PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
DASAR TEORI
5. Displacement
Displacement adalah proses mendorong acid dan solvent ke dalam formasi
dengan volume pemompaan hanya sebanyak volume string.
Sebagai contoh bila zona yang rusak berkembang sampai 6 inchi ke dalam
formasi dan perbandingan permeabilitasnya 0.05, maka produktivitas sumurnya
hanya 0.3 dari produksi sumur yang tidak mengalami kerusakan. Stimulasi
pengasaman matriks akan menghilangkan kerusakan formasi tersebut dan akan
memberikan peningkatan laju produksi
1. Pressure Build-Up
“Test Pressure Build-Up (PBU) test adalah suatu teknik pengujian
transiern tekanan yang paling banyak dikenal dan dilakukan. Pada
dasamya pengujian dilakukan pertama-tama dengan memproduksi sumur
selama selang waktu tertentu dengan laju aliran konstan. Kemudian sumur
ditutup pada bagian kepala sumur di permukaan, sehingga tekanan menjadi
naik Kenaikan tekanan dasar sumur dicatat sebagai fungsi waktu."
(Rubiandini, 1997 : Dasar-Dasar Teknik Produksi-7).
Gambar 2.4. Laju dan Tekanan Ideal untuk Pressure Build Up Tes
Waktu yang paling ideal untuk melakukan pressure drawdown test adalah
pada saat-saat pertama suatu sumur berproduksi. Namun tes ini tidak hanya
terbatas pada sumur-sumur baru saja. Pada dasamya, pengujian ini dapat
dilakukan pada sumur-sumur lama yang telah ditutup sekian lama hingga dicapai
keseragaman tekanan reservoir, serta sumur-sumur produktif yang apabila pada
sumur tersebut dilakuan pressure buid up test akan sangat merugikan.
Keuntungan ekonomis melakukan pengujian ini adalah dapat memperoleh
produksi minyak selama pengujian. Sedangkan keuntungannya secara teknis
adalah kemungkinan dapat memperkirakan volume reservoir. Tetapi kelemahan
utamanya adalah kesulitan dalam mempertahankan laju aliran tetap selama
pengujian berlangsung.
1. Mineral Acid
Mineral acid terbagi menjadi dua jenis asam, yaitu asam hidroklorik (HCI)
dan asam hidroklorik-hidrofluorik (HCI-HF) atau yang biasa disebut mud acid.
Asam hidroklorik (HCI) reguler merupakan jenis asam yang banyak digunakan di
lapangan dan juga diketahui sebagai fluida dasar sistem asam lainnya. Konsentrasi
jenis asam ini dapat bervariasi antara 1% hingga 35% dimana hal ini bergantung
pada penggunaan dan persyaratan yang dibutuhkan dalam program pengasaman
tersebut. Tabel 2.1. memperlihatkan bahwa asam hidroklorik bereaksi dengan
cepat bila berada pada formasi batuan karbonat, namun tidak dapat bereaksi bila
berada pada formasi batu pasir.
Tabel 2.1.
Berbagai Reaksi Antara HCl dengan Mineral Formasi
Calcite/Limestone
2HCl + CaCO3 CaCl2 + CO2 + H2O
Dolomite
4HCl + CaMg(CO3)2 CaCl2 + MgCl2 + 2CO2 + 2H2O
Sand/Silica/Quartz
HCl + SiO2 Tidak Bereaksi
Asam hidroflorik (HF) digunakan untuk stimulasi pada batu pasir karena
dapat melarutkan silikat. Tidak semua produk reaksi dengan asam hidrofluorik
akan larut dalam air. Tabel 2.2. memperlihatkan reaksi asam hidrofluorik dengan
bermacam-macam mineral batuan. Asam hidrofluorik dapat bereaksi dengan
bermacam-macam mineral seperti Ca+ dan Mg+ tetapi akan terbentuk endapan.
Karena pada batu pasir sering terdapat semen dari bahan Ca +, maka umumnya HF
dicampur dengan HCl dalam penggunaanya.
Tabel 2.2.
Berbagai Reaksi Antara HF dengan Mineral Formasi
Calcium Carbonate
2HF + CaCO3 CaF2 + CO2 + H2O
Dolomite
4HF + CaMg(CO3)2 CaF2 + MgF + 2CO2 + 2H2O
Sand/Silica/Quartz
6HF + SiO2 H2SiF6 + 2H2O
2. Organic Acid
Organic acid terdiri dari asam asetat (CH3COOH) dan asam formiat
(HCOOH) yang dapat melarutkan batuan limestone dan dolomite. Berbeda dengan
mineral acid, pada organic acid ionisasi tidak berlangsung cepat.
Asam asetat (acetic acid) merupakan asam organik dengan daya ionisasi
dan kecepatan reaksi yang rendah. Dalam penanganannya asam asetat tergolong
jenis asam yang cukup mudah dalam penanggulangan korosi yang selalu
ditimbulkan oleh setiap larutan asam, sehingga dengan kemudahan penanganan
sifat korosifitas ini maka asam asetat dapat dialirkan serta dibiarkan mengalami
kontak secara langsung dengan peralatan tubing dan casing selama berhari-hari
tanpa harus menaruh kekhawatiran terhadap suatu masalah korosi serius yang
kemungkinan dapat ditimbulkannya. Oleh karena sifatnya tersebut, maka asam
asetat biasanya digunakan pada sumur dalam dengan jenis batuan gamping.
Sama halnya dengan asam asetat, asam formiat Gormic acid) juga
merupakan asam organik dengan daya ionisasi dan kecepatan reaksi yang rendah.
Sifat-sifat daripada asam ini hampir menyerupai asam asetat. Akan tetapi asam
formiat memiliki kelemahan dibanding asam asetat yaitu lebih sulit dalam
menanggulangi daya korosinya khususnya pada kondisi temperatur yang tinggi.
3. Powdered Acid
Powdered acid terdiri asam sulfamik (NH2SO3H) asam kloroasetat
(CICH2CO2H). Kedua jenis asam ini jarang digunakan karena harganya yang
relatif lebih mahal. Jenis asam ini tidak mudah menguap, berbentuk kristal
berwama putih yang mudah larut dalam air. Kecepatan reaksi asam jenis ini sama
cepatnya dengan asam hidroklorik (HCI), tetapi tingkat korosivitasnya lebih
rendah daripada asam HCI. Kelemahan asam jenis ini adalah tidak dapat
melarutkan oksida besi.
1. Surfaktan
Surfaktan yang digunakan pada saat pengasaman matriks dibagi menjadi
beberapa jenis, diantaranya anti sludge agent, suspending agent, non emulsifying
agent, dan retarder agent.
a. Anti Sludge Agent
Jika asam diinjeksikan ke dalam formasi dan kontak dengan crude oil yang
mempunyai presentase aspalt yang tinggi akan menyebabkan terbentuknya
sludge (partikel-partikel seperti lumpur) di bidang antar permukaan minyak
dengan asam. Padatan sludge hanya sedikit larut dalam minyak, karena itu
jika sudah terbentuk akan sulit untuk dihilangkan. Dengan demikian
material tersebut dapat terakumulasi di dalam formasi dan dapat
menurunkan harga permeabilitas batuan di sekitar sumur. Anti sludge agent
dapat mencegah terbentuknya endapan sludge yang terjadi selama treatment
pengasaman
b. Suspending Agent
Kebanyakan formasi karbonat mengandung bahan-bahan yang tidak larut
dan jika dibiarkan mengendap akan terjadi penyumbatan dalam pori-pori
atau rekahan batuan. Suspending agent digunakan untuk mencegah
terbentuknya endapan butiran yang tidak larut dalam asam dengan cara
mensuspensikannya dalam larutan asam, sehingga dapat terangkut ke
pemukan bersama larutan asam sisa
c. Non Emulsifying Agent
Reaksi antara asam dengan fluida formasi dapat menyebabkan terbentuknya
emulsi. Kecenderungan terbentuknya emulsi akan meningkat dengarn
bertambahnya konsentrasi asam. Non emulsifying agent digunakan untuk
mencegah terbentuknya emulsi, karena dapat larut dalam larutan asam
ataupun dapat bercampur dengan bahan-bahan lainnya
d. Retarder Agent
Aditif retarder agent digunakan untuk mengontrol laju reaksi asam sehingga
spending timenya menjadi lebih lama. Aditif ini diperlukan terutama jika
volume asam yang digunakan besar dan sumur relatif dalam.
2. Mutual Solvent
Umumnya mutual solvent digunakan pada saat prefush. Fungsinya adalah
untuk membersihkan batuan atau endapan (scale) yang terselimuti oleh minyak.
Dalam operasi pengasaman, solvent berguna untuk mengurangi tegangan antar
permukaan minyak-air, sebagai solvent untuk melarutkan minyak dalam air,
sebagai pencuci untuk merubah bahan-bahan basah minyak menjadi basah air,
serta meningkatkan aksi surfactant dan demuslifier saat kontak dengan material-
material formasi
3. Corrosion Inhibitor
Corrosion inhibitor merupakan aditif yang selalu digunakan dalam setiap
operasi pengasaman, dengan mengingat kondisi asam yang korosif terhadap
peralatan logam. Dengan adanya corrosion inhibitor, walaupun tidak bisa 100 %
menghilangkan korosi, tetapi dapat mengurangi laju korosi hingga batas dapat
ditolerir. Corrosion inhibitor mengurangi laju korosi dengan cara membentuk
lapisan film tipis di permukaan peralatan logam tubing atau casing. Dengan
adanya lapisan ini, dapat dicegah reaksi penembusan asam terhadap logam
sehingga laju korosi terhambat
4. Diverting Agent
Dalam setiap treatment pengasaman, penting untuk menangani seluruh
zona produktif. Biasanya permeabilitas tidak seragam di setiap interval produksi
sehingga penyebaran asam di tiap interval berbeda, lebih banyak masuk ke
permeabilitas tinggi. Karena itulah perlu penggunaan diverting agent untuk
memblok sementara saluran perforasi pada zona dengan permeabilitas tinggi
Dengan ini asam dapat diarahkan masuk ke zona permeabilitas rendah.
Penggunaan diverting agent terutama diperlukan untuk interval panjang melebihi
20 ft.
5. Alcohol
Alcohol digunakan untuk membantu meningkatkan efisiensi sumur pada
operasi pengasaman untuk sumur gas. Penggunaan alcohol memudahkan sumur
dengan tekanan dasar sumur yang rendah untuk mendorong keluar fluida
treatment dari lubang sumur. Penggunannya biasanya dipertimbangkan atas dasar
biaya dan faktor keselamatan kerja. sehingga hanya digunakan bila memang
benar-benar diperlukan.
6. Clay Stabilizer
Clay stabilizer digunakan untuk meminimalkan kerusakan formasi akibat
pengembangan lempung (clay swelling) atau migrasi clay Stabilizer dapat
digunakan sebagai overflush dengan konsentrasi 01-20% volume.
1. Perbandingan Luas-Volume
Perbandingan luas-volume merupakan perbandingan antara luas
permukaan batuan yang kontak dengan asam persatuan volume. Pada matrix
acidizing, pengaruh perbandingan luas volume ini lebih besar daripada acid
fracturing Hal ini disebabkan karena pada matrix acidizing luas pemukaan batuan
yang kontak dengan asam lebih besar. Semakin besar pengaruh perbandingan
luas-volume, maka semakin besar laju reaksi asam terhadap batuan sehingga
spending time semakin kecil.
2. Temperatur Reservoir
Temperatur mempunyai pengaruh langsung yang berbanding lurus
terhadap laju reaksi HCI dengan karbonat. Pada temperatur 140°F, dan 150°F laju
reaksi sekitar 2 kali lebih cepat dibandingkan dengan temperatur 80°F. Hal ini
menunjukkan seiring bertambahnya temperatur maka laju reaksi akan semakin
lebih cepat.
3. Tekanan Reservoir
Pada tekanan yang kurang dari 500 psi, hanya sedikit CO2 yang terlarut
dalam fluida sehingga menimbulkan efek peningkatan laju reaksi. Sedangkan
pada tekanan diatas 500 psi, terjadi peningkatan konsentrasi CO2 yang terlarut
dalam fluida. Peningkatan konsentrasi CO2 sebagai hasil reaksi akan
menggerakkan reaksi kearah tercapainya kesetimbangan sehingga dapat
memperlambat laju reaksi.
4. Konsentrasi Asam
Pada konsentrasi HCl sampai dengan 20% laju reaksi pengsaman naik
hampir sebanding dengan naiknya konsentari asam. Sedangkan pada konsentrasi
20-24%, laju reaksi pengasaman akan mencapai titik maksimum. Peningkatan
konsentrasi HCl melebihi 24% akan menyebabkan penurunan laju reaksi . Hal ini
disebabkan karena pada konsentrasi tinggi diatas 24 % , volume hasil reaksi yang
dihasilkan lebih banyak. Hasil reaksi seperti CaCl2 dan CO2 bersifat
memperlambat reaksi antara asam dengan karbonat sehingga dapat mengurangi
laju reaksi.
5. Komposisi Batuan
Komposisi kimia batuan formasi sangat penting untuk menentukan waktu
laju reaksi antara asam dengan batuan. Laju reaksi HCl terhadap dolomite akan
lebih lambat dibandingkan dengan limestone. Tetapi pada temperatur tinggi, laju
reaksi hampir sama.
METODOLOGI PENELITIAN
S=1.151
[( P1 jam−P wf
m ) (
−log
k
)
φµCr w 2
+3.23
] ………………. (3-3)
Dimana :
S = factor skin, tak berdimensi
P1jam = tekanan diperoleh dari kurva build-up tekanan, psi/cycle
Pwf = tekanan air dasar sumur yang tercatat sebelum penutupan, psi
m = kemiringan kurva linier build-up tekanan, psi/cycle
k = permeabilitas efektif rata-rata, mD
φ = porositas batuan, fraksi
µ = viskositas fluida, cp
C = kompresibilitas total fluida, psi-1
Rw = jari-jari sumur, f
Besarmya kerusakan formasi akibat faktor skin dapat dilihat dari
penyimpangan harga S terhadap titik nol, dan secara kuantitatif dinyatakan
sebagai berikut :
S > 0 : menunjukkan adanya kerusakan formasi di sekitar lubang sumur.
S < 0 : menunjukkan adanya perbaikan permeabilitas di sekitar lubang sumur.
S = 0 : kerusakan formasi di sekitar lubang sumur diabaikan.
Adanya skin effect akan memperbesar kehilangan tekanan (pressure drop).
Pertambahan kehilangan tekanan (∆Pskin, oleh Van Everdingen dituliskan sebagai
berikut :
∆Pskin = 0,87 mS …………………………… (3-4)
162,6 qµB
Dengan m= …………………………… (3-5)
kh
Dimana :
k = permeabilitas lapisan (konstan), mD
h = tebal lapisan, ft
B0 = faktor volume formasi, RB/STB
re = radius pengurasan sumur, ft
rw = radius sumur, ft
Karena besarnya Pwf dipengaruhi oleh adanya faktor hambatan (skin),
maka terdapat dua tipe Indeks Produktivitas yaitu PI ideal dengan anggapan tanpa
terjadinya pengaruh skin, serta PI aktual yang memperhitungkan adanya skin.
q
PI ideal= …………………… (3-7)
Ps−Pwf
q
PI a ktual= …………………… (3-8)
Ps−(Pwf + Pskin)
Dengan :
q
PI ideal = ………………………… (3-10)
P s−P wf
dan
PI
actual=
q
Ps−Pwf −∆ Pskin
………………………… (3-11)
1. Analisa Log
Log dibagi menjadi beberapa maca, diantaranya adalah gamma ray log, SP
log, resistivity log, density log dan neutron porosity log. Berdasarkan analisa log
(Lampiran A), lapisan N sumur RFR-37 memiliki ketebalan ± 20 m, hasil GR log
dan SP log memperlihatkan defleksi kurva pada lapisan N memiliki nilai rendah.
Hal ini menunjukan bahwa pada kedalaman tersebut lapisan cukup Log dibagi
menjadi beberapa macam diantaranya adalah gamma ra sangat permeable.
Sedangkan resistivity log memperlihatkan defleksi kurva tinggi, ini menandakan
bahwa pada lapisan tersebut mengandung hidrokarbon (pada interval produksi
1826.5 -1830.5 m). Jika dilihat dari density & neutron log didapatkan bahwa
lapisan tersebut termasuk kedalam tight reservoir. Lapisan ini termasuk ke dalam
formasi Baturaja dengan litologi batuannya adalah carbonates. Batuan ini
merupakan kandidat yang baik untuk dilakukan pengasaman matriks (matrix
acidizing), karena batuan carbonates dapat larut dengan menggunakan HCL
2. Cadangan
Berdasarkan analisa log di atas, didapatkan porositas rata-rata pada
ketebalan ± 20m yaitu sebesar 8% dengan Sw rata-rata sebesar 20%. Dalam
penulisan ini, cadangan reservoir dihitung berdasarkan well basis dengan metode
volumetric (Lampiran B), dimana jari-jari pengurasan sebesar 500m untuk
reservoir gas, sehingga didapat besamya cadangan terambil yaitu sebesar 58.15
MSTB dengan jumlah cadangan gas yang ada sebesar 4098.06 MMSCF.
Berdasarkan data cadangan di atas, reservoir tersebut masih cukup menarik untuk
dilakukan pengurasan tahap lanjut, sehingga dengan mempertimbangkan faktor
litologi batuan maka pada reservoir ini diusulkan untuk dilakukan pekerjaan
stimulasi matrix acidizing.
Pf
Gf =
h
4428,7 psi
Gf = =0,74 psi /ft
599,31 ft
Tabel 4.1.
Tahapan Matrix Acidizing di Sumur RFR-37
Cum Cum
Rate Vol Time
Step Fluid Vol Time
(bpm) (bbl) (min)
(bbl) (min)
Cooling Down Brine 2 10 10 5.0 5.0
Preflush Solvent Preflush 0.8 30 40 37.5 42.5
Preflush Perf Wash 0.8 30 70 37.5 80.0
Main Fluid Main Acid 3.6 19 89 5.3 85.3
Overflush Brine Overflush 4 62 151 15.5 100.8
Displacement Displacement 1 40 191 40.0 140.8
1. Injectivity Test
Injectiviny test dilakukan dengaun menginjeksikan fluida tertentu ke dalam
formasi yang bertujuan untuk mengetahui rate dan tekanan pemompaan
berlangsung. Pada Sumur RFR-37, fluida injectivity test yang digunakan yaitu
brine (air asin) yang dibuat dengan yang tepat saat injectivity test yang
menggunakan air tawar yang 38 dicampur Potassitum Chloride. Tabel 42.
menunjukkan rae dan tekanan saat injectivity test pada sumur usulan.
2. 10 % HCL Pickle
Tubing pickle adalah menginjeksikan asam ke dalam sumur hanya di
sepanjang tubing string yang bertujuan untuk mengisolasi ion Fe2+ yang terdapat
pada tubing string serta menghindari endapan baru yang mungkin timbul akibat
presitipasi HCl dengan ion Fe2+ di sepanjang tubing string. Banyaknya pickle yang
diinjeksikan pada Sumur RFR - 37 yaitu 5 bbls 10% HCI yang dibuat dengan
menggunakan 32% HCI yang diencerkan dengan Aquades , tubing pickle
dilakukan sebelum acid treatment dan packer belum diset. Setelah tubing pickle
dilakukan, agar hasil reaksi tidak masuk ke dalam formasi maka dilakukan
reserve out (sirkulasi balik) dari annulus menuju tubing
3. Preflush
Preflush pada Sumur RFR-37 terdiri atas dua tahapan, yaitu
menginjeksikan 30 bbls organic solvent kemudian dikuti injeksi 30 bbls fluida
perforation wash. Preflush diperlukan untuk mempersiapkan formasi sebelum
stimulasi, schingga formasi dapat menerima acid yang diinjeksikan tanpa
menimbulkan damage
4. Main Acid
Main acid yang digunakan dalam pelaksanaan matrix acidizing pada
Sumur RFR-37 adalah emulsion acid, yaitu acid yang dilapisi diesel oil
Penggunaan emulsion acid bertujuan agar penetrasi asam dapat lebih jauh ke
dalam formasi. Prilaku rate dan tekanan saat pemompaan main acid pada Sumur
RFR-37 dapat dilihat pada Gambar 4.1
Gambar 4.1. Chart Rate dan Tekanan Pemompaan Stimulasi Sumur RFR3-7
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa pada saat pemompaan main acid
terjadi penurunan tekanan permukaan dan peningkatan rate pemompaan. Hal ini
menunjukkan bahwa acid yang ada telah berhasil menjangkau damage pada
formasi sehingga aliran acid pada formasi tidak mengalami hambatan berarti.
