Anda di halaman 1dari 46

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS

“KLIEN DENGAN NEFROTIK SINDROM”


Makalah disusun untuk memenuhi tugas profesi ners stase Gadar - Kritis
di Ruang High Care Unit Wijaya Kusuma RSUP Dr. Soedono Madiun

Oleh kelompok 9:

Aditya (18650063)
Rahmania Zaky (18650073)
Ratna Wahyu (18650089)
Rika Ariyanti (18650068)

PRODI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PONOROGO
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Mahakuasa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya,
penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini dengan judul “Study Kasus pada Pasien
Sindrom Nefrotik”.
Makalah ini dibuat untuk menambah pengetahuan kepada pembaca tentang konsep
asuhan keperawatan pada snefrotik sindrom serta untuk memenuhi tugas mata kuliah profesi ners
stase Gadar-Kritis.
Banyak sekali kendala yang dihadapi dalam proses menyelesaikan penulisan makalah ini,
tetapi berkat bantuan dan dukungan dari beberapa pihak penulis dapat menyelesaikannya. Oleh
karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
memberikan bantuan serta dukungan, khususnya kepada pihak berikut ini:
1. Sulistyo Andarmoyo, S.Kep Ns., M.Kes selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan yang telah
mengizinkan penulis untuk menulis makalah ini.
2. Ririn Nasriati, S.Kep Ns., M.Kep selaku dosen pembimbing institusi yang telah memberikan
bimbingan dalam menyempurnakan penulisan makalah ini.
3. Susilowati, S.Kep Ns., selaku pembimbing klinik yang telah memberikan bimbingan dalam
menyempurnakan penulisan makalah ini.
4. Keluarga yang telah memberikan dukungan moral dan material untuk menyelesaikan
penulisan makalah ini.
Penulis yakin makalah ini belum sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat
membangun senantiasa penulis harapkan agar penulisan makalah berikutnya dapat lebih baik.
Semoga karya sederhana ini dapat memberikan manfaat untuk kita semua.

Madiun, 3 April 2019

Penulis,
Kelompok 9

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Didalam tubuh manusia, terdapat salah satu organ penting yang berkaitan erat dengan
sindrom nefrotik, yaitu ginjal. Ginjal berfungsi mengatur keseimbangan tubuh dan
mengekskresikan zat-zat yang sudah tidak berguna dan beracun jika terus berada didalam
tubuh. Ginjal sangat penting bagi tubuh kita, karena ginjal bertugas mempertahankan
homeostatis bio kimiawi normal didalam tubuh manusia, dengan cara mengeluarkan zat sisa
melalui proses filtrasi, absorbsi, dan augmentasi. Pada saat proses urinasi, bladder
berkontraksi dan urin dikeluarkan melalui uretra. Tetapi semua fungsi organ tersebut tidak
luput dari adanya abnormalitas fungsi, yang mana jika hal itu terjadi dapat menyebabkan
suatu masalah atau gangguan, salah satunya yaitu sindrom nefrotik (Siburian, 2013; Astuti,
2014).
Sampai pertengahan abad ke-20 morbiditas Sindrom Nefrotik pada anak masih tinggi
yaitu melebihi 50% sedangkan angka mortalitas mencapai 23%. Angka kejadian di Indonesia
pada Sindrom Nefrotik mencapai 6 kasus pertahun dari 100.000 anak berusia kurang dari 14
tahun (Alatas, 2002). Mortalitas dan prognosis anak dengan sindroma nefrotik bervariasi
berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari dan
responnya terhadap pengobatan (Betz & Sowden, 2002).

B. Tujuan Penulisan
Tujuan penyusun dalam penyusunan makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan
umum dan tujuan khusus, dimana :
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini yaitu untuk mengetahui dan memahami
tentang konsep dasar penyakit sindrom nefrotik dan asuhan keperawatan yang benar pada
pasien dengan sindrom nefrotik.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat mengetahui dan memahami tentang konsep dasar penyakit sindrom nefrotik
yang meliputi definisi sindrom nefrotik, etiologi, anatomi fisiologi ginjal,
patofisiologi, manifestasi klinis, pathways, pemeriksaan penunjang, dan
penatalaksanaan.
b. Dapat mengidentifikasi konsep asuhan keperawatan yang benar pada klien dengan
sindrom nefrotik yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, dan
evaluasi keperawatan.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Sindrom Nefrotik


Sindroma Nefrotik adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas
membran glomerulus terhadap protein yang mengakibatkan kehilangan urinarius yang massif
(Whaley & Wong, 2003). Sindroma nefrotik adalah kumpulan gejala klinis yang timbul dari
kehilangan protein karena kerusakan glomerulus yang difus (Luckman, 1996). Sindrom
Nefrotik ditandai dengan proteinuria masif ( ≥ 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio
protein/kreatinin pada urine sewaktu >2mg/mg), hipoproteinemia, hipoalbuminemia (≤2,5
gr/dL), edema, dan hiperlipidemia (Behrman, 2001).
Nefrotik sindrom merupakan gangguan klinis ditandai oleh (1) peningkatan protein dalam
urin secara bermakna (proteinuria) (2) penurunan albumin dalam darah (3) edema, dan (4)
serum kolesterol yang tinggi dan lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia). Tanda-tanda
tersebut dijumpai di setiap kondisi yang sangat merusak membran kapiler glomerulus dan
menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus (Brunner & Suddarth, 2001)

Whaley and Wong (1998) membagi tipe-tipe Sindrom Nefrotik :


1. Sindroma Nefrotik lesi minimal (MCNS : Minimal Change Nefrotik Sindroma) :
Merupakan kondisi yang tersering yang menyebabkan sindroma nefrotik pada anak usia
sekolah.
2. Sindroma Nefrotik Sekunder : Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler kolagen,
seperti lupus eritematosus sistemik dan purpura anafilaktoid, glomerulonefritis, infeksi
sistem endokarditis, bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif.
3. Sindroma Nefirotik Kongenital : Faktor herediter sindroma nefrotik disebabkan oleh gen
resesif autosomal. Bayi yang terkena sindroma nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala
awalnya adalah edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan
dan kematian dapat terjadi pada tahun-tahun pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan
dialisis.

B. Etiologi
Penyebab sindrom nefrotik dibagi menjadi dua menurut Muttaqin, 2012 adalah:
1. Primer, yaitu berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, seperti glomerulonefritis, dan
nefrotik sindrom perubahan minimal
2. Sekunder, yaitu yang diakibatkan infeksi, penggunaan obat, dan penyakit sistemik lain,
seperti diabetes mellitus, sistema lupus eritematosus, dan amyloidosis

4
C. Anatomi Fisiologi Ginjal

(Sumber: Astuti, 2013)

Ginjal adalah organ ekskresi dalam vertebrata yang berbentuk mirip kacang. Sebagai
bagian dari sistem urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran (terutama urea) dari darah dan
membuangnya bersama dengan air dalam bentuk urin. Cabang dari kedokteran yang
mempelajari ginjal dan penyakitnya disebut nefrologi (Astuti, 2013).
Kedudukan ginjal di belakang dari kavum abdominalis di belakang peritoneum pada
kedua sisi vertebra lumbalis III melekat langsung pada dinding abdomen. Manusia memiliki
sepasang ginjal yang terletak di belakang perut atau abdomen. Ginjal ini terletak di kanan dan
kiri tulang belakang, di bawah hati dan limpa. Di bagian atas (superior) ginjal terdapat
kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar suprarenal). Ginjal kanan biasanya terletak sedikit di
bawah ginjal kiri untuk memberi tempat untuk hati.Sebagian dari bagian atas ginjal
terlindungi oleh iga ke sebelas dan duabelas. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak
(lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam goncangan (Astuti, 2013).

