Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam homeostatis penting menjaga agar volume cairan tubuh tetap relatif
konstan dan komposisi elektrolit di dalamnya tetap stabil. Beberapa masalah
klinis timbul akibat adanya abnormalitas dalam hal tersebut. Untuk bertahan,
kita harus menjaga volume dan komposisi cairan tubuh, baik ekstraseluler
(CES) maupun cairan intraseluler (CIS) dalam batas normal. Gangguan cairan
dan elektrolit dapat membawa penderita dalam kegawatan yang kalau tidak
dikelola secara cepat dan tepat dapat menimbulkan kematian. Hal tersebut
terlihat misalnya pada diare, peritonitis, ileus obstruktif, luka bakar, atau pada
pendarahan yang banyak.
Elektrolit merupakan molekul terionisasi yang terdapat di dalam darah,
jaringan, dan sel tubuh. Molekul tersebut, baik yang positif (kation) maupun
yang negatif (anion) menghantarkan arus listrik dan membantu
mempertahankan pH dan level asam basa dalam tubuh. Elektrolit juga
memfasilitasi pergerakan cairan antar dan dalam sel melalui suatu proses yang
dikenal sebagai osmosis dan memegang peraran dalam pengaturan fungsi
neuromuskular, endokrin, dan sistem ekskresi.
Jumlah asupan air dan elektrolit melalui makan dan minum akan
dikeluarkan dalam jumlah relatif sama. Ketika terjadi gangguan homeostasis
dimana jumlah yang masuk dan keluar tidak seimbang, harus segera diberikan
terapi untuk mengembalikan keseimbangan tersebut.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Cairan Tubuh


Total Body Water ( TBW )
Air merupakan komponen utama dalam tubuh yakni sekitar 60% dari berat
badan pada laki-laki dewasa. Persentase tersebut bervariasi bergantung beberapa
faktor diantaranya:

TBW pada orang dewasa berkisar antara 45-75% dari berat badan.
Kisaran ini tergantung pada tiap individu yang memiliki jumlah
jaringan adipose yang berbeda, yang mana jaringan ini hanya
mengandung sedikit air.

TBW pada wanita lebih kecil dibanding dengan laki-laki dewasa pada
umur yang sama, karena struktur tubuh wanita dewasa yang umumnya
lebih banyak mengandung jaringan lemak.

TBW pada neonatus lebih tinggi yaitu sekitar 70-80% berat badan

Untuk beberapa alasan, obesitas serta peningkatan usia akan
menurunjkan jumlah kandungan total air tubuh.

TBW dibagi dalam 2 komponen utama yaitu cairan intraseluler (CIS)


dan cairan ekstra seluler (CES) seperti terlihat pada gambar :

2
Body
100%

Water tissue
60% (100) 40%

Intracelluler space ekstracelluler space


40 %(60) 20% (40)

Interstitial space intravascular space


15% (30) 5% (10)

Cairan intra seluler merupakan 40% dari TBW. Pada seorang laki- laki dewasa
dengan berat 70 kg berjumlah sekitar 27 liter. Sekitar 2 liter berada dalam sel
darah merah yang berada di dalam intravaskuler. Komposisi CIS dan kandungan
airnya bervariasi menurut fungsi jaringan yang ada. Misalnya, jaringan lemak
memiliki jumlah air yang lebih sedikit dibanding jaringan tubuh lainnya.
Komposisi dari CIS bervariasi menurut fungsi suatu sel. Namun terdapat
perbedaan umum antara CIS dan cairan interstitial. CIS mempunyai kadar Na+,

