3. diketahui dari 15 dibuktikan dengan hampir semua responden
penjaja makanan jajanan anak sekolah menjawab kuisioener di jawab dengan baik,
dasar yang memiliki sikap kemanan responden juga banyak menanggapi secara
pangan baik terdapat positif dari pertanyaan pertanyaan seperti tidak
10 (6,2%) penjaja makanan jajanan yang mengobrol saat bekerja, mencuci tangan
memiliki perilaku baik dalam keamanan sebelum dan sesudah mengolah makanan.
pangan dan 5 (8,8%) penjaja makanan Dalam penelitian ini, sikap keamanan
jajanan yang memiliki perilaku buruk. pangan mempengaruhi perilaku penjaja
Pada sikap keamanan pangan dengan makanan jajanan. Dapat dilihat dari perilaku
kategori cukup dari 22 penjaja makanan penjaja makanan jajanan yang buruk ketika
jajanan terdapat 9 (9,1%) penjaja makanan penanganan dan penyimpanan makanan serta
jajanan yang memiliki perilaku baik dan minuman diakibatkan oleh sikap tentang
13 (12,9%) orang memiliki perilaku buruk penanganan dan penyimpanan makanan dan
dalam keamanaan pangan. Sedangkan, minuman yang kurang. Sedangkan untuk sikap
dari 21 penjaja makanan jajanan yang pemeliharaan kebersihan lingkungan berupa
memiliki sikap keamanan pangan dengan sarana dan fasilitas dalam kategori kurang yang
kategori kurang terdapat 5 (8,7%) orang menyebabkan perilaku buruk pada penjaja
yang memiliki perilaku baik dan 16 makanan jajanan. Sesuai dengan hasil penelitian
(12,3%) orang memiliki perilaku buruk dari Yasmin (2010), menunjukkan hasil 74,1%
dalam keamanan pangan. Pada tabel 3 penjaja makanan jajanan memiliki sikap
juga diketahui bahwa ada hubungan antara keamanan pangan berketegori kurang. Menurut
sikap tentang keamanan pangan dengan
perilaku penjaja makanan jajanan anak
sekolah dasar di Watukumpul Kabupaten
Pemalang. (p
= 0,036 < α 0,05).
Sesuai dengan penelitian
Karo (2016), yang menjelaskan
bahwa sebanyak 71,42%
penjamah makanan di rumah
makan Taman Sari Colomadu
Karanganyar memiliki sikap yang
baik tentang keamanan pangan

66
dimiliki penjaja makanan jajanan. Tetapi
Arisman (2000), dalam
sikap tidaklah merupakan determinan
penanganan dan pengolahan
satu-satunya bagi perilaku. Karena
makanan hanya 6,6% penjaja
perilaku tidak hanya dapat dilihat secara
makanan yang mengenakan
langsung saja akan tetapi meliputi bentuk–
celemek, dan ditemukan
bentuk perilaku yang berupa pernyataan atau
11,1% penjaja makanan yang
perkataan yang diucapkan oleh seseorang.
mempunyai perilaku suka
menggaruk kepala dan hidung
PENUTUP
pada saat sedang bekerja.
Penelitian yang dilakukan
Berdasarkan hasil penelitian yang
oleh Agustina (2009), di
telah dilakukan tentang hubungan
lingkungan sekolah dasar di
pengetahuan dan sikap keamanan pangan
Kelurahan Demang Lebar
dengan perilaku penjaja makanan jajanan
Daun Palembang,
anak sekolah dasar di Watukumpul
menjelaskan bahwa 47,8%
Kabupaten Pemalang disimpulkan bahwa
pedagang makanan jajanan
pengetahuan dan sikap keamanan pangan
memiliki hygiene perorangan
berhubungan dengan perilaku penjaja
yang tidak baik, 65,2%
makanan jajanan anak dalam keamanan
pedagang memiliki sanitasi
pangan.
yang tidak baik dari segi
peralatannya, 30,4%
pedagang menyajikan UCAPAN TERIMA KASIH

makanan jajanan dalam


keadaan sanitasi yang tidak Ucapan terima kasih kami

baik, dan 47,8% pedagang sampaikan kepada Camat Watukumpul

yang memiliki sarana penjaja atas izin penelitian yang diberikan, serta

yang sanitasinya tidak baik. seluruh responden penjaja makanan

Namun, perilaku buruk jajanan.

penjaja makanan jajanan


dalam pengendalian hama, DAFTAR PUSTAKA

sanitasi tempat, dan peralatan Agustina, F., Pambayun, R., Febry, F.