Unit fungsional ginjal

(Sumber: Astuti, 2013)

5
Unit fungsional dasar dari ginjal adalah nefron yang dapat berjumlah lebih dari satu juta
buah dalam satu ginjal normal manusia dewasa. Nefron berfungsi sebagai regulator air dan
zat terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian
mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan
lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme
pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil akhir yang kemudian diekskresikan disebut urin
(Astuti, 2013).
Sebuah nefron terdiri dari sebuah komponen penyaring yang disebut korpuskula (atau
badan Malphigi) yang dilanjutkan oleh saluran-saluran (tubulus).Setiap korpuskula
mengandung gulungan kapiler darah yang disebut glomerulus yang berada dalam kapsula
Bowman. Setiap glomerulus mendapat aliran darah dari arteri aferen. Dinding kapiler dari
glomerulus memiliki pori-pori untuk filtrasi atau penyaringan. Darah dapat disaring melalui
dinding epitelium tipis yang berpori dari glomerulus dan kapsula Bowman karena adanya
tekanan dari darah yang mendorong plasma darah. Filtrat yang dihasilkan akan masuk ke
dalan tubulus ginjal. Darah yang telah tersaring akan meninggalkan ginjal lewat arteri eferen
(Astuti, 2013).
Ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat penting melalui ultrafiltrat
yang terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat ini sangat dipengaruhi oleh
sirkulasi ginjal yang mendapat darah 20% dari seluruh cardiac output (Astuti, 2013).

D. Patofisiologi
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah proteinuria
sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan ini disebabkan oleh
karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang sebabnya belum diketahui
yang terkait dengan hilangnya muatan negative gliko protein dalam dinding kapiler. Pada
sindrom nefrotik keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan protein yang
sebelumnya terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu banyak akibat dari kebocoran
glomerolus dan akhirnya diekskresikan dalam urin. (Latas, 2002 : 383).
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada hilangnya
protein plasma dan kemudian akan terjadinya proteinuria. Kelanjutan dari proteinuria
menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunya albumin, tekanan osmotic plasma
menurun sehingga cairan intravascular berpindah ke dalam intertisial. Perpindahan cairan
tersebut menjadikan volume cairan intravascular berkurang, sehingga menurunkan jumlah
aliran darah ke renal karena hipovolemi. Menurunya aliran darah ke renal, ginjal akan
melakukan kompensasi dengan merangsang produksi renin angiotensin dan peningkatan
sekresi antideuretik hormone (ADH) dan sekresi aldosteron yang kemudian menjadi retensi
natrium dan air. Dengan retensi natrium dan air, akan menyebabkan edema (Wati, 2012).

6
Terjadi peningkatan cholesterol dan Triglicerida serum akibat dari peningkatan stimulasi
produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin atau penurunan onkotik plasma.
Adanya hiperlipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipoprotein dalam hati yang
timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein dan lemak akan banyak dalam urin
(lipiduria). Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan oleh
karena hipoalbuminemia, hyperlipidemia, atau defisiensi seng. (Suriadi dan yuliani, 2001 :
217).

E. Manifestasi Klinis
Adapun manifestasi klinis menurut Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol. 2 (2001), manifestasi
utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan
(pitting), dan umumnya ditemukan di sekitar mata (periorbital), pada area ekstremitas
(sekrum, tumit, dan tangan), dan pada abdomen (asites). Gejala lain seperti malese, sakit
kepala, iritabilitas dan keletihan umumnya terjadi.

(Sumber: Irapanussa, 2015) (Sumber: nursingbegin.com, 2010)

7
F. Pathways

Virus, bakteri, protozoa inflamasi Perubahan


glomerulus permeabilitas
DM peningkatan viskositas darah membrane
Sistemik lupus eritematous regulasi glomerlurus
kekebalan terganggu proliferasi
Mekanisme
abnormal leukosit
Kerusakan penghalang
glomerlurus protein

Protein & Kegagalan Kebocoran


albumin lolos dalam proses molekul besar
dalam filtrasi & filtrasi (immunoglobul
masuk ke urine in)

Gangguan Protein dalam Protein dalam Pengeluaran


citra tubuh urine meningkat darah menurun IgG dan IgA

Pembengka Proteinuria Hipoalbuminemia Sel T dalam


kan pada sirkulasi
periorbita menurun

Ekstravaksi SINDROM Gangguan


Mata cairan NEFROTIK imunitas

Penumpukan Volume Resiko infeksi


Oedema cairan ke ruang intravaskuler
intestinum
Reabsorbsi
ADH air

Penekanan Paru-paru Asites Kelebihan


pada tubuh volume cairan
terlalu
Efusi pleura Tekanan
dalam Menekan
abdomen
meningkat diafragma
Nutrisi & O2 Ketidakefektifan
bersihan jalan Otot
Mendesak
nafas pernafasan
rongga lambung
tidak optimal

Anoreksia,
Hipoksia Metabolism nausea, vomitus Nafas tidak
jaringan anaerob adekuat

Gangguan
Iskemia Produksi asam Ketidakefektif
pemenuhan
laktat an pola nafas
nutrisi

Nekrosis
Menumpuk di Ketidakseimba Volume urin
otot ngan nutrisi yang diekskresi
Ketidakefe kurang dari
ktifan kebutuhan
perfusi tubuh
jaringan
perifer
8
Kelemahan, Oliguri
keletihan,
mudah capek

Intoleransi
aktivitas

Absorbsi air oleh usus Hipovolemia Tekanan arteri

Feses mengeras Sekresi renin Granulasi sel-


sel glomerulus

konstipasi Mengubah
angiotensin Aldosterone
menjadi
angiotensin I &
II Merangsang
reabsorbsi Na+
dan air
Efek
vasokontriksi
arterioral Volume plasma
perifer

Tekanan darah

Beban kerja
jantung

Penurunan
curah jantung

(Sumber: Nurarif dan Kusuma, 2015)

G. Pemeriksaan Penunjang
Penegakan diagnosis sindrom nefrotik tidak ditentukan dengan hanya penampilan klinis.
Diagnosis sindrom nefrotik dapat ditegakkan melalui beberapa pemeriksaan penunjang
berikut yaitu urinalisis, pemeriksaan sedimen urin, pengukuran protein urin, albumin serum,
pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan immunologis, USG renal, biopsi ginjal, dan
darah, dimana :
1. Urinalisis
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguri ) yang terjadi dalam 24-48 jam
setelah ginjal rusak, warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb,

