Anda di halaman 1dari 66

BABI

PENDAHULUAN

Kerusakan formasi (damage) terjadi karena adanya aktivitas-aktivitas pada


proses pemboran, komplesi, dan aktivitas produksi. Hal ini akan mengakibatkan
terjadinya penurunan produktivitas dan konduktivitas sumur karena menurunnya
harga permeabilitas batuan di sekitar lubang sumur.
Sumur RFR-37 merupakan sumur bor baru yang diselesaikan pada lapisan
N dengan jenis batuan carbonates. Data reservoir menunjukkan bahwa sumur
tersebut memiliki permeabilitas dan tekanan reservoir yang cukup besar, namun
produksi mengalami hambatan, terlihat dari produksi awal sumur yang belum
optimal. Hal ini diidentifikasi disebabkan karena adanya damage pada formasi.
Berdasarkan karakteristik formasi yang ditembus dan jenis batuan yang ada, maka
dilakukan stimulasi matrix acidizing untuk menghilangkan damage tersebut
sehingga diharapkan terjadi peningkatan laju produksi pada sumur usulan.
Matrix acidizing dilakukan dengan cara menginjeksikan larutan asam dan
aditif tertentu secara langsung ke dalam pori-pori batuan formasi di sekitar lubang
sumur dengan tekanan penginjeksian di bawah tekanan rekah formasi dengan
tujuan agar reaksi menyebar ke formasi batuan secara radial. Asam akan
menaikkan permeabilitas matriks, dengan cara membesarkan lubang pori-pori
ataupun melarutkan partikel-partikel yang menghambat saluran pori -pori tersebut
Untuk mendukung analisa hasil pekerjaan stimulasi matrix acidizing,
dilakukan pengumpulan data yang diperlukan meliputi data geologi, data reservoir
sumur, serta data produksi sebelum dan sesudah pekerjaan stimulasi matrix
acidizing dilaksanakan. Kemudian dilakukan evaluasi hasil yang bertujuan untuk
mengetahui sejauh mana keberhasilan suatu pekerjaan stimulasi pengasaman yang
telah dilakukan.
1.1. Latar Belakang Masalah
Sumur RFR-37 terletak di Lapangan Beringin, Prabumulih, wilayah
Sumatera Bagian Selatan. Sumur ini diselesaikan pada lapisan N formasi Baturaja
dengan jenis batuan carbonates pada interval perforasi 1826,5-1830,5 m.
Produksi awal sumur setelah dilakukan perforasi adalah 80/68/15%/1.2422
bfpd/bepd/KA/mmscf. Berdasarkan data pengukuran reservoir (well test) didapat
skin sebesar +240 dan ∆Pskin sebesar 1475 psi. Dari data ini, terlihat bahwa
sumur usulan mempunyai potensi jumlah hidrokarbon yang cukup menarik untuk
dikembangkan. Namun adanya kerusakan formasi (damage) dan yang cukup besar
menghambat jalannya produksi, sehingga mengakibatkan potensi sumur menjadi
kecil.

1.2. Batasan Masalah


Pembahasan dalam tugas akhir ini terbatas hanya membahas evaluasi
untuk mengetahui tingkat keberhasilan pengasaman matriks. Evaluasi tersebut
ditinjau dari parameter-parameter seperti kenaikan laju produksi (Qo),
Productivity Index (PI), Flow Effisiency (FE), perbaikan skin factor (S) dan
∆Pskin, serta perubahan kurva IPR.

1.3. Tujuan

Adapun tujuan tugas akhir ini diantaranya :


1. Mengetahui pemilihan metode stimulasi yang tepat untuk suatu sumur
berdasakan karakteristik formasi dan kondisi reservoir yang ditembus.
2. Mengetahui mekanisme langkah pekerjaan stimulasi dengan metode
pengasaman matriks, jenis-jenis asam serta zat aditif yang digunakan.
3. Melakukan evaluasi untuk mengetahui tingkat keberhasilan pengasaman
matriks ditinjau dari parameter-parameter kenaikan laju produksi (Qo),
Productivity Index (PI), Flow Efisiency (FE), perbaikan factor skin (S)
dan ∆Pskin, serta perubahan kurva IPR.
1.4. Manfaat
Adapun manfaat yang didapat setelah melakukan tugas akhir ini adalah :
1. Memahami metode stimulasi yang tepat untuk batuan carbonates.
2. Memahami tahapan pengasaman matriks pada suatu sumur.
3. Memahami bahwa evaluasi keberhasilan stimulasi pengasaman matriks
dilakukan dengan memperhatikan laju produksi (Qo), Productivity
Index (PD), Flow Efisiency (FE), perbaikan skin factor (S), ∆Pskin
serta perubahan kurva IPR setelah pengasaman.
4. Memahami bahwa evaluasi keberhasilan yang dilakukan, dapat
menjadi
referensi
bagi
sumur-
sumur
lain
yang
memiliki

karakteristik sama dengan sumur usulan.


BAB II

DASAR TEORI

Stimulasi dengan metode pengasaman merupakan salah satu metode


stimulasi sumur selain metode perekahan hidrolik (hydraulic fracturing). Prinsip
dasar metode ini adalah melarutkan batuan dari material-material yang
menghambat aliran dalam reservoir dengan cara menginjeksikan sejumlah asam
ke dalam lubang sumur/lapisan produktif. Pengasaman ini biasanya dilakukan
untuk menghilangkan pengaruh penurunan permeabilitas formasi di sekitar lubang
sumur (kerusakan formasi) dengan cara memperbesar pori-pori batuan dan
melarutkan partikel-partikel penyumbat pori-pori batuan.
Berdasarkan teknik pengasamannya, pengasaman (acidizing) dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa macam, salah satunya adalah matrix acidizing
atau pengasaman matriks

2.1.1. Pengasaman Matriks (Matrix Acidizing)


Pengasaman matriks dilakukan dengan cara menginjeksikan larutan asam
dan aditif tertentu secara langsung ke dalam pori-pori batuan formasi di sekitar
lubang sumur dengan tekanan penginjeksian di bawah tekanan rekah formasi
dengan tujuan agar reaksi menyebar ke formasi batuan secara radial. "Asam akan
menaikkan permeabilitas matriks baik dengan cara membesarkan lubang pori-pori
ataupun melarutkan partikel-partikel yang menghambat saluran pori-pori tersebut.
Matrix acidizing akan berhasil untuk sumur dengan damage sedalam 1 hingga 2
feet." (Tojondrodipoetro,2005 : A-lI-1). Sehingga penetrasi asam akan mencapai
kemampuan efektif untuk menghilangkan damage secara radial pada jarak 3
hingga 5 feet dari lubang sumur. Asam mampu bereaksi dengan material yang ada
di formasi sehingga membantu memperbaiki permeabilitas yang mengecil.
Matrix acidizing digunakan baik untuk batuan karbonat (limestone,
dolomite) maupun batupasir (sandstone), walaupun jenis asamnya berlainan. Bila
sumur tidak mengalami kerusakan, matrix acidizing tidak akan banyak membantu
pada peningkatan produksi, maka jumlah asam yang digunakan tidak akan
ekonomis.

2.1.1 Tahapan Pengasaman Matriks


Sebuah program pengasaman biasanya terdiri atas injeksi beberapa
tahapan fluida yaitu injectivity test, preflush, main acid treatment dan overrflush.
1. Injectivity Test
Injectivity test diperlukan untuk mengetahui laju alir dan tekanan yang tepat
saat pemompaan berlangsung. Selain itu injectivity test ini bertujuan untuk
memastikan bahwa acid yang ada dapat dipompakan ke dalam formasi.
2. Preflush
Preflush diperlukan untuk mempersiapkan formasi sebelum stimulasi,
sehingga formasi dapat bereaksi dengan asam. Preflush berfungsi
membersihkan batuan atau endapan (scale) yang terselimuti oleh minyak
Apabila batuan atau endapan tersebut diselimuti oleh minyak, kerja asam
menjadi tidak efektif karena asam tidak dapat bereaksi dengan batuan. Oleh
karena itu, minyak yang menyelimuti batuan harus dihilangkan dengan cara
pencucian menggunakan solvent
3. Main Acid Treatment
Setelah tahapan preflush, biasanya dilanjutkan dengan injeksi asam utama.
Proses utama pemompaan asam ini berfungsi untuk memperbaiki
permeabilitas batuan dengan cara melarutkan batuan atau endapan yang
menutupi pori-pori batuan. Pemompaan dengan laju yang rendah dilakukan
untuk membentuk aliran radial agar reaksi merata disekitar lubang sumur
sedangkan pemompaan dengan laju yang tinggi dilakukan untuk jangkauan
penetrasi yang lebih jauh ke dalam formasi
4. Overflush
Overflush bertujuan untuk mendorong asam dan solvent ke dalam formasi dan
mengisolasi asam yang telah bereaksi. Overflush juga berfungsi untuk
mensuspensikan hasil reaksi yang tidak dapat larut dengan asam.

5. Displacement
Displacement adalah proses mendorong acid dan solvent ke dalam formasi
dengan volume pemompaan hanya sebanyak volume string.

2.1.2. Perbaikan Produktivitas Melalui Pengasaman Matriks


Stimulasi pengasaman matriks terutama akan efektif dilakukan pada
sumur-sumur yang mengalami hambatan aliran yang disebabkan oleh adanya
kerusakan formasi akibat scale kalsium karbonat (CaCO3). Pelaksanaan
pengasaman matriks pada sumur yang tidak mengalami kerusakan, umumnya
memberikan peningkatan produktivits yang sangat kecil. Besamya penurunan
produktivitas pada sumur yang mengalami kerusakan formasi dapat dilihat dari
gambar berikut.

Gambar 2.1. Penurunan Produktivitas Karena Kerusakan Formasi

Sebagai contoh bila zona yang rusak berkembang sampai 6 inchi ke dalam
formasi dan perbandingan permeabilitasnya 0.05, maka produktivitas sumurnya
hanya 0.3 dari produksi sumur yang tidak mengalami kerusakan. Stimulasi
pengasaman matriks akan menghilangkan kerusakan formasi tersebut dan akan
memberikan peningkatan laju produksi

2.2. Identifikasi Kerusakan Formasi


Kerusakan formasi (damage) dapat didefinisikan sebagai terjadinya
penurunan produktivitas atau injektivitas sumur karena menurunnya harga
permeabilitas batuan di sekitar lubang sumur yang mana dapat diakibatkan oleh
tersumbatnya lubang bor, lubang perforasi, pori-pori dekat lubang bor atau
rekahan yang berhubungan langsung dengan lubang bor. Penyebab utama suatu
kerusakan formasi adalah adanya kontak antara formasi dengan fluida yang tidak
sesuai sehingga mengakibatkan terbentuknya endapan di sekitar formasi yang
dapat menghambat jalannya produksi.
Sejalan dengan waktu, sumur-sumur minyak dan gas akan mengalami
penurunan produksi. Penurunan bisa disebabkan oleh banyak faktor, seperti
berkurangnya cadangan di reservoir atau karena adanya kerusakan mekanis pada
sumur atau peralatan bawah permukaan, seperti kebocoran casing atau pompa.
Jika produksi terus mengalami penurunan, sedangkan jumlah cadangan masih
cukup besar serta tidak terjadi kerusakan mekanis pada sumur dan peralatan,
kemungkinan besar penurunan produksi yang terjadi disebabkan karena adanya
kerusakan pada formasi.

Gambar 2.2. Pengaruh Kerusakan terhadap Formasi


"Penyebaran kerusakan formasi biasanya hanya beberapa inchi dari lubang
sumur tetapi kadang-kadang dapat pula menyebar jauh sampai beberapa feet.
Jangkauan daerah kerusakan ini merupakan salah pemilihan asam dan teknik
pengasamannya."(Rubiandini, 1997 : Acidizing-2 ). Pemilihan asam serta teknik
pengasaman yang tepat akan menjangkau dan menghilangkan kerusakan formasi.

2.2.1 Sebab Terjadinya Kerusakan Formasi


Kerusakan yang dialami olch formasi bervariasi dan dapat terjadi
sepanjang waktu akibat adanya aktivitas-aktivitas yang dilakukan terhadap sumur
Penyebab utama suatu kerusakan formasi adalah adanya kontak antara formasi
dengan fluida yang tidak sesuai schingga mengakibatkan terbentuknya endapan di
sekitar formasi yang dapat menghambat jalannya produksi. Sumbermya dapat
berasal dari fluida lumpur pemboran, fluida kerja ulang atau komplesi, fluida
stimulasi atau bahkan fluida reservoir itu sendiri bilamana sifat-sifatnya sudah
mengalami perubahan oleh suatu sebab tertentu.
Kerusakan yang diklasifikasikan menjadi dua, yaitu kerusakan yang terjadi
pada tahapan sebelum produksi dan kerusakan pada tahapan setelah sumur
berproduksi.

1. Kerusakan Sebelum Tahap Produksi


Aktivitas yang dapat menimbulkan kerusakan pada formasi sebelum
sumur memasuki tahap produksi antara lain adalah operasi pemboran,
penyemenan dan komplesi/perforasi. Pada tahap ini, kerusakan terjadi karena
adanya pengaruh invasi dari filtrat fluida dan invasi partikel padat yang masuk ke
pori-pori batuan formasi di sekitar sumur. Hal tersebut akan menyebabkan
konduktivitas fluida di sekitar formasi berkurang akibat turunnya permeabilitas
disekitar sumur dari harga mula-mula di formasinya.
Invasi filtrat fluida yang terjadi berasal dari fluida yang digunakan pada
operasi pemboran seperti lumpur pemboran, bubur semen dan fluida komplesi.
Cairan filtrat tersebut akan terdorong masuk ke dalam formasi karena adanya
perbedaan tekanan antara lubang bor dengan formasi yang dapat mendesak
ataupun bercampur dengan fluida formasi tersebut. Filtrat fluida yang terinvasi ke
dalam formasi dapat menimbulkan pengaruh negatif yang merugikan antara lain
seperti :
a. Pengembangan Clay (Clay Swelling)
Invasi filtrat ke dalam formasi menyebabkan lempung yang ada di formasi
mengembang beberapa kali lipat volumenya, sehingga menimbulkan
penyumbatan pori-pori batuan di sekitar sumur. Tingkat masalah
pengembangan lempung ini antara lain dipengaruhi oleh jumlah dan jenis
fluida filtrat dan aditif yang digunakan serta jumlah dan jenis lempung yang
ada di formasi
b. Water Block
Invasi filtrat yang terus terjadi sebelum tahap produksi dapat mengakibatkan
penurunan permeabilitas efektif minyak di daerah invasi atau kenaikan harga
saturasi air di sekitar lubang sumur. Pada tahap produksi, kondisi ini akan
menyebabkan aliran minyak ke lubang sumur terhalang. Atau karena
mobilitas air yang lebih besar daripada minyak menyebabkan produksi air
lebih besar daripada produksi minyak.
c. Emulsi
Emulsi antara lain terbentuk karena bertemunya dua macam fluida yang
dalam kondisi normal tidak dapat bercampur, dalam hal ini adalah minyak
dengan filtrat fluida. Filtrat yang masuk akan mendorong emulsi yang sudah
ada semakin jauh dari lubang sumur, sehingga memasuki tahap produksi
dapat menghalangi aliran minyak ke lubang sumur. Pengamatan terhadap
kehadirar emulsi dapat diamati melalui harga permeabilitas rata-rata dimana
permeabilitas rata-rata dari hasil tes injektivitas sumur akan lebih besar dari
permeabilitas rata-rata dari hasil tes produksi. Untuk formasi batupasir yang
mengalami emulsi dapat diatasi dengan asam HF-HCI dan surfaktan. Untuk
kerusakan pada formasi karbonat dilakukan dengan bypass zona kerusakan
dengan asam.
d. Perubahan sifat kebasahan (wetabilitas) batuan
Kandungan bahan-bahan kimiawi yang ada dalam fluida filtrat, dapat
menyebabkan terjadinya perubahan sifat kebasahan batuan dari basah air
(water wet) menjadi basah minyak (ail wet),. Perubahan sifat kebasahan ini
menyebabkan aliran air menjadi lebih mudah dan sebaliknya minyak menjadi
lebih sulit sehingga pada akhimya akan menyebabkan produksi air akan
meningkat dan produksi minyak akan menurun.
e. Pembentukan endapan scale
Sebelum tahapan produksi, endapan scale pun cenderung terbentuk akibat
bertemunya dua jenis air yang mempunyai kandungan ion yang berbeda. Ion-
ion tersebut bereaksi membentuk senyawa yang tidak dapat larut dalam air.
Apabila jumlah senyawa tersebut cukup banyak sehingga melampaui batas
kelarutannya pad bentuk padatan yang disebut scale yang dapat menimbulkan
penyumbatan pori-pori batuan disekitar sumur. Endapan atau scale sering
ditemukan pada lubang perforasi sumur yang mana dapat menyumbat aliran
fluida sehingga menurunkan produktivitas sumur. Pencegahan scale dapat
dilakukan dengan memasukkan bahan kimia tertentu (scale inhibitor) ke
dalam sistem aliran.
Invasi pertikel padat dapat berasal dari material fluida pemboran, bubur
semen, fluida komplesi maupun dari serbuk bor yang berukuran sangat halus.
Radius invasi partikel padat relatif lebih kecil dibandingkan dengan radius invasi
filtrat. Invasi partikel padat yang terus terjadi menyebabkan akumulasi di pori-
pori sekitar lubang sumur sehingga menyebabkan penyumbatan (plugging).
Gambar 2.3. menunjukkan bahwa penyumbatan pori-pori batuan menyebabkan
harga permeabilitas batuan mengecil sehingga aliran fluida dari formasi ke lubang
sumur terhambat dan pada akhirnya akan menurunkan produktivitas sumur.
Gambar 2.3. Pengaruh Kerusakan Formasi terhadap Permeabilitas Batuan

2. Kerusakan Selama Tahap Produksi


Setelah sumur memasuki tahap produksi, kerusakan disebabkan karena
adanya penyumbatan baik di dalam pori-pori batuan maupun di peralatan bawah
permukaan seperti di tubing dan casing. Penyumbatan disebabkan karena
terjadinya pengendapan inorganik yaitu scale, dan pengendapan organik seperti
parafin dan aspalt di sekitar lubang sumur.
a. Endapan Scale
Scale merupakan pengendapan mineral yang berasal dari hasil reaksi ion-
ion yang terkandung dalam air formasi. Pengendapan dapat terjadi di dalam pori-
pori batuan formasi, lubang sumur bahkan peralatan di permukaan. Beberapa jenis
endapan scale yang sering dijumpai di lapangan antara lain adalah: kalsium
karbonat, kalsium sulfat, barium sulfat, stronsium sulfat, dan senyawa-senyawa
besi.
b. Endapan Parafin
Endapan parafin dipengaruhi oleh kandungan paraffin-wax (lilin), titik
kabut (cloud point) crude oil dan wax. Parafin merupakan persenyawaan
hidrokarbon dengan rantai lurus atau bercabang, biasanya antara C18H38 hingga
C40H82 yang bercampur dengan material organik dan inorganik lain.
Pengendapan parafin dapat terjadi di saluran perforasi, pipa atau di dalam
peralatan di permukaan. Penanganan yang dilakukan biasanya secara mekanik
dengan menggunakan wireline scrapper untuk menghilangkan endapan di dalam
lubang sumur, atau dapat juga dengan melarutkan pengendapan lilin dengan
minyak panas yang mengandung kandungan aromatic tinggi.

