Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu komponen dari suatu campuran
berdasarkan proses distribusi terhadap dua macam pelarut yang tidak saling bercampur.
Ekstraksi pelarut umumnya digunakan untuk memisahkan sejumlah gugus yang diinginkan
dan mungkin menggunakan gugus pengganggu dalam analisis secara keseluruhan. Kadang
gugus pengganggu ini diekstraksi secara selektif (Petrucci, 1987).
Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian sebuah zat
terlarut dua pelarut yang tidak dapat bercampur untuk mengambil zat terlarut dari suatu
pelarut ke pelarut lain. Seringkali campuran benda padat dan cair misalnya bahan alami tidak
dapat atau sukar sekali dipisahkan dengan metode pemisahan termis yang telah dibicarakan.
Misalnya saja karena komponennya saling bercampur secara sangat erat, peka terhadap panas
dan beda sifat fisiknya terlalu kecil (Khopkar, 1990).
Menurut Mc Cabe et al. (1999), ekstraksi dapat dibedakan menjadi dua cara
berdasarkan wujud bahannya yaitu:
1. Ekstraksi padat cair, digunakan untuk melarutkan zat yang dapat larut dari
campurannya dengan zat padat yang tidak dapat larut.
2. Ekstraksi cair-cair, digunakan untuk memisahkan dua zat cair yang saling bercampur,
dengan menggunakan pelarut dapat melarutkan salah satu zat.

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Ekstraksi


Faktor-faktor yang dapat mempengaruhiproses ekstraksi menurut Ketaren (1986),
adalah sebagai berikut:
1. Temperatur Operasi
Semakin tinggi temperatur, laju pelarutan zat terlarut oleh pelarut semakin tinggi dan
laju difusi pelarut ke dalam serta ke luar padatan semakin tinggi juga. Temperatur operasi
untuk proses ekstraksi kebanyakan dilakukan dibawah temperatur 100oC karena
pertimbangan ekonomis.

2. Waktu Ekstraksi
Lamanya waktu ekstraksi mempengaruhi volume ekstrak minyak dedak yang diperoleh.
Semakin lama waktu ekstraksi semakin lama juga waktu kontak antara pelarut n-hexane
dengan bahan baku dedak sebagai padatan sehingga semakin banyak zat terlarut yang
terkandung di dalam padatan yang terlarut di dalam pelarut.
3. Ukuran, Bentuk dan Kondisi Partikel Padatan
Minyak pada partikel organik biasanya terdapat di dalam sel-sel. Laju ekstraksi akan
rendah jika dinding sel memiliki tahanan difusi yang tinggi. Pengecilan ukuran partikel ini
dapat mempengaruhi waktu ekstraksi. Semakin kecil ukuran partikel berarti permukaan luas
kontak antara partikel dan pelarut semakin besar, sehingga waktu ekstraksi akan semakin
cepat.
4. Jenis Pelarut
Pada proses ekstraksi, banyak pilihan pelarut yang digunakan. Beberapa hal yang harus
dipertimbangkan dalam memilih pelarut adalah sebagai berikut:
a. Selektivitas
Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan komponen lainnya dari
bahan yang diekstrak. Dalam hal ini, larutan ekstrak yang diperoleh harus dibersihkan yaitu
dengan mengekstraksi larutan tersebut dengan pelarut kedua.
b. Kelarutan
Pelarut harus mempunyai kemampuan untuk melarutkan solute sesempurna mungkin.
Kelarutan solute terhadap pelarut yang tinggi akan mengurangi jumlah penggunaan pelarut,
sehingga menghindarkan terlalu besarnya perbandingan antara pelarut dan padatan.
c. Kerapatan
Perbedaan kerapatan yang besar antara pelarut dan solute akan memudahkan pemisahan
keduanya.
d. Aktivitas kimia pelarut
Pelarut harus bahan kimia yang stabil dan inert terhadap komponen lainnya didalam
sistem.