9
Monoglobin, Porfirin. Berat jenis kurang dari 1,020 menunjukkan penyakit ginjal.
Protein urin meningkat (nilai normal negatif). Urinalisis adalah tes awal diagnosis
sindrom nefrotik. Proteinuria berkisar 3+ atau 4+ pada pembacaan dipstik, atau melalui
tes semikuantitatif dengan asam sulfosalisilat, 3+ menandakan kandungan protein urin
sebesar 300 mg/dL atau lebih, yang artinya 3g/dL atau lebih yang masuk dalam nephrotic
range.
2. Pemeriksaan sedimen urin
Pemeriksaan sedimen akan memberikan gambaran oval fat bodies: epitel sel yang
mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit, leukosit, torak hialin
dan torak eritrosit.
3. Pengukuran protein urin
Pengukuran protein urin dilakukan melalui timed collection atau single spot collection.
Timed collection dilakukan melalui pengumpulan urin 24 jam, mulai dari jam 7 pagi
hingga waktu yang sama keesokan harinya. Pada individu sehat, total protein urin ≤ 150
mg. Adanya proteinuria masif merupakan kriteria diagnosis. Single spot collection lebih
mudah dilakukan. Saat rasio protein urin dan kreatinin > 2g/g, ini mengarahkan pada
kadar protein urin per hari sebanyak ≥ 3g.
4. Albumin serum
kualitatif : ++ sampai ++++
kuantitatif :> 50 mg/kgBB/hari (diperiksa dengan memakai reagen ESBACH)
5. Pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan imunologis
6. USG renal: Terdapat tanda-tanda glomerulonefritis kronik.
7. Biopsi ginjal
Biopsi ginjal diindikasikan pada anak dengan SN kongenital, onset usia > 8 tahun,
resisten steroid, dependen steroid atau frequent relaps, serta terdapat manifestasi nefritik
signifikan. Pada SN dewasa yang tidak diketahui asalnya, biopsy mungkin diperlukan
untuk diagnosis. Penegakan diagnosis patologi penting dilakukan karena masing-masing
tipe memiliki pengobatan dan prognosis yang berbeda. Penting untuk membedakan
minimal-change disease pada dewasa dengan glomerulosklerosisfokal, karena minimal-
change disease memiliki respon yang lebih baik terhadap steroid. Prosedur ini digunakan
untuk mengambil sampel jaringan pada ginjal yang kemudian akan diperiksa di
laboratorium. Adapan prosedur biopsi ginjal sebagai berikut :
a. Peralatan USG digunakan sebagai penuntun. USG dilakukan oleh petugas radiologi
untuk mengetahui letak ginjal.
b. Anestesi (lokal).
c. Jarum (piston biopsi). Apabila tidak ada piston biopsi dapat menggunakan jarum
model TRUCUT maupun VIM SILVERMAN.
d. Tempat (pool bawah ginjal, lebih disukai disukai ginjal kiri).

10
e. Jaringan yang didapatkan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu untuk
pemeriksaan mikroskop cahaya & imunofluoresen.
f. Setelah biopsi.
1) Berikan pasien tengkurap + - sejam, tetapi apabila pada posisi tengurap pasien
mengalami sejas nafas maka biopsi dilakukan pada posisi duduk
2) Anjurkan untuk minum banyak
3) Monitor tanda-tanda vital terutama tekanan darah, & lakukan pemeriksaan lab
urin lengkap.
g. Apabila tidak terdapat kencing darah (hematuria) maka pasien dipulangkan. Biasanya
untuk pada pasien yang beresiko rendah, pagi biopsi sore pulang (one day care ).

8. Darah
Hb menurun adanya anemia, Ht menurun pada gagal ginjal, natrium meningkat tapi
biasanya bervariasi, kalium meningkat sehubungan dengan retensi dengan perpindahan
seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah nerah). Penurunan pada
kadar serum dapat menunjukkan kehilangan protein dan albumin melalui urin,
perpindahan cairan, penurunan pemasukan dan penurunan sintesis karena kekurangan
asam amino essensial. Kolesterol serum meningkat (umur 5-14 tahun : kurang dari atau
sama dengan 220 mg/dl). Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai Protein total menurun
(N: 6,2-8,1 gm/100ml), Albumin menurun (N:4-5,8 gm/100ml), α1 globulin normal (N:
0,1-0,3 gm/100ml), α2 globulin meninggi (N: 0,4-1 gm/100ml), β globulin normal (N:
0,5-0,9 gm/100ml), γ globulin normal (N: 0,3-1 gm/100ml), rasio albumin/globulin <1
(N:3/2), komplemen C3 normal/rendah (N: 80-120 mg/100ml), ureum, kreatinin dan
klirens kreatinin normal (Sumber: Siburian, 2013)

H. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal. Menjaga pasien
dalam keadaan tirah baring selama beberapa hari mungkin diperlukan untuk meningkatkan
diuresis guna mengurangi edema. Masukan protein ditingkatkan untuk menggantikan protein
yang hilang dalam urin dan untuk membentuk cadangan protein di tubuh. Jika edema berat,
pasien diberikan diet rendah natrium. Diuretik diresepkan untuk pasien dengan edema berat,
dan adrenokortikosteroid (prednison) digunakan untuk mengurangi proteinuria (Brunner &
Suddarth, 2001).
Medikasi lain yang digunakan dalam penanganan sindrom nefrotik mencakup agens
antineoplastik (Cytoxan) atau agens imunosupresif (Imuran, Leukeran, atau siklosporin), jika
terjadi kambuh, penanganan kortikosteroid ulang diperlukan (Brunner & Suddarth, 2001).

11
I. Diet bagi klien sindrom nefrotik
1. Tujuan Diet
a. Mengganti kehilangan protein terutama albumin.
b. Mengurangi edema dan menjaga keseimbangan cairan tubuh.
c. Memonitor hiperkolesterolemia dan penumpukan trigliserida.
d. Mengontrol hipertensi.
e. Mengatasi anoreksia.
(Almatsier, 2007)
2. Syarat Diet
a. Energi cukup, untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen positif yaitu 35 kkal/kg
BB per hari.
b. Protein sedang, yaitu 1 g/kg BB, atau0,8 g/kg BB ditambah jumlah protein yang
dikeluarkan melalui urin. Utamakan penggunaan protein bernilai biologik tinggi.
c. Lemak sedang, yaitu 15-20% dari kebutuhan energy total.
d. Karbohidrat cukup, yaitu sisa dari kebutuhan energy total
e. Natrium dibatasi, yaitu 1-4 gr sehari, tergantung berat ringannya edema.
f. Kolesterol dibatasi < 300mg, begitu pula gula murni, bila ada peningkatan trigliserida
darah.
g. Cairan disesuaikan dengan banyaknya cairan yang dikeluarkan melalui urin ditambah
500 ml pengganti cairan yang dikeluarkan melalui kulit dan pernafasan.
(Almatsier, 2007)

3. Diet yang Dianjurkan dan Dihindari


Jenis Bahan
Dianjurkan Dibatasi
Makanan
Sumber Nasi, bubur, bihun, roti, Roti, biskuit dan kue-
karbohidrat gandum, makaroni, pasta, kue yang dibuat
jagung, kentang, ubi, talas, menggunakan garam
singkong, havermout dapur dan soda.
Sumber Telur, susu skim/susu rendah Hati, ginjal, jantung,
protein lemak, daging tanpa lemak, limpa, otak, ham, sosis,
hewani ayam tanpa kulit, ikan babat, usus, paru,
sarden, kaldu daging,
bebek, burung, angsa,
remis, seafood dan
aneka. Protein hewani
yang diawetkan
menggunakan garam

12
seperti sarden, kornet,
ikan asin dan
sebagainya
Sumber Kacang-kacangan dan aneka Kacang-kacangan yang
protein nabati olahannya diasinkan aatu
diawetkan
Sayuran Semua jenis sayuran segar Sayuran yang
diasinkan atau
diawetkan
Buah-buahan Semua macam buah-buahan Buah-buahan yang
segar diasinkan atau
diawetkan
Minum Semua macam minuman yang Teh kental atau kopi.
tidak beralkohol Minuman yang
mengandung soda dan
alkohol: soft drink,
arak, ciu, bir
Lainnya Semua macam bumbu Makanan yang
secukupnya berlemak, penggunaan
santan kental, bumbu:
garam, baking powder,
soda kue, MSG, kecap,
terasi, ketchup, sambal
botol, petis, tauco,
bumbu instan, dan
sebagainya