2.2.2. Analisa Indikasi Kerusakan Formasi


Alasan utama dilakukannya stimulasi adalah guna mengatasi kerusakan
formasi. Indikasi mengenai adanya kerusakan formasi yang terjadi pada sumur
produks formasi pada suatu sumur tertentu dapat ditentukan dari test produksi,
pressure, build up test, pressure drawdown test, perbandingan dengan sumur
menembus formasi yang sama, serta analisa yang cermat terhadap sejarah yang
produksi sumur, termasuk selang waktu operasi komplesi, workover dan well
service.
Tingkat keberhasilan suatu perencanaan stimulasi dalam upaya
meningkatkan produksi antara lain bergantung pada tingkat ketepatan diagnosa
atas permasalahan kerusakan formasi yang terjadi. Diagnosa atas kerusakan
formasi didasarkan pada penentuan berbagai indikator yang dapat digunakan
dalam melakukan penilaian secara kuantitatif terhadap kerusakan formasi. Disini
akan dibahas mengenai identifikasi kerusakan melalui uji tekanan yang terdiri dari
pressure build-up test dan pressure drawdown test.

1. Pressure Build-Up
“Test Pressure Build-Up (PBU) test adalah suatu teknik pengujian
transiern tekanan yang paling banyak dikenal dan dilakukan. Pada
dasamya pengujian dilakukan pertama-tama dengan memproduksi sumur
selama selang waktu tertentu dengan laju aliran konstan. Kemudian sumur
ditutup pada bagian kepala sumur di permukaan, sehingga tekanan menjadi
naik Kenaikan tekanan dasar sumur dicatat sebagai fungsi waktu."
(Rubiandini, 1997 : Dasar-Dasar Teknik Produksi-7).

Dari data yang didapat, selain untuk menganalisa identifikasi kerusakan


formasi yang ditandai dengan skin, juga dapat digunakan untuk menentukan harga
permeabilitas formasi, daerah pengurasan dan batas reservoir serta keheterogenan
suatu formasi.
Dari suatu sejarah produksi suatu sumur, mula-mula sumur diproduksikan
dengan laju aliran tetap sebesar q, selama waktu tp. Kemudian sumur ditutup
selama waktu ∆t. Gambar 24. menunjukkan prilaku laju dan tekanan untuk PBU
test yang ideal, dengan tp merupakan waktu produksi dan ∆t adalah waktu selama
ilakukan penutupan dan dicatat penutupan berlangsung. Tekanan diukur sebelum
dilakukan penutupan dan dicatat sebagai fungsi waktu selama penutupan
berlangsung. Kurva PBU yang dihasilkan kemudian dianalisa untuk melihat
kondisi reservoir dan lubang sumur.

Gambar 2.4. Laju dan Tekanan Ideal untuk Pressure Build Up Tes

2. Pressure Drawdown Test


"Pressure drawdown test adalah suatu pengujian yang dilaksanakan
dengan jalan membuka sumur dan mempertahankan laju produksi tetap
selama pengujian berlangsung. Sebagai syarat awal, sebelum pembukaan
sumur tersebut, tekanan hendaknya seragam di seluruh reservoir yaitu
dengan menutup sumur sementara waktu agar dicapai keseragaman
tekanan direservoirnya."(Rubiandini, 1997 : Dasar-Dasar Teknik Produksi-
20)

Waktu yang paling ideal untuk melakukan pressure drawdown test adalah
pada saat-saat pertama suatu sumur berproduksi. Namun tes ini tidak hanya
terbatas pada sumur-sumur baru saja. Pada dasamya, pengujian ini dapat
dilakukan pada sumur-sumur lama yang telah ditutup sekian lama hingga dicapai
keseragaman tekanan reservoir, serta sumur-sumur produktif yang apabila pada
sumur tersebut dilakuan pressure buid up test akan sangat merugikan.
Keuntungan ekonomis melakukan pengujian ini adalah dapat memperoleh
produksi minyak selama pengujian. Sedangkan keuntungannya secara teknis
adalah kemungkinan dapat memperkirakan volume reservoir. Tetapi kelemahan
utamanya adalah kesulitan dalam mempertahankan laju aliran tetap selama
pengujian berlangsung.

2.3. Perencanaan Asam dan Aditif


Untuk mendapatkan hasil yang benar-benar memuaskan dari suatu operasi
pengasaman matriks perlu dilakukan pemilihan jenis asam dan aditif yang tepat
Pemilihan jenis asam disesuaikan dengan jenis formasi dan jenis kerusakan,
komposisi mineral dan air formasi, kelarutan mineral, dan lain-lain. Asam yang
sesuai tidak hanya akan menghilangkan kerusakan formasi yang ada, tetapi juga
dapat menghindari pengendapan kembali hasil reaksi yang dihasilkan (secondary
damage).
Begitu juga dalam melakukan pemilihan bahan-bahan aditif apa saja yang
akan digunakan untuk membantu proses pengasaman. Bahan-bahan aditif yang
digunakan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi sumur dan kemungkinan
masalah yang akan timbul selama operasi pengasaman berlangsung.

2.3.1. Karakteristik Asam


Asam yang digunakan pada pengasaman matriks (matrix acidizing)
dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu mineral acid, organic acid dan powdered
acid.

1. Mineral Acid
Mineral acid terbagi menjadi dua jenis asam, yaitu asam hidroklorik (HCI)
dan asam hidroklorik-hidrofluorik (HCI-HF) atau yang biasa disebut mud acid.
Asam hidroklorik (HCI) reguler merupakan jenis asam yang banyak digunakan di
lapangan dan juga diketahui sebagai fluida dasar sistem asam lainnya. Konsentrasi
jenis asam ini dapat bervariasi antara 1% hingga 35% dimana hal ini bergantung
pada penggunaan dan persyaratan yang dibutuhkan dalam program pengasaman
tersebut. Tabel 2.1. memperlihatkan bahwa asam hidroklorik bereaksi dengan
cepat bila berada pada formasi batuan karbonat, namun tidak dapat bereaksi bila
berada pada formasi batu pasir.

Tabel 2.1.
Berbagai Reaksi Antara HCl dengan Mineral Formasi

Calcite/Limestone
2HCl + CaCO3 CaCl2 + CO2 + H2O

Dolomite
4HCl + CaMg(CO3)2 CaCl2 + MgCl2 + 2CO2 + 2H2O

Sand/Silica/Quartz
HCl + SiO2 Tidak Bereaksi

Asam hidroflorik (HF) digunakan untuk stimulasi pada batu pasir karena
dapat melarutkan silikat. Tidak semua produk reaksi dengan asam hidrofluorik
akan larut dalam air. Tabel 2.2. memperlihatkan reaksi asam hidrofluorik dengan
bermacam-macam mineral batuan. Asam hidrofluorik dapat bereaksi dengan
bermacam-macam mineral seperti Ca+ dan Mg+ tetapi akan terbentuk endapan.
Karena pada batu pasir sering terdapat semen dari bahan Ca +, maka umumnya HF
dicampur dengan HCl dalam penggunaanya.

Tabel 2.2.
Berbagai Reaksi Antara HF dengan Mineral Formasi

Calcium Carbonate
2HF + CaCO3 CaF2 + CO2 + H2O

Dolomite
4HF + CaMg(CO3)2 CaF2 + MgF + 2CO2 + 2H2O

Sand/Silica/Quartz
6HF + SiO2 H2SiF6 + 2H2O

2. Organic Acid
Organic acid terdiri dari asam asetat (CH3COOH) dan asam formiat
(HCOOH) yang dapat melarutkan batuan limestone dan dolomite. Berbeda dengan
mineral acid, pada organic acid ionisasi tidak berlangsung cepat.
Asam asetat (acetic acid) merupakan asam organik dengan daya ionisasi
dan kecepatan reaksi yang rendah. Dalam penanganannya asam asetat tergolong
jenis asam yang cukup mudah dalam penanggulangan korosi yang selalu
ditimbulkan oleh setiap larutan asam, sehingga dengan kemudahan penanganan
sifat korosifitas ini maka asam asetat dapat dialirkan serta dibiarkan mengalami
kontak secara langsung dengan peralatan tubing dan casing selama berhari-hari
tanpa harus menaruh kekhawatiran terhadap suatu masalah korosi serius yang
kemungkinan dapat ditimbulkannya. Oleh karena sifatnya tersebut, maka asam
asetat biasanya digunakan pada sumur dalam dengan jenis batuan gamping.
Sama halnya dengan asam asetat, asam formiat Gormic acid) juga
merupakan asam organik dengan daya ionisasi dan kecepatan reaksi yang rendah.
Sifat-sifat daripada asam ini hampir menyerupai asam asetat. Akan tetapi asam
formiat memiliki kelemahan dibanding asam asetat yaitu lebih sulit dalam
menanggulangi daya korosinya khususnya pada kondisi temperatur yang tinggi.
3. Powdered Acid
Powdered acid terdiri asam sulfamik (NH2SO3H) asam kloroasetat
(CICH2CO2H). Kedua jenis asam ini jarang digunakan karena harganya yang
relatif lebih mahal. Jenis asam ini tidak mudah menguap, berbentuk kristal
berwama putih yang mudah larut dalam air. Kecepatan reaksi asam jenis ini sama
cepatnya dengan asam hidroklorik (HCI), tetapi tingkat korosivitasnya lebih
rendah daripada asam HCI. Kelemahan asam jenis ini adalah tidak dapat
melarutkan oksida besi.