e. Titik didih
Pada proses ekstraksi biasanya pelarut dan solute dipisahkan dengan cara penguapan,
distilasi atau rektifikasi. Oleh karena itu titik didih kedua bahan tidak boleh terlalu dekat.
Dari segi ekonomi akan menguntungkan bila titik didih pelarut tidak terlalu tinggi.
f. Viskositas pelarut
Pelarut harus mampu berdifusi kedalam maupun ke luar dari padatan agar bisa
mengalami kontak dengan seluruh solute. Oleh karena itu, viskositas pelarut harus rendah
agar dapat masuk dan keluar secara mudah dari padatan
g. Rasio pelarut
Rasio pelarut yang dipakai terhadap padatan harus sesuai dengan kelarutan zat terlarut
atau solute pada pelarut. Semakin kecil kelarutan solut terhadap pelarut, semakin besar juga
perbandingan pelarut terhadap padatan, begitu juga sebaliknya. Dengan demikian
perbandingan solute dan pelarut yang tepat akan mampu memberikan hasil ekstraksi yang
diharapkan.
Syarat-syarat lain yang harus dipenuhi oleh pelarut yaitu pelarut sedapat mungkin
harus murah, tersedia dalam jumlah yang besar, tidak beracun, tidak korosif, tidak mudah
terbakar, tidak eksplosif bila tercampur dengan udara, tidak menyebabkan terbentuknya
emulsi, dan stabil secara kimia maupun termis. Karena hampir tidak ada pelarut yang
memenuhi semua syarat di atas, maka untuk setiap proses ekstraksi harus di cari pelarut yang
paling sesuai (Ketaren, 1986).

2.3 Ekstraksi Padat Cair (Leaching)


Ekstraksi padat cair (leaching) adalah proses pemisahan suatu zat terlarut yang terdapat
dalam suatu padatan dengan mengontakkan padatan tersebut dengan pelarut (solvent)
sehingga padatan dan cairan bercampur dan kemudian zat terlarut
terpisah dari padatan karena larut dalam pelarut. Pada ekstraksi padat cair terdapat
dua fase yaitu fase overflow (ekstrak) dan fase underflow (rafinat/ampas) (Mc.Cabe, 1985).
Metode paling sederhana untuk mengekstraksi padatan adalah mencampurkan seluruh bahan
dengan pelarut, lalu memisahkan larutan tersebut dengan padatan tidak terlarut (Brown,
1950).
Ekstraksi padat-cair atau leaching adalah transfer difusi komponen terlarut dalam dari
padatan inert ke dalam pelarutnya. Proses ini merupakan proses yang bersifat fisik karena
komponen terlarut kemudian dikembalikan lagi ke keadaan semula tanpa mengalami
perubahan kimiawi. Ekstraksi dari bahan padat dapat dilakukan jika bahan yang diinginkan
dapat larut dalam solvent pengekstraksi. Ekstraksi berkelanjutan diperlukan apabila
padatan hanya sedikit larut dalam pelarut. Namun sering juga digunakan pada padatan
yang larut karena efektivitasnya (Lucas, 1949).
Ekstraksi padat cair atau leaching merupakan suatu proses pemisahan satu atau
beberapa komponen dari campurannya dalam padatan secara difusional dengan bantuan
pelarut. Saat pengontakan padatan dengan pelarut, terjadi perpindahan sebagian solute
kedalam fasa cair (pelarut) secara difusional yang berlangsung hingga kesetimbangan
tercapai. Cara pengontakan dapat dilakukan dengan mengaduk suspensi padatan di dalam
tangki (dispersi) atau dengan menyusun padatan tersebut dalam suatu unggun tetap kemudian
cairan pelarut mengalir diantara butiran padatan (imersi) (Richardson et al., 2002).
Perpindahan massa berlangsung pada bidang kontak antara fasa padat dan fasa cair.
Pengecilan ukuran padatan dilakukan untuk memperluas permukaan kontak dan memperkecil
lintasan kapiler dalam padatan yang harus dilewati pelarut saat berdifusi sehingga
mengurangi tahanan perpindahan massanya (Perry dan Green, 1997).