13
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA SINDROM NEFROTIK

1. Pengkajian
a. Identitas Klien
1) Umur: Lebih banyak pada anak-anak terutama pada usia pra-sekolah (3-6 th). Ini
dikarenakan adanya gangguan pada sistem imunitas tubuh dan kelainan genetik sejak
lahir.
2) Jenis kelamin: Anak laki-laki lebih sering terjadi dibandingkan anak perempuan
dengan rasio 2:1. Ini dikarenakan pada fase umur anak 3-6 tahun terjadi
perkembangan psikoseksual : dimana anak berada pada fase oedipal/falik dengan ciri
meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah genitalnya. Kebiasaan
ini dapat mempengaruhi kebersihan diri terutama daerah genital. Karena anak-anak
pada masa ini juga sering bermain dan kebersihan tangan kurang terjaga. Hal ini
nantinya juga dapat memicu terjadinya infeksi.
3) Agama
4) Suku/bangsa
5) Status
6) Pendidikan
7) Pekerjaan
8) Identitas penanggung jawab :Hal yang perlu dikaji meliputi nama, umur, pendidikan,
agama, dan hubungannya dengan klien.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama: Kaki edema, wajah sembab, kelemahan fisik, perut membesar
(adanya acites)
2) Riwayat Kesehatan Sekarang : Untuk pengkajian riwayat kesehatan sekarang,
perawatan perlu menanyakan hal berikut:
- Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan urine output
- Kaji onset keluhan bengkak pada wajah atau kaki apakah disertai dengan adanya
keluhan pusing dan cepat lelah
- Kaji adanya anoreksia pada klien
- Kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Perawat perlu mengkaji:
1) Apakah klien pernah menderita penyakit edema?
2) Apakah ada riwayat dirawat dengan penyakit diabetes melitus dan penyakit
hipertensi pada masa sebelumnya?
3) Penting juga dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya
riwayat alergi terhadap jenis obat

14
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya penyakit keturunan dalam keluarga seperti DM yang memicu timbulnya
manifestasi klinis sindrom nefrotik
5) Kebutuhan bio-psiko-sosio-spiritual
- Pola nutrisi dan metabolisme: Anoreksia, mual, muntah.
- Pola eliminasi: Diare, oliguria.
- Pola aktivitas dan latihan: Mudah lelah, malaise
- Pola istirahat tidur: Susah tidur
- Pola mekanisme koping : Cemas, maladaptive
- Pola persepsi diri dan konsep diri : Putus asa, rendah diri
C. Pemeriksaan Fisik
1) Status kesehatan umum
2) Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat
3) Kesadaran: biasanya compos mentis
4) TTV: sering tidak didapatkan adanya perubahan.
5) Pemeriksaan sistem tubuh
a) B1 (Breathing)
Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas walau secara
frekuensi mengalami peningkatan terutama pada fase akut. Pada fase lanjut sering
didapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas yang merupakan respons
terhadap edema pulmoner dan efusi pleura.
b) B2 (Blood)
Sering ditemukan penurunan curah jantung respons sekunder dari peningkatan beban
volume.
c) B3 (Brain)
Didapatkan edema terutama periorbital, sklera tidak ikterik. Status neurologis
mengalami perubahan sesuai dengan tingkat parahnya azotemia pada sistem saraf
pusat.
d) B4 (Bladder)
Perubahan warna urine output seperti warna urine berwarna kola
e) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga didapatkan penurunan
intake nutrisi dari kebutuhan. Didapatkan asites pada abdomen.
f) B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder dari edema tungkai
dari keletihan fisik secara umum

15
D. Pemeriksaan Diagnostik
Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik, proteinuria, terutama albumin. Keadaan
ini juga terjadi akibat meningkatnya permeabilitas membran glomerulus. (Astuti, 2014;
Munandar, 2014)

1. Diagnosa Keperawatan

a) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi

Batasan Karakteristik :

1) Edema
2) Ansietas
3) Anasarka
4) Gangguan pola nafas
5) Oliguria
6) Penambahan berat badan dalam waktu singkat
7) Perubahan berat jenis urine

(NANDA, 2015)

b) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor


biologis (hipoproteinemia) dan kurang asupan makanan (anoreksia)

Batasan Karakteristik :

1) Cepat kenyang setelah makan


2) Gangguan sensasi rasa
3) Kurang minat pada makanan

(NANDA, 2015)

c) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit (edema)

Batasan Karakteristik :

1) Berfokus pada penampilan masa lalu


2) Menghindari melihat tubuh
3) Menghindari menyentuh tubuh
4) Menyembunyikan bagian tubuh
5) Takut reaksi orang lain

(NANDA, 2015)

16
d) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mokus dengan jumlah
berlebihan (efusi pleura)

Batasan Karakteristik :

1) Suara nafas tambahan


2) Perubahan frekuensi dan irama napas
3) Sianosis
4) Dipsneu
5) Gelisah

(NANDA, 2015)

e) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penekanan tubuh


terlalu dalam akibat edema

Batasan Karakteristik :

1) Perubahan karakteristik kulit (warna, elastisitas, rambut, kelembapan, kuku,


sensasi, suhu)
2) Waktu pengisian kapiler > 3 detik
3) Warna tidak kembali ke tungkai saat tungkai diturunkan
4) Edema
5) Paresresia

(NANDA, 2015)

f) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan nafas tidak adekuat

Batasan Karakteristik :

1) Perubahan kedalaman pernapasan


2) Penurunan tekanan ekspirasi
3) Bradipnea
4) Dipsnea
5) Penurunan ventilasi semeniit

(NANDA, 2015)

g) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum

Batasan Karakteristik :

1) Ketidaknyamanan setelah beraktivitas


2) Dipsnea setelah beraktivitas

17
3) Menyatakan merasa letih
4) Menyatakan merasa lemah

(NANDA, 2015)

h) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi jantung

Batasan Karakteristik :

1) Bradikardia
2) Palpitasi jantung
3) Perubahan elektrokardiogram (EKG) (mis., aritmia, abnormalitas konduksi,
iskemia)
4) Takikardia

(NANDA, 2015)

2. Intervensi
No. Tujuan &
Intervensi Rasional
Dx. Kriteria Hasil
1. Setelah Timbang berat badan Estimasi penurunan
dilakukan setiap hari dan monitor edema tubuh
tindakan status pasien
keperawatan
selama … x 24
valuasi harian
jam, Jaga intake/asupan yang
keberhasilan terapi
diharapkan akurat dan catat output
dan dasar penentuan
kelebihan
tindakan
volume cairan
tidak terjadi
menentukan
dengan kriteria Kaji lokasi dan luasnya
intervensi lebih
hasil : edema
lanjut
a. Terjadi
penurunan
mencegah edema
edema dan Berikan cairan dengan
bertambah parah
ascites tepat
b. Tidak
Diberikan dini
terjadi Berikan diuretik yang
pada fase
peningkata diresepkan oleh dokter
oliguria untuk meng
n berat
ubah ke fase
badan

18
(NIC, 2013) nonoliguria, dan
meningkatkan
volume urine
adekuat
2. Setelah Monitor kalori dan Membantu dan
dilakukan asupan makanan mengidentifikasi
tindakan defisiensi dan
keperawatan kebutuhan diet
selama … x 24
jam, Lakukan atau bantu Mulut yang bersih
diharapkan pasien terkait perawatan dapat meningkatkan
ketidakseimba mulut sebelum makan nafsu makan
ngan nutrisi
kurang dari Pastikan makanan Meningkatkan selera
kebutuhan disajikan secara dan nafsu makan
tubuh tidak menarik dan pada suhu
terjadi, dengan yang paling cocok
kriteria hasil : untuk konsumsi secara
a. Nafsu optimal
makan
klien Anjurkan pasien terkait Pasien dapat
meningkat dengan kebutuhan diet kooperatif dan
b. Tidak untuk kondisi sakit melakukan apa yang
terjadi dianjurkan
hipoprotein Kolaborasi dengan ahli
emia gizi untuk mengatur Diet yang tepat dapat
c. porsi diet yang diperlukan meningkatkan status
makan (NIC, 2013) nutrisi pasien
yang
dihidangka
n
dihabiskan
3. Setelah Monitor apakah anak Mengidentifikasi
dilakukan bisa melihat bagian respon anak terhadap
tindakan tubuh mana yang perubahan tubuhnya
keperawatan berubah
selama … x 24
jam, Identifikasi strategi- Respon orangtua

19
diharapkan strategi penggunaan menentukan
gangguan citra koping oleh orangtua bagaimana persepsi
tubuh dapat dalam berespon anak terhadap
teratasi, terhadap perubahan tubuhnya
dengan kriteria penampilan anak
hasil :
a. Citra tubuh Bangun hubungan Memudahkan
positif saling percaya dengan komunikasi personal
b. Mendeskri anak dengan anak
pisikan
secara Gunakan gambaran Mekanisme evaluasi
faktual mengenai gambaran diri dari persepsi citra
perubahan diri anak
fungsi
tubuh Ajarkan untuk melihat Membantu
c. Mempertah pentingnya respon meningkatkan citra
ankan mereka terhadap tubuh anak
interaksi perubahan tubuh anak
sosial dan penyesuaian di
masa depan, dengan
cara yang tepat.
(NIC, 2013)
4. Setelah Monitor respirasi dan Data dasar dalam
dilakukan status O2 menentukan
tindakan intervensi lebih
keperawatan lanjut
selama … x 24
jam, Auskultasi suara nafas. Suara nafas
diharapkan Catat adanya suara tambahan
bersihan jalan nafas tambahan mengidentifikasikan
nafas dapat ada sumbatan dalam
efektif, dengan jalan nafas
kriteria hasil :
a. Klien Atur intake untuk Mencegah edema
mampu cairan bertambah parah
bernafas
dengan Posisikan pasien Memaksimalkan
mudah semifowler ventilasi

20
b. Mampu Lakukan fisioterapi Membantu
mengidenti dada jika perlu mengeluarkan sekret
fikasi dan (NIC, 2013)
mencegah
faktor yang
dapat
menghamb
at jalan
nafas
5. Setelah Monitor denyut dan Mengetahui kelainan
dilakukan irama jantung jantung
tindakan
keperawatan Ukur intake dan outtake Mengetahui
selama … x 24 cairan kelebihan atau
jam, kekurangan
diharapkan
perfusi Berikan oksigen sesuai Meningkatkan
jaringan kebutuhan perfusi
perifer efektif,
dengan kriteria Lakukan perawatan Menghindari
hasil : kulit, seperti pemberian gangguan integritas
a. Waktu lotion kulit
pengisian
kapiler < 3 Hindari terjadinya Mempertahankan
detik palsava manuver seperti pasukan oksigen
b. Tekanan mengedan, menahan
sistol dan napas, dan batuk
diastol (NIC, 2013)
dalam
rentang
yang
diharapkan
c. Tingkat
kesadaran
membaik
6. Setelah Monitor jumlah Mengetahui status
dilakukan pernapasan, pernapasan
tindakan penggunaan otot bantu

21
keperawatan pernapasan, batuk,
selama … x 24 bunyi paru, tanda vital,
jam, warna kulit, AGD
diharapkan
pola nafas Berikan oksigen sesuai Mempertahankan
dapat efektif, program oksigen arteri
dengan kriteria
hasil : Atur posisi pasien Meningkatkan
a. Pasien fowler pengembangan paru
dapat
mendemon Alat-alat emergensi Kemungkinan terjadi
strasikan disiapkan dalam kesulitan bernapas
pola keadaan baik akut
pernapasan (NIC, 2013)
yang
efektif
b. Pasien
merasa
lebih
nyaman
dalam
bernafas
7. Setelah Monitor keterbatasan Merencanakan
dilakukan aktivitas, kelemahan intervensi dengan
tindakan saat aktivitas tepat
keperawatan
selama … x 24 Catat tanda vital Megkaji sejauh
jam, sebelum dan sesudah mana perbedaan
diharapkan aktivitas peningkatan selama
intoleran aktivitas
aktivitas dapat
teratasi, Lakukan istirahat yang Membantu
dengan kriteria adekuat setelah latihan mengembalikan
hasil : dan aktivitas energi
a. Kelemahan
yang Berikan diet yang Metabolisme
berkurang adekuat dengan membutuhkan energi
b. Mempertah kolaborasi ahli diet

22
ankan (NIC, 2013)
kemampua
n aktivitas
semaksima
l mungkin
8. Setelah Kaji suara nafas dan Data dasar dalam
dilakukan suara jantung menentukan
tindakan intervensi lebih
keperawatan lanjut
selama … x 24
jam, Ukur CVP pasien Mengetahui
diharapkan kelebihan atau
curah jantung kekurangan cairan
mengalami tubuh
peningkatan,
dengan kriteria
hasil : Monitor aktivitas pasien Mengurangi
a. Menunjukk kebutuhan oksigen
an curah
jantung Monitor saturasi Mengetahui
yang oksigen manifestasi
memuaska penurunan curah
n jantung
dibuktikan
oleh Kolaborasi pemberian Mengejan dapat
efektifitas laksatif memperparah
pompa penurunan curah
jantung, (NIC, 2013) jantung
status
sirkulasi,
perfusi
jaringan,
dan status
TTV
b. Tidak ada
edema
paru,
perifer, dan

23
asites

3. Evaluasi
Setelah mendapat intervensi keperawatan, maka pasien dengan sindrom nefrotik
diharapkan sebagai berikut :

a. Kelebihan volume cairan teratasi


b. Meningkatnya asupan nutrisi
c. Meningkatnya citra tubuh
d. Bersihan jalan nafas efektif
e. Perfusi jaringan perifer efektif
f. Pola nafas efektif
g. Aktivitas dapat ditoleransi
h. Curah jantung mengalami peningkatan

24
DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda Nurarif, S.Kep., Ns., dan Hardhi Kusuma S.Kep., Ns. 2015. Aplikasi Asuhan
Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC Edisi Revisi Jilid 3.
Yogyakarta: MediAction

Bulechek, Gloria, dkk. 2013. Nursing Intervensions Classification (NIC) Edisi Bahasa Indonesia,
Edisi Keenam. Mosby: Elsevier Inc.

NANDA Internasional Inc. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015-2017,
Edisi 10. Jakarta: EGC.