2.3.2 Karakteristik Aditif


Proses pengasaman dapat merupakan penyebab dari beberapa masalah
yang sering dialami oleh suatu sumur yang distimulasi. Maka diperlukan zat-zat
kimia tambahan (aditif) untuk menanggulangi permasalahan tersebut. Selain itu,
aditif digunakan untuk mengkondisikan formasi agar asam dapat bereaksi.
Dalam pemakaian lebih dari satu zat aditif maka diperlukan pengontrolan
yang seksama agar dapat memastikan bahwa antar zat aditif tidak saling
menghalangi atau mengganggu reaksi yang harus dijalankan oleh masing-masing
zat tersebut.

1. Surfaktan
Surfaktan yang digunakan pada saat pengasaman matriks dibagi menjadi
beberapa jenis, diantaranya anti sludge agent, suspending agent, non emulsifying
agent, dan retarder agent.
a. Anti Sludge Agent
Jika asam diinjeksikan ke dalam formasi dan kontak dengan crude oil yang
mempunyai presentase aspalt yang tinggi akan menyebabkan terbentuknya
sludge (partikel-partikel seperti lumpur) di bidang antar permukaan minyak
dengan asam. Padatan sludge hanya sedikit larut dalam minyak, karena itu
jika sudah terbentuk akan sulit untuk dihilangkan. Dengan demikian
material tersebut dapat terakumulasi di dalam formasi dan dapat
menurunkan harga permeabilitas batuan di sekitar sumur. Anti sludge agent
dapat mencegah terbentuknya endapan sludge yang terjadi selama treatment
pengasaman

b. Suspending Agent
Kebanyakan formasi karbonat mengandung bahan-bahan yang tidak larut
dan jika dibiarkan mengendap akan terjadi penyumbatan dalam pori-pori
atau rekahan batuan. Suspending agent digunakan untuk mencegah
terbentuknya endapan butiran yang tidak larut dalam asam dengan cara
mensuspensikannya dalam larutan asam, sehingga dapat terangkut ke
pemukan bersama larutan asam sisa
c. Non Emulsifying Agent
Reaksi antara asam dengan fluida formasi dapat menyebabkan terbentuknya
emulsi. Kecenderungan terbentuknya emulsi akan meningkat dengarn
bertambahnya konsentrasi asam. Non emulsifying agent digunakan untuk
mencegah terbentuknya emulsi, karena dapat larut dalam larutan asam
ataupun dapat bercampur dengan bahan-bahan lainnya
d. Retarder Agent
Aditif retarder agent digunakan untuk mengontrol laju reaksi asam sehingga
spending timenya menjadi lebih lama. Aditif ini diperlukan terutama jika
volume asam yang digunakan besar dan sumur relatif dalam.
2. Mutual Solvent
Umumnya mutual solvent digunakan pada saat prefush. Fungsinya adalah
untuk membersihkan batuan atau endapan (scale) yang terselimuti oleh minyak.
Dalam operasi pengasaman, solvent berguna untuk mengurangi tegangan antar
permukaan minyak-air, sebagai solvent untuk melarutkan minyak dalam air,
sebagai pencuci untuk merubah bahan-bahan basah minyak menjadi basah air,
serta meningkatkan aksi surfactant dan demuslifier saat kontak dengan material-
material formasi

3. Corrosion Inhibitor
Corrosion inhibitor merupakan aditif yang selalu digunakan dalam setiap
operasi pengasaman, dengan mengingat kondisi asam yang korosif terhadap
peralatan logam. Dengan adanya corrosion inhibitor, walaupun tidak bisa 100 %
menghilangkan korosi, tetapi dapat mengurangi laju korosi hingga batas dapat
ditolerir. Corrosion inhibitor mengurangi laju korosi dengan cara membentuk
lapisan film tipis di permukaan peralatan logam tubing atau casing. Dengan
adanya lapisan ini, dapat dicegah reaksi penembusan asam terhadap logam
sehingga laju korosi terhambat

4. Diverting Agent
Dalam setiap treatment pengasaman, penting untuk menangani seluruh
zona produktif. Biasanya permeabilitas tidak seragam di setiap interval produksi
sehingga penyebaran asam di tiap interval berbeda, lebih banyak masuk ke
permeabilitas tinggi. Karena itulah perlu penggunaan diverting agent untuk
memblok sementara saluran perforasi pada zona dengan permeabilitas tinggi
Dengan ini asam dapat diarahkan masuk ke zona permeabilitas rendah.
Penggunaan diverting agent terutama diperlukan untuk interval panjang melebihi
20 ft.

5. Alcohol
Alcohol digunakan untuk membantu meningkatkan efisiensi sumur pada
operasi pengasaman untuk sumur gas. Penggunaan alcohol memudahkan sumur
dengan tekanan dasar sumur yang rendah untuk mendorong keluar fluida
treatment dari lubang sumur. Penggunannya biasanya dipertimbangkan atas dasar
biaya dan faktor keselamatan kerja. sehingga hanya digunakan bila memang
benar-benar diperlukan.

6. Clay Stabilizer
Clay stabilizer digunakan untuk meminimalkan kerusakan formasi akibat
pengembangan lempung (clay swelling) atau migrasi clay Stabilizer dapat
digunakan sebagai overflush dengan konsentrasi 01-20% volume.

2.3.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi Pengasaman


Laju kecepatan reaksi asam adalah perubahan konsentrasi reaktan (zat
yang direaksikan) dalam suatu satuan waktu. Kecepatan reaksi dalam stimulasi
pengasaman akan mempengaruhi besar derajat penembusan asam ke dalam
formasi. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi pengasaman adalah
sebagai berikut :

1. Perbandingan Luas-Volume
Perbandingan luas-volume merupakan perbandingan antara luas
permukaan batuan yang kontak dengan asam persatuan volume. Pada matrix
acidizing, pengaruh perbandingan luas volume ini lebih besar daripada acid
fracturing Hal ini disebabkan karena pada matrix acidizing luas pemukaan batuan
yang kontak dengan asam lebih besar. Semakin besar pengaruh perbandingan
luas-volume, maka semakin besar laju reaksi asam terhadap batuan sehingga
spending time semakin kecil.

2. Temperatur Reservoir
Temperatur mempunyai pengaruh langsung yang berbanding lurus
terhadap laju reaksi HCI dengan karbonat. Pada temperatur 140°F, dan 150°F laju
reaksi sekitar 2 kali lebih cepat dibandingkan dengan temperatur 80°F. Hal ini
menunjukkan seiring bertambahnya temperatur maka laju reaksi akan semakin
lebih cepat.

3. Tekanan Reservoir
Pada tekanan yang kurang dari 500 psi, hanya sedikit CO2 yang terlarut
dalam fluida sehingga menimbulkan efek peningkatan laju reaksi. Sedangkan
pada tekanan diatas 500 psi, terjadi peningkatan konsentrasi CO2 yang terlarut
dalam fluida. Peningkatan konsentrasi CO2 sebagai hasil reaksi akan
menggerakkan reaksi kearah tercapainya kesetimbangan sehingga dapat
memperlambat laju reaksi.

4. Konsentrasi Asam
Pada konsentrasi HCl sampai dengan 20% laju reaksi pengsaman naik
hampir sebanding dengan naiknya konsentari asam. Sedangkan pada konsentrasi
20-24%, laju reaksi pengasaman akan mencapai titik maksimum. Peningkatan
konsentrasi HCl melebihi 24% akan menyebabkan penurunan laju reaksi . Hal ini
disebabkan karena pada konsentrasi tinggi diatas 24 % , volume hasil reaksi yang
dihasilkan lebih banyak. Hasil reaksi seperti CaCl2 dan CO2 bersifat
memperlambat reaksi antara asam dengan karbonat sehingga dapat mengurangi
laju reaksi.

5. Komposisi Batuan
Komposisi kimia batuan formasi sangat penting untuk menentukan waktu
laju reaksi antara asam dengan batuan. Laju reaksi HCl terhadap dolomite akan
lebih lambat dibandingkan dengan limestone. Tetapi pada temperatur tinggi, laju
reaksi hampir sama.

6. Kecepatan Aliran Asam


Kecepatan aliran asam tidak menimbulkan pengaruh yang begitu besar
terhadap laju reaksi antara asam dengan batuan. Untuk sumur-sumur dengan
temperatur tinggi kecepatan ditingkatkan hanya untuk menghindari berkurangnya
daya reaktifitas asam yang diinjeksikan.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di PT. Pertamina EP Region Sumatera Field
Prabumulih yang berlangsung pada tanggal 4 April s/d 4 Juni 2011.

3.2 Tahapan Penelitian


Tahapan-tahapan yang dilakukan untuk mendukung analisa hasil pekerjaan
stimulasi pengasaman matriks (matrix acidizing) adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan Data
Data yang diperlukan untuk membuat analisa hasil matrix acidizing
meliputi data geologi, data reservoir sumur seperti tekanan reservoir,
temperature, permeabilitas yang didapat melalui pressure build up test,
data komplesi sumur seperti interval perforasi, ukuran casing & tubing
serta kedalaman sumur, serta data produksi sebelum dan sesudah
pekerjaan stimulasi matrix acidizing dilaksanakan diantaranya adalah
data tekanan dasar alir, laju produksi, water cut dan productivity index.
2. Identifikasi Kerusakan
Indikasi mengenai adanya kerusakan formasi pada sumur usulan
didapat dari hasil analisa skin dan ∆P skin dari hasil pressure build up
test, analisa nilai productivity index, serta analisa produksi harian.
Hasil analisa tersebut menjadi justifikasi dan dasar dalam perencanaan
pelaksanaan pengasaman.
3. Evaluasi Perencanaan Pengasaman
Evaluasi perencanaaan pengasaman meliputi evaluasi gradient tekanan
rekah, evaluasi tahapan pengasaman, serta evaluasi jangkauan
penetrasi asam yang akan diinjeksikan dan volume acid yang akan
digunakan.
4. Evaluasi Hasil
Evaluasi hasil dilakukan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan
suatu pekerjaan stimulasi pengasaman yang telah dilakukan dengan
melihat parameter PI, laju produksi, skin dan ∆Pskin, FE, dan
perbandingan kurva IPR.

3.3 Parameter Evaluasi Perencanaan Pengasaman Matriks


Sebelum dilakukan stimulasi pada suatu sumur, perlu dilakukan evaluasi
perencanaan pengasaman untuk mengetahui gradien rekah formasi dan jangkauan
penetrasi asam yang dapat menjangkau damage yang terdapat pada formasi,
sehingga stimulasi pengasaman matriks yang dilakukan benar-benar dapat
menghilangkan damage yang ada.

3.3.1 Evaluasi Gradien Rekah Formasi


Evaluasi gradien rekah formasi dilakukan agar pelaksanaan stimulasi
matrix acidizing berlangsung dibawah tekanan rekah formasi. Hal ini dilakukan
agar terbentuk aliran radial dan merata di sekeliling sumur. Selain itu bertujuan
agar selama pelaksanaan proses matriks acidizing berlangsung tidak menyebabkan
terjadinya perekahan formasi. Tekanan rekah formasi (PI) dihitung dengan
persaman :
Pf = Gf x h …………………… (3-1)

Dimana, Gf = Gradien rekah formasi, psi/ft


H = kedalaman, ft

3.3.2 Evaluasi Jangkauan Penetrasi Asam


Evaluasi jangkauan penetrasi asam dilakukan untuk memastikan bahwa
stimulasi matrix acidizing yang dilakukan telah menjangkau formasi pada
panjang tertentu sehingga mampu menghilangkan damage yang terjadi pada
formasi tersebut. Perhitungan jangkauan penetrasi radial asam dilakukan dengan
berdasarkan volume main acid yang diinjeksikan.
Volume main acid yang diinjeksikan dihitung dengan rumus :
V = 7,4805 x π x l x d2 x φ ……………………….. (3-2)
Dimana, V = volume acid yang diinjeksikan, gal
l = panjang perforasi, ft
d = jangkauan penetrasi asam, ft
φ = porositas

3.4 Parameter Evaluasi Keberhasilan Pengasaman Matriks


Suatu sumur yang selesai distimulasi perlu dievaluasi untuk mengetahui
sejauh keberhasilan dari pekerjaan pengasaman yang telah dilakukan. Dari suatu
matriks, umumnya dihasilkan peningkatan laju produksi harian. Namun dapat
dijadikan parameter penilaian untuk menentukan keberhasilan secara keseluruhan.
beberapa produksi harian (q), kenaikan indeks produktivitas (PI), kenaikan
efisiensi aliran (FE), perbaikan skin (S) dan delta P skin, serta perubahan kurva
IPR.

3.4.1 Evaluasi Keberhasilan Berdasarkan Faktor Skin


Hurst dan Van Everdingen memberikan hubungan untuk menentukan
factor skin, yaitu :

S=1.151
[( P1 jam−P wf
m ) (
−log
k
)
φµCr w 2
+3.23
] ………………. (3-3)

Dimana :
S = factor skin, tak berdimensi
P1jam = tekanan diperoleh dari kurva build-up tekanan, psi/cycle
Pwf = tekanan air dasar sumur yang tercatat sebelum penutupan, psi
m = kemiringan kurva linier build-up tekanan, psi/cycle
k = permeabilitas efektif rata-rata, mD
φ = porositas batuan, fraksi
µ = viskositas fluida, cp
C = kompresibilitas total fluida, psi-1
Rw = jari-jari sumur, f
Besarmya kerusakan formasi akibat faktor skin dapat dilihat dari
penyimpangan harga S terhadap titik nol, dan secara kuantitatif dinyatakan
sebagai berikut :
S > 0 : menunjukkan adanya kerusakan formasi di sekitar lubang sumur.
S < 0 : menunjukkan adanya perbaikan permeabilitas di sekitar lubang sumur.
S = 0 : kerusakan formasi di sekitar lubang sumur diabaikan.
Adanya skin effect akan memperbesar kehilangan tekanan (pressure drop).
Pertambahan kehilangan tekanan (∆Pskin, oleh Van Everdingen dituliskan sebagai
berikut :
∆Pskin = 0,87 mS …………………………… (3-4)
162,6 qµB
Dengan m= …………………………… (3-5)
kh

3.4.2 Evaluasi Berdasarkan Productivity Index (PI)


Productivity Index adalah indeks yang menyatakan kemampuan suatu
formasi produktif untuk mengalirkan fluidanya ke dasar sumur pada drawdown
tertentu. Stimulasi pengasaman juga dapat dikatakan berhasil jika terjadi kenaikan
Productivity Index (PI) setelah pengasaman.
Secara matematik PI dapat dinyatakan sebagaimana dalam persamaan
berikut :
0.007082kh
PI =
r
( )
B0 µ 0 ln e
rw
……………………… (3-6)

Dimana :
k = permeabilitas lapisan (konstan), mD
h = tebal lapisan, ft
B0 = faktor volume formasi, RB/STB
re = radius pengurasan sumur, ft
rw = radius sumur, ft
Karena besarnya Pwf dipengaruhi oleh adanya faktor hambatan (skin),
maka terdapat dua tipe Indeks Produktivitas yaitu PI ideal dengan anggapan tanpa
terjadinya pengaruh skin, serta PI aktual yang memperhitungkan adanya skin.
q
PI ideal= …………………… (3-7)
Ps−Pwf
q
PI a ktual= …………………… (3-8)
Ps−(Pwf + Pskin)

Kermit E Brown (1967) memberikan batasan terhadap tingkat


produktivitas sebagai berikut :
Pl rendah jika : Pl <0,5
PI sedang jika : 0.5 < Pl < 1.5
PI tinggi jika : PI < 1.5

3.4.3 Evaluasi Berdasarkan Kurva Inflow Performance Relationship (IPR)


Grafik kurva IPR merupakan grafik kemampuan suatu sumur selama
produksi. Kurva IPR menunjukkan hubungan antara kapasitas produksi dengan
tekanan alir dasar sumur.
Perbedaan antara grafik IPR sebelum dan sesudah dilakukannya stimulasi
pengasaman matriks dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Perbandingan Grafik IPR Sebelum dan Sesudah Stimulasi

3.4.4 Evaluasi Berdasarkan Efisiensi Aliran


Efisiensi aliran adalah suatu konstanta yang menunjukkan pengertian
identik denga adanya skin di sekitar sumur (dalam formasi produktin). Kehilangan
tekanan pada daerah skin menurunkan efisiensi aliran (flow efficiency), dan
didefinisikan sebagai berikut :
PI ideal
Flow Efficiency ( FE )= ………………………… (3-9)
PI aktual

Dengan :
q
PI ideal = ………………………… (3-10)
P s−P wf
dan
PI
actual=
q
Ps−Pwf −∆ Pskin
………………………… (3-11)

Sehingga dihasilkan suatu persamaan berikut :


Ps−Pwf −∆ Pskin
FE= ………………………… (3-12)
Ps−P wf

Berdasarkan harga FE yang diperoleh, dapat diketahui kondisi


permeabilitas formasi di sekitar lubang sumur, yaitu :
FE < 1 menunjukkan bahwa permeabilitas formasi di sekitar lubang sumur
mengecil akibat adanya kerusakan.
FE > 1 menunjukkan bahwa permeabilitas di sekitar lubang sumur telah
diperbaiki dan harganya lebih besar dari harga semula.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bagian ini diuraikan hasil penelitian yang di menentukan


keberhasilan pengasaman matriks yang ditinjau dari parameter- parameter
kenaikan laju produksi (Qo), Productivity Index (P), Flow Efisiency (FE),
perbaikan skin factor (S) dan ∆PSkin, serta perubahan kurva IPR-nya.

4.1 Analisa Data Subsurface Sumur RFR-37


Sumur RFR-37 terletak di lapangan Beringin yang termasuk dalam
wilayah kerja PT. Pertamina EP Region Sumatera Field Prabumulih. Analisa data
subsurface sumur diperlukan sebagai pendekatan dalam pemecahan masalah pada
sumur usulan. Analisa data subsurface meliputi analisa log, cadangan, hasil
pengujian sumur, dan analisa produktivitas reservoir.