2.3.1 Metode Operasi Ekstraksi Padat-Cair


Menurut Treyball (1984), terdapat 4 jenis metoda operasi ekstraksi padat-cair. Berikut
ini disajikan uraian singkat mengenai masing-masing metoda tersebut.
1. Operasi dengan Sistem Bertahap Tunggal
Dengan metode ini, pengontakan antara padatan dan pelarut dilakukan sekaligus, dan
kemudian disusul dengan pemisahan larutan dari padatan sisa. Cara ini jarang ditemukan
dalam operasi industri karena perolehan solute yang rendah.

Gambar 2.1 Sistem Operasi Ekstraksi Bertahap Tunggal (Treyball, 1984)

2. Operasi dengan sistem bertahap banyak dengan aliran sejajar atau aliran silang.
Operasi ini dimulai dengan pencampuran umpan padatan dan pelarut dalam tahap
pertama; kemudian aliran bawah dari tahap ini dikontakkan dengan pelarut baru pada
tahap berikutnya, dan demikian seterusnya. Larutan yang diperoleh sebagai aliran atas
dapat dikumpulkan menjadi satu seperti yang terjadi pada sistem dengan aliran sejajar,
atau ditampung secara terpisah, seperti pada sistem dengan aliran silang.

Gambar 2.2 Sistem Bertahap Banyak dengan Aliran Sejajar (Co-Current) (Treyball, 1984)
Gambar 2.3 Sistem Bertahap Banyak dengan Aliran Silang (Treyball, 1984)
3. Operasi Secara Kontinu dengan Aliran Berlawanan (Counter Current)
Dalam sistem ini, aliran bawah dan atas mengalir secara berlawanan. Operasi dimulai
pada tahap pertama dengan mengontakkan larutan pekat yang merupakan aliran atas tahap
kedua, dan padatan baru. Operasi berakhir pada tahap ke-n (tahap terakhir), dimana terjadi
pencampuran antara pelarut baru dan padatan yang berasal dari tahap ke-n (n-1). Dapat
dimengerti bahwa sistem ini memungkinkan didapatkannya perolehan solut yang tinggi,
sehingga banyak digunakan di dalam industri.

Gambar 2.4 Sistem Bertahap Banyak dengan Aliran Berlawanan (Treyball, 1984)
4. Operasi secara batch dengan sistem bertahap banyak dengan aliran berlawanan
Sistem ini terdiri dari beberapa unit pengontak batch yang disusun berderet atau dalam
lingkaran yang dikenal sebagai rangkaian ekstraksi (extraction battery). Di dalam sistem ini,
padatan dibiarkan stationer dalam setiap tangki dan dikontakkan dengan beberapa larutan
yang konsentrasinya makin menurun. Padatan yang hampir tidak mengandung solute
meninggalkan rangkaian setelah dikontakkan dengan pelarut baru, sedangkan larutan pekat
sebelum keluar dari rangkaian terlebih dahulu dikontakkan dengan padatan baru di dalam
tangki yang lain.
Gambar 2.5 Operasi Batch Bertahap Empat dengan Aliran Berlawanan (Treyball, 1984)
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai unjuk kerja ekstraksi atau kecepatan
ekstraksi yang tinggi pada ekstraksi padat-cair, yaitu:
a. Karena perpindahan massa berlangsung pada bidang kontak antara fasa padat dan fasa
cair, maka bahan itu perlu sekali memiliki permukaan yang seluas mungkin.
b. Kecepatan alir pelarut sedapat mungkin besar dibandingkan dengan laju alir bahan
ekstraksi.
c. Suhu yang lebih tinggi (viskositas pelarut lebih rendah, kelarutan ekstrak lebih besar)
pada umumnya menguntungkan unjuk kerja ekstraksi.