25
ASUHAN KEPERAWATAN PADA SDR. I
DENGAN DIAGNOSA MEDIS NEFROTIK SINDROM
DI RUANG HIGH CARE UNIT (HCU) WIJAYA KUSUMA
RSUP DR. SOEDONO KOTA MADIUN

Tanggal pengkajian : 25 Maret 2019 No. Reg :6-70-57-00


jam pengkajian : 12.00 Tanggal MRS : 23 Maret 2019

A. IDENTITAS PASIEN
NAMA :Sdr. I
NO REG :6-70-57-00
UMUR :19 Tahun
JENIS KELAMIN :Laki-laki
SUKU :Jawa
AGAMA :Islam
PENDIDIKAN :SMP
ALAMAT :Magetan

B. RIWAYAT KEPERAWATAN
a. Keluhan utama:
 Saat MRS : pasien mengatakan datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak nafas
 Saat Pengkajian : pasien mengatakan masih sesak

b. Riwayat penyakit sekarang :


Keluarga pasien mengatakan pada tanggal 16 Maret 2019 klien di bawa ke UGD Dr.
Sayyidiman Magetan karena keluhan seluruh tubuh terasa panas , sesak, lemas, dan batuk.
Di Magetan pasien dilakukan tindakan injeksi ceftriaxone, levoxacin, lasix, metyl
pregnisolon, alupurinol, serta di lakukan tindakan foto thorax AP dan USG abdomen.
Setelah satu minggu di rawat tidak ada perubahan kemudian pada tanggal tanggal 23 Maret
2019 pasien di rujuk ke RSUP Dr. Soedono Kota Madiun. Masuk di UGD pada jam 16.30
dan di rawat di Ruang HCU Wijaya Kusuma pada pukul 17.30 karena sesak dan
membutuhkan observasi. Saat pengkajian pada tanggal 25 Maret 2019 pukul 10.00 pasien
masih mengeluh sesak, badan terasa panas, lemas dan mual. Dari hasil pemeriksaan fisik
keadaan umum pasien tampak lemah, GCS 456, odem di ekstremitas atas dan bawah, TTV
: TD : 128/80 mmHg, N: 96x/mnt, S: 37,1oC, RR: 26x/mnt, SpO2: 99%

26
c. Riwayat penyakit dahulu:
Keluarga pasien mengatakan 3 tahun yang lalu pasien juga menderita sakit dengan keluhan
lemas dan sesak nafas, namun tidak sampai di rawat di Rumah sakit dan hanya berobat ke
dokter praktik. Pasien juga mengatakan bahwa pasien sejak berusia 12 tahun sering
mengkonsumsi minuman suplemen, waktu sembuh dari sakit 3 tahun lalu pasien juga
mengkonsumsi minuman suplemen kembali. Pasien mengatakan jika tidak mengkonsumsi
minuman suplemen, maka badannya terasa lemas dan keluarga juga mengatakan bahwa
dahulu pasien juga mengkonsumsi minuman keras / minuman beralkohol serta merokok.

d. Riwayat kesehatan keluarga:


Keluarga pasien mengatakan kakek pasien juga mengalami penyakit ginjal. Namun
keluarga tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi

e. Genogram :

Ket :
: pasien : laki-laki : Perempuan

: garis hubungan : tinggal satu rumah

27
C. PENGKAJIAN REVIEW OF SYSTEM (ROS)
a. Keadaan umum : lemah , Kesadaran : composmentis, GCS : 4-5-6
b. TTV : TD :128/80 mm/Hg
N :96 x/menit
S :371 0C
RR :26 x/menit
SpO2 : 99%

1. B1 (Breath)
- Pergerakan dada simetris
- Terdapat otot bantu pernafasan intercosta
- Terdapat suara nafas ronkhi

+
- Terdapat alat bantu nafas berupa oksigen masker 8 lpm
- Pernafasan cuping hidung

2. B2 (Blood)
- suara jantung s1, s2 tunggal
- tidak terdapat suara jantung tambahan seperti murmur dan gallop
- irama jantung regular
- Odema :
+ +
+ +
- CRT 3 detik
- ictus cordis teraba di ICS 4,5 midclavicula kiri
- perdarahan : tidak ada

3. B3 (Brain)
- tingkat kesadaran : Composmentis, GCS 4-5-6
- reaksi pupil isokor, d : 1 mm
- Reflek fisiologis :
a. Bisep ka (+) ki (+)
b. Trisep ka (+) ki (+)
c. Achiles ka (+) ki (+)
d. Patella ka (+) ki (+)

28
- Reflek patologis
a. Babinski ka (-) ki (-)
b. Chaddock ka (-) ki (-)
c. Open him ka (-) ki (-)
d. Gordon ka (-) ki (-)
e. Gonda ka (-) ki (-)

- Nervus Kranial
Tidak dapat terkaji klien sesak

4. B4 (Bladder)
- urin : 1200 cc/24 jam
- warna urin : kuning, bau khas urin
- Balance cairan :
input = output + IWL (IWL = (15x BB)/24 jam)
(minum : 700) + (infuse : 1000) = (urin : 1200) + (IWL : 885)
1700 = 2085
< 385
- pasien terpasang kateter sejak tanggal 23 Maret 2019
- pasien tidak mengalami kesulitan BAK

5. B5 (Bowel)
- Mukosa bibir kering
- lidah tampak kotor
- keadaan gigi lengkap
- pasien tidak mengalami nyeri telan
- Peristaltik usus : 6x/menit
- diit sebelum MRS : pasien makan 3x sehari , nasi , lauk tahu tempe dan sayur
- diit saat MRS : RLRK habis ¼ porsi
- pasien mengeluh mual
- pasien tidak mengalami muntah
- pasien tidak mengalami hematomesis
- pasien tidak mengalami melena
- pasien tidak terpasang NGT
- pasien tidak mengalami diare
- pasien tidak mengalami konstipasi

29
6. B6 (Bone)
- turgor kulit baik
- pasien tidak mengalami perdarahan kulit
- tidak terdapat ikterus
- akral teraba hangat
- pergerakan sendi bebas
- tidak terdapat fraktur
- tidak terdapat luka
- kekatan otot
5 5
4 4
- aktivitas dan kemampuan perawatan diri : di bantu keluarga dan perawat

30
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Laboratorium Tanggal : 18 Maret 2019
Jenis pemeriksaan hasil satuan Nilai acuan
SGOT 42 U/L L<37. P<31
SGPT 27 U/L L <42 . P <32
Albumin 1,2 Gr/dl 3,6-52
Faal ginjal
BUN 68,0 Mg/dl 10-25
Serum kreatinin 1,75 Mg/dl L : 0,8-1,25. P : 0,7-
1,20
Urin acid 11,6 Mg/dl L: 5,4-7,0. P : 2,4-5,7
Lemak
kolestrol 240 Mg/dl <200
triglycerida 164 Mg/dl <200
elektrolit
natrium 121 Mmol/lt 130-146
kalium 3,4 Mmol/lt 3,5-5,0
Clorida 100 Mmol/lt 98-106

31
Hasil Laboratorium tanggal 23 Maret 2019
Jenis pemeriksaan Hasil satuan Nilai acuan
Hematologi
Darah lengkap / CBC
Hemoglobin 12,6 g/dl 13,4- 17,7
Hitung leukosit 36,60 103/uL 4.3- 10,3
Trombosit 353 103/uL 142 -424
Hematokrit 39,4 % 40-47
Eritrosit 4,51 10/uL 4.0 – 5,5
MCV 87,4 FL 80 – 93
MCH 28,1 Pg 27 – 31
MCHC 32,1 g/dl 32 – 36
Hitung jenis leukosit
Eosinofil 0,1 % 0–3
Basofil 0.1 % 0–1
Neutrofil 96,2 % 50 – 62
Limfosit 1,7 % 25 – 40
Monosit 1,8 % 3–7
Kimia klinik
SGOT 38 u/l 8 -31
SGPT 21 u/l 6 – 40
BUN 73,8 Mg/dl 10 – 20
Creatinin 2,84 Mg/dl 0,6 – 1,1
Gula darah sewaktu 120 Mg/dl <140
Natrium darah 131 Mmol/l 136 – 145
Kalium darah 3,77 Mmol/l 3,5 – 5,1
Chloride/ CI darah 100 Mmol/l 97 – 111

Hasil foto thoraks AP pada tanggal 22 Maret 2019


kesimpulan :
- pneumonia di sertai abses formation
- efusi pleura dextra

Hasil USG pada tanggal 22 Maret 2019


- hepato splenomegali
- acites

32
E. TERAPI
- Infuse PZ 500 cc 20tpm
- Injeksi meropenem 1 gram 3x1 iv (untuk menangani penyebaran infeksi bakteri)
- Injeksi furosemid 20 mg 3x2 iv (mengatasi odem)
- Injeksi ofloxacin 400 mg 1x1 iv (mengatasi infeksi pada paru/pneumonia)
- Terpasang oksigen masker 8 lpm

Perawat

(……………….)

