Bab Ii
Bab Ii
PENDAHULUAN
Dalam homeostatis penting menjaga agar volume cairan tubuh tetap relatif
konstan dan komposisi elektrolit di dalamnya tetap stabil. Beberapa masalah
klinis timbul akibat adanya abnormalitas dalam hal tersebut. Untuk bertahan,
kita harus menjaga volume dan komposisi cairan tubuh, baik ekstraseluler
(CES) maupun cairan intraseluler (CIS) dalam batas normal. Gangguan cairan
dan elektrolit dapat membawa penderita dalam kegawatan yang kalau tidak
dikelola secara cepat dan tepat dapat menimbulkan kematian. Hal tersebut
terlihat misalnya pada diare, peritonitis, ileus obstruktif, luka bakar, atau pada
pendarahan yang banyak.
Elektrolit merupakan molekul terionisasi yang terdapat di dalam darah,
jaringan, dan sel tubuh. Molekul tersebut, baik yang positif (kation) maupun
yang negatif (anion) menghantarkan arus listrik dan membantu
mempertahankan pH dan level asam basa dalam tubuh. Elektrolit juga
memfasilitasi pergerakan cairan antar dan dalam sel melalui suatu proses yang
dikenal sebagai osmosis dan memegang peraran dalam pengaturan fungsi
neuromuskular, endokrin, dan sistem ekskresi.
Jumlah asupan air dan elektrolit melalui makan dan minum akan
dikeluarkan dalam jumlah relatif sama. Ketika terjadi gangguan homeostasis
dimana jumlah yang masuk dan keluar tidak seimbang, harus segera diberikan
terapi untuk mengembalikan keseimbangan tersebut.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Body
100%
Water tissue
60% (100) 40%
Cairan intra seluler merupakan 40% dari TBW. Pada seorang laki- laki dewasa
dengan berat 70 kg berjumlah sekitar 27 liter. Sekitar 2 liter berada dalam sel
darah merah yang berada di dalam intravaskuler. Komposisi CIS dan kandungan
airnya bervariasi menurut fungsi jaringan yang ada. Misalnya, jaringan lemak
memiliki jumlah air yang lebih sedikit dibanding jaringan tubuh lainnya.
Komposisi dari CIS bervariasi menurut fungsi suatu sel. Namun terdapat
perbedaan umum antara CIS dan cairan interstitial. CIS mempunyai kadar Na+,
3
Cl- dan HCO3- yang lebih rendah dibanding CES dan mengandung lebih banyak
ion K+ dan fosfat serta protein yang merupakan komponen utama intra seluler.
Komposisi CIS ini dipertahankan oleh membran plasma sel dalam keadaan
stabil namun tetap ada pertukaran. Transpor membran terjadi melalui mekanisme
pasif seperti osmosis dan difusi, yang mana tidak membutuhkan energi
sebagaimana transport aktif.
Sekitar sepertiga dari TBW merupakan cairan ekstraseluler (CES), yaitu
seluruh cairan di luar sel. Dua kompartemen terbesar dari mairan ekstrasluler
adalah cairan interstisiel, yang merupakan tiga perempat cairan ekstraseluler, dan
plasma, yaitu seperempat cairan ekstraseluler. Plasma adalah bagian darah
nonselular dan terus menerus berhubungan dengan cairan interstisiel melalui
celah-celah membran kapiler. Celah ini bersifat sangat permeabel terhadap hampir
semua zat terlarut dalam cairan ekstraseluler, kecuali protein. Karenanya, cairan
ekstraseluler terus bercampur, sehingga plasma dan interstisiel mempunyai
komposisi yang sama kecuali untuk protein, yang konsentrasinya lebih tinggi
pada plasma.
Cairan transeluler merupakan cairan yang disekresikan dalam tubuh terpisah
dari plasma oleh lapisan epithelial serta peranannya tidak terlalu berarti dalam
keseimbangan cairan tubuh, akan tetapi pada beberapa keadaan dimana terjadi
pengeluaran jumlah cairan transeluler secara berlebihan maka akan tetap
mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh. Cairan yang termasuk
cairan transseluler yaitu :Cairan serebrospinal, cairan dalam kelenjar limfe, cairan
intra okular, cairan gastrointestinal dan empedu, cairan pleura, peritoneal, dan
perikardial.
4
Komponen cairan ekstraseluler terbagi menjadi seperti pada tabel berikut:
Komponen CES pada seorang laki-laki dewasa (Bb 70 Kg)
Cairan Berat badan (%) Volume (%)
Cairan interstitial 15 10,5
Plasma 5 3,5
Cairan transeluler 1 0,7
Total CES 21 14,7
(4)
Orang dewasa:(2)
Pada orang dewasa kebutuhannya yaitu :
Kebutuhan air sebanyak 30 -50 ml/kgBB/hari
Kebutuhan kalium 1-2 mEq/kgBB/hari
Kebutuhan natrium 2-3 mEq/kgBB/hari
Otak 84
Ginjal 83
Otot Lurik 76
Kulit 72
Hati 68
Tulang 22
Lemak 10
Kelebihan Volume
Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat
iatrogenic (pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan
air dan NaCl ataupun pemberian cairan intravena glukosa yang menyebabkan
kelebihan air) ataupun dapat sekunder akibat insufisiensi renal (gangguan GFR),
sirosis, ataupun gagal jantung kongestif.
2. Perubahan Konsentrasi
Perubahan konsentrasi cairan tubuh dapat berupa hipernatremia atau
hiponatremia maupun hiperkalemia atau hipokalemia.
Rumus untuk menghitung defisit elektrolit :3,4
o Defisit natrium (mEq total) = (Na serum yang diinginkan – Na serum sekarang)
x 0,6 x BB (kg)
3. Perubahan komposisi
Perubahan komposisi itu dapat terjadi tersendiri tanpa mempengaruhi
osmolaritas cairan ekstraseluler. Sebagai contoh misalnya kenaikan konsentrasi K
dalam darah dari 4 mEq menjadi 8 mEq, tidak akan mempengaruhi osmolaritas
cairan ekstraseluler tetapi sudah cukup mengganggu otot jantung. Demikian pula
halnya dengan gangguan ion kalsium, dimana pada keadaan hipokalsemia kadar
Ca kurang dari 8 mEq, sudah akan timbul kelainan klinik tetapi belum banyak
menimbulkan perubahan osmolaritas.
Dehidrasi hipertonik
Biasa terjadi setelah intake cairan hipertonik ( natrium, laktosa ) selama
diare
Kehilangan air >> kehilangan natrium
Konsentrasi natrium > 150 mmol/ L
Osmolaritas serum meningkat > 295 mOsm/L
Haus, irritable
Bila natrium serum mencapai 165 mmol/L dapat terjadi kejang
Natrium ( 136- 142) Hipernatremia ( >150) Haus, kulit kering Dehidrasi, kehilangan
dan mengkerut, cairan hipotonik
penurunan tekanan
dan volume darah,
bahkan kolaps
sirkulasi
Terapi cairan
Resusitas Rumatan
SSP / status Gelisah ringan Gelisah sedang Gelisah dan Bingung dan
Pemilihan Cairan
Cairan intravena diklasifikasikan menjadi kristaloid dan koloid. Kristaloid
merupakan larutan dimana molekul organik kecil dan inorganik dilarutkan dalam
air. Larutan ini ada yang bersifat isotonik, hipotonik, maupun hipertonik. Cairan
kristaloid memiliki keuntungan antara lain : aman, nontoksik, bebas reaksi, dan
murah. Adapun kerugian dari cairan kristaloid yang hipotonik dan isotonik adalah
kemampuannya terbatas untuk tetap berada dalam ruang intravaskular.
Kristaloid
Cairan kristaloid yang paling banyak digunakan adalah normal saline dan
ringer laktat. Cairan kristaloid memiliki komposisi yang mirip cairan
ekstraselular. Karena perbedaan sifat antara kristaloid dan koloid, dimana
kristaloid akan lebih banyak menyebar ke ruang interstitial dibandingkan dengan
koloid maka kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang
intersisial.