1. Analisa Log
Log dibagi menjadi beberapa maca, diantaranya adalah gamma ray log, SP
log, resistivity log, density log dan neutron porosity log. Berdasarkan analisa log
(Lampiran A), lapisan N sumur RFR-37 memiliki ketebalan ± 20 m, hasil GR log
dan SP log memperlihatkan defleksi kurva pada lapisan N memiliki nilai rendah.
Hal ini menunjukan bahwa pada kedalaman tersebut lapisan cukup Log dibagi
menjadi beberapa macam diantaranya adalah gamma ra sangat permeable.
Sedangkan resistivity log memperlihatkan defleksi kurva tinggi, ini menandakan
bahwa pada lapisan tersebut mengandung hidrokarbon (pada interval produksi
1826.5 -1830.5 m). Jika dilihat dari density & neutron log didapatkan bahwa
lapisan tersebut termasuk kedalam tight reservoir. Lapisan ini termasuk ke dalam
formasi Baturaja dengan litologi batuannya adalah carbonates. Batuan ini
merupakan kandidat yang baik untuk dilakukan pengasaman matriks (matrix
acidizing), karena batuan carbonates dapat larut dengan menggunakan HCL
2. Cadangan
Berdasarkan analisa log di atas, didapatkan porositas rata-rata pada
ketebalan ± 20m yaitu sebesar 8% dengan Sw rata-rata sebesar 20%. Dalam
penulisan ini, cadangan reservoir dihitung berdasarkan well basis dengan metode
volumetric (Lampiran B), dimana jari-jari pengurasan sebesar 500m untuk
reservoir gas, sehingga didapat besamya cadangan terambil yaitu sebesar 58.15
MSTB dengan jumlah cadangan gas yang ada sebesar 4098.06 MMSCF.
Berdasarkan data cadangan di atas, reservoir tersebut masih cukup menarik untuk
dilakukan pengurasan tahap lanjut, sehingga dengan mempertimbangkan faktor
litologi batuan maka pada reservoir ini diusulkan untuk dilakukan pekerjaan
stimulasi matrix acidizing.

3. Well Test Analysis


Pengujian sumur bertujuan untuk melakukan evaluasi darn
mengidentifikasi adanya kerusakan formasi. Metode pengujian yang digunakan
pada sumur usulan adalah Pressure Build Up (PBU) test.
Pengujian tekanan dengan pressure buid up test ini dilakukan sebelum dan
setelah dilakukan pengasaman. Dari pengujian ini didapatkan parnme 35
parameter yang dapat dijadikan kriteria untuk menilai keberhasilan stimulasi
pengasaman matriks yang dilakukan terhadap sumur. Parameter-parameter
tersebut adalah besaran tekanan statik dan tekanan dasar alir, harga faktor skin,
serta harga ∆P skin.
Berdasarkan data pressure build up test (lampiran C) didapat nilai tekanan
reservoir sebesar 2139 psia. Nilai faktor skin sebelum pengasaman adalah sebesar
240 (positif, sedangkan nilai AP skin 1475 psi. Skin bernilai positif
mengindikasikan sumur mengalami kerusakan. Mengingat sumur usulan
merupakan sumur bor baru, kerusakan formasi diperkirakan terjadi pada tahap
sebelum produksi, yaitu karena adanya invasi yang berasal dari lumpur pemboran.

4. Produktivitas Reservoir Lapisan N


Produktivitas reservoir dipengaruhi oleh beberapa parameter, diantaranya
tekanan, permeabilitas, jari-jari, ketebalan, faktor volume formasi, dan viskositas
fluida. Lapisan N setelah dilakukan perforasi sumur mengalir dengan laju alir
kecil, sehingga untuk mengetahui produktivitas reservoir dilakukan pengukuran
PBU. Berdasarkan hasil uji PBU sebelum pengasaman, reservoir pada lapisan N
memiliki tekanan reservoir sebesar 2139 psia dan temperatur reservoir sebesar
267 oF, dengan permeabilitas rata-rata lapisan N adalah 37.4 mD dengan skin
sebesar +240 dan ∆P Skin sebesar 1475 psi (Lampiran D). Pada sumur usulan,
productivity index sebelum pengasaman memiliki nilai yang sangat kecil yaitu
0.0504 bpd/psi (data Februari 2010). Dari teori yang ada, PI < 0.5 termasuk
kategori rendah sehingga perlu adanya perlakuan pada lapisan tersebut yang 36
bertujuan untuk meningkatkan produktivitas reservoir yaitu dengan melakukan
stimulasi matrix acidizing.

4.2. Evaluasi Perencanaan Pekerjaan Matrix Acidizing


Tujuan utama acidizing (pengasaman) adalah untuk memperbaiki
produktivitas sumur. Pengasaman matriks (matrix acidizing) dilakukan dengan
cara menginjeksikan asam di bawah tekanan rekah dan diharapkan terjadi
peningkatan permeabilitas di sekitar lubang sumur. Asam dapat digunakan untuk
tujuan ini karena sifatnya yang dapat melarutkan partikel partikel formasi
khususnya karbonat. Dari hasil pelaksanaan yang telah dilakukan, kemudian
dilakukan evaluasi untuk menunjukan apakah semua hal tersebut telah terpenuhi.

4.2.1. Evaluasi Gradien Rekah Formasi


Berdasarkan injectivity test Sumur RFR-37, rekahan formasi mulai
terbentuk pada tekanan permukaan sebesar 1776 psi dimana pada tekanan tersebut
terjadi perubahan gradient dan aliran dari radial menjadi linear (Lampiran E)
Untuk mendapatkan tekanan rekah formasi pada kondisi di bawah permukaan,
maka tekanan permukaan ditambahkan dengan tekanan hidrostatik. Tekanan
hidrostatik adalah besarmya tekanan kolom fluida per kedalaman (dalam hal ini
fluida yang digunakan adalah KCI, Ph = 2652.7 psia). Maka didapat tekanan
rekah formasi (Pf) sebesar 4428.7 Psi. Berdasarkan data tekanan rekah formasi
tersebut maka gradien rekah formasi (Gf) dapat dihitung dengan :
Pf =Gf x h

Pf
Gf =
h

4428,7 psi
Gf = =0,74 psi /ft
599,31 ft

Dari perhitungan, diperoleh gradient rekah formasi pada sumur usulan


yaitu sebesar 0.74 psi/ft.

4.2.2. Evaluasi Tahapan Pengasaman


Stimulasi matrix acidizing di Sumur RFR-37 terdiri dari beberapa tahapan,
yaitu injectivity test, preflush, perforation wash, main acid treatment, overflush,
dan displacement. Tahapan-tahapan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1. di
bawah ini.

Tabel 4.1.
Tahapan Matrix Acidizing di Sumur RFR-37

Cum Cum
Rate Vol Time
Step Fluid Vol Time
(bpm) (bbl) (min)
(bbl) (min)
Cooling Down Brine 2 10 10 5.0 5.0
Preflush Solvent Preflush 0.8 30 40 37.5 42.5
Preflush Perf Wash 0.8 30 70 37.5 80.0
Main Fluid Main Acid 3.6 19 89 5.3 85.3
Overflush Brine Overflush 4 62 151 15.5 100.8
Displacement Displacement 1 40 191 40.0 140.8
1. Injectivity Test
Injectiviny test dilakukan dengaun menginjeksikan fluida tertentu ke dalam
formasi yang bertujuan untuk mengetahui rate dan tekanan pemompaan
berlangsung. Pada Sumur RFR-37, fluida injectivity test yang digunakan yaitu
brine (air asin) yang dibuat dengan yang tepat saat injectivity test yang
menggunakan air tawar yang 38 dicampur Potassitum Chloride. Tabel 42.
menunjukkan rae dan tekanan saat injectivity test pada sumur usulan.

Tabel 4.2. Rate dan tekanan Injectivity Test di Sumur RFR-37

Stage Rate (bpm) Fluid Pressure (psi)


1 0.5 Brine 1762
2 0.7 Brine 1772
3 0.9 Brine 1776
4 1.2 Brine 1735
5 1.6 Brine 1538
6 2.1 Brine 1694
11 2.3 Brine 1877

Pada pengujian dengan rate 1.2 bpm, tekanan pemompaan mengalami


penurunan, yang menunjukkan adanya perekahan pada formasi. Berdasarkarn
tujuan matriks acidizing, maka rate pada saat pemompaan ditentukan sebesar 1
bpm agar tidak terjadi rekahan pada formasi sehingga pola aliran asam yang
terbentuk adalah aliran radial.

2. 10 % HCL Pickle
Tubing pickle adalah menginjeksikan asam ke dalam sumur hanya di
sepanjang tubing string yang bertujuan untuk mengisolasi ion Fe2+ yang terdapat
pada tubing string serta menghindari endapan baru yang mungkin timbul akibat
presitipasi HCl dengan ion Fe2+ di sepanjang tubing string. Banyaknya pickle yang
diinjeksikan pada Sumur RFR - 37 yaitu 5 bbls 10% HCI yang dibuat dengan
menggunakan 32% HCI yang diencerkan dengan Aquades , tubing pickle
dilakukan sebelum acid treatment dan packer belum diset. Setelah tubing pickle
dilakukan, agar hasil reaksi tidak masuk ke dalam formasi maka dilakukan
reserve out (sirkulasi balik) dari annulus menuju tubing
3. Preflush
Preflush pada Sumur RFR-37 terdiri atas dua tahapan, yaitu
menginjeksikan 30 bbls organic solvent kemudian dikuti injeksi 30 bbls fluida
perforation wash. Preflush diperlukan untuk mempersiapkan formasi sebelum
stimulasi, schingga formasi dapat menerima acid yang diinjeksikan tanpa
menimbulkan damage

4. Main Acid
Main acid yang digunakan dalam pelaksanaan matrix acidizing pada
Sumur RFR-37 adalah emulsion acid, yaitu acid yang dilapisi diesel oil
Penggunaan emulsion acid bertujuan agar penetrasi asam dapat lebih jauh ke
dalam formasi. Prilaku rate dan tekanan saat pemompaan main acid pada Sumur
RFR-37 dapat dilihat pada Gambar 4.1

Gambar 4.1. Chart Rate dan Tekanan Pemompaan Stimulasi Sumur RFR3-7

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa pada saat pemompaan main acid
terjadi penurunan tekanan permukaan dan peningkatan rate pemompaan. Hal ini
menunjukkan bahwa acid yang ada telah berhasil menjangkau damage pada
formasi sehingga aliran acid pada formasi tidak mengalami hambatan berarti.
5. Overflush
Overflush adalah proses mendorong acid dan solvent ke dalam formasi dan
mengisolasi asam yang telah bereaksi. Overflush pada sumur usulan dilakukan
dengan memompakan 62 bbls brine (air asin) yang ditambahkan beberapa aditif
dengan rate pemompaan sebesar 4 bpm untuk memastikan seluruh main acid
masuk ke dalam formasi.

6. Brine Displacement (1680 gal)


Displacement adalah proses mendorong acid dan solvent ke dalam formasi
dengan volume pemompaan hanya sepanjang volume string. Pada Sumur RFR-37,
displacement dilakukan dengan memompakan 40 bbls brine (air asin) pada rate
pemompaan sebesar 1 bpm.

4.2.3. Evaluasi Jangkauan Penetrasi Asam


Berdasarkan data yang ada, jangkauan penetrasi asam pada saat stimulasi
matrix acidizing di Sumur RFR-37, dapat dihitung sebagai berikut :
V = volume acid yang diinjeksikan 331 gal
I = panjang perforasi = 13.124 ft
Φ = porositas = 0.08

Sehingga jangkauan penetrasi asam pada saat pelaksanaan di lapangan


dapat dihitung :
2
V =7.4805 x π x l x d x ∅
V
d 2=
7.4805 x π x l x ∅

331
d 2=
7.4805 x 3.14 x 13.124 x 0.08

2 2
d =13.42 ft

d=3.7 ft

Dari hasil perhitungan yang dilakukan, diperoleh jangkauan penetrasi


asam sebesar 3.7 ft. Nilai ini lebih kecil daripada perencanaan jangkauan penetrasi
sebelum dilakukan pengasaman. Jadi dapat dilihat bahwa dalam pelaksanaan
matrix acidizing yang dilakukan, damage yang terjadi tidak sejauh yang
diperkirakan. Sehingga dengan volume yang tidak terlalu besar, acid yang ada
telah dapat menjangkau dan menghilangkan damage yang terjadi.

4.3. Evaluasi Keberhasilan Pengasaman Matriks Sumur RFR-37


Untuk menentukan keberhasilan pengasaman matriks pada suatu sumur
dapat ditinjau dari beberapa parameter. Parameter-parameter tersebut diantaranya
adalah laju produksi (Qo), Productivity Index (P), Flow Efsiency (FE), perbaikan
faktor skin (S), serta perubahan kurva IPR-nya. Evaluasi keberhasilan dilakukan
dengan cara membandingkan parameter-parameter tersebut, yaitu pada saat
sebelum dan setelah dilakukan operasi pengasaman matriks (matrix acidizing).

1. Evaluasi Berdasarkan Kenaikan Laju Produksi


Data produksi sum ur sangat dibutuhkan untuk mengetahui sejauh mana
keberhasilan pengasaman yang dilakukan. Keberhasilan suatu pengasaman
ditandai dengan adanya peningkatan produksi sumur setelah dilakukan
pengasaman. Perbandingan produksi Sumur RFR-37 sebelum dan sesudalh
stimulalsi dapat dilihat pada tabel 4.3

Tabel 4.3. Perbandingan Data Produksi Sumur Sebelum dan Sesudah


Pengasaman

Produksi Sebelum Pengasaman

PARAMETER BESARAN SATUAN

Gross 80 Bfpd

Net 68 Bcpd

Watercut 15 %

Gas 1.2422 Mmsef

Produksi Setelah Pengasaman

PARAMETER BESARAN SATUAN


Gross 148 Bfpd

Net 140 Bcpd

Watercut 5.4 %

Gas 2.16 Mmsef

Berdasarkan data di atas, produksi sumur mengalami peningkatan setelah


dilakukan stimulasi. Peningkatan produksi sumur ini menunjukkan keberhasilan
stimulasi matrix acidizing pada sumur usulan.

2. Evaluasi Berdasarkan Kenaikan Productivity Index (PI)


Perhitungan productivity inderx dilakukan dengan menggunakan beberapa
data sumur, yaitu laju alir (Q), tekanan dasar alir (Pwf), dan tekanan statik sumur
(Ps). Perbandingan data sumur usulan sebelum dan setelah pengasaman dapat
dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4
Perbandingan Data Sumur Sebelum dan Sesudah Pengasaman

Sebelum Pengasaman Setelah Pengasaman


Parameter Besaran Satuan Parameter Besaran Satuan
Q 80 bpd Q 148 Bpd
Pwf 563,02 Psi Pwf 2107,18 Psi
Ps 2151,74 Psi ps 2151,74 Psi

a. Penentuan PI sebelum pengasaman :


q
PI =
Ps−Pwf

80
PI = =0,0504 bpd / psi
2151,74−563,09
b. Penentuan PI setelah pengasaman :
q
PI =
Ps−Pwf
148
PI = =3,3214 bpd / psi
2151,74−2107,18

Dari perhitungan nilai PI di atas, terdapat kenaikan harga PI yang


menunjukkan adanya perbaikan pada sumur usulan melalui stimulasi matrix
acidizing.

3. Evaluasi Berdasarkan Penurunan Faktor Skin dan Delta P Skin


Nilai skin dan ∆P skin didpatkan dari hasil pressure build up test.
Berdasarkan hasil PBU, nilai faktor skin pada Sumur RFR-37 sebelum dilakukan
pengasaman adalah sebesar 240 (positi) dengan ∆P skin sebesar 1475 psia . Skin
positif serta nilai ∆P skin pada sumur usulan menunjukkan adanya hambatan
dalam sumur dan adanya kehilangan tekanan yang sangat besar yang disebabkan
oleh adanya damage pada formasi. Sedangkan nilai skin setelah dilakukan
pengasaman adalah sebesar -1.91 (negatif) dengan AP skin sebesar -22.53 psia.
Skin negatif serta penurunan nilai ∆P skin mengindikasikan sumur telah
mengalami perbaikan melalui stimulasi matrix acidizing.

4. Evaluasi Berdasarkan Kenaikan Flow Efficiency (FE).


Berdasarkan hasil data pressure build up test, ∆P Skin sebelum
pengasaman yaitu sebesar 1475 psia. Sedangkan ∆P Skin setelah pengasaman
yaitu sebesar -22,53 psia. Maka flow eficiency sebelum dan setelah dilakukan
pengasaman dapat dihitung sebagai berikut :

a. Penentuan Efisiensi Aliran (FE) sebelum pengasaman :


Ps−Pwf −∆ Pskin
FE=
Ps−Pwf

2151,74−563,09−1475
FE=
Ps−Pwf
FE=0,0715

b. Penentuan Efisiensi Aliran (FE) setelah pengasaman :


Ps−Pwf −∆ Pskin
FE=
Ps−Pwf

2151,74−2107,18−(−22,53)
FE=
2151,74−2107,18

FE=1,5

Dari perhitungan menunjukkan FE > 1, artinya lubang sumur telah


diperbaiki melalui stimulasi matrix acidizing.

5. Evaluasi Berdasarkan Kurva IPR


Tabel 4.5. memperlihatkan data pendukung pembuatan kurva IPR sumur
usulan. Kurva IPR dibuat dengan menentukan laju alir (Q) pada tekanan alir (Pw)
yang berbeda-beda.

Tabel 4.5.
Data Pendukung Pembuatan Kurva IPR Sumur RFR-37
Sebelum Pengasaman Setelah Pengasaman
Parameter Besaran Satuan Parameter Besaran Satuan
Q 80 bpd Q 148 Bpd
Pwf 2151,74 Psi Pwf 2151,74 Psi
Ps 0,0504 Psi ps 3,3214 Psi

Laju alir (Q) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :

Q=PI ( Ps−Pwf )

Sehingga dengan menggunakan persaman tersebut, maka laju alir (Q) pada
tekanan alir (Pwf) berbeda-beda didapat sebagai berikut :

Sebelum Pengasaman Pwf Q


2151.74 0
2000 7.64
1800 17.71
1600 27.78
1400 37.86
1200 47.93
1000 58.00
800 68.07
600 78.14
400 88.21
200 98.28
0 108.36
Setelah Pengasaman
Pwf Q
2151.74 0
2000 503.98
1800 1168.26
1600 1832.53
1400 2496.80
1200 3161.08
1000 3825.35
800 4489.62
600 5153.89
400 5818.17
200 6482.44
0 7146.71
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, maka dapat dihasilkan kurva IPR
sebelum dan setelah pengasaman dengan memplot besaran nilai laju alir () pada
sumbu x dan nilai tekanan alir (Pwf) pada sumbu y. Gambar 4.2 menunjukkan
perbandingan kurva IPR sebelum dan setelah pengasaman. Perubahan kurva IPR
menujukkan bahwa stimulasi matrix acidizing yang dilakukan pada sumur usulan
berhasil meningkatkan produktivitas sumur tersebut.

Gambar 4.2. Perbandingan Kurva IPR Sebelum dan Setelah Pengasaman


BAB V

KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil PBU sebelum pengasaman, RFR-37 diindikasikan
mengalami damage yang diperkirakan disebabkan oleh invasi lumpur
pemboran. Hal ini menjadi dasar untuk dilakukan stimulasi di sumur
tersebut.
2. Stimulasi pengasaman matriks (matrix acidizing) yang dilakukan di
sumur RFR-37 bertujuan untuk memperbaiki konduktivitas formasi
dan meningkatkan laju produksi.
3. Proses pengasaman matriks pada sumur RFR-37 meliputi injectivity
test, tubing pickle, preflush, perforation wash, main acid treatment,
overflush, serta displacement.
4. Berdasarkan evaluasi jangkauan penetrasi saat pelaksanaan, diketahui
bahwa damage yang ada tidak sejauh yang diperkirakan sebelumnya.
5. Matrix acidizing yang dilakukan pada sumur usulan berhasil
meningkatkan produksi dari 80/68/15%/1.2422 bfpd/bcpd/KAmmscf
menjadi 148/140/5.4%/216 bfpd/bepd/KA/mmscf. Selain itu, terjadi
perbaikan nilai skin dari +240 menjadi -1.91, peningkatan nilai indeks
produktifitas (PI) dari 0.0504 bpd/psi menjadi 3.3214 bpd/psi,
kenaikan nilai efisiensi aliran (FE) dari 0.0715 menjadi 1.5, serta
perubahan kurva IPR yang menunjukkan perbaikan produktivitas
sumur.
6. Berdasarkan evaluasi keberhasilan yang dilakukan, dapat menjadi
referensi bagi sumur-sumur lain yang memiliki karakteristik sama
dengan sumur usulan.
DAFTAR PUSTAKA

Earlougher Jr, Robert C. 1977. Advances in Well Test Analysis. Society of


Petroleum Engineers of AMIE: New York.

Economides, Michael J and A. Daniel Hill. 1994. Petroleum Production Systems.


PTR Prentice Hall : New Jersey.

Halliburton Services. 2005. Chemical Services; Chemical Well Stimulation. A


Halliburton Company

Rubiandini, Rudi dan Pudjo Sukarno. 1997. Integrated Well Planning and Trouble
Shocking (In Bahasa Indonesia). PT. Citra Duta Perkasa.

Tjondrodipoetro Bambang. 2005. Stimulation (Acidzing and Hydraulic


Fracturing. Yayasan IATMI : Yogyakarta.

BJ Services. Stimulation Books; (Acidizing Concepts and Design).pdf.


LAMPIRAN A
LAMPIRAN A

DATA LOG SUMUR RFR-37


LAMPIRAN B
DATA WELLBASIS SUMUR RFR-37
Radius Pengurasan Luas Pengurasan PERHITUNGAN
Thickness Vb
CADANGAN Bg Yield Point
Sumur 2 φ Sw Ei Eab RF
ft ft acre (Net Pay) ft Acre ft cf/scf Msef/STB
115,
RFR-37 1640,50 8450,494 194,00 65,62 12730,01 0,08 0,2 0,00866 23 56,1 0,9941
47

r e =500 m x 3.281Vb=A x h

1
A=3.14 x r e 2 Ei=
Bg

1) Perhitungan Cadangan Gas 3) Perhitungan Cadangan Kondensat (ICIP)


IGIP=43,560 x vB X φ x ( 1−sW ) X Ei ICIP=RR Dry Gas /Yield Point
IGIP=43,560 x 12730,01 X 0,08 x ( 1−0,2 ) X 115,47 ICIP=3281.81/56.1
IGIP=4098 Mmscf ICIP=58.50 MSTB

2) Perhitungan Dry Gas Terambil 4) Perhitungan Cadangan Terambil


RR Dry Gas =[ ( Ei−Eab)/Ei ] x IGIP RR=ICIP x RF
RR Dry Gas =[ (115,47−23)/115,47 ] x 4098,06 RR=58.50 x 0.9941
RR Dry Gas =3281,81 Mmscf RR=58.15 MSTB
LAMPIRAN C

DATA PBU SEBELUM DAN SETELAH PENGASAMAN

1) Data PBU Sebelum Pengasaman

2) Data PBU Sebelum Pengasaman


LAMPIRAN D

DATA RESERVOIR SUMUR


LAMPIRAN E

GRAFIK INJECTIVITY TEST SUMUR RFR-37

Tabel E.1. Rate dan Tekanan Injectivity Test

Rate Pressure
Stage Fluid
(bpm) (psi)

1 0.5 Brine 1762

2 0.7 Brine 1772

3 0.9 Brine 1776

4 1.2 Brine 1753

5 1.6 Brine 1538

6 2.1 Brine 1694

10 2.3 Brine 1877


Ganbar E.1. Grafik Perubahan Aliran pada saat Injectivity Test
LAMPIRAN B
LAMPIRAN C
POLITEKNIK AKAMIGAS PALEMBANG
Kantor Pusat Administrasi : Jln. Kebon Jahe Komperta Plaju
Tlp. (0711) 7320800, 595595, Fax. (0711) 595595
Kampus : Jln. Rampai Komperta Plaju
Tlp. (0711) 8657300, 595597
Website : www.poliakamigasplg.ac.id
E-mail : Info@poliakamigasplg.ac.id

LEMBAR ASISTENSI
LAPORAN TUGAS AKHIR

Nama/NPM : Ryan Ferdianzah Rizky/0803009


Pembimbing : Ir. Ekariza, MM

NO. TANGGAL URAIAN PARAF

Palembang, 15 September 2011


Pembimbing Ka. Prodi Teknik Eksplorasi Produksi Migas

Ir. Ekariza, MM Ana Asmina, ST


POLITEKNIK AKAMIGAS PALEMBANG
Kantor Pusat Administrasi : Jln. Kebon Jahe Komperta Plaju
Tlp. (0711) 7320800, 595595, Fax. (0711) 595595
Kampus : Jln. Rampai Komperta Plaju
Tlp. (0711) 8657300, 595597
Website : www.poliakamigasplg.ac.id
E-mail : Info@poliakamigasplg.ac.id

LEMBAR ASISTENSI
LAPORAN TUGAS AKHIR

Nama/NPM : Ryan Ferdianzah Rizky/0803009


Pembimbing : Ir. Ekariza, MM

NO. TANGGAL URAIAN PARAF


POLITEKNIK AKAMIGAS PALEMBANG
Kantor Pusat Administrasi : Jln. Kebon Jahe Komperta Plaju
Tlp. (0711) 7320800, 595595, Fax. (0711) 595595
Kampus : Jln. Rampai Komperta Plaju
Tlp. (0711) 8657300, 595597
Website : www.poliakamigasplg.ac.id
E-mail : Info@poliakamigasplg.ac.id

Palembang, 15 September 2011


Pembimbing Ka. Prodi Teknik Eksplorasi Produksi Migas

Ir. Ekariza, MM Ana Asmina, ST


LEMBAR ASISTENSI
LAPORAN TUGAS AKHIR

Nama/NPM : Ryan Ferdianzah Rizky/0803009


Pembimbing : Ir. Ekariza, MM

NO. TANGGAL URAIAN PARAF

Palembang, 15 September 2011


Pembimbing Ka. Prodi Teknik Eksplorasi Produksi Migas

Ir. Ekariza, MM Ana Asmina, ST


LAMPIRAN D
POLITEKNIK AKAMIGAS PALEMBANG
Kantor Pusat Administrasi : Jln. Kebon Jahe Komperta Plaju
Tlp. (0711) 7320800, 595595, Fax. (0711) 595595
Kampus : Jln. Rampai Komperta Plaju
Tlp. (0711) 8657300, 595597
Website : www.poliakamigasplg.ac.id
E-mail : Info@poliakamigasplg.ac.id

BERITA ACARA
PERBAIKAN LAPORAN TUGAS AKHIR (TA)

Nama Mahasiswa / NPM : Ryan Febrianzah Rizki/0803009


Program Studi : Teknik Eksplorasi Produksi Migas
Hari/Tanggal : Sabtu, 24 September 2011
Waktu : …….. s/d ……. WIB
Judul Tugas Akhir : Evaluasi Hasil Stimulasi Matrix Acidizing Di
Sumur RFR-37
Nama Penguji : Ir. Hardjoni Harun

No. Isi Perbaikan Ket.

1.

2.

3.

4.

5.

Palembang, 24 September 2011


Penguji

Ir. Hardjoni Harun


POLITEKNIK AKAMIGAS PALEMBANG
Kantor Pusat Administrasi : Jln. Kebon Jahe Komperta Plaju
Tlp. (0711) 7320800, 595595, Fax. (0711) 595595
Kampus : Jln. Rampai Komperta Plaju
Tlp. (0711) 8657300, 595597
Website : www.poliakamigasplg.ac.id
E-mail : Info@poliakamigasplg.ac.id

BERITA ACARA
PERBAIKAN LAPORAN TUGAS AKHIR (TA)

Nama Mahasiswa / NPM : Ryan Febrianzah Rizki/0803009


Program Studi : Teknik Eksplorasi Produksi Migas
Hari/Tanggal : Sabtu, 24 September 2011
Waktu : …….. s/d ……. WIB
Judul Tugas Akhir : Evaluasi Hasil Stimulasi Matrix Acidizing Di
Sumur RFR-37
Nama Penguji : Unggul

No. Isi Perbaikan Ket.

1.

2.

3.

4.

5.

Palembang, 24 September 2011


Penguji

Unggul

BERITA ACARA
PERBAIKAN LAPORAN TUGAS AKHIR (TA)

Nama Mahasiswa / NPM : Ryan Febrianzah Rizki/0803009


Program Studi : Teknik Eksplorasi Produksi Migas
Hari/Tanggal : Sabtu, 24 September 2011
Waktu : …….. s/d ……. WIB
POLITEKNIK AKAMIGAS PALEMBANG
Kantor Pusat Administrasi : Jln. Kebon Jahe Komperta Plaju
Tlp. (0711) 7320800, 595595, Fax. (0711) 595595
Kampus : Jln. Rampai Komperta Plaju
Tlp. (0711) 8657300, 595597
Website : www.poliakamigasplg.ac.id
E-mail : Info@poliakamigasplg.ac.id

Judul Tugas Akhir : Evaluasi Hasil Stimulasi Matrix Acidizing Di


Sumur RFR-37
Nama Penguji :Roby Cahyadi, ST

No. Isi Perbaikan Ket.

1.

2.

3.

4.

5.

Palembang, 24 September 2011


Penguji

Roby Cahyadi, ST

Anda mungkin juga menyukai