33
ANALISA DATA

Nama : Sdr. I
Umur : 19 thn
No. Reg. : 6-70-57-00

Tanggal/Jam
Kelompok Data Masalah/Problem Penyebab/Etiologi

25 Maret 2019 Ds : pasien mnegatakan Pola nafas tidak Gangguan sekresi protein
10.00 sesak efektif
Do : hipoalbumin
- keadaan umum : lemah,
lemas dan sesak penurunan tekanan
- GCS : 4- 5- 6 osmotic plasma
- terpasang alat bantu nafas
masker oksigen nasal 8 lpm cairan intravaskuler
- ttv : TD 128/80 mmHg berpindah ke intersisiel
N : 96x/menit
RR : 26x/menit odema pulmo
Spo2 : 99%
- suara nafas tambahan penumpukan cairan di
ronkhi di region kanan rongga pleura
bawah
- foto thorax : efusi pleura ekspansi paru menurun
dextra dan pneumonia
sesak nafas

Gangguan pola nafas

Ds : pasien mengatakan Kelebihan volume Gangguan permeabilitas


25 Maret 2019 sesak cairan glomerulus
10.00 Do :
- Odem + + Protein terfiltrasi
+ + bersama dengan urin
- turgor kulit baik
- ttv : TD : 128/80mmHg Hilangnya protein
N : 96x/menit plasma
S : 37,1 0C

34
RR : 26x/menit Hipoalbuminurea
- Balance cairan :
input = output + IWL Penurunan osmotik
700 + 1000= 1200 + 885 = plasma
1700 = 2085
< 385 Cairan intravaskuler
- albumin : 1,2 gr/dl berpindah ke intersisial
- BUN : 68,0 mg/dl
- serum kreatinin :1,75 mg/dl Penurunan volme
- foto thorax : efusi pleura intravaskuler
dextra, pneumonia
Hipovolemia

Sekresi renin

Peningkatan renin
angiostensin

Pelepasan ADH dan


peningkatan aldesteron

Reabsorbsi Na dan air

Penurunan produksi urin


dan peningkatan volume
plasma

Odema

Kelebihan volume cairan

35
DIAGNOSA KEPERAWATAN

Nama : Sdr. I
Umur : 19 thn
No. Reg. : 6-70-57-00

Tgl/Jam No Diagnosa Keperawatan Ttd


25 Maret 2019 1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penumpukan
10.00 cairan di paru

2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan hipoalbumineria

36
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Nama : Sdr.I
Umur : 19 th
No. Reg. : 6-70-57-00
Tujuan/KriteriaHasil
No. DiagnosaKeperawatan Intervensi

1 Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan NOC : NIC :


penumpukan cairan di paru Respiratory Status :Ventilation 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
Airway Patence ventilasi
Vital Sign Status 2. Observasi suara tambahan
Kriteria Hasil : 3. Monitor respirasi dan status O2
1. Suara nafas bersih 4. Observasi adanya secret,lakukan fisioterapi
2. Tidak ada suara nafas tambahan dada dan batuk efektif
3. Tidak ada pernafasan cuping hidung 5. Atur alat oksigenasi
4. Tidak ada otot bantu pernafasan 6. Monitor aliran oksigen
5. Menunjukkan jalan nafas yang paten 7. Kolaborasi tindakan nebulizer
6. Tidak ada sianosis
7. Tanda-tanda vital dalam rentang
normal.

37
2 Kelebihan Volume Cairan berhubungan dengan NOC : NIC :
hipoalbumineria Electrolit and acid base balance 1. Monitor vital sign
Fluid balance 2. Monitor indikasi retensi/kelebihan cairan
Hydration 3. Observasi lokasi edema
Kriteria Hasil : 4. Peratahankan catatan intake dan output yang
1. Terbebas dari odema, efusi, anaskara akurat
2. Terbebas dari kelelahan, kecemasan 5. Ajarkan pembatasan cairan dan tanda
atau bingung kelebihan cairan
3. Bunyi napas bersih tidak ada dyspnea 6. Pertahankan urin kateter sesuai indikasi
4. Terbebas dari distensi vena jugularis 7. Batasi masukan cairan
5. Menjelaskan indicator kelebihan cairan 8. Kolaborasi pemberian obat diuretic
9. Kolaborasi pemberian albumin
10. Kolaborasi dengan gizi tentang diet

38
CATATAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Nama : Sdr.I

Umur : 19 th

No. Reg. : 6-70-57-00

No.
Dx. Tanggal/jam Tindakan Keperawatan Respon TTD

1 25 Maret 2019 10.00 Memposisikan pasien semi fowler Pasien terlihat lebih rileks

13.00 Mengkaji suara nafas Terdapat suara tambahan ronkhi

20.30 Memonitor respirasi dan status O2 Respirasi : 28 x/menit

22.00 Memonitor pola nafas Pola nafas regular, terpasang O2 masker 8


liter/menit

24.00 Injeksi furosemide Pasien tampak tenang RR 28x/mnt

39
2 26 Maret 2019 11.00 Memonitor vital sign TD : 119/81 mmHg RR : 21 x/menit
N : 97 x/menit SPO2 : 97%
S : 36º C

Odema pada ekstremitas + +


13.30 Mengkaji lokasi odema

+ +
Pasien tampak tenang RR : 28x/mnt
15.00 menginjeksi IV Furosemid 3x1mg

22.00 menghitung balance cairan intake = Output + IWL


700+1000 = 1000+885
1700 = 1885
< 185
1 27 Maret 2019 12.00 Memposisikan pasien semi fowler Pasien terlihat lebih rileks

15.30 Melakukan pemeriksaan fisik thorax Inspeksi : gerakan dada simetris, terdapat
pergerakan inter costa, tidak ada luka
Palpasi : vocal fremitus :getaran pada dada kanan
lebih terasa daripada yang kiri, tidak ada massa
Perkusi : sonor pada dada sebelah kiri, pekak pada
dada kanan

40
Auskultasi : terdapat ronkhi pada paru kanan
bawah
22.00 Memonitor satu rasi dan respirasi
Respirasi : 26 x/menit, SPO2 : 97%
23.25 Memonitor pola nafas
Terpasang alat bantu nafas masker oksigen 8 lpm

2 28 Maret 2019 13.00 Memonitor catatan intake dan output Intake = Output + IWL
700+1000 = 800+885
1700 = 1685
>15

16.00 Memonitor vital sign TD : 120/80 mmHg RR : 19 x/menit


N : 96 x/menit SPO2 : 97%
S : 36,1º C

17.00 Mengkaji lokasi odema Odema : + +


+ +

41
EVALUASI KEPERAWATAN

Nama : Sdr.I
Umur : 19 th
No. Reg. : 6-70-57-00

No.
Dx. Tanggal/Jam Perkembangan TTD

1 25 Maret 2019 S : Klien mengeluh sesak nafas

O:
- Terdapat suara nafas tambahan ronkhi
- Terdapat otot bantu nafas intercosta
- Tidak ada sianosis
- Tidak ada pernafasan cuping hidung
- Terpasang oksigen masker 8 lpm
- TTV : TD : 120/80 mmHg RR : 26x/menit
N : 96 x/menit SPO2 : 96%
S : 36º C