Penggunaan cairan normal salin dalam jumlah yang besar dapat
menyebabkan timbulnya asidosis hiperkloremik, sedangkan penggunaan cairan
ringer laktat dengan jumlah besar dapat menyebabkan alkalosis metabolik yang
disebabkan adanya peningkatan produksi bikarbonat akibat metabolisme laktat.
Larutan dekstrose 5% sering digunakan jika pasien memiliki gula darah yang
rendah atau memiliki kadar natrium yang tinggi. Namun penggunaannya untuk
resusitasi dihindarkan karena komplikasi yang diakibatkan antara lain
hiperomolalitas-hiperglikemik, diuresis osmotik, dan asidosis serebral.
Koloid
Cairan koloid disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut
“plasma expander”. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai
berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini
cenderung bertahan agak lama dalam ruang intravaskuler.
Koloid dapat mengembalikan volume plasma secara lebih efektif dan efisien
daripada kristaloid, karena larutan koloid mengekspansikan volume vaskuler
dengan lebih sedikit cairan dari pada larutan kristaloid. Sedangkan larutan
kristaloid akan keluar dari pembuluh darah dan hanya 1/4 bagian tetap tinggal
dalam plasma pada akhir infus. Koloid adalah cairan yang mengandung partikel
onkotik dan karenanya menghasilkan tekanan onkotik. Bila diberikan intravena,
sebagian besar akan menetap dalam ruang intravaskular.
Meskipun semua larutan koloid akan mengekspansikan ruang intravaskular,
namun koloid yang mempunyai tekanan onkotik lebih besar daripada plasma akan
menarik pula cairan ke dalam ruang intravaskular. Ini dikenal sebagai ekspander
plasma, sebab mengekspansikan volume plasma lebih dari pada volume yang
diberikan.
Albumin
Albumin merupakan larutan koloid murni yang berasal dari plasma
manusia
Albumin dibuat dengan pasteurisasi pada suhu 600C dalam 10 jam untuk
meminimalisir resiko transmisi virus hepatitis B atau C atau pun virus
imunodefisiensi. Waktu paruh albumin dalam plasma adalah sekitar 16 jam, dengan
sekitar 90% tetap bertahan dalam intravascular 2 jam setelah pemberian.
Dekstran
Dekstran merupakan semisintetik koloid yang secara komersial dibuat dari
sukrose oleh mesenteroides leukonostok strain B 512 dengan menggunakan enzim
dekstran sukrose. Ini menghasilkan dekstran BM tinggi yang kemudian
dilengketkan oleh hidrolisis asam dan dipisahkan dengan fraksionasi etanol
berulang untuk menghasilkan produk akhir dengan kisaran BM yang relatif
sempit. Dekstran untuk pemakaian klinis tersedia dalam dekstran 70 (BM 70.000)
dan dekstran 40 (BM 40.000) dicampur dengan garam faal, dekstrosa atau Ringer
laktat.
Dekstran 70 6 % digunakan pada syok hipovolemik dan untuk profilaksis
tromboembolisme dan mempunyai waktu paruh intravaskular sekitar 6 jam.
Pemakaian dekstran untuk mengganti volume darah atau plasma hendaknya
dibatasi sampai 1 liter (1,5 gr/kgBB) karena risiko terjadi perdarahan abnormal.
Batas dosis dekstran yaitu 20 ml/kgBB/hari.
Sekitar 70% dosis dekstran 40 yang diberikan akan dieksresikan ke dalam urine
dalam 24 jam. Molekul- molekul yang lebih besar dieksresikan lewat usus atau
dimakan oleh sel-sel sistem retikoloendotelial. Volume dekstran melebihi 1 L dapat
mengganggu hemostasis. Disfungsi trombosit dan penurunan fibrinogen dan faktor
VIII merupakan alasan timbulnya perdarahan yang meningkat. Reaksi alergi
terhadap dekstran telah dilaporkan, tetapi kekerapan reaksi anafilaktoid mungkin
kurang dari 0,02 %. Dekstran 40 hendaknya jangan dipakai pada syok hipovolemik
karena dapat menyumbat tubulus ginjal dan mengakibatkan gagal ginjal akut.