3
Cl- dan HCO3- yang lebih rendah dibanding CES dan mengandung lebih banyak
ion K+ dan fosfat serta protein yang merupakan komponen utama intra seluler.
Komposisi CIS ini dipertahankan oleh membran plasma sel dalam keadaan
stabil namun tetap ada pertukaran. Transpor membran terjadi melalui mekanisme
pasif seperti osmosis dan difusi, yang mana tidak membutuhkan energi
sebagaimana transport aktif.
Sekitar sepertiga dari TBW merupakan cairan ekstraseluler (CES), yaitu
seluruh cairan di luar sel. Dua kompartemen terbesar dari mairan ekstrasluler
adalah cairan interstisiel, yang merupakan tiga perempat cairan ekstraseluler, dan
plasma, yaitu seperempat cairan ekstraseluler. Plasma adalah bagian darah
nonselular dan terus menerus berhubungan dengan cairan interstisiel melalui
celah-celah membran kapiler. Celah ini bersifat sangat permeabel terhadap hampir
semua zat terlarut dalam cairan ekstraseluler, kecuali protein. Karenanya, cairan
ekstraseluler terus bercampur, sehingga plasma dan interstisiel mempunyai
komposisi yang sama kecuali untuk protein, yang konsentrasinya lebih tinggi
pada plasma.
Cairan transeluler merupakan cairan yang disekresikan dalam tubuh terpisah
dari plasma oleh lapisan epithelial serta peranannya tidak terlalu berarti dalam
keseimbangan cairan tubuh, akan tetapi pada beberapa keadaan dimana terjadi
pengeluaran jumlah cairan transeluler secara berlebihan maka akan tetap
mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh. Cairan yang termasuk
cairan transseluler yaitu :Cairan serebrospinal, cairan dalam kelenjar limfe, cairan
intra okular, cairan gastrointestinal dan empedu, cairan pleura, peritoneal, dan
perikardial.

4
Komponen cairan ekstraseluler terbagi menjadi seperti pada tabel berikut:
Komponen CES pada seorang laki-laki dewasa (Bb 70 Kg)
Cairan Berat badan (%) Volume (%)
Cairan interstitial 15 10,5
Plasma 5 3,5
Cairan transeluler 1 0,7
Total CES 21 14,7

Komposisi Cairan Tubuh


Secara garis besar, komposisi cairan tubuh yang utama dalam plasma, interstitial dan intraseluler ditunjukkan pada tabel berikut:

(4)

Komposisi plasma, interstitial dan intraseluler (mmol/L)


Substantia Plasma Cairan interstitial Cairan intraseluler
Kation
Na + 153 145 10
+
K 4,3 4,1 159
Ca 2+ 2,7 2,4 <1
2+
Mg 1,1 1 40
Total 161,1 152,5 209
Anion
Cl - 112 117 3
3
HCO 25,8 27,1 7
Protein 15,1 < 0,1 45
Lainnya 8,2 8,4 154
Total 161,1 152,5 209

Kebutuhan Air dan Elektrolit


Bayi dan anak:(7)
Pada bayi dan anak sesuai dengan perhitungan di bawah ini :
Berat badan Kebutuhan air perhari

Sampai 10 kg 100 ml/kgBB


11-20 kg 1000 ml + 50 ml/kgBB
( untuk tiap kg diatas 10 kg)
>20 kg 1500 ml + 20 ml/kgBB
( untuk tiap kg diatas 20 kg)
Kebutuhan kalium 2,5 mEq/kgBB/hari
Kebutuhan natrium 2-4 mEq/kgBB/hari

Orang dewasa:(2)
Pada orang dewasa kebutuhannya yaitu :

Kebutuhan air sebanyak 30 -50 ml/kgBB/hari

Kebutuhan kalium 1-2 mEq/kgBB/hari

Kebutuhan natrium 2-3 mEq/kgBB/hari

Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Cairan


Yang menyebabkan adanya suatu peningkatan terhadap kebutuhan cairan
harian diantaranya :
 Demam ( kebutuhan meningkat 12% setiap 10 C, jika suhu > 370 C )
 Hiperventilasi
 Suhu lingkungan yang tinggi
 Aktivitas yang ekstrim / berlebihan
 Setiap kehilangan yang abnormal seperti diare atau poliuria
Yang menyebabkan adanya penurunan terhadap kebutuhan cairan
harian diantaranya yaitu :

Hipotermi ( kebutuhannya menurun 12% setiap 10 C, jika suhu <370
C)

Kelembaban lingkungan yang sangat tinggi

Oliguria atau anuria

Hampir tidak ada aktivitas

Retensi cairan misal gagal jantung

Proses Pergerakan Cairan Tubuh


Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan
mekanisme transport pasif dan aktif. Mekanisme transport pasif tidak membutuhkan
energi sedangkan mekanisme transport aktif membutuhkan energi. Difusi dan
osmosis adalah mekanisme transport pasif. Sedangkan mekanisme transport aktif
berhubungan dengan pompa Na-K yang memerlukan ATP.
Proses pergerakan cairan tubuh antar kompartemen dapat berlangsung secara :
a. Osmosis
Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui
membran semipermeabel (permeabel selektif dari larutan berkadar lebih
rendah menuju larutan berkadar lebih tinggi hingga kadarnya sama.
Membran semipermeabel ialah membran yang dapat
dilalui air (pelarut), namun tidak dapat dilalui zat terlarut misalnya
protein.1,4 Tekanan osmotik plasma darah ialah 285 ± 5 mOsm/L. Larutan
dengan tekanan osmotik kira-kira sama disebut isotonik (NaCl 0,96%,
Dekstrosa 5%, Ringer-laktat), lebih rendah disebut hipotonik (akuades)
dan lebih tinggi disebut hipertonik.1
b. Difusi
Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan
akan bergerak dari konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi
rendah. Tekanan hidrostatik pembuluh darah juga mendorong air masuk
berdifusi melewati pori-pori tersebut. Jadi difusi tergantung kepada
perbedaan konsentrasi dan tekanan hidrostatik.
c. Pompa Natrium Kalium
Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transport yang
memompa ion natrium keluar melalui membran sel dan pada saat
bersamaan memompa ion kalium dari luar ke dalam. Tujuan dari pompa
natrium kalium adalah untuk mencegah keadaan hiperosmolar di dalam
sel.
Air melintasi membran sel dengan mudah, tetapi zat-zat lain sulit atau
diperlukan proses khusus supaya dapat melintasinya, karena itu komposisi
elektrolit di dalam dan di luar sel berbeda. Cairan intraselular banyak
mengandung ion K, ion Mg dan ion fosfat, sedangkan ekstraselular banyak
mengandung ion Na dan ion Cl.

Tekanan osmotik suatu larutan dinyatakan dengan osmol atau


miliosmol/liter. Tekanan osmotik suatu larutan ditentukan oleh banyaknya partikel
yang larut dam suatu larutan. Dengan kata lain, makin banyak partikel yang larut
maka makin tinggi tekanan osmotik yang ditimbulkannya. Jadi, tekanan osmotik
ditentukan oleh banyaknya pertikel yang larut bukan tergantung pada besar
molekul yang terlarut. Perbedaan komposisi ion antara cairan intraseluler dan
ekstraseluler dipertahankan oleh dinding yang bersifat semipermeabel.
Kandungan air dalam tiap organ tidak seragam seperti terlihat pada tabel 3.
Tabel 3. Kandungan air dalam tiap organ1

Jaringan Presentasi Air

Otak 84

Ginjal 83

Otot Lurik 76

Kulit 72

Hati 68

Tulang 22

Lemak 10

Perubahan Cairan Tubuh


Gangguan cairan tubuh dapat dibagi dalam tiga bentuk yakni perubahan :
1. Volume,
2. Konsentrasi, dan
3. Komposisi.
Ketiga macam gangguan tersebut mempunyai hubungan yang erat satu dengan
yang lainnya sehingga dapat terjadi bersamaan. Namun demikian, dapat juga
terjadi secara terpisah atau sendiri yang dapat member gejala-gejala tersendiri
pula. Yang paling sering dijumpai dalam klinik adalah gangguan volume.
1. Perubahan Volume
 Defisit Volume
Pada keadaan akut, kehilangan cairan yang cepat akan menimbulkan tanda
gangguan pada susunan saraf pusat dan jantung. Pada kehilangan cairan
yang lambat, lebih dapat ditoleransi sampai defisit volume cairan
ekstraseluler yang berat.
Dehidrasi
Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum dari
natrium menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (<139 mEq/L) atau
hipernatremik (.150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling
sering terjadi (80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik
sekitar 5-10% dari kasus.
Dehidrasi isotonis (isonatremik) terjadi ketika kehilangan cairan hampir sama
dengan konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan natrium
besarnya relatif sama dalam kompartemen intravascular maupun kompartemen
ekstravaskular.3
Dehidrasi hipotonis (hiponatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan
kandungan natrium lebih banyak dari darah (kehilangan cairan hipertonis).
Sedangkan dehidrasi hipertonis (hipernatremik) terjadi ketika kehilangan
cairan dengan kandungan natrium lebih sedikit dari darah.3
Ditinjau dari segi banyaknya defisit cairan dan elektrolit yang hilang, maka
dehidrasi dapat dibagi atas :
1. Dehidrasi ringan (defisit 4%BB)
2. Dehidrasi sedang (defisit 8%BB)
3. Dehidrasi berat (defisit 12%BB)

Tabel 4. Rumatan Cairan menurut rumus Hollyday-Segar3

Berat Badan Jumlah Cairan

< 10 kg 100 ml/kg/hari


11 – 20 kg 1000 ml + 50 ml/kg/hari untuk setiap kg
di atas 10 kg
> 20 kg 1500 ml + 20 ml/kg/hari untuk setiap kg
di atas 20 kg

Cara rehidrasi yaitu hitung cairan dan elektrolit total (rumatan +


penggantian defisit) untuk 24 jam pertama. Berikan separuhnya dalam 8 jam
pertama dan selebihnya dalam 16 jam berikutnya.

Kelebihan Volume
Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat
iatrogenic (pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan
air dan NaCl ataupun pemberian cairan intravena glukosa yang menyebabkan
kelebihan air) ataupun dapat sekunder akibat insufisiensi renal (gangguan GFR),
sirosis, ataupun gagal jantung kongestif.

2. Perubahan Konsentrasi
Perubahan konsentrasi cairan tubuh dapat berupa hipernatremia atau
hiponatremia maupun hiperkalemia atau hipokalemia.
Rumus untuk menghitung defisit elektrolit :3,4
o Defisit natrium (mEq total) = (Na serum yang diinginkan – Na serum sekarang)
x 0,6 x BB (kg)

o Defisit Kalium (mEq total) = (K serum yang diinginkan [mEq/liter] – K serum


yang diukur) x 0,25 x BB (kg)
o Defisit Klorida (mEq total) = (Cl serum yang diinginkan [mEq/liter] – Cl serum
yang diukur) x 0,45 x BB (kg)

3. Perubahan komposisi
Perubahan komposisi itu dapat terjadi tersendiri tanpa mempengaruhi
osmolaritas cairan ekstraseluler. Sebagai contoh misalnya kenaikan konsentrasi K
dalam darah dari 4 mEq menjadi 8 mEq, tidak akan mempengaruhi osmolaritas
cairan ekstraseluler tetapi sudah cukup mengganggu otot jantung. Demikian pula
halnya dengan gangguan ion kalsium, dimana pada keadaan hipokalsemia kadar
Ca kurang dari 8 mEq, sudah akan timbul kelainan klinik tetapi belum banyak
menimbulkan perubahan osmolaritas.

Gangguan Keseimbangan Air dan Elektrolit


Gangguan keseimbangan air dan elektrolit dapat terjadi karena:
 Gastroenteritis, demam tinggi ( DHF, difteri, tifoid )
 Kasus pembedahan ( appendektomi, splenektomi, section cesarea,
histerektomi )

 Penyakit lain yang menyebabkan pemasukan dan pengeluaran tidak


seimbang ( kehilangan cairan melalui muntah )
Dehidrasi
Dehidrasi merupakan keadaan dimana kurangnya terjadi kekurangan jumlah
cairan tubuh dari jumlah normal akibat kehilangan, aasupan yang tidak memadai
atau kombinasi keduanya. Menurut jenisnya dehidrasi dibagi atas ;
 Dehidrasi hipotonik
 Dehidrasi hipertonik
 Dehidrasi isotonik
Sedangkan menurut derajat beratnya dehidrasi yang didasarkan pada tanda
interstitial dan tanda intravaskuler yaitu ;
 Dehidrasi ringan ( defisit 4% dari BB)
 Dehidrasi sedang ( defisit 8% dari BB)
 Dehidrasi berat ( defisit 12% dari BB)
 Syok ( defisit dari 12% dari BB)
Defisit cairan interstitial dengan gejala sebagai berikut :
 Turgor kulit yang jelek
 Mata cekung
 Ubun-ubun cekung
 Mukosa bibir dan kornea kering
Defisist cairan intravaskuler dengan gejala sebagai berikut :
 Hipotensi, takikardi
 Vena-vena kolaps
 Capillary refill time memanjang
 Oliguri
 Syok ( renjatan)
Dehidrasi hipotonik ( hiponatremik )
 Pada anak yang diare yang banyak minum air atau cairan hipotonik
atau diberi infus glukosa 5%
 Kadar natrium rendah ( <130 mEq/L)
 Osmolaritas serum < 275 mOsm/L
 Letargi, kadang- kadang kejang

Dehidrasi hipertonik

Biasa terjadi setelah intake cairan hipertonik ( natrium, laktosa ) selama
diare

Kehilangan air >> kehilangan natrium

Konsentrasi natrium > 150 mmol/ L

Osmolaritas serum meningkat > 295 mOsm/L

Haus, irritable

Bila natrium serum mencapai 165 mmol/L dapat terjadi kejang

Berikut tabel yang menggambarkan tentang beberapa gangguan elektrolit.


Ion dan batas CES Terganggu ( mEq/L) Gejala- gejala Penyebab
normal ( mEq/L)

Natrium ( 136- 142) Hipernatremia ( >150) Haus, kulit kering Dehidrasi, kehilangan
dan mengkerut, cairan hipotonik
penurunan tekanan
dan volume darah,
bahkan kolaps
sirkulasi

Hiponatremia (<130) Gangguan fungsi Infuse atau ingesti solusi


SSP (intoksikasi air hipotonik dalam jumlah
konfusi, halusinasi, besar
kejang, koma,
kematian pada
beberapa kasus

Kalium ( 3,8-5,0) Hiperkalemia ( >8) Aritmia jantung Gagal ginjal,


berat penggunaaan diuretic,
asidosis kronik

Hipokalemia ( <2) Kelemahan dan Diit rendah kalium.


paralysis otot Ddiuretik dan
hipersekresi aldosteron

Kalsium ( 4,5-5,3) Hiperkalsemia ( >11) Konfusi, nyeri otot, Hiperparatiroid, kanker,


aritmia jantung, batu toksisitas vit. D.
ginjal, kalsifikasi suplemen kalsium
pada jaringan lunak dengan dosis yang
sangat berlebihan

Hipokalsemia (<4) Spasme otot, Diit yang jelek, kurang


kejang, kram usus, vitamin D, gagal ginjal,
denyut jantung yang hipoparatiroid,
lemah, aritmia Hipomagnesemia
jantung, osteoporosi

2.2 Terapi Cairan


Penatalaksanaan terapi cairan meliputi dua bagian dasar yaitu ;
 Resusitasi cairan
Ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh,
sehingga seringkali dapat menyebabkan syok. Terapi ini ditujukan
pula untuk ekspansicepat dari cairan intravaskuler dan memperbaiki
perfusi jaringan.
 Terapi rumatan
Bertujuan untuk memelihara keseimbangan cairan tub uh dan nutrisi
yang diperlukan oleh tubuh
Hal ini digambarkan dalam diagram berikut :

Terapi cairan

Resusitas Rumatan

Kristaloid Koloid Elektrolit


Nutrisi

Prinsip pemilihan cairan dimaksudkan untuk :


 Mengganti kehilangan air dan elektrolit yang normal melaui urine, IWL,
dan feses
 Membuat agar hemodinamik agar tetap dalam keadaan stabil
Pada penggantian cairan, maka jenis cairan yang digunakan didasarkan pada :
 Cairan pemeliharaan ( jumlah cairan yang dibutuhkan selama 24 jam )
 Cairan defisit ( jumlah kekurangan cairan yang terjadi )
 Caitran pengganti ( replacement )
o Sekuestrasi ( cairan third space )
o Pengganti darah yang hilang
o Pengganti cairan yang hilang melalui fistel, maag slang dan
drainase Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang dapat dilakukan
penghitungan untuk menghitung berapa besarnya cairan yang hilang
tersebut :

Refraktometer
Defisit cairan : BD plasma – 1,025
x BB x 4 ml Ket. BD plasma =
0,001

Dari serum Na+
Air yang hilang : 0,6 Berat Badan x BB (Plasma
Natrium – 1 ) Ket. Plasma Na = 140

Dari Hct
Defisit plasma (ml) = vol.darah normal – (vol.darah normal x nilai Hct
awal )
Hct terukur

Sementara kehilangan darah dapat diperkirakan besarnya melalui beberapa


kriteria klinis seperti pada tabel di bawah ini ;

Klas I Klas II Klas III Klas IV

Kehilangan darah Sampai 750 750-1500 1500-2000 >2000


( ml)

Kehilangan darah Sampai 15% 15-30% 30-40% >40%


( %EBV)

Denyut nadi <100 >100 >120 >140

Tek. Darah Normal Normal Menurun Menurun


(mmHg)

Tek. Nadi Normal atau Menurun Menurun Menurun


(mmHg) meningkat
Frek. Napas 14-20 20-3- 30-35 >35

Produksi urin >30 20-30 5-15 Tidak ada


(ml/jam)

SSP / status Gelisah ringan Gelisah sedang Gelisah dan Bingung dan

mental bingung letargi

Cairan pengganti Kristaloid Kristaloid Kristaloid dan Kristaloid dan


( rumus 3 :1) darah darah

Pemilihan Cairan
Cairan intravena diklasifikasikan menjadi kristaloid dan koloid. Kristaloid
merupakan larutan dimana molekul organik kecil dan inorganik dilarutkan dalam
air. Larutan ini ada yang bersifat isotonik, hipotonik, maupun hipertonik. Cairan
kristaloid memiliki keuntungan antara lain : aman, nontoksik, bebas reaksi, dan
murah. Adapun kerugian dari cairan kristaloid yang hipotonik dan isotonik adalah
kemampuannya terbatas untuk tetap berada dalam ruang intravaskular.
 Kristaloid
Cairan kristaloid yang paling banyak digunakan adalah normal saline dan
ringer laktat. Cairan kristaloid memiliki komposisi yang mirip cairan
ekstraselular. Karena perbedaan sifat antara kristaloid dan koloid, dimana
kristaloid akan lebih banyak menyebar ke ruang interstitial dibandingkan dengan
koloid maka kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang
intersisial.
Penggunaan cairan normal salin dalam jumlah yang besar dapat
menyebabkan timbulnya asidosis hiperkloremik, sedangkan penggunaan cairan
ringer laktat dengan jumlah besar dapat menyebabkan alkalosis metabolik yang
disebabkan adanya peningkatan produksi bikarbonat akibat metabolisme laktat.
Larutan dekstrose 5% sering digunakan jika pasien memiliki gula darah yang
rendah atau memiliki kadar natrium yang tinggi. Namun penggunaannya untuk
resusitasi dihindarkan karena komplikasi yang diakibatkan antara lain
hiperomolalitas-hiperglikemik, diuresis osmotik, dan asidosis serebral.
 Koloid
Cairan koloid disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut
“plasma expander”. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai
berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini
cenderung bertahan agak lama dalam ruang intravaskuler.
Koloid dapat mengembalikan volume plasma secara lebih efektif dan efisien
daripada kristaloid, karena larutan koloid mengekspansikan volume vaskuler
dengan lebih sedikit cairan dari pada larutan kristaloid. Sedangkan larutan
kristaloid akan keluar dari pembuluh darah dan hanya 1/4 bagian tetap tinggal
dalam plasma pada akhir infus. Koloid adalah cairan yang mengandung partikel
onkotik dan karenanya menghasilkan tekanan onkotik. Bila diberikan intravena,
sebagian besar akan menetap dalam ruang intravaskular.
Meskipun semua larutan koloid akan mengekspansikan ruang intravaskular,
namun koloid yang mempunyai tekanan onkotik lebih besar daripada plasma akan
menarik pula cairan ke dalam ruang intravaskular. Ini dikenal sebagai ekspander
plasma, sebab mengekspansikan volume plasma lebih dari pada volume yang
diberikan.
 Albumin
Albumin merupakan larutan koloid murni yang berasal dari plasma
manusia
Albumin dibuat dengan pasteurisasi pada suhu 600C dalam 10 jam untuk
meminimalisir resiko transmisi virus hepatitis B atau C atau pun virus
imunodefisiensi. Waktu paruh albumin dalam plasma adalah sekitar 16 jam, dengan
sekitar 90% tetap bertahan dalam intravascular 2 jam setelah pemberian.
 Dekstran
Dekstran merupakan semisintetik koloid yang secara komersial dibuat dari
sukrose oleh mesenteroides leukonostok strain B 512 dengan menggunakan enzim
dekstran sukrose. Ini menghasilkan dekstran BM tinggi yang kemudian
dilengketkan oleh hidrolisis asam dan dipisahkan dengan fraksionasi etanol
berulang untuk menghasilkan produk akhir dengan kisaran BM yang relatif
sempit. Dekstran untuk pemakaian klinis tersedia dalam dekstran 70 (BM 70.000)
dan dekstran 40 (BM 40.000) dicampur dengan garam faal, dekstrosa atau Ringer
laktat.
Dekstran 70 6 % digunakan pada syok hipovolemik dan untuk profilaksis
tromboembolisme dan mempunyai waktu paruh intravaskular sekitar 6 jam.
Pemakaian dekstran untuk mengganti volume darah atau plasma hendaknya
dibatasi sampai 1 liter (1,5 gr/kgBB) karena risiko terjadi perdarahan abnormal.
Batas dosis dekstran yaitu 20 ml/kgBB/hari.
Sekitar 70% dosis dekstran 40 yang diberikan akan dieksresikan ke dalam urine
dalam 24 jam. Molekul- molekul yang lebih besar dieksresikan lewat usus atau
dimakan oleh sel-sel sistem retikoloendotelial. Volume dekstran melebihi 1 L dapat
mengganggu hemostasis. Disfungsi trombosit dan penurunan fibrinogen dan faktor
VIII merupakan alasan timbulnya perdarahan yang meningkat. Reaksi alergi
terhadap dekstran telah dilaporkan, tetapi kekerapan reaksi anafilaktoid mungkin
kurang dari 0,02 %. Dekstran 40 hendaknya jangan dipakai pada syok hipovolemik
karena dapat menyumbat tubulus ginjal dan mengakibatkan gagal ginjal akut.
 Gelatin
Gelatin dibuat dengan jalan hidrolisis kolagen sapi. Preparat yang umum
dipasaran adalah gelatin yang mengalami suksinasi seperti Gelofusin dengan
pelarut NaCL isotonik. Gelatin dengan ikatan urea-poligelin ( Haemaccel )
dengan pelarut NaCL isotonik dengan Kalium 5,1 mmol/l dan Ca 6,25 mmol/ L.
Pemberian gelatin agaknya lebih sering menimbulkan reaksi alergik daripada
koloid yang lain. Berkisar dari kemerahan kulit dan pireksia sampai anafilaksis
yang mengancam nyawa. Reaksi-reaksi tersebut berkaitan dengan pelepasan
histamine yang mungkin sebagai akibat efek langsung gelatin pada sel mast.
Gelatin tidak menarik air dari ruang ekstravaskular sehingga bukan termasuk
ekspander plasma seperti dekstran. Larutan gelatin terutama diekskresikan lewat
ginjal dalam urin, sementara itu gelatin dapat menghasilkan diuresis yang bagus.
Sebagian kecil dieliminasikan lewat usus. Karena gelatin tidak berpengaruh pada
sistem koagulasi, maka tidak ada pembatasan dosis. Namun, bila terlalu banyak
infus, pertimbangkan adanya efek dilusi. Gelatin dapat diberikan pada pasien
dengan gangguan fungsi ginjal bahkan pada pasien yang menjalani hemodialisis.
Indikasi gelatin :
- Penggantian volume
primer pada hipovolemia, stabilisasi sirkulasi perioperatif. Sedangkan
kontraindikasi adalah infark miokard yang masih baru terjadi, gagal jantung
kongestif dan syok normovolemik.
- Hydroxylethyl Starch (HES)
Senyawa kanji hidroksietil ( HES ) merupakan suatu kelompok koloid
sintetik polidisperse yang mempunyai glikogen secara struktural. Kurang dapat
diterima kanji hidroksi (HES ) untuk pengantian volume paling mungkin akibat
laporan-laporan adanya koagulasi abnormal yang menyertai subtitusi plasma ini.
Laporan laporan tentang HES yang memperlihatkan koagulasi darah yang
terganggu dan kecenderungan perdarahan yang meningkat sebagian besar.
berdasarkan pemakaian preparat HES berat molekul tinggi ( HMW-HES ).
Waktu paruh dari 90% partikel HES adalah 17 hari. Seperti semua koloid lainnya,
kanji hidroksietil juga berkaitan dengan reaksi anafilaktoid yang ringan dengan
kekerapan kira-kira 0,006 %. Indikasi pemberian HES adalah :Terapi dan
profilaksis defisiensi volume (hipovolemia) dan syok (terapi penggantian volume)
berkaitan dengan pembedahan (syok hemoragik), cedera (syok traumatik), infeksi
(syok septik), kombustio (syok kombustio). Sedangkan kontra indikasi adalah :
Gagal jantung kongestif berat, Gagal ginjal (kreatinin serum >2 mg/dL dan >177
mikromol/L).Gangguan koagulasi berat (kecuali kedaruratan yang mengancam
nyawa). Dosis penggunaan HES adalah 20 ml/kgBB/hari.

Kontroversi kristaloid versus koloid


Pertanyaan apakah kristaloid atau koloid yang terbaik untuk resusitasi terus
merupakan bahan diskusi dan penelitian. Banyak cairan telah dikaji unruk
resusitasi, antara lain: NaCl 0,9%, Larutan Ringer laktat, NaCl hipertonik,
albumin, fraksi protein murni, plasma beku segar, hetastarch, pentastarch, dan
dekstran 70.3,5
Biarpun larutan koloid tidak dapat membawa O2, namun sangat bermanfaat
karena mudah tersedia dan risiko infeksi relatif rendah. resusitasi hemodinamik
lebih cepat dilaksanakan dengan koloid karena larutan koloid mengekspansikan
volume vaskular dengan lebih sedikit cairan dari pada larutan kristaloid.
Sedangkan larutan kristaloid akan keluar dari pembuluh darah dan hanya ¼
bagian tetap tinggal dalam plasma pada akhir infus. Larutan kristaloid juga
mengencerkan protein plasma sehingga TOK menurun, yang memungkinkan
filtrasi cairan ke interstisiel. Resusitasi cairan kristaloid dapat pula berakibat
pemberian garam dan air yang berlebihan dengan konsekuensi edema interstitial.
Pada kasus perdarahan yang cukup banyak, tetapi yang tidak memerlukan
transfusi, dapat dipakai koloid dengan waktu paruh yang lama misalnya : Haes
steril 6 %.
Bila pasien memerlukan transfusi, selama menunggu darah, kita dapat
memberi koloid dengan BM sekitar 40.000 misalnya : Expafusin, Plasmafusin,
Haemaccel, Gelafundin atau Dextran L. Dengan begitu, manakala darah siap
untuk ditransfusikan sekitar 2 -3 jam kemudian, kita dapat melakukannya
langsung, tanpa khawatir terjadi kelebihan cairan dalam ruang intravaskular.
Tabel 7. Perbandingan Kristaloid dan Koloid3
Kristaloid Koloid

Keunggulan 1. Lebih mudah tersedia dan 1. Ekspansi volume plasma


murah tanpa ekspansi interstitial

2. Komposisi serupa dengan 2. Ekspansi volume lebih besar


plasma (Ringer asetat/ringer
3. Durasi lebih lama
laktat)
4. Oksigenasi jaringan lebih
3. Bisa disimpan di suhu kamar
baik
4. Bebas dari reaksi anafilaktik
5. Insiden edema paru dan/atau
5. Komplikasi minimal edema sistemik lebih rendah

Kekurangan 1. Edema bisa mengurangi 1. Anafilaksis

Berikut ini tabel beberapa jenis cairan kristaloid dan kandungan masing- masing :

Nama produk Na+ K+ Mg+ Cl- Laktat Dekstrose (gr/L) Kalori (Kcal/L)

Ringer laktat 130 4 - 109 28 - -

NaCl 0,9% 154 - - 154 - - -

Dextrose 5% - - - - - 27 108
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Resusitasi cairan ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan
tubuh, sehingga seringkali dapat menyebabkan syok. Terapi ini ditujukan pula untuk
ekspansicepat dari cairan intravaskuler dan memperbaiki perfusi jaringan. Resusitasi
cairan di bagi menjadi resusitasi cairan kristaloid dan koloid.
DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton, A. Kompartemen Cairan Tubuh: Cairan Ekstraseluler dan


Intraseluler.
Dalam: Buku ajar Fisiologi Kedokteran edisi 9. Jakarta: EGC; 1997. hal
375-7.
2. Latief, AS, dkk. Petunjuk Praktis Anestesiologi : Terapi Cairan Pada
Pembedahan. Edisi Kedua. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif,
FKUI. 2002.
3. Pinnock, Colin, et al. Fundamentals of Anaaesthesia. GMM. 1999.
4. Graber, MA. Terapi Cairan, Elektrolit, dan Metabolik. Edisi 2. Jakarta:
Farmedia. 2003.
5. Aitkenhead, Alan R, et al. Textbook of Anaethesia. Fifth Edition.
United Kingdom : Churchill Livingstone. 2007.
6. Stoelting, Robert K, and Ronald D. miller. Basics of Anesthesia. Fifth
edition. California : Churchill Livingstone. 2007.
7. Evers, AS, and Mervyn Maze. Anesthetic Pharmacology: Physiologic
Principles and Clinical Practice. United Kingdom : Churchill
Livingstone. 2004.
8. Morgan, GE, et al. Clinical Aneshesiology : Fluid Management and
Transfusion. Third Edition. New York : Lange Medical
Books/McGraw-Hill. 2002.

Anda mungkin juga menyukai