A : Masalah ( pola nafas tidak efektif ) teratasi


sebagian

P : Lanjutkan Intervensi 1, 3 dan 6

2 S : pasien mengeluh bengkak pada tangan dan kaki


O:
- Terdapat odema pada ekstremitas atas dan bawah
- Terdapat suara nafas tambahan ronhki
- Tidak ada distensi vena jugularis
- Pasien tampak lemah
- Pasien mengerti indicator kelebihan cairan
- Balance cairan : <385
A : masalah (kelebihan volume cairan) teratasi
sebagian
P : lanjutkan intervensi 6 dan 9

42
1 26 Maret 2019 S : Klien mengeluh sesak nafas

O:
- Terdapat suara nafas tambahan ronkhi
- Terdapat otot bantu nafas intercosta
- Tidak ada sianosis
- Tidak ada pernafasan cuping hidung
- Terpasang oksigen nasal 3 lpm
- TTV : TD : 110/80 mmHg RR : 24x/menit
N : 85 x/menit SPO2 : 96%
S : 36,4º C

A : Masalah ( pola nafas tidak efektif ) teratasi


sebagian

P : Lanjutkan Intervensi 1, 3 dan 6

2 S : pasien mengeluh bengkak pada tangan dan kaki


O:
- Terdapat odema pada ekstremitas atas dan bawah
- Terdapat suara nafas tambahan ronhki
- Tidak ada distensi vena jugularis
- Pasien tampak lemah
- Pasien mengerti indicator kelebihan cairan
- Balance cairan : <185
A : masalah (kelebihan volume cairan) teratasi
sebagian
P : lanjutkan intervensi 6 dan 9

43
1 27 Maret 2019 S : Klien mengatakan sesak berkurang

O:
- Terdapat suara nafas tambahan ronkhi
- Tidak terdapat otot bantu nafas intercosta
- Tidak ada sianosis
- Tidak ada pernafasan cuping hidung
- Tidak terpasang alat bantu nafas
- TTV : TD : 109/85 mmHg RR : 22x/menit
N : 86 x/menit SPO2 : 96%
S : 36,7º C

A : Masalah ( pola nafas tidak efektif ) teratasi


sebagian

P : Pasien pindah ke Ruang Wijaya Kusuma C

2 S : pasien mengeluh bengkak pada tangan dan kaki


O:
- Terdapat odema pada ekstremitas atas dan bawah
- Terdapat suara nafas tambahan ronhki
- Tidak ada distensi vena jugularis
- Pasien tampak lemah
- Pasien mengerti indicator kelebihan cairan
A : masalah (kelebihan volume cairan) teratasi
sebagian
P : pasien pindah ke ruang Wijaya Kusuma C

44
TELAAH JURNAL PADA KLIEN DENGAN NEFROTIK SINDROM
“Efektifitas Konsumsi Ekstrak Ikan Gabus (Ophiocephalus Striatus) Terhadap Peningkatan
Kadar Albumin Darah Pasien Dengan Sindroma Nefrotik Dan Sirosis Hepatis”

P (PROBLEM)
Sindroma Nefrotik dan sirosis hepatis merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya
penurunan kadar albumin darah yang cukup tinggi. Terapi albumin yang selama ini diberikan sangatlah
memberatkan pasien dan keluarga karena harga serum albumin yang sangat mahal. Kemampuan setiap
keluarga untuk membeli serum albumin ini sangat terbatas terutama bagi keluarga yang kurang mampu.
Penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas pemberian konsumsi ikan gabus dalam
meningkatkan kadar albumin darah pasien dengan sindroma nefrotik dan sirosis hepatis

I (INTERVENSI)
Penelitian ini menggunakan desain Kuasi Eksperimental dengan menggunakan pre-test and post-test
design with control group (Polit & Hungler, 2003), yang bertujuan untuk mengetahui efektifitas
konsumsi ekstrak ikan gabus dalam meningkatkan kadar albumin pasien yang menderita Sindroma
Nefrotik dan sirosis hepatis. Variabel yang diteliti pada penelitian ini adalah kadar albumin darah dari
pasien yang menderita Sindroma Nefrotik dan sirosis hepatis. Peneliti akan membandingkan kadar
albumin sebelum dan sesudah terapi ekstrak ikan gabus dalam 24 jam selama 7 hari.
Responden dalam penelitian ini adalah seluruh pasien Sindroma Nefrotik dan Sirosis Hepatis yang
sedang di rawat di ruang irna medikal RSUD Arifin Achmad pada masa pengumpulan data dengan
menggunakan teknik accidental sampling. Responden di kelompokkan ke dalam kelompok kontrol dan
kelompok eksperimen. Kelompok kontrol adalah kelompok yang tidak mendapatkan terapi ikan gabus,
sedangkan kelompok eksperimen adalah kelompok yang mendapatkan konsumsi ekstrak ikan gabus
selama satu minggu. Jumlah responden dalam masing-masing kelompok adalah 10 orang. Penempatan
responden ke dalam setiap kelompok akan dilakukan secara random.
Peneliti kemudian mengukur kembali kadar albumin darah pada hari ke tiga pemberian konsumsi ikan
gabus dan hari ke tujuh setelah pemberian konsumsi ikan gabus selesai. Untuk pelaksanaan pemberian
konsumsi ekstrak ikan gabus ini, melibatkan dua orang enumerator dan perawat ruangan yang dinas
pada saat pemberian ekstrak ikan gabus untuk memastikan pasien telah menerima dan meminum
ekstrak ikan gabus habis

C (COMPARE)
Dalam penelitian tersebut menggunakan ikan gabus sebagai pembanding. Hasilnya adalah sama-sama
signifikan antara konsumsi ikan gabus dengan mengkonsumsi ekstrak ikan gabus dalam peningkatan
kadar albumin dalam darah pada penderita nefrotik sindrom dan sirosi hepatis

O (OUTCOME)

45
Hasil ini menunjukkan bahwa secara statistik tidak ada pengaruh yang signifikan dari konsumsi ekstrak
ikan gabus dalam meningkatkan kadar albumin darah pasien dengan sindroma nefrotik dan sirrosis
hepatis. Penelitian mendapatkan bahkan terjadi penurunan kadar albumin pada kedua kelompok
tersebut. Sesuai dengan teori Ignatavicius dan Workman (2006), bahwa penyakit Sindroma Nefrotik
mengalami gangguan ginjal sehingga albumin dapat melewati celah filtrasi glomerulus yang
dikeluarkan melalui uring, maka albumin plasma akan berkurang. Akan tetapi secara deskriptik terlihat
bahwa kadar albumin darah pasien dengan sindroma nefrotik dan sirrosis hepatis yang mengkonsumi
ekstrak ikan gabus,terjadi penurunan kadar albumin yang lebih kecil jika dibandingkan dengan
kelompok yang tidak mengkonsumsi ekstrak ikan gabus. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi ekstrak
ikan gabus mempunyai kecenderungan untuk mempertahankan kadar albumin pasien.
Peneliti melihat bahwa belum ada pengaruh yang signifikan pemberian konsumsi ikan gabus dalam
menigkatkan kadar albumin darah. Bahkan sebaliknya, penelitian menunjukkan kadar albumin
menurun setelah intervensi, hal ini disebabkan 5 dari 13 responden ( 38 %) yang terdiri dari 2
responden di kelompok intervensi (30%) dan 3 responen di kelompok kontrol (hampir 50%) memiliki
kadar ureum dan kreatinin yang tinggi diatas normal, yang bisa menjadi salah satu indikator telah
terjadi gangguan fungsi ginjal sehingga menyebakan albumin yang terkandung dalam ekstrak ikan
gabus keluar bersama urin, sehingga hasil intervensi menjadi tidak signifikan.

46

Anda mungkin juga menyukai