Gelatin
Gelatin dibuat dengan jalan hidrolisis kolagen sapi. Preparat yang umum
dipasaran adalah gelatin yang mengalami suksinasi seperti Gelofusin dengan
pelarut NaCL isotonik. Gelatin dengan ikatan urea-poligelin ( Haemaccel )
dengan pelarut NaCL isotonik dengan Kalium 5,1 mmol/l dan Ca 6,25 mmol/ L.
Pemberian gelatin agaknya lebih sering menimbulkan reaksi alergik daripada
koloid yang lain. Berkisar dari kemerahan kulit dan pireksia sampai anafilaksis
yang mengancam nyawa. Reaksi-reaksi tersebut berkaitan dengan pelepasan
histamine yang mungkin sebagai akibat efek langsung gelatin pada sel mast.
Gelatin tidak menarik air dari ruang ekstravaskular sehingga bukan termasuk
ekspander plasma seperti dekstran. Larutan gelatin terutama diekskresikan lewat
ginjal dalam urin, sementara itu gelatin dapat menghasilkan diuresis yang bagus.
Sebagian kecil dieliminasikan lewat usus. Karena gelatin tidak berpengaruh pada
sistem koagulasi, maka tidak ada pembatasan dosis. Namun, bila terlalu banyak
infus, pertimbangkan adanya efek dilusi. Gelatin dapat diberikan pada pasien
dengan gangguan fungsi ginjal bahkan pada pasien yang menjalani hemodialisis.
Indikasi gelatin :
- Penggantian volume
primer pada hipovolemia, stabilisasi sirkulasi perioperatif. Sedangkan
kontraindikasi adalah infark miokard yang masih baru terjadi, gagal jantung
kongestif dan syok normovolemik.
- Hydroxylethyl Starch (HES)
Senyawa kanji hidroksietil ( HES ) merupakan suatu kelompok koloid
sintetik polidisperse yang mempunyai glikogen secara struktural. Kurang dapat
diterima kanji hidroksi (HES ) untuk pengantian volume paling mungkin akibat
laporan-laporan adanya koagulasi abnormal yang menyertai subtitusi plasma ini.
Laporan laporan tentang HES yang memperlihatkan koagulasi darah yang
terganggu dan kecenderungan perdarahan yang meningkat sebagian besar.
berdasarkan pemakaian preparat HES berat molekul tinggi ( HMW-HES ).
Waktu paruh dari 90% partikel HES adalah 17 hari. Seperti semua koloid lainnya,
kanji hidroksietil juga berkaitan dengan reaksi anafilaktoid yang ringan dengan
kekerapan kira-kira 0,006 %. Indikasi pemberian HES adalah :Terapi dan
profilaksis defisiensi volume (hipovolemia) dan syok (terapi penggantian volume)
berkaitan dengan pembedahan (syok hemoragik), cedera (syok traumatik), infeksi
(syok septik), kombustio (syok kombustio). Sedangkan kontra indikasi adalah :
Gagal jantung kongestif berat, Gagal ginjal (kreatinin serum >2 mg/dL dan >177
mikromol/L).Gangguan koagulasi berat (kecuali kedaruratan yang mengancam
nyawa). Dosis penggunaan HES adalah 20 ml/kgBB/hari.
Berikut ini tabel beberapa jenis cairan kristaloid dan kandungan masing- masing :
Nama produk Na+ K+ Mg+ Cl- Laktat Dekstrose (gr/L) Kalori (Kcal/L)
Dextrose 5% - - - - - 27 108
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Resusitasi cairan ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan
tubuh, sehingga seringkali dapat menyebabkan syok. Terapi ini ditujukan pula untuk
ekspansicepat dari cairan intravaskuler dan memperbaiki perfusi jaringan. Resusitasi
cairan di bagi menjadi resusitasi cairan kristaloid dan koloid.
DAFTAR PUSTAKA