I4061172077
Pembimbing:
1
LEMBAR PERSETUJUAN
Telah disetujui,
Pembimbing Oleh:
NIM: I4061172077
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Otitis Media Akut (OMA) merupakan inflamasi akut telinga tengah yang berlangsung
kurang dari tiga minggu. Telinga tengah adalah ruang di dalam telinga yang terletak antara
membran timpani dengan telinga dalam serta berhubungan dengan nasofaring melalui Tuba
Eustachius. Dalam realita yang ada, OMA merupakan salah satu dari berbagai penyakit yang
umum terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk di negara-negara dengan ekonomi rendah
dan Indonesia, serta memiliki angka kejadian yang cukup bervariasi pada tiap-tiap negara.1-2
Otitis Media Akur (OMA) sering terjadi pada anak-anak daripada orang dewasa. Pada
anak-anak, semakin sering menderita infeksi saluran napas atas maka semakin besar juga
kemungkinan terjadinya OMA selain karena sistem imunitas anak yang belum berkembang
secara sempurna dan bentuk anatomisnya. Pada fase perkembangan telinga tengah saat usia
anak-anak, Tuba Eustachius memang memiliki posisi yang lebih horizontal dengan drainase
yang minimal dibandingkan dengan usia lebih dewasa. Hal inilah yang membuat
kecenderungan terjadinya OMA pada usia anak-anak lebih besar dan lebih ekstrim
dibandingkan usia dewasa. 2
Pada sebuah penelitian terhadap 112 pasien ISPA (6-35 bulan), didapatkan bahwa 30%
mengalami OMA dan 8% sinusitis. Dari seluruh dunia, kejadian otitis media pada usia 1
tahun sekitar 62%, sedangkan pada anak-anak berusia 3 tahun sekitar 83%. Di Amerika
Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami minimal satu episode otitis media sebelum usia 3
tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih. Di Inggris
setidaknya 25% anak mengalami minimal satu episode sebelum usia 10 tahun.1-5
Mengingat tingginya angka kejadian bakteri yang resisten terhadap antimikroba, maka
diperlukan perhatian khusus. Hal ini dikarenakan penggunaan antibiotik merupakan pilihan
terapi awal pada OMA. Terapi pembedahan pada OMA dapat dibagi ke dalam tiga prosedur,
yakni: timpanosentesis, miringotomi, dan miringotomi dengan pemasangan tuba ventilasi.1
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung jika dilihat dari arah liang telinga dan
terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga (gambar 2.2 dan gambar 2.3). Bagian atas disebut
pars flaksida (membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran propia).
Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan
bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa
mempunyai satu lapis lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit
serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler di bagian dalam. Pada pars
4
flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Di tempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu
lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid.7-10
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut sebagai
umbo. Dari umbo bermula suatu refleks cahaya (cone of light) ke arah bawah yaitu pada
pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani kanan.Refleks
cahaya ialah cahaya dari luar yang dipantulkan oleh membran timpani. Pada membran
timpani terdapat 2 macam serabut, sirkular dan radier.Serabut inilah yang menyebabkan
timbulnya refleks cahaya yang berupa kerucut itu (gambar 2.3). Secara klinis refleks cahaya
ini dinilai, misalnya bila letak refleks cahaya mendatar, berarti terdapat gangguan pada tuba
eustachius.6,7
Membran timpani dibagi ke dalam 4 kuadran (gambar 2.3), dengan menarik garis searah
dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo sehingga
didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah-belakang, untuk
menyatakan letak perforasi membran timpani. Bila melakukan miringotomi atau parasentesis,
5
dibuat insisi di bagian bawah belakang membran timpani. Pada daerah ini tidak terdapat
tulang pendengaran. Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang
tersusun dari luar ke dalam, yaitu maleus, inkus, stapes. Di balik membran timpani, terdapat
kavitas timpani (tympanic cavity) yang mana terdapat osikel atau tulang pendengaran.
Kavitas timpani terbagi menjadi 3 kompartemen, yaitu epitimpanum, hipotimpanum dan
mesotimpanum (gambar 2.4).8-10
Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus maleus
melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada
stapes.Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan
antara tulang-tulang pendengaran merupakan persendian.1-6
Tuba eustachius (gambar 2.1) termasuk dalam telinga tengah menghubungkan daerah
nasofaring dengan telinga tengah. Struktur ini sangat berperan dalam menjaga keseimbangan
tekanan dan berperan pada kejadian otitis media. Salah satu penyebab otitis media lebih
sering terjadi pada anak-anak, salah satunya adalah dari perbedaan struktur anatomi tuba
eustachius.11,12
6
Proses mendengar (gambar 2.6) diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun
telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran
tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian
tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang
pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi
getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap
lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui
membrana Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif
antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik
yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka
dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan
proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang
akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius
sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.1-2
7
Terjadinya efusi telinga tengah atau inflamasi telinga tengah ditandai dengan membengkak
pada membran timpani atau bulging, mobilitas yang terjadi pada membran timpani, terdapat
cairan di belakang membran timpani, dan otore.1-4
Otitis media akut sering terjadi pada anak, hal ini dikarenakan tuba eustachius yang lebar
dan pendek. Insidensinya sebesar 15-20 % dengan puncaknya terjadi antara umur 6-36 bulan
dan 4-6 tahun. Di Amerika Serikat, 70% anak telah mengalami OMA setidaknya satu kali
sebelum usia 2 tahun. Puncak kejadian OMA adalah pada anak berusia 3-18 bulan. Suatu
penelitian menunjukkan bahwa suatu episode infeksi S.pneumoniae dalam tahun pertama
kehidupan telah dihubungkan dengan berlanjutnya insidens episode otitis media akut
berulang. Insiden penyakit ini mempunyai kecenderungan untuk menurun setelah usia 6
tahun. Insiden tertinggi dijumpai pada laki-laki, kelompok social ekonomi rendah, anak-anak
dengan celah pