PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimanakah asuhan keperawatan kritis pada pasien keracunan ?
1.2.2 Bagaimanakah asuhan keperawatan kritis pada pasien gigit ular
(snake bite) ?
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1.1 Pengertian
3
2.1.2 Etiologi
2.1.2.1 Makanan
Bahan makanan merupakan media yang sesuai untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme. Proses
pembusukan merupakan proses awal dari akibat aktivitas
mikroorganisme yang mempengaruhi langsung kepada nilai bahan
makanan tersebut untuk kepentingan manusia. Selain itu, keracunan
bahan makanan dapat juga disebabkan oleh bahan makanannya
sendiri yang beracun, terkontaminasi oleh protozoa,parasit,bakteri
yang pathogen,dan juga bahan kimia yang bersifat racun.
a. Keracunan botolinum Clostridium botolinum adalah kiman yang
hidup serta anaerobic, yaitu di tempat tempat yang tidak ada
udaranya.Kuman ini mampu melindungi dirinya dari suhu yang agak
tinggi dengan jalan membentuk spora.Gejala keracunan ini muncul
secara mendadak 18-36 jam sesudah memakanan makanan yang
tercemar.Gejalanya berupa badan lemah, kemudian disusul dengan
pengelihatan kabur dan ganda.
b. Keracunan jamur
Gejala muncul dalam jarak beberapa menit sampai 2 jam sesudah
makan jamur yang beracun(amanita spp). Gejala tersebut berupa
sakit perut yang hebat,muntah,mencret,haus,berkeringat
banyak,kekacauan mental,pingsan.
c. Keracunan singkong
Racun singkong ialah senyawa asam biru(cyanide). Singkong
beracun biasannya ditanam hanya untuk pembatas kebun,dan
binatangpun tidak mau memakan daunnya. Racun asam biru tersebut
bekerja sangat cepat.Dalam beberapa menit setelah termakan racun
4
singkong, gejala mulai timbul dalam dosis besar, racun itu cepat
mematikan.
d. Keracunan ikan laut
Beberapa jenis ikan laut dapat menyebabkan keracunan.Diduga
racun tersebut terbawa dari ganggang yang dimakan pleh ikan
itu.Gejala keracunan muncul kira-kira 20 menit sesudah
memakannya.
2.1.2.2 Minyak tanah
Penyebabnya karena minum minyak tanah. Insiden intoksikasi
minyak tanah
a. Terutama anak usia<6 tahun. Khususnya pada
Negara berkembang
b. Daerah perkotaan>daerah pedesaan
c. Pria>wanita
d. Umumnya terjadi kelalaian orangtua
Gejala dan tanda utamannya berhubungan dengan
saluran nafas,pencernaan,dan CNS. Awalnya
penderita akan segera batuk,tersedak,dan mungkin
muntah, meskipun jumlah yang tertelan hanya
sedikit.
2.1.2.3 Baygon
Baygon adalah insektisida kelas karbanat, yaitu intektisida yang
berada dalam golongan propuxur. Penanganan keracunan baygon
dan golongan propuxur lainnya adalah sama. Contoh golongan
karbanat lain adalah carbaryl(sevin), dll. Gejala keracunan sangat
mudah dikenali yaitu diare, ikontensia urin,miosis,fasikulasi otot,
cemas dan kejang.
2.1.2.4 Bahan kimia
Keracunan bahan kimia biasanya melibatkan bahan kimia biasa
seperti bahan kimia rumah, produk pertanian, produk tumbuhan atau
produk industri.
5
2.1.2.5 Sengatan serangga
Manifestasi klinis bervariasi dari utrukasia
umum,gatal,malaise,ansietas,sampai edema laring,bronkhospasme
berat, syok dan kematian. Umumnya waktu yang lebih pendek
diantara sengatan serangga dan kejadian dari gejala yang berat
merupakan prognosis yang paling buruk.
6
e) Koma,blockade jantung dan akhirnya meninggal
a) Jangan member minuman atau berusaha memuntahkan isi
perut korban apabila ia dalam keadaan pingsan. Jangan
berusaha memuntahkan jika tidak tahu racun yang
ditelan.
b) Jangan berusaha memuntahkan korban bila menelan
bahan-bahan seperti anti karat,cairan pemutih,sabun cuci,
bensin,minyak tanah,tiner serta pemberih toilet.
2.1.5 Patofisiologi
Keracunan dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya
yaitu factor bahan kimia, mikroba,toksin,dll. Dari penyebab tersebut
dapat mempengaruhi vaskuler sistemik sehingga terjadi penurunan
fungsi organ dalam tubuh. Biasanya akibat dari keracunan timbul
mual,muntah,diare, perit kembung, gangguan pernafasan,gangguan
sirkulasi darah, kerusakan hati(sebagai akibat keracunan obat dan
bahan kimia). Terjadi mual,muntah dikarenakan iritasi pada lambung
sehingga HLC dalam lambung meningkat. Makanan yang
mengandung bahan kimia beracun (IFO) dapat menghambat
(inktivasi) enzim asrtikolinesterase tubuh(KhE). Dalam keadaan
normal enzim KhE bekerja untuk menghidrolisis arakhnoid (AKH)
dengan jalan mengikat Akh-KhE yang bersifat inaktif.Bila
konsentrasi racun lebih tinggi denga ikatan IFO-KhE yang bersifat
inaktif.Bila konsentrasi racun lebih tinggi dengan ikatan IFO-KhE
lebih banyak terjadi. Akibatnya akan terjadi penumpukan Akh
ditempat tertentu, sehingga timbul gejala rangsangan Akh yang
berlebihan, yang akan menimbulkan efek muscarinik,nikotinik,dan
ssp (menimbulkan stimulasi kemudian depresi SSP)
7
2.1.5.1 WOC
8
2.1.6 Penatalaksanaan
2.1.6.1 Penatalaksanaan Medis
1. Tindakan Emergensi
Airway : Bebaskan jalan nafas, kalau perlu di lakukan
inkubasi
Breathing : Berikan nafas buatan, bila penderita tidak
bernafas spontan atau pernafasan tidak adekuat
Circulasi : Pasang infus bila keaadaan penderita
gawat darurat dan perbaiki perfusi jaringan.
1. Resusitasi
Setelah jalan nafas di bebaskan dan di bersihkan, periksa
pernafasan dan nadi. Infus dextrose 5% kec.15 – 20, nafas buatan,
O2, hisap lendir dalam saluran pernafasan, hindari obat – obatan
depresan saluran nafas, kalau perlu respirator pada kegagalan nafas
berat. Hindari pernafasan buatan dari mulut ke mulut, sebab racun
orga fhosfat akan meracuni lewat mulut penolong. Pernafasan buatan
hanya di lakukan dengan meniup face masuk atau menggunakan alat
bag – valve – mask.
2. Identifikasi penyebab
Bila mungkin lakukan identifikasi penyebab keracunan, tapi
hendaknya usaha mencari penyebab keracunan tidak sampai
menunda usaha – usaha penyelamatan penderita yang harus segera di
lakukan.
3. Mengurangi absorbs
Upaya mengurangi absorbsi racun dari saluran cerna di
lakukan dengan merangsang muntah, menguras lambung,
mengabsorbsi racun dengan karbon aktif dan membersihkan usus
4. Meningkatkan eliminasi
Meningkatkan eliminasi racun dapat di lakukan dengan
diuresis basa atau asam, dosis multipel karbon aktif, dialisis dan
hemoperfus.
9
2.1.7 Komplikasi
1. Kejang
2. Koma
3. Henti jantung
4. Henti napas (Apneu)
5. Syok
10
2. Riwayat kesehatan : riwayat keracunan, bahan racun yang
digunakan, berapa lama diketahui setelah keracunan, ada
masalah lain sebagai pencetus keracunan dan sindroma toksis
yang ditimbulkan dan kapan terjadinya.
3. Pemeriksaan fisik :
a. Tanda tanda vital : distress pernapasan, sianosis, takipnea,
dyspnea, hipoksia.
b.Neorologi : IFO menyebabkan tingkat toksisitas lebih
tinggi, efek-efeknya termasuk latergi, peka rangsangan,
pusing, stupor dan koma.
c. Sirkulasi : Nadi lemah (Hipovolemia), takikardia,
hipotensi(pada kasus berat), aritmia jantung, pucat, sianosis,
keringat banyak.
d.GI Tract : iritasi mulut, rasa terbakat pada selaput mukosa
mulut dan esophagus, mual dan muntah.
e. Kardiovaskuler : disritmia.
4. Pada pemeriksaan ADL (Activity Daily Living) data yang
mungkin muncul adalah sebagai berikut :
a. Aktifitas dan istirahat : keletihan, kelemahan, malaise,
hiporefleksi.
b.Makanan cairan : dehidrasi, mual, muntah, anoreksia, nyeri
ulihati, perubahan turgor kulit/kelembapan, keringat
banyak.
c. Eliminasi : perubahan pola berkemih, distensia vesika
urinaria, bising usus menurun, kerusakan ginjal,
perubahan warna urin contoh kuning pekat, merah dan
coklat.
d.Nyaman/nyeri : nyeri tubuh, sakit kepala, perilaku berhati-
hati/distraksi, gelisah.
e. Keamanan : penurunan tingkat kesadaran, koma, syok,
asidemia.
11
5. Sedangkan pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil
sebagai berikut :
a. Eritrosit menurun
b.Proteinuria
c. Hematuria
d.Hipoplasi sumsum tulang
A. Data subjektif :
1. Pasien mengeluh pusing, sakit kepala
2. Pasien mengeluh nafas terasa berat dan bahkan
merasa sesak
3. Pasien mengeluh pandangan terasa kabur
4. Pasien mengeluh dada terasa berdebar-debar
5. Satpam mengatakan bahwa pasien berada dalam
keadaan menyala dan pintu kaca mobil tertutup
B. Data Objektif :
1. Pasien tampak kebingungan, penyimpangan proses
pemikiran, kehilangan daya ingat
2. Pasien tampak ketakutan, tampak cemas
3. Pasien mengalami tremor pada motorik halus seperti
pada wajah, lidah, tangan, dan bahkan kejang
4. Pasien tampak lemah
5. Suhu:38OC ; TD:130/100 mmHg ; RR: 29X/menit;
Nadi:90 X/menit
2.1.8.3 Diagnosa Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif b.d obstruksi trakheobronkeal
b. Defisit volume cairan b.d muntah dan diare
12
2.1.8.4 Intervensi
13
diharapkan N : observasi kulit cairan klien
KH : kering berlebihan dan -untuk
1.mempertahankan membran mukosa, mengetahui
volume cairan penurunan tugor kulit apakah klien
E : anjurkan klien kekurangan
memperhatikan makan cairan dengan
dan minum mengamati
C : kolaborasi sistem
pemberian cairan integumen
parenteral sesuai -agar klien
indikasi terjaga untuk
makan dan
minumnya
-untuk
membantu
menormalkan
kembali cairan
tubuh klien
Tabel 2.1 Tabel intervensi Keracunan
2.1.8.5 Implementasi
Implementasi dilaksanakan sesuai apa yang direncanakan di
intervensi.
2.1.8.6 Evaluasi
Evaluasi yang dibuat sesuai dengan perkembangan pasien
dengan SOAP
14
2.2 Asuhan Keperawatan Kritis Pada Pasien Gigit Ular ( Snake
Bite )
2.2.1 Pengertian
15
Gambar 3.2 gambar akibat dari gigitan ular
2.2.2 Epidemiologi
2.2.3 Etiologi
16
Daya toksik bisa ular yang telah diketahui ada beberapa macam :
17
f. Bisa ular yang bersifat cytolitik, Zat ini yang aktif
menyebabkan peradangan dan nekrose di jaringan pada
tempat gigitan.
2.2.4 Klasifikasi
18
- Bengkak dan kemerahan di seluruh ekstremitas yang terkena gigitan,
muncul ekimosis, nekrosis dan bulla
- Meningkatnya tekanan intrakompartemen yang dapat menghambat
aliran darah vena atau arteri
- Kegagalan multiorgan (ginjal, jantung) bisa sampai koma bahkan
meninggal
2.2.5 Patofisiologi
19
2.2.5.1 WOC
20
2.2.6 Penatalaksanaan
Pertolongan pertama
Rujukan ke rumah sakit
Penilain klinis dan resusitasi dengan cepat dan tepat
Mengenali spesies ular jika memungkinkan
Melakukan pemeriksaan penunjang
Pemberian Serum Anti Bisa Ular (SABU)
Observasi respon terhadap pemberian SABU
Terapi suportif dan perawatan luka gigitan
Rehabilitasi serta terapi komplikasi
21
Rumah sakit :
Selalu periksa Airway Breathing Circulation Disability of nervous
system Exposure (hindari hipotermia) dan evaluasi tanda-tanda syok
(takipnea, takikardia, hipotensi, perubahan status mental). Pemberian
SABU berdasarkan derajat gigitan ular.
22
2.2.8 Pemeriksaan penunjang
2.2.8.1 Laboratorium
Pemeriksaan yang diperlukan adalah pemeriksaan Darah lengkap
meliputi leukosit, trombosit, Hemoglobin, hematokrit dan hitung jenis
leukosit. Faal Hemostasis ( Prothrombin time, Activated Partial
Thromboplastin time, International Normalized Ratio), Cross Match,
Serum elektrolit, Faal ginjal (BUN, Kreatinin), Urinalisis untuk melihat
myoglobinuria, dan Anlisis Gas darah
Pencitraan
Foto rontgen thorax untuk melihat apakah ada edema paru
Lain-lain
Mencari tanda-tanda sindrom kompartemen
2.2.9 Komplikasi
Hal utama penyebab kecacatan adalah nekrosis lokal dan
sindrom kompartemen. Nekrosis yang luas mungkin memerlukan
tindakan debridemen atau amputasi karena kerusakan pada jaringan
yang lebih dalam. Di kemudian hari dapat saja timbul osteomyelitis,
dan ulkus kronis. Jika setelah gigitan ular sempat terjadi paralisis
otot pernapasan yang mengakibatkan hipoksia otak dan bisa
mengakibatkan defisit neurologis menetap.
23
3. Circulation : penurunan curah jantung ( gelisah, latergi,
takikardia), sakit kepala, pingsan, keringat banyak, reaksi
emosi yang kuat, pusing, mata berkunang-kunang.
4. Disability : dapat terjadi penurunan kesadaran.
2.2.10.2 Diagnosa
a. Gangguan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
reaksi endotoksin
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury (biologi, kimia,
fisik,psikologis)
2.2.10.3Intervensi
24
6. mata melebar irama nafas dan nasal untuk
frekwensi nafas dalam memfasilitasi
7. gelisah
rentang normal, tidak suksion
8. produksi sputum ada suara nafas nasotrakeal
abnormal)
9. perubahan frekwensi 6. gunakan alat yang
dan irama nafas 3. mampu mengidentifikasi steril setiap
dan mencegah faktor melakukan
faktor-faktor lain yang
yang dapat menghambat tindakan
berhubungan :
jalan nafas
7. anjurkan pasien
1. lingkungan : merokok,
untuk istirahat dan
menghirup asap rokok,
nafas dalam
perokok pasif, infeksi
setelah kateter di
2. fisiologis : disfungsi keluarkan dari
neuromuscular, nasotrakeal
hiperplasia dinding
8. monitor status
bronkus, alergi jalan
oksigen pasien
nafas, asma
9. ajarkan keluarga
3. obstruksi jalan nafas :
cara menggunakan
spasme jalan nafas,
suction
sekresi tertahan,
banyak mucus, adanya 10. hentikan suction
jalan nafas buatan, dan berikan
sekresi bronkus, adanya oksigen apabila
eksudat di alveolus, menunjukkan
adanya benda asing di bradikardi,
jalan nafas peningkatan
saturasi O2
airway managemen
25
chin, lift atau jaw
trust bila perlu
2. posisikan pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi
3. identifikasi pasien
perlunya
pemasangan alat
jalan nafas buatan
5. lakukan fisioterapi
dada
6. keluarkan lendir
dengan batuk atau
suction
7. auskultasi suara
nafas awasi adanya
suara nafas
tambahan
8. lakukan suction
pada mayo
9. berikan
bronkodilator bila
perlu
26
nacl lembab
27
makan berkurang nyeri pasien
8. ajarkan tentang
teknik non
farmakologi
9. berikan analgesik
untuk mengurangi
nyeri
analgesik administration
1. tentukan lokasi,
karakteristik,
kualitas, dan
derajat nyeri
sebelum
pemberian obat
2. cek instruksi
28
dokter tentang
jenis obat, dosis,
dan frekwensi
4. pilih analgesik
yang di perlukan
untuk kombinasi
dari analgesik
lebih dari satu
5. tentukan
anallgesik
tergantung tipe dan
beratnya nyeri
6. tentukan analgesik
pilihan rute, dosis,
9. berikan analgesik
tepat waktu
terutama saat nyeri
hebat
29
10. evaluasi efektifitas
analgesik, tanda
dan gejala (efek
samping)
2.2.10.4Implementasi
Implementasi dilaksanakan sesuai intervensi yang telah dibuat
2.2.10.5Evaluasi
Evaluasi dibuat sesuai dengan SOAP.
30
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
SAKIT
ATAN
AT
31
keluhan pusing, mual dan muntah. Muka dan mata pasien
mulai membiru.
Medication/ Pengobatan :-
32
Penggunaan Cervikal Collar :..........
Tidak Ada
Keluhan Lain: -
Masalah Keperawatan: -
AIRWAY
33
Jenis : Dispnoe Kusmaul Cyene Stoke
Lain
RR : 22x/mnt
Keluhan Lain: -
Pucat : Ya Tidak
CIRCULATION
Sianosis : Ya Tidak
34
Pendarahan : Ya, Lokasi: Tidak ada
Keluhan Lain: -
Kekuatan Otot :
4 4
Keluhan Lain : Ada hematoma
DISABILITY
Masalah Keperawatan:-
35
Deformitas : Ya Tidak Lokasi ... ...
Luas Luka :-
EXPOSURE
Kedalaman : -
36
Lain-lain :-
Masalah Keperawatan: -
Saturasi O2 : … …%
Lain-lain: -
FIVE INTERVENSI
Problem :-
Qualitas/ Quantitas : -
Regio :-
GIVE COMFORT
Skala :-
Timing :-
Lain-lain :-
37
Masalah Keperawatan: -
Pemeriksaan SAMPLE/KOMPAK
38
Masalah Keperawatan: -
Masalah Keperawatan:-
Data Tambahan :
Pemeriksaan Penunjang :
39
Terapi Medis :
2. Infus RL
3. KIE
40
ANALISA DATA
Iritasi saluran GI
Diare/muntah
Kekurang
an volume
cairan
41
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PRIORITAS MASALAH
(BERDASARKAN YANG MENGANCAM)
42
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
43
No Tujuan dan Intervensi Rasional Paraf
Kriteria Hasil
Dx (NIC)
(NOC)
normal
44
4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
No Tgl/
Implementasi Respon Paraf
jam
1. 10 Ds : pasien mengatakan
maret masih merasa mual dan
1. Observasi TTV pasien
2019 mau muntah
selama 30 menit
sekali Do : pasien nampak
2. Pertahankan cairan pucat dan lesu
intake dan output
Ds : pasien mengatakan
pasien.
masih mual
Ds : pasien masih
3. Beritahu pasien untuk nampak lemas
tetap mengkonsumsi
Ds : pasien mengatakan
air.
sudah mengkonsumsi air
Do : pasien nampak
4. Kolaborasi pemberian sedang mengkonsumsi
cairan IV line air
Ds : pasien mengatakan
sudah merasa lebih baik
45
No Tgl/
Implementasi Respon Paraf
jam
nyaman
46
EVALUASI KEPERAWATAN
No Tgl / Diagnosa
Keperawatan Catatan Perkembangan Paraf
jam
P : lanjutkan intervensi
47
3.2 Hasil Dan Pembahasan
Racun adalah zat yang ketika ditelan,terhisap diabsorpsi,menempel
pada kulit atau dihasilkan di dalam tubuh dalam jumlah relative kecil
menyebabkan cidera tubuh dengan adanya reaksi kimia (smeltzer suzana
dalam nurarif kusuma.2015)
racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan
berbagai cara yang menghambat respon pada system biologis dan dapat
menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit bahkan kematian. Keracunan
sering dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia.Pada kenyataannya
bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang dapat menyebabkan
keracunan di sekeliling kita ada racun alam yang terdapat pada beberapa
tumbuhan dan hewan. Beberapa contoh keracunan antara lain keracunan
zat kimia atau obat, gigitan ular,dan serangga,serta keracunan gas.
Bahan makanan merupakan media yang sesuai untuk pertumbuhan
dan perkembangbiakan mikroorganisme. Proses pembusukan merupakan
proses awal dari akibat aktivitas mikroorganisme yang mempengaruhi
langsung kepada nilai bahan makanan tersebut untuk kepentingan manusia.
Selain itu, keracunan bahan makanan dapat juga disebabkan oleh bahan
makanannya sendiri yang beracun, terkontaminasi oleh
protozoa,parasit,bakteri yang pathogen,dan juga bahan kimia yang bersifat
racun.
48
denga ikatan IFO-KhE yang bersifat inaktif.Bila konsentrasi racun lebih
tinggi dengan ikatan IFO-KhE lebih banyak terjadi. Akibatnya akan terjadi
penumpukan Akh ditempat tertentu, sehingga timbul gejala rangsangan Akh
yang berlebihan, yang akan menimbulkan efek muscarinik,nikotinik,dan ssp
(menimbulkan stimulasi kemudian depresi SSP).
49
diluar kamar NGT untuk menghindari
Persiapan alat : kemasukan udara
- Set APD - Memberi jelly pada NGT
- NGT sepanjang 10-20 cm
- Jelly - Masukkan selang melalui
- 1 pasang sarung hidung sambil pasien
tangan steril diminta untuk menelan
- Senter pelan-pelan sampai pada
- Pinset anatomi tanda
- Arteri klem - Jika terjadi hambatan,
- Plester tersedak atau sianosis,
- Gunting plester hentikan dorongan. Periksa
- Kasa posisi selang dibelakang
secukupnya tenggorokan dengan
- Stetoskop menggunakan sudip lidah
- Blas spuit dan senter
- Handuk - Jika selesai memasang NGT,
- Bengkok anjurkan pasien bernafas
normal dan rileks
- Tes apakah selang sudah
masuk lambung apa belum
- Fiksasi pada ujung hidung
- NGT yang sudah dipasang
siap digunakan
- Klien dirapikan kembali ke
tempat semula atau sesuai
dengan keinginan klien
- Alat dibereskan dan mencuci
tangan
50
3.4 Analisis Jurnal
Jurnal of Health
Education
http://journal.unn
es.ac.id/sju/index.
php/jhealthedu/
KEAMANAN PANGAN
DENGAN PERILAKU
PENJAJA MAKANAN JAJANAN
ANAK SEKOLAH DASAR
Sejarah Dipublikasikan
Artikel:
Latar Belakang: Penanganan dan pengolahan makanan jajanan yang
Diterima
tidak hygienis dan tidak sesuai dengan ketentuan dapat menyebabkan
Disetujui
penyakit akibat makanan (foodborne disease) dan diare karena cemaran air
51
(wat ini terjadi karena adanya kontaminasi silang (cross contamination)
erbo maupun kontaminasi ulang (recontamination) yang terjadi setelah
rne pemasakan.
dise
ase).
Hal
Metode: Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan
cross sectional.
Keywords: Populasi penelitian ini adalah seluruh penjaja makanan jajanan anak
sekolah berjumlah 142 orang. Sampel berjumlah 58 penjaja makanan
Food
jajanan. Analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat
Safety,Food
menggunakan uji chi-square.
Vendor,
Schoolchildren,
Snacks
Abstract
52
food vendor that do not maintain personal hygiene and hygiene in the
handling and processing of food snacks.
53
PENDAHULUAN Sedangkan, untuk kasus diare yang ditangani
Budaya jajan menjadi bagian dari berjumlah 480.124 kasus. Cakupan penemuan
keseharian hampir semua kelompok usia, dan penanganan diare sebesar 67,7%, dan
dan kelas sosial, termasuk anak sekolah. Di penderita diare terbanyak di alami oleh
samping praktis dan mudah diperoleh, golongan umur kurang dari 15 tahun (Dinkes
pangan jenis ini umumnya terjangkau Jawa Tengah, 2016).
harganya, bervariasi, cukup lezat, Di Kabupaten Pemalang, pada tahun
disajikan dengan cepat sesuai kebutuhan, 2014 kasus diare yang ditangani
dan mampu menyediakan kalori dan zat berjumlah
gizi yang diperlukan tubuh. Data World 27.417 kasus terjadi kenaikan 46,7% dari
Health Organization (WHO) menyebutkan tahun 2013. Kecamatan Watukumpul berada di
bahwa penyakit akibat makanan (foodborne urutan kedua dengan jumlah 2.408 kasus
disease) dan diare karena cemaran air (37,4%). Untuk kejadian KLB keracunan
(waterborne disease) membunuh sekitar 2 makanan terjadi di Kecamatan Watukumpul
juta orang per tahun, termasuk diantaranya dengan jumlah 80 penderita yang dilaporkan,
anak-anak. Makanan tidak aman ditandai 1,25% terjadi pada anak-anak. Sedangkan
dengan adanya kontaminasi bakteri pada tahun 2015, kasus diare yang ditangani
berbahaya, virus, parasit, atau senyawa 26.851 kasus. Kecamatan Watukumpul berada
kimia menyebabkan lebih dari 200 di urutan keempat dengan jumlah kasus 1.177
penyakit, mulai dari keracunan makanan, kasus (17,3%). Terdapat 85 kasus keracunan
diare sampai dengan kanker. Sementara makanan
itu akses terhadap makanan yang bergizi
dan aman secara cukup merupakan kunci
penting untuk mendukung kehidupan dan
menyokong kesehatan yang baik,
sehingga keamanan pangan, gizi, dan
ketahanan pangan mempunyai hubungan
yang tak terpisahkan.
Di Jawa Tengah pada tahun 2015
terjadi
KLB keracunan makanan dengan
289 penderita merupakan
kelompok usia anak sekolah.
54
sangatlah penting. Penanganan pangan
di Kecamatan Watukumpul,
oleh penjaja makanan banyak yang belum
diantaranya terjadi pada anak-
hygienis, dapat menyebabkan makanan
anak di sekitar sekolah
jajanan terkontaminasi oleh mikroba.
(2,94%) (Dinkes Jawa
Selain itu, tingkat pengetahuan penjaja
Tengah, 2016).
makanan jajanan yang masih minim dapat
Penyakit yang biasanya
menyebabkan jajanan tidak bebas dari
berkaitan dengan makanan
bahan-bahan kimia berbahaya. Umumnya
dapat disebabkan oleh karena
makanan dijajakan di tempat umum
tidak baiknya pengelolaan
dengan teknik penyajian dan peralatan
makanan yang dipengaruhi
yang sederhana, penjaja makanan jajanan
oleh faktor lingkungan (fisik,
masih menggunakan bahan kimia
biologi, dan kimia) dan faktor
berbahaya, dan pangan jajanan dijual di
perilaku, yaitu kebersihan
tempat-tempat yang kurang bersih
orang yang mengolah
(Manalu, 2016). Minimnya pengetahuan
makanan (Riyanto, 2012).
para penjaja makanan mengenai cara
Sebagian besar penyebab
mengelola makanan dan minuman yang
terjadinya diare dan
sehat dan aman, menambah besar resiko
keracunan makanan adalah
kontaminasi makanan dan minuman yang
kontaminasi makanan jajanan
dijajakannya. Makanan, yang
yang dikonsumsi anak-anak.
mengandung E. coli dapat menimbulkan
Banyak makanan jajanan
penyakit yang pada gilirannya dapat
yang kurang memenuhi
mengganggu proses belajar mengajar
syarat kesehatan sehingga
(Ningsih, 2014).
justru mengancam kesehatan
Menurut Riolita (2015), bahwa
anak. Sebagian besar
perilaku penjaja makanan dalam
makanan jajanan anak sekolah
menerapkan hygiene sanitasi terdiri dari
merupakan makanan yang
penjaja makanan, peralatan, bahan (air dan
diolah secara tradisional yang
bahan makanan), dan sara lingkungan
dijajakan oleh penjaja
tidak memperhatikan hygiene sanitasi dan
makanan. Sehingga, perilaku
tidak memperhatikan kajian teori.
penjaja makanan dalam
Sehingga, makanan yang dijual tidak
mengolah dan menjajakan
sesuai
jajanannya pada konsumen
55
dengan persyaratan hygiene sanitasi yang pentingnya perilaku keamanan pangan
ada karena dua makanan jajanan penjaja makanan jajanan yang baik sangat
mengandung bakteri Escherchia coli yaitu penting dalam menentukan pangan jajanan
mie gulung dan bakso yang menyebabkan yang aman dan sehat bagi anak sekolah.
diare. Tujuan penelitian ini adalah untuk
Hasil penelitian oleh Agustina mengetahui hubungan pengetahuan dan
(2009), mengenai perilaku penjaja sikap tentang keamanan pangan dengan
makanan jajanan yang berhubungan perilaku penjaja makanan jajanan anak
dengan hygiene dan sanitasi makanan, Sekolah Dasar di Watukumpul Kabupaten
menunjukkan terdapat 47,8% penjaja Pemalang.
makanan memiliki hygiene perorangan
yang kurang baik, 65,2% memiliki METODE
sanitasi yang kurang baik dari segi Penelitian ini menggunakan
peralatan, 30,4% menyajikan makanan penelitian observasional analitik dengan
jajanan dalam keadaan sanitasi yang tidak menggunakan pendekatan cross sectional.
baik, dan 86,9% penjaja makanan tidak Teknik pengambilan sampel penelitian ini
mencuci tangan saat hendak menjamah dilakukan dengan teknik accidental
makanan. Hasil penelitian dari Yasmin sampling. Populasi yang menjadi sasaran
(2010), menunjukkan 48,1% penjaja penelitian ini adalah semua penjaja
makanan memiliki pengetahuan dengan makanan jajanan yang berjualan di area
kategori sedang, dan 74,1% penjaja sekolah dasar (SD) di wilayah Kecamatan
makanan jajanan memiliki sikap Watukumpul yang berjumlah 55 sekolah,
keamanan pangan berketegori kurang. yang meliputi 47 SD Negeri dan 8
Kurangnya pengetahuan Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang berjumlah
penjaja 142 orang. Jumlah sampel yang
makanan tentang persyaratan
keamanan pangan dan
dampaknya bagi kesehatan
serta masih rendahnya
perilaku penjaja makanan
tentang keamanan pangan
sehingga dapat mengancam
kesehatan anak. Mengingat
56
sedangkan pada kelompok jenis kelamin
diambil yaitu 58 penjaja
laki-laki dengan jumlah responden 17
makanan yang terdiri dari
orang (29,3%).
penjaja makanan yang
Menurut tabel 1. karakteristik
berjualan di luar sekolah dan
tingkat pendidikan responden terbanyak
di area sekolah. Data didapat
adalah berpendidikan Sekolah Dasar (SD)
melalui kuesioner, dan
sebanyak 33 orang (56,9 %), yang
pengamatan langsung di
berpendidikan Sekolah Menengah
lapangan dengan
Pertama (SMP) sebanyak 21 orang
menggunakan lembar
(36,2%), berpendidikan Sekolah Menengah
observasi. Analisis data
Atas (SMA) sebanyak 3 orang (5,2%), dan
menggunakan uji statistic
Perguruan Tinggi sebanyak 1 orang (1,7
Chi-Square. Jika syarat dari
%). Jenis responden terbanyak adalah
uji Chi Square tidak
penjaja makanan stationer yang menetap
terpenuhi, maka
sebanyak 43 responden (74,1%), dan
menggunakan uji
paling sedikit penjaja makanan yang
alternatifnya yaitu uji Fisher
berjualan di kantin sekolah sebanyak 2
atau uji Kolmogorov-smirnov.
responden (3,4%). Sedangkan, untuk
penjaja makanan ambulatory atau penjaja
HASIL DAN PEMBAHASAN
keliling hanya 13 responden (22,4%) yang
sebagian besar laki- laki.
Responden penelitian
Menurut tabel 1. karakteristik lokasi
ini terbanyak terdapat pada
tempat berjualan responden diketahui
kelompok umur 25-34 tahun
bahwa lokasi tempat berjualan responden
dengan jumlah 20 orang
yang berjualan di luar sekolah sebanyak
(34,5%). Responden dengan
44 orang (75,9%), sedangkan responden
umur termuda yaitu 25 tahun
yang berjualan di dalam atau di area
dan usia tertua yaitu 70 tahun.
sekolah sebanyak 14 orang (24,1%).
Karakteristik responden
Lamanya responden dalam berjualan
menurut jenis kelamin
terbanyak adalah kurang dari 10 tahun
terbanyak terdapat pada
dengan responden sebanyak 34 orang
kelompok jenis kelamin
(58,6%).
perempuan dengan jumlah
responden 41 orang (70,7%),
57
Responden yang memiliki pengalaman
1.000.000,00 per bulan sebanyak 14 orang
berjualan terlama dengan waktu 34 tahun
(24,1%).
sebanyak 1 orang, dan pengalaman
Berdasarkan keikutsertaan
berjualan terpendek dengan waktu 1 tahun
responden bahwa responden yang pernah
sebanyak 8 orang. Tingkat pendapatan
mengikuti penyuluhan atau pelatihan
responden menunjukkan bahwa responden
tentang keamanan pangan berjumlah 21
yang berpendapatan kurang dari Rp
orang (36,2%), sedangkan
500.000,00 per bulan sebanyak 25 orang
37 responden belum pernah mengikuti
(43,1%), 19 orang dengan tingkat
penyuluhan ataupun pelatihan tentang
pendapatan sebanyak lebih dari Rp
keamanan pangan. Pelatihan dan
1.000.000,00 per bulan (19%), dan dengan
penyuluhan diselenggarakan oleh
tingkat pendapatan Rp 500.000,00 - Rp
PUSKESMAS sebanyak 8 orang, dari
PKK sebanyak 6 orang,
≤ 24 tahun -
25-34 tahun
35-44 tahun 20 34,5
45-54 tahun
≥ 55 tahun 18 31,0
11 19,0
9 15,5
Jenis Kelamin
Laki-laki 17 29,3
Perempuan 41 70,7
Tingkat Pendidikan
SD / Sederajat 33 56,9
58
SMP / Sederajat 21 36,2
SMA / Sederajat 3 5,2
Perguruan Tinggi 1 1,7
Jenis Usaha
Penjaja stationer (Kantin) 2 3,4
Penjaja stationer (Warung) 43 74,1
Penjaja ambulatory 13 22,4
Lokasi berjualan
Luar sekolah 44 75,9
Dalam sekolah 14 24,1
Lama Berjualan
< 10 tahun 34 58,6
10 – 19 tahun 17 29,3
20 – 30 tahun 6 10,3
>30 tahun 1 1,7
Pendapatan
> Rp. 500.000; per bulan 25 43,1
Rp. 500.000; - Rp. 1.000.000; per bulan 14 24,1
>Rp. 1.000.000; per bulan 19 32,8
Keikutsertaan dalam Penyuluhan atau Pelatihan
Pernah mengikuti 21 36,20
Belum pernah mengikuti 37 63,80
59
dan pihak sekolah sebanyak 6 orang. kategori kurang sebanyak 53,4%, penggunaan
Dari hasil penelitian Aminah (2006), BTP kategori cukup sebanyak 79,3%, dan
menjelaskan bahwa pengetahuan penyelenggaraan makanan dan minuman
keamanan pangan yang diketahui para dengan kategori baik sebanyak 69,0%. Dari
pedagang yang berjualan di lingkungan hasil tersebut menggambarkan bahwa penjaja
sekolah di Kelurahan Wonodri Kecamatan makanan jajanan di Kecamatan Watukumpul
Semarang Selatan memiliki tingkat memiliki pengetahuan keamanan pangan yang
pengetahuan sedang sebesar 52,94%. kurang,
Umumnya diperoleh dari informasi lisan
dari mulut ke mulut, penyukuluhan di
PKK (bagi yang perempuan). Namun,
untuk mengaplikasikan pengetahuan yang
telah diperoleh secara lisan tersebut jug
sulit, mengingat beberapa hal, diantaranya
lebih menarik dengan cita rasa yang tinggi
dengan biaya produksi yang rendah.
Berdasarkan tabel 1 dapat
dilihat sebanyak 5,2% responden
memiliki pengetahuan tentang
keamanan pangan dengan kategori
kurang. Responden yang
memiliki pengetahuan tentang
keamanan pangan dengan kategori
baik sebanyak 5,2%, dan
kategori cukup sebanyak 37,9%.
Lima indikator mengenai
pengetahuan keamanan pangan
pada penjaja makanan jajanan
memiliki pengetahuan tentang
PJAS dengan kategori baik
sebanyak 89,7%. Pengetahuan
tentang pencemaran makanan
kategori kurang sebanyak 89,7%,
penyakit akibat makanan
60
pemeliharaan kebersihan lingkungan
terutama dalam pencemaran pada
(sarana dan fasilitas) yang cukup sebanyak
makanan dan penyakit yang
46,6%, dan untuk pengendalian hama,
ditimbulkan dari makanan.
sanitasi tempat, dan peralatan yang baik
Selain itu tabel 2.
yaitu sebanyak sebanyak 51,7%.
menunjukkan bahwa sikap
Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat
penjaja makanan tentang
bahwa penjaja makanan jajanan di
keamanan pangan dengan
Kecamatan Watukumpul memiliki sikap
kategori baik sebanyak
keamanan pangan yang cukup baik, tetapi
25,9%, kategori cukup
dalam penanganan dan penyimpanan
sebanyak 37,9%, dan kategori
makanan dan minuman masih kurang.
kurang sebanyak 36,2%. Dari
Sikap merupakan respon seseorang
lima indikator mengenai
terhadap suatu objek yang belum
sikap penjaja makanan
ditunjukkan dalam perilaku. Sikap disini
terhadap keamanan pangan
berupa respon emosional seseorang
dalam penggunaan BTP
terhadap stimulus atau objek luarnya.
dengan kategori cukup
Respon emosional ini bersifat penilaian
sebanyak 37,9%, penanganan
atau evaluasi priadi terhadap stimuli dan
dan penyimpanan makanan
dapat dilanjutkan dengan melakukan atau
dan minuman yang kurang
tidak melakukan terhadap objek (Rahayu,
sebanyak 48,3%, hygiene dan
2014). Menurut Rahayu (2011), bahan baku
sanitasi makanan dan
dan makanan matang dengan baik dan
minuman dengan kategori
disimpan di,
cukup sebanyak 46,6%,
61
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan dan Sikap Keamanan Pangan
Baik 3 5,2
Cukup 22 37,9
Kurang 33 56,9
Sikap
Baik 15 25,9
Cukup 22 37,9
Kurang 21 36,2
62
tempat yang bersih. Namun, dilihat dari dimiliki penjaja makanan jajanan tentang
lokasi tempat para penjaja makanan pemeliharaan kebersihan lingkungan sarana
berjualan dan sarana-sarana yanga ada, hampir dan fasilitas, pengendalian hama, sanitasi
semua penjaja makanan menyimpan tempat, dan
makanan yang sudah matang, setengah
matang, atau bahkan bahan baku pada tempat
yang berdekatan tanpa tutup. Hal ini
menunjukkan, antara sikap penjaja makanan
sangat bertolak belakang dengan praktik
dalam penanganan dan penyimpanan
makanan atau minuman.
Tabel 3. menunjukan bahwa dari 25
penjaja makanan jajanan anak sekolah
dasar yang memiliki pengetahuan
kemanan pangan baik dan cukup sebanyak
15 (10,3%). Penjaja makanan jajanan
yang memiliki perilaku baik dalam
keamanan pangan dan 10 (14,7%),
penjaja makanan jajanan yang memiliki
perilaku buruk. Sedangkan, dari 33
penjaja makanan jajanan yang memiliki
pengetahuan keamanan pangan dengan
kategori kurang terdapat 9 (13,7%) orang
yang memiliki perilaku baik dan 24
(19,3%) orang memiliki perilaku buruk
dalam keamanan pangan. Tabel 3
menunjukan hasil bahwa ada hubungan
antara pengetahuan tentang keamanan
pangan dengan perilaku penjaja makanan
jajanan anak sekolah dasar di Watukumpul
Kabupaten Pemalang (p
=0,025 < α 0,05).
Perilaku buruk yang
63
penyimpanan makanan dan minuman
peralatan disebabkan oleh
jajanan yang buruk tidak disebabkan oleh
pengetahuan penyakit akibat
pengetahuan penjaja makanan jajanan. Hal
pencemaran makanan penjaja
ini sesuai dengan penelitian dari
yang kurang. Pengetahuan
Fatmawati (2013), yang menunjukkan
keamanan pangan dapat
pengetahuan tentang hygiene mengolah
diperoleh melalui kursus,
makanan pada pengolah makanan di PLPP
misalnya dengan edukasi
Jawa Tengah yang baik belum tentu
tentang (CPPB) terhadap
diikuti perilaku hygiene yang baik karena
penjaja makanan jajanan di
ternyata pengetahuan pengolahan
SD daerah Kulon Progo tidak
makanan tidak berpengaruh secara
hanya dapat meningkatkan
langsung terhadap perilaku hygiene
pengetahuan, tetapi juga
pengolahan makanan. Penyebabnya
dapat meningkatkan sikap,
disamping pengetahuan
dan perilaku penjaja makanan
kemungkinan masih ada faktor lain yang
dalam menjaga hygiene
berpengaruh lebih kuat seperti kebiasaan
makanan. Sehingga dapat
dari penjaja makanan yang belum
menurunkan pencemaran
memperhatikan hygiene dalam mengolah
mikroba sekitar 15%.
makanan, lingkungan yang tidak
Namun, perilaku
mendukung, pengalaman penjaja makanan
penjaja makanan jajanan
yang masih sedikit dalam mengolah
tentang penanganan dan
makanan.
64
7
Jumlah 24 24.0 34 34.0 58 100,0
Sikap Keamanan
Pangan
Baik 10 6,2 5 8,8 15 15,0 0,036
Cukup 9 9,1 13 12,9 22 22,0
Kurang 5 8,7 16 12,3 21 21,0
Jumlah 24 100,0 34 100,0 58 100,0
65
Dari tabel 3. diketahui dari 15 dibuktikan dengan hampir semua responden
penjaja makanan jajanan anak sekolah menjawab kuisioener di jawab dengan baik,
dasar yang memiliki sikap kemanan responden juga banyak menanggapi secara
pangan baik terdapat positif dari pertanyaan pertanyaan seperti tidak
10 (6,2%) penjaja makanan jajanan yang mengobrol saat bekerja, mencuci tangan
memiliki perilaku baik dalam keamanan sebelum dan sesudah mengolah makanan.
pangan dan 5 (8,8%) penjaja makanan Dalam penelitian ini, sikap keamanan
jajanan yang memiliki perilaku buruk. pangan mempengaruhi perilaku penjaja
Pada sikap keamanan pangan dengan makanan jajanan. Dapat dilihat dari perilaku
kategori cukup dari 22 penjaja makanan penjaja makanan jajanan yang buruk ketika
jajanan terdapat 9 (9,1%) penjaja makanan penanganan dan penyimpanan makanan serta
jajanan yang memiliki perilaku baik dan minuman diakibatkan oleh sikap tentang
13 (12,9%) orang memiliki perilaku buruk penanganan dan penyimpanan makanan dan
dalam keamanaan pangan. Sedangkan, minuman yang kurang. Sedangkan untuk sikap
dari 21 penjaja makanan jajanan yang pemeliharaan kebersihan lingkungan berupa
memiliki sikap keamanan pangan dengan sarana dan fasilitas dalam kategori kurang yang
kategori kurang terdapat 5 (8,7%) orang menyebabkan perilaku buruk pada penjaja
yang memiliki perilaku baik dan 16 makanan jajanan. Sesuai dengan hasil penelitian
(12,3%) orang memiliki perilaku buruk dari Yasmin (2010), menunjukkan hasil 74,1%
dalam keamanan pangan. Pada tabel 3 penjaja makanan jajanan memiliki sikap
juga diketahui bahwa ada hubungan antara keamanan pangan berketegori kurang. Menurut
sikap tentang keamanan pangan dengan
perilaku penjaja makanan jajanan anak
sekolah dasar di Watukumpul Kabupaten
Pemalang. (p
= 0,036 < α 0,05).
Sesuai dengan penelitian
Karo (2016), yang menjelaskan
bahwa sebanyak 71,42%
penjamah makanan di rumah
makan Taman Sari Colomadu
Karanganyar memiliki sikap yang
baik tentang keamanan pangan
66
dimiliki penjaja makanan jajanan. Tetapi
Arisman (2000), dalam
sikap tidaklah merupakan determinan
penanganan dan pengolahan
satu-satunya bagi perilaku. Karena
makanan hanya 6,6% penjaja
perilaku tidak hanya dapat dilihat secara
makanan yang mengenakan
langsung saja akan tetapi meliputi bentuk–
celemek, dan ditemukan
bentuk perilaku yang berupa pernyataan atau
11,1% penjaja makanan yang
perkataan yang diucapkan oleh seseorang.
mempunyai perilaku suka
menggaruk kepala dan hidung
PENUTUP
pada saat sedang bekerja.
Penelitian yang dilakukan
Berdasarkan hasil penelitian yang
oleh Agustina (2009), di
telah dilakukan tentang hubungan
lingkungan sekolah dasar di
pengetahuan dan sikap keamanan pangan
Kelurahan Demang Lebar
dengan perilaku penjaja makanan jajanan
Daun Palembang,
anak sekolah dasar di Watukumpul
menjelaskan bahwa 47,8%
Kabupaten Pemalang disimpulkan bahwa
pedagang makanan jajanan
pengetahuan dan sikap keamanan pangan
memiliki hygiene perorangan
berhubungan dengan perilaku penjaja
yang tidak baik, 65,2%
makanan jajanan anak dalam keamanan
pedagang memiliki sanitasi
pangan.
yang tidak baik dari segi
peralatannya, 30,4%
pedagang menyajikan UCAPAN TERIMA KASIH
yang memiliki sarana penjaja atas izin penelitian yang diberikan, serta
67
Sanitasi
pada Pedagang
68
Makanan Jajanan Olahraga Pelajar Jawa Tengah.
Tradision Jurnal Gizi, 2 (2): 30-38.
al di Lingkungan Sekolah Dasar di
Karo, A. 2016. Gambaran Sikap
Kelurahan Demang Lebar Daun
Penjamah Makanan Tentang
Palembang. Jurnal Publikasi
Keamanan Pangan di Rumah
Ilmiah Fakultas Kesehatan
Makan Taman Sari Colomandu
Masyarakat Universitas Sriwijaya,
Karanganyar. Universitas
1 (1): 53-63.
Muhammadiyah Surakarta: Solo.
Aminah, S., Nur H. (2006). Pengetahuan
Manalu, H. S. P., Su’udi, A. (2016).
Keamanan Pangan Penjual
Kajian Imple-
Makanan Jajanan di Lingkungan
Sekolah Kelurahan Wonodri mentasi Pembinaan Pangan
Kecamatan Semarang Selatan Jajanan Anak Sekolah (PJAS)
Kota Semarang. Jurnal Litbang untuk Meningkatkan
UMS, 4 (3): 18-25 Keamanan Pangan: Peran
Dinas Pendidikan dan Dinas
Arisman. (2000). Identifikasi Perilaku
Kesehatan Kota. Media
Penjamah Makanan yang Berisiko
Litbangkes, 26 (4): 249 – 256.
Sebagai Sumber Keracunan
Makanan. Laporan Hasil Ningsih, R. (2014).
Penelitian Lembaga Penelitian Penyuluhan Hygiene
Universitas Sriwijaya: Palembang. Sanitasi Makanan dan
Minuman, Serta
Dinkes Jawa Tengah. (2016). Profil
Kualitas Makanan
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
yang Dijajakan
2015. Dinas Kesehatan Prov. Jawa
Pedagang di
Tengah: Semarang.
Lingkungan SDN
Fatmawati, S., Rosidi, A., Handarsari, E. Kota Samarinda.
(2013). Perilaku Hygiene Jurnal Kesehatan
Pengolah Makanan Berdasarkan Masyarakat, 10 (1)
Penegtahuan tentang Hygiene hal 64-72.
Mengolah Makanan dalam
Rahayu, C., Widiati, S.,
Penyelenggaraan Makanan di
Widyanti, N. (2014).
Pusat Pendidikan dan Latihan
69
Hubungan antara Agus Riyanto, Asep Dian
Pengetahuan, Sikap, Abdillah. (2012).
dan Perilaku terhadap Faktor yang
Pemeliharaan Memengaruhi
Kebersihan Gigi dan Kandungan E. coli
Mulut dengan Status Makanan Jajanan SD
Kesehatan di Wilayah Cimahi
Periodontal Pra Selatan. MKB, 44 (2):
Lansia di Posbindu 77-82.
Kecamatan Indihiang
Yasmin, G., Madanijah, S.
Kota Tasikmalaya.
(2010). Perilaku
Majalah Kedokteran
Penjaja Pangan
Gigi. 21(1): 27-32
Jajanan Anak Sekolah
Riolita, RR. (2015). Studi Terkait Gizi dan
Perilaku Hygiene Keamanan Pangan di
Penjamah Makanan Jakarta dan
Jajanan Sekolah Sukabumi. Jurnal
Dasar (SD) Kompleks Gizi dan Pangan. 5
di Sidoarjo. Jurnal (3): 148-
Boga. 4 (1): 76-79.
157.
70
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Racun atau zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai
cara yang menghambat respons pada system biologis dan dapat menyebabkan
gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Keracunan sering dibhubungkan
dengan pangan atau bahan kimia. Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau
bahan kimia saja yang dapat menyebabkan keracunan. Disekeliling kita ada racun
alam yang terdapat pada tumbuhan dan hewan. Salah satunya gigitan ular berbisa
maupun akibat gas beracun. Sebagian besar pajanaan terhadap gas beracun yang
terjadi di rumah.Keracunan dapat terjadi akibat pencampuran produk pembersih
rumah tangga yang tidak senantiasa atau rusaknya alat rumah tangga yang
melepaskan karbon monoksida. Pembakaran kayu , bensin,oli,batu bara, atau minyak
tanah juga melepaskan karbon monoksida. Gas ini tidak bersenyawa, tidak
berbau,,tidak berasa,,dan tidak menimbulkan iritasi yang membuatnya amat
berbahaya
Gigitan ular merupakan suatu keadaan gawat darurat yang apabila tidak segera
ditangani dapat menyebabkan kematian. Resiko infeksi gigitan lebih besar dari luka
biasa karena toksik / racun mengakibatkan infeksi yang lebih parah.Tidak semua ular
berbisa tetapi karena hidup pasien tergantung ketepatan diagnosa maka pada keadaan
yang meragukan ambil sikap menganggap semua gigitan ular berbisa. Pada kasus
gigitan ular 11 % kemungkinan meninggal karena racun ular bersifat Hematotoksik,
Neurotoksik, dan Hitaminik (Arif Mansyoer, 2009).
4.2 Saran
Makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, baik dari segi penyajian bahan,
maupun dalam segi penulisan. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran pembaca agar pembuatan makalah ini bisa berguna bagi pembaca.
71