5. Overflush
Overflush adalah proses mendorong acid dan solvent ke dalam formasi dan
mengisolasi asam yang telah bereaksi. Overflush pada sumur usulan dilakukan
dengan memompakan 62 bbls brine (air asin) yang ditambahkan beberapa aditif
dengan rate pemompaan sebesar 4 bpm untuk memastikan seluruh main acid
masuk ke dalam formasi.
331
d 2=
7.4805 x 3.14 x 13.124 x 0.08
2 2
d =13.42 ft
d=3.7 ft
Gross 80 Bfpd
Net 68 Bcpd
Watercut 15 %
Watercut 5.4 %
Tabel 4.4
Perbandingan Data Sumur Sebelum dan Sesudah Pengasaman
80
PI = =0,0504 bpd / psi
2151,74−563,09
b. Penentuan PI setelah pengasaman :
q
PI =
Ps−Pwf
148
PI = =3,3214 bpd / psi
2151,74−2107,18
2151,74−563,09−1475
FE=
Ps−Pwf
FE=0,0715
2151,74−2107,18−(−22,53)
FE=
2151,74−2107,18
FE=1,5
Tabel 4.5.
Data Pendukung Pembuatan Kurva IPR Sumur RFR-37
Sebelum Pengasaman Setelah Pengasaman
Parameter Besaran Satuan Parameter Besaran Satuan
Q 80 bpd Q 148 Bpd
Pwf 2151,74 Psi Pwf 2151,74 Psi
Ps 0,0504 Psi ps 3,3214 Psi
Q=PI ( Ps−Pwf )
Sehingga dengan menggunakan persaman tersebut, maka laju alir (Q) pada
tekanan alir (Pwf) berbeda-beda didapat sebagai berikut :
KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil PBU sebelum pengasaman, RFR-37 diindikasikan
mengalami damage yang diperkirakan disebabkan oleh invasi lumpur
pemboran. Hal ini menjadi dasar untuk dilakukan stimulasi di sumur
tersebut.
2. Stimulasi pengasaman matriks (matrix acidizing) yang dilakukan di
sumur RFR-37 bertujuan untuk memperbaiki konduktivitas formasi
dan meningkatkan laju produksi.
3. Proses pengasaman matriks pada sumur RFR-37 meliputi injectivity
test, tubing pickle, preflush, perforation wash, main acid treatment,
overflush, serta displacement.
4. Berdasarkan evaluasi jangkauan penetrasi saat pelaksanaan, diketahui
bahwa damage yang ada tidak sejauh yang diperkirakan sebelumnya.
5. Matrix acidizing yang dilakukan pada sumur usulan berhasil
meningkatkan produksi dari 80/68/15%/1.2422 bfpd/bcpd/KAmmscf
menjadi 148/140/5.4%/216 bfpd/bepd/KA/mmscf. Selain itu, terjadi
perbaikan nilai skin dari +240 menjadi -1.91, peningkatan nilai indeks
produktifitas (PI) dari 0.0504 bpd/psi menjadi 3.3214 bpd/psi,
kenaikan nilai efisiensi aliran (FE) dari 0.0715 menjadi 1.5, serta
perubahan kurva IPR yang menunjukkan perbaikan produktivitas
sumur.
6. Berdasarkan evaluasi keberhasilan yang dilakukan, dapat menjadi
referensi bagi sumur-sumur lain yang memiliki karakteristik sama
dengan sumur usulan.
DAFTAR PUSTAKA
Rubiandini, Rudi dan Pudjo Sukarno. 1997. Integrated Well Planning and Trouble
Shocking (In Bahasa Indonesia). PT. Citra Duta Perkasa.
r e =500 m x 3.281Vb=A x h
1
A=3.14 x r e 2 Ei=
Bg
Rate Pressure
Stage Fluid
(bpm) (psi)
LEMBAR ASISTENSI
LAPORAN TUGAS AKHIR
LEMBAR ASISTENSI
LAPORAN TUGAS AKHIR
BERITA ACARA
PERBAIKAN LAPORAN TUGAS AKHIR (TA)
1.
2.
3.
4.
5.
BERITA ACARA
PERBAIKAN LAPORAN TUGAS AKHIR (TA)
1.
2.
3.
4.
5.
Unggul
BERITA ACARA
PERBAIKAN LAPORAN TUGAS AKHIR (TA)
1.
2.
3.
4.
5.
Roby Cahyadi, ST