tidak dipengaruhi oleh sikap (2009). Higiene dan

keamanan pangan yang

67
Sanitasi
pada Pedagang

68
Makanan Jajanan Olahraga Pelajar Jawa Tengah.
Tradision Jurnal Gizi, 2 (2): 30-38.
al di Lingkungan Sekolah Dasar di
Karo, A. 2016. Gambaran Sikap
Kelurahan Demang Lebar Daun
Penjamah Makanan Tentang
Palembang. Jurnal Publikasi
Keamanan Pangan di Rumah
Ilmiah Fakultas Kesehatan
Makan Taman Sari Colomandu
Masyarakat Universitas Sriwijaya,
Karanganyar. Universitas
1 (1): 53-63.
Muhammadiyah Surakarta: Solo.
Aminah, S., Nur H. (2006). Pengetahuan
Manalu, H. S. P., Su’udi, A. (2016).
Keamanan Pangan Penjual
Kajian Imple-
Makanan Jajanan di Lingkungan
Sekolah Kelurahan Wonodri mentasi Pembinaan Pangan
Kecamatan Semarang Selatan Jajanan Anak Sekolah (PJAS)
Kota Semarang. Jurnal Litbang untuk Meningkatkan
UMS, 4 (3): 18-25 Keamanan Pangan: Peran
Dinas Pendidikan dan Dinas
Arisman. (2000). Identifikasi Perilaku
Kesehatan Kota. Media
Penjamah Makanan yang Berisiko
Litbangkes, 26 (4): 249 – 256.
Sebagai Sumber Keracunan
Makanan. Laporan Hasil Ningsih, R. (2014).
Penelitian Lembaga Penelitian Penyuluhan Hygiene
Universitas Sriwijaya: Palembang. Sanitasi Makanan dan
Minuman, Serta
Dinkes Jawa Tengah. (2016). Profil
Kualitas Makanan
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
yang Dijajakan
2015. Dinas Kesehatan Prov. Jawa
Pedagang di
Tengah: Semarang.
Lingkungan SDN
Fatmawati, S., Rosidi, A., Handarsari, E. Kota Samarinda.
(2013). Perilaku Hygiene Jurnal Kesehatan
Pengolah Makanan Berdasarkan Masyarakat, 10 (1)
Penegtahuan tentang Hygiene hal 64-72.
Mengolah Makanan dalam
Rahayu, C., Widiati, S.,
Penyelenggaraan Makanan di
Widyanti, N. (2014).
Pusat Pendidikan dan Latihan

69
Hubungan antara Agus Riyanto, Asep Dian
Pengetahuan, Sikap, Abdillah. (2012).
dan Perilaku terhadap Faktor yang
Pemeliharaan Memengaruhi
Kebersihan Gigi dan Kandungan E. coli
Mulut dengan Status Makanan Jajanan SD
Kesehatan di Wilayah Cimahi
Periodontal Pra Selatan. MKB, 44 (2):
Lansia di Posbindu 77-82.
Kecamatan Indihiang
Yasmin, G., Madanijah, S.
Kota Tasikmalaya.
(2010). Perilaku
Majalah Kedokteran
Penjaja Pangan
Gigi. 21(1): 27-32
Jajanan Anak Sekolah
Riolita, RR. (2015). Studi Terkait Gizi dan
Perilaku Hygiene Keamanan Pangan di
Penjamah Makanan Jakarta dan
Jajanan Sekolah Sukabumi. Jurnal
Dasar (SD) Kompleks Gizi dan Pangan. 5
di Sidoarjo. Jurnal (3): 148-
Boga. 4 (1): 76-79.
157.

70
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Racun atau zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai
cara yang menghambat respons pada system biologis dan dapat menyebabkan
gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Keracunan sering dibhubungkan
dengan pangan atau bahan kimia. Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau
bahan kimia saja yang dapat menyebabkan keracunan. Disekeliling kita ada racun
alam yang terdapat pada tumbuhan dan hewan. Salah satunya gigitan ular berbisa
maupun akibat gas beracun. Sebagian besar pajanaan terhadap gas beracun yang
terjadi di rumah.Keracunan dapat terjadi akibat pencampuran produk pembersih
rumah tangga yang tidak senantiasa atau rusaknya alat rumah tangga yang
melepaskan karbon monoksida. Pembakaran kayu , bensin,oli,batu bara, atau minyak
tanah juga melepaskan karbon monoksida. Gas ini tidak bersenyawa, tidak
berbau,,tidak berasa,,dan tidak menimbulkan iritasi yang membuatnya amat
berbahaya
Gigitan ular merupakan suatu keadaan gawat darurat yang apabila tidak segera
ditangani dapat menyebabkan kematian. Resiko infeksi gigitan lebih besar dari luka
biasa karena toksik / racun mengakibatkan infeksi yang lebih parah.Tidak semua ular
berbisa tetapi karena hidup pasien tergantung ketepatan diagnosa maka pada keadaan
yang meragukan ambil sikap menganggap semua gigitan ular berbisa. Pada kasus
gigitan ular 11 % kemungkinan meninggal karena racun ular bersifat Hematotoksik,
Neurotoksik, dan Hitaminik (Arif Mansyoer, 2009).
4.2 Saran
Makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, baik dari segi penyajian bahan,
maupun dalam segi penulisan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran pembaca agar pembuatan makalah ini bisa berguna bagi pembaca.

71

Anda mungkin juga menyukai