2.4 Pengenceran
Proses pengenceran adalah mencampur larutan pekat (konsentrasi tinggi) dengan cara
menambahkan pelarut agar diperoleh volume akhir yang lebih besar. Jika suatu larutan
senyawa kimia yang pekat diencerkan, kadang-kadang sejumlah panas dilepaskan. Hal ini
terutama dapat terjadi pada pengenceran asam sulfat pekat. Agar panas ini dapat dihilangkan
dengan aman, asam sulfat pekat yang harus ditambahkan ke dalam air, tidak boleh
sebaliknya. Jika air ditambahkan
ke dalam asam sulfat pekat, panas yang dilepaskan sedemikian besar
yang dapat menyebabkan air mendadak mendidih dan menyebabkan
asam sulfat memercik. Jika kita berada di dekatnya, percikan asam
sulfat ini merusak kulit (Brady, 1999). Rumus pengenceran yaitu :
M1V1 = M2V2........................................................................................ (2.1)
Keterangan:
M1 = molaritas awal larutan
M2 = molaritas akhir larutan
V1 = volume awal larutan
V2 = volume akhir larutan
2.5 Titrasi
Titrasi adalah proses pengujian kuantitatif secara analitik untuk menentukan
konsentrasi darireaktan yang sudah diketahui. Disebut juga volumetric analysis karena
pengukuran volume memegang peranan penting didalamnya. Sebuah reagen, yang disebut
titran dengan konsentrasi yang diketahui (larutan standar) digunakan untuk menitrasi analit
yang tidak diketahui konsentrasinya.

Gambar 2.6 Alat yang digunakan untuk Titrasi (Syukri, 1999)


Alat yang digunakan untuk menambahkan titran, yaitu buret yang sudah dikalibrasi
memungkinkan untuk menentukan jumlah volume yang digunakan untuk mencapai end point
secara eksak. End point adalah titik dimana titrasi dianggap sempurna sesuai didefinisikan
oleh indikator. Titrasi memang umumnya menggunakan indikator secara visual atau
perubahan warna. Dalam titrasi asam basa sederhana, phenolphthalein yang berubah menjadi
pink saat pH 8,2 dan metil jingga yang menjadi merah dalam suasana asam dan kuning dalam
suasana basa dapat menjadi indikator yang baik (Syukri, 1999).

2.6 Kalsium Hidroksida (Ca(OH)2)


Menurut Kirk dan Othmer (1979), sifat-sifat fisika Ca(OH)2 adalah sebagai berikut:
a. Berat molekul : 74,10 gr/mol
b. Densitas : 2,24 gr/cm3
c. Titik lebur : 580oC
d. pH : 14
e. Kelarutan (g/100 g H2O) : 0,185 g (0 °C)
f. Berwarna putih.
Menurut Kirk dan Othmer (1979), sifat-sifat kimia Ca(OH)2 adalah sebagai berikut.
a. Pada suhu 512oC dapat terurai menjadi kalsium oksida dan air.
b. Merupakan basa dengan kekuatan sedang.
c. Senyawa ini juga dapat dihasilkan dalam bentuk endapan melalui pencampuranlarutan
kalsium klorida (CaCl2) dengan larutan natrium hidroksida (NaOH).
d. Banyak digunakan sebagai flokulan dalam air, pengolahan limbah, serta
pengolahantanah asam.
e. Larut dalam gliserol dan asam serta tidak larut dalam alkohol.

2.7 Natrium Karbonat


Natrium karbonat merupakan komoditas kimia yang sekitar 75% produksi dunia adalah
abu sintetis yang dibuat dari natrium klorida melalui proses Solvay atau proses yang sejenis,
sisanya yang 25% di produksi dari natrium karbonat alami. Dalam dunia perdagangan,
natrium karbonat banyak dimanfaatkan untukindustri kaca, obat-obatan, bahan makanan
water treatment, deterjen, industripulp dan kertas, indistri tekstil dan lain-lain. Sodium
carbonat (Na2CO3) juga merupakan bahan lunak yang larut dalam air dingin dan kelarutan
dalam air kira-kira 30% berat larutan, dalam industri kimia di kenal dengan soda ash. Di
negara Eropa dan beberapa kota distrik di Amerika, istilah soda mengacu pada dekahidrat
(Na2CO3.10H2O) dan monohidrat (Na2CO3H2O) yang digunakan untuk kebutuhan rumah
tangga, tetapi dekahidrat (Na2CO3.10H2O) dan monohidrat (Na2CO3H2O) jumlahnya relatif
kecil di bandingkan dengan bentuk anhidrat (Kirk dan Othmer, 1979).
Adapun sifat fisis dan sifat kimia dari natrium karbonat menurut Kirk and Othmer
(1979) adalah sebagai berikut:
1. Berat molekulnya sebesar 106 g/mol
2. Bentuk natrium karbonat adalah kristal dan bersifat higroskopis dan berwarna putih
3. Titik leburnya sebesar 7,1 g/100 g H2O
4. Densitas pada 20oC sebesar 2,533 g/ml
5. Kapasitas panas (85oC) sebesar 26,41 cal/gmoloCΔp = H (ρ Hg) g/gc

2.8 Aplikasi Leaching dalam Industri


Leaching banyak ditemukan pada industri-industri. Biasanya ditemukan pada industri
biologi atau industri makanan, terdapat proses yang dilakukan untuk memisahkan suatu
produk dari struktur alaminya. Misalnya dari produksi gula, proses leaching dilakukan untuk
memisahkan gula dari tebu. Contoh lainnya dapat kita lihat pada produksi minyak makan,
pelarut yang organik seperti aseton atau eter digunakan untuk mengekstrak minyak dari
kacang-kacangan, gula dari umbi, kopi dari biji-bijian, dan lain-lain
Leaching juga dapat kita temukan pada proses logam, diantaranya sebagai berikut:
1. Leaching Emas
2. Leaching Alumunium
3. Leaching Tembaga
Pengambilan garam-garam logam dari pasir besi juga disebut proses leaching. Proses
ini merupakan ekstraksi yang digabungkan dengan reaksi kimia. Dalam hal ini ekstrak,
dengan bantuan suatu asam anorganik misalnya, dikonversikan terlebih dahulu ke dalam
bentuk yang larut. Pada material biologi biasanya solute berada dalam sel. Sehingga proses
leaching menjadi lambat karena terhalang oleh membran sel. Sehingga pada pemrosesan
leaching material biologi, bahan yang akan di leaching dipotong-potong tipis terlebih dahulu
untuk mempercepat proses leaching. Dapat kita lihat pada proses pengekstrakan gula pada
tebu, terlebih dahulu tebu tersebut dipotong-potong untuk mempermudah proses leaching
(Geankoplis, 2003).

DAFTAR PUSTAKA
Brady, J. E. 1990. Kimia Universitas: Asas dan Struktur Jilid 1. Erlangga. Jakarta.
Brown, G.G. 1978. Unit Operation. John Wiley and Sons Inc. New York Modern Asia
Edition. Charles Tuttle Co. Tokyo.
Geankoplis, C.J.2003. Transport Processes and Separation Process Principles (includes Unit
Operations). 4th ed. Prentice Hall. New Jersey.
Ketaren, S. 1986.Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas
Indonesia.Jakarta.
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia, Jakarta.
Kirk R.E. and Othmer, P.F. 1978.Encyclopedia Of Chemical Technology. 2nd edition. Wiley
Interscience Publication.John Wiley and Sons Co. New York.
Lucas, J.Howard, D. Pressman. 1949. Principles and Practice In Organic Chemistry.John
Wiley and Sons, Inc.New York.
McCabe, W., Smith, J.C.,dan Harriot, P. 1993.Unit Operation of Chemical Engineering.
McGraw Hill Book, Co.United States of America..
Perry, Robert H., dan Don W. Green. 2008. Perry’s Chemical Engineers’ Handbook. 9th ed.
McGraw Hill Book Company. New York.
Petrucci. 1987. Kimia Dasar.Erlangga. Jakarta
Richardson, E.E. Lioyd, Papandonatos, George; Kazura, Alessandra2002. Differentiating
Stages of Smoking Intensity Among Adolescents: Stage Specific Psychological and
Social influences.Jurnal of Consulting and Clinical Psychology, 70 (4): 998-1009.
Syukri. 1999. Kimia Dasar 2. ITB. Bandung
Treyball, R.E. 1984. Masss Transfer Operations. 3th ed. McGraw Hill International Edition.
Singapore.

Anda mungkin juga menyukai