Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

ANEMIA

Disusun Oleh :
M. Lutfi Arafandi 18360212
Maulana Yusup 18360214
Muhammad Ramadhan 18360215

Pembimbing :
dr. Rumbang Sembiring Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
RUMAH SAKIT UMUM KABANJAHE
2018

2
BAB I
LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien


Nama : TUAN KATTI SITEPU
Umur : 82 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Alamat : Gunukinayan
Pekerjaan : WIRASWASTA
Agama : Katolik
No RM : 16-74-63 Tgl Masuk : 26 Desember 2018

1.2 Anamnesis

a. Keluhan Utama
Sesak nafas

b. Telaah
Keluhan sesak ini sudah mulai dirasakan pasien pada
tahun 2011 setelah erupsi gunung sinabung, Sesak dirasakan
mengganggu sehingga pasien datang berobat ke IGD RSU
KABANJAHE. Pasien juga mengeluh tidak bisa BAB sejak 1
minggu yang lalu dan nyeri pada ulu hati, BAK (+).

c. Riwayat Penyakit Dahulu


- Sebelumnya pasien belum pernah dirawat
- Riwayat sesak nafas sejak tahun 2011

d. Riwayat Keluarga
(-)

3
1.3 Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang


b. Kesadaran : compos mentis
c. Tekanan darah : 100/90 mmHg
d. Nadi : 80 x/i
e. Respirasi : 26 x/i
f. Suhu tubuh : 36,60 C

1.4 Status Generalisata

a. Kepala
Bentuk : Normochepali
Rambut : Kehitaman disertai uban
Muka : normal
b. Mata
Konjungtiva anemis : + / +
Sklera ikterik :+/+
Oedem :-/-
Tampak cekung :+/+
b. Telinga
Nyeri tekan tragus :-/-
Serumen :-/-
c. Hidung
Deviasi septum :-/-
Sekret :-/-
d. Mulut
Bibir kering : (+)
Lidah kotor : (+)

e. Leher
Peningkatan JVP : Dalam batas normal
Pembesaran KBG : Dalam batas normal
Pembesaran thyroid : Dalam batas normal

4
f. Thorax
Paru
Inspeksi : pergerakan nafas hemitoraks kanan dan
kiri sama, ictus kordis tidak terlihat
Palpasi : feremitus taktildan vokal hemitoraks
kiri dan kanan sama, ictus kordis tidak
teraba
Perkusi : Sonor kedua lapang paru
Auskultasi ST : bronkhial, wheezing inspirasi dan
ekspirasi (-/-), Ronkhi (-/-)
g. Jantung
Inspeksi : Tidak tampak ictus cordis
Palpasi : Tidak teraba ictus cordis
Perkusi : Dalam batas Normal
Auskultasi : Murmur (-), gallop (-)
h. Abdomen
Inspeksi : Dalam batas normal
Palpasi : Supel, Nyeri tekan epigastrium (-)
hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Thympani
Auskultasi : Bising usus (+) normal

i. Ekstremitas
Superior : sianosis (-/-), akral dingin (+/+)
Edema (-/-)

Inferior : sianosis (-/-), akral dingin (-/-)


Edema (-/-)

1.5 Anjuran

Cek Darah Rutin

5
1.6 Resume

Pasien seorang laki – laki usia 82 tahun. Keluhan sesak ini sudah mulai
dirasakan pasien sejak 5 hari. Sesak dirasakan mengganggu sehingga pasien
datang berobat ke IGD RSU KABANJAHE. Pasien juga mengeluh nafsu
makan berkurang, setelah pasien merasa kesulitan BAB. Pasien juga berkata
tidak bisa BAB sejak 7 hari yang lalu.

Status Generalisata

KU : Tampak sakit sedang


Auskultasi ST : bronkhial, wheezing inspirasi dan ekspirasi (-/-),
Ronkhi (-/-)

1.7 Diagnosis Kerja

Anemia

1.7.1 Diagnosis Banding

Anemia defisiensi Asam Folat

1.8 Penatalaksanaan

1.8.1 Non medikamentosa

Bed Rest
O2 2 liter/menit
Diet MB

1.8.2 Medikamentosa

- IVFD RL 10 gtt/i
- Inj. Ranitidin 1 amp / 12 jam
- Inj. Furosemid 1amp
- Inj. Prosogan

6
- KSR 1x1
- Asam folat 2x10 mg tab
- Curcuma 2x1
- Musylin 2x1
- Ambroxol syr 3x1

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi

Anemia merupakan masalah medik yang paling sering di jumpai di

klinik di seluruh dunia, di samping sebagai masalah kesehatan utama

masyarakat, terutama di negara berkembang. Kelainan ini merupakan

penyebab di sabilitas kronik (chronic debility) yang mempunyai dampak besar

terhadap kesejahteraan sosialdan ekonomi, serta kesehatan fisik. Oleh karena

frekuensinya yang demikian sering,terutama anemia ringan sering sekali tidak

mendapatkan perhatian dan di lewati oleh para dokter di praktek klinik.

Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunnya

jumlah massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat mrmrnuhi

fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup kr perifer

(penururnan oksigen carrying capacity). Secara praktis anemia ditunjukan oleh

penurunan kadar hemoglobin, hematokrit atau hitung eritrosit (red cell count).

Tetapi yang paling lazim di pakai adalah kadar hemoglobin,

kemudianhematokrit. Harus di ingat bahwa terdapat keadaan-keadaan tertentu

di mana ketiga parameter tersebut tidak sejalan dengan massa eritrosit,seperti

pada dehidrasi, perdarahan akut dan kehamilan. Permasalahan yang timbul

adalah berapa kadar hemoglobin, hematokrit atau hitung eritrosit paling

rendah yang di anggap anemia. Kadar hemoglobin dan eritrosit sangat

bervariasi tergantung pada usia, jenis kelamin, ketinggian tempat tinggal serta

keadaan fisiologis tertentu seperti misalnya kehamilan.

8
2. Pravelensi

Anemia merupakan kelainan yang sangat sering di jumapai baik di

klinik maupun di lapangan. Diperkirakan lebih dari 30% penduduk dunia atau

1500 juta orang menderita anemia dengan sebagian besar tinggal di daerah

tropik. De Mayer memberikan gambaran anemia di dunia pada tahun 1985

seperti terlihat di table 1

Anak Laki Wanita Wanita


Lokasi Anak
0-4 tahun dewasa 15-49 th hamil

Negara Maju 12 % 7% 3% 14% 11%

Negara 51% 46% 26% 59% 47%


berkembang

Dunia 43% 37% 18% 51% 35%

Untuk di Indonesia Husaini, dkk memberikan gambaran pravelensi

anemia pada tahun 1989 sebagai berikut:

Anak prasekolah :30-40%

Anak usia sekolah :25-35%

Perempuan dewasa tidak hamil : 30-40%

Perempuan hamil :50-70%

Laki-laki dewasa :20-30%

Pekerja berpenghasilan rendah :30-40%

Berbagai survei yang telah pernah di lakukan di Bali memberikan


angka-angka yang tidak jauh beda dengan angka di atas.

9
3. Etiologi

Anemia dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain:

1. Gangguan pembentukan eritrosit terjadi apabila terdapat defisiensi

substansi tertentu seperti mineral (Besi, Tembaga) vitamin B12, asam amino,

serta gangguan pada sumsum tulang.

2. Perdarahan baik akut maupun kronis mengakibatkan penurunan total

sel darah merah dalam sirkulasi.

3. Hemolisis yaitu sebuah proses penghancuran eritrosit.

4. Klasifikasi

Klasifikasi anemia berdaasarkan Morfologi dan Etiologi

I. Anemia hipokromik mikrositer

a. Anemmia defisiensi besi

b.Thalasemia major

c. Anemia akibat penyakit kronik

d. Anemia sideroblastik

II. Anemia normokromik normositer

a. Anemia pasca perdarahan akut

b. Anemia aplastik

c. Anemia hemolitik didapat

d. Anemia akibat penyakit kronik

e. Anemia pada gagal ginjal kronik

f. Anemia pada sindrom mielodisplastik

10
g. Anemia pada keganasan hematologik

III. Anemia makrositer

a. bentuk megaloblastik

1. Anemia defisiensi asam folat

2. Anemia defisiensi asam folat

b. bentuk non-megaloblastik

1. Anemia pada penyakit hati kronik

2. Anemia pada hipertiroidisme

3. Anemi pada sindrom mielodoplastik

5. Gejala

1. Gejala umum anemia: di sebut juga syndrom anemia,timbul karena iskemia

organ target serta akibat mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan

hemoglobin sampai kadar tertentu (Hb<7 g/dl). Sindrom anemia terdiri dari

lemas,lesu, cepat lelah,telinga mendenging (tinnitus), mata berkunang kunang

kaki terasa dingin,sesak nafas dan dispepsia. Pada pemerikasaan fisik dapat di

etmukan pucat di bagian konjungtiva,mukosa mulut, jaingan di bawah kuku.

Sindrom anemia bersifat tidak spesifikkarena dapat di timbulkan oleh penyakit

di luar anemia dan tidak sensitif karena timbul setelah penurunan hemoglobin

yang berat (Hb <7)

2. Gejala khas maisng-masing anemia, gejala ini spesifik untuk masing masing

jenis anemia, sebagai contoh:

 Anemia defisiensi zat besi: disfagia,atrfofi papil lidah,stomatis

angularis,dan kuku sendok (koilonychia)

11
 Anemia megaloblastik: glositis, gangguan neurologik pada defisiensi

vitamin B12

 Anemia hemolitik: ikterus, splenomegali, dan hepatomegali

 Anemia aplastik: perdrahan dan tanda tanda infeksi

5. Patofisiologi

Dalam keadaan normal tubuh orang dewasa mengandung rata-rata 3 –

5 gr besi, hampir dua pertiga besi terdapat dalam hemoglobin dilepas pada

proses penuaan serta kematian sel dan diangkat melalui transferin plasma

ke sumsum tulang untuk eritropoiesis.Pada peredaran zat besi berkurang,maka

besi dari diet tersebut diserap oleh lebih banyak. Besi yang dimakan

diubah menjadi besi keto dalam lambung dan duodenum, penyerapan besi

terjadi pada duodenum dan jejenum proksimal, kemudian besi diangkat

oleh tranferin plasma ke sumsum tulang, untuk sintesis hemoglobin

atau ke tempat penyimpanan di jaringan.

Pembentukan Hb terjadi pada sumsum tulang melalui semua stadium

pematangan besi merupakan susunan atau sebuah molekul dan hemoglobin,

jika zat besi rendah dalam tubuh maka pembentukan eritrosit atau eritropoetin

akan mengganggu sehingga produksi sel darah merah berkurang, sel darah

merah yang berkurang atau menurun mengakibatkan hemoglobin menurun

sehingga transportasi oksigen dan nutrisi ke jaringan menjadi berkurang,

hal

ini mengakibatkan metabolisme tubuh menurun (Price, 1995).

12
6. Pemeriksaan penunjang

Menurut Guillermo dan Arguelles (Riswan, 2003) pemeriksaan yang

dapat dilakukan antara lain:

A. Pemeriksaan Laboratorium

1. Hemoglobin (Hb) Hemoglobin adalah parameter status besi yang

memberikan suatu ukuran kuantitatif tentang beratnya kekurangan zat besi

setelah anemia berkembang. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat

dilakukan Universitas Sumatera Utara dengan menggunakan alat sederhana

seperti Hb sachli, yang dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan, yaitu

trimester I dan III. 2. Penentuan Indeks Eritrosit Penentuan indeks eritrosit

secara tidak langsung dengan flowcytometri atau menggunakan rumus: a.

Mean Corpusculer Volume (MCV) MCV adalah volume rata-rata eritrosit,

MCV akan menurun apabila kekurangan zat besi semakin parah, dan pada saat

anemia mulai berkembang. MCV merupakan indikator kekurangan zat besi

yang spesiflk setelah thalasemia dan anemia penyakit kronis disingkirkan.

Dihitung dengan membagi hematokrit dengan angka sel darah merah. Nilai

normal 70-100 fl, mikrositik < 70 fl dan makrositik > 100 fl. b. Mean

Corpuscle Haemoglobin (MCH) MCH adalah berat hemoglobin rata-rata

dalam satu sel darah merah. Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan

angka sel darah merah. Nilai normal 27-31 pg, mikrositik hipokrom < 27 pg

dan makrositik > 31 pg. c. Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration

(MCHC) MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung

dengan membagi hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30- 35% dan

hipokrom < 30%.

13
2. Penentuan Indeks Eritrosit Penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung

dengan flowcytometri atau menggunakan rumus: a. Mean Corpusculer

Volume (MCV) MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun

apabila kekurangan zat besi semakin parah, dan pada saat anemia mulai

berkembang. MCV merupakan indikator kekurangan zat besi yang spesiflk

setelah thalasemia dan anemia penyakit kronis disingkirkan. Dihitung dengan

membagi hematokrit dengan angka sel darah merah. Nilai normal 70-100 fl,

mikrositik < 70 fl dan makrositik > 100 fl. b. Mean Corpuscle Haemoglobin

(MCH) MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah merah.

Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan angka sel darah merah. Nilai

normal 27-31 pg, mikrositik hipokrom < 27 pg dan makrositik > 31 pg. c.

Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC) MCHC adalah

konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung dengan membagi

hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30- 35% dan hipokrom < 30%.

3. Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer Pemeriksaan hapusan darah perifer

dilakukan secara manual. Pemeriksaan menggunakan pembesaran 100 kali

dengan memperhatikan ukuran, bentuk inti, sitoplasma sel darah merah.

Dengan menggunakan flowcytometry hapusan darah dapat dilihat pada kolom

morfology flag. Universitas Sumatera Utara 4. Luas Distribusi Sel Darah

Merah (Red Distribution Wide = RDW) Luas distribusi sel darah merah

adalah parameter sel darah merah yang masih relatif baru, dipakai secara

kombinasi dengan parameter lainnya untuk membuat klasifikasi anemia. RDW

merupakan variasi dalam ukuran sel merah untuk mendeteksi tingkat

anisositosis yang tidak kentara. Kenaikan nilai RDW merupakan manifestasi

hematologi paling awal dari kekurangan zat besi, serta lebih peka dari besi

14
serum, jenuh transferin, ataupun serum feritin. MCV rendah bersama dengan

naiknya RDW adalah pertanda meyakinkan dari kekurangan zat besi, dan

apabila disertai dengan eritrosit protoporphirin dianggap menjadi diagnostik.

Nilai normal 15 %.

5. Eritrosit Protoporfirin (EP) EP diukur dengan memakai haematofluorometer

yang hanya membutuhkan beberapa tetes darah dan pengalaman tekniknya

tidak terlalu dibutuhkan. EP naik pada tahap lanjut kekurangan besi

eritropoesis, naik secara perlahan setelah serangan kekurangan besi terjadi.

Keuntungan EP adalah stabilitasnya dalam individu, sedangkan besi serum

dan jenuh transferin rentan terhadap variasi individu yang luas. EP secara luas

dipakai dalam survei populasi walaupun dalam praktik klinis masih jarang.

6. Besi Serum (Serum Iron = SI) Besi serum peka terhadap kekurangan zat

besi ringan, serta menurun setelah cadangan besi habis sebelum tingkat

hemoglobin jatuh. Keterbatasan besi serum karena variasi diurnal yang luas

dan spesitifitasnya yang kurang. Besi serum yang rendah ditemukan setelah

kehilangan darah maupun donor, pada kehamilan, infeksi kronis, syok,

pireksia, rhematoid artritis, dan malignansi. Besi serum dipakai kombinasi

dengan parameter lain, dan bukan ukuran mutlak status besi yang spesifik.

7. Serum Transferin (Tf) Transferin adalah protein tranport besi dan diukur

bersama -sama dengan besi serum. Serum transferin dapat meningkat pada

kekurangan besi dan dapat menurun secara keliru pada peradangan akut,

infeksi kronis, penyakit ginjal dan keganasan. 8. Transferrin Saturation (Jenuh

Transferin) Jenuh transferin adalah rasio besi serum dengan kemampuan

mengikat besi, merupakan indikator yang paling akurat dari suplai besi ke

15
sumsum tulang. Penurunan jenuh transferin dibawah 10% merupakan indeks

kekurangan suplai besi yang meyakinkan terhadap perkembangan eritrosit.

Jenuh transferin dapat menurun pada penyakit peradangan. Jenuh transferin

umumnya dipakai pada studi populasi yang disertai dengan indikator status

besi lainnya. Tingkat jenuh transferin yang menurun dan serum feritin sering

dipakai untuk mengartikan kekurangan zat besi. Jenuh transferin dapat diukur

dengan perhitungan rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi total

(TIBC), yaitu jumlah besi yang bisa diikat secara khusus oleh plasma

9. Serum Feritin Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan

sensitif untuk menentukan cadangan besi orang sehat. Serum feritin secara

luas dipakai dalam praktek klinik dan pengamatan populasi. Serum feritin <

12 ug/l sangat spesifik untuk kekurangan zat besi, yang berarti kehabisan

semua cadangan besi, sehingga dapat dianggap sebagai diagnostik untuk

kekurangan zat besi. Rendahnya serum feritin menunjukan serangan awal

kekurangan zat besi, tetapi tidak menunjukkan beratnya kekurangan zat besi

karena variabilitasnya sangat tinggi. Penafsiran yang benar dari serum feritin

terletak pada pemakaian range referensi yang tepat dan spesifik untuk usia dan

jenis kelamin. Konsentrasi serum feritin cenderung lebih rendah pada wanita

dari pria, yang menunjukan cadangan besi lebih rendah pada wanita. Serum

feritin pria meningkat pada dekade kedua, dan tetap stabil atau naik secara

lambat sampai usia 65 tahun. Pada wanita tetap saja rendah sampai usia 45

tahun, dan mulai meningkat sampai sama seperti pria yang berusia 60-70

tahun, keadaan ini mencerminkan penghentian mensturasi dan melahirkan

anak. Pada wanita hamil serum feritin jatuh secara dramatis dibawah 20 ug/l

selama trimester II dan III bahkan pada wanita yang mendapatkan suplemen

16
zat besi. Serum feritin adalah reaktan fase akut, dapat juga meningkat pada

inflamasi kronis, infeksi, keganasan, penyakit hati, alkohol. Serum feritin

diukur dengan mudah memakai Essay immunoradiometris (IRMA),

Radioimmunoassay (RIA), atau Essay immunoabsorben (Elisa).

B. Pemeriksaan Sumsum Tulang Masih dianggap sebagai standar emas untuk

penilaian cadangan besi, walaupun mempunyai beberapa keterbatasan.

Pemeriksaan histologis sumsum tulang dilakukan untuk menilai jumlah

hemosiderin dalam sel-sel retikulum. Tanda karakteristik dari kekurangan zat

besi adalah tidak ada besi retikuler. Keterbatasan metode ini seperti sifat

subjektifnya sehingga tergantung keahlian pemeriksa, jumlah struma sumsum

yang memadai dan teknik yang dipergunakan. Pengujian sumsum tulang

adalah suatu teknik invasif, sehingga sedikit dipakai untuk mengevaluasi

cadangan besi dalam populasi umum

7. Penatalaksanaan medis

Menurut Engram, (1999). penatalaksanaan pada pasien dengan anemia yaitu :

1. Memperbaiki penyebab dasar.

2. Suplemen nutrisi (vitamin B12, asam folat, besi)

3. Transfusi darah.

17
BAB III

PEMBAHASAN

Sesak nafas sejak tahun 2011 di sertai tidak bisa BAB sejak 1
minggu yang lalu, pasien juga mengeluhkan nyeri pada ulu hati
sejak 3 hari yang lalu, konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (+),
lidah kotor (+), jaringan di bawah kuku tampak pucat, mata cekung
(+). Setelah di lakukan pemeriksaan cek darah rutin di dapatkan
hasil Hb 7,8 g/d.

Sesak nafas disebabkan karena eritrosit menurun sehingga


kurangnya oksigen dalam darah dan jantung bekerja lebih keras
untuk mengedarkan darah ke seluruh tubuh, sehingga terjadi nyeri
dan sesak ketika otot jantung tidak mendapatkan oksigen yang
dibutuhkan.

Pemeriksaan fisik di hari selanjutnya didapatkan TD: 120/90


mmHg, Nadi :80x/menit, frekuensi respirasi: 24x/menit, suhu:
36,5°c, pada pemeriksaan abdomen nyeri tekan pada ulu hati (+)

Konjungtiva anemis dan kuku pucat khas terjadi pada pasien


anemia karena hasil dari kekurangan darah dalam tubuh,

DAFTAR PUSTAKA

18
Bakta IM. Hematologi ringkas. Denpasar: UPT Penerbit Universitas
Udayana,2001.
Bakta IM Segi-segi praktis pengelolaan anemia. Buletin perhimpunan
Hematologi dan Transfusi Darah Indonesia (PHTDI). 1999;1(2):67-88

DeMaeyer EM. Preventing and controlling deficiency anemia trought primary


healt care. Ganeva WHO; 1989.

Engram, Barbara, C. . Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Alih


Bahasa Monika Ester, Volume 3. EGC. Jakarta.1989.

Riswan M,. Anemia defisiensi zat besi pada praktek bidan swasta di kota
madya Medan, Universitas Sumatra Utara, 2003.

19

Anda mungkin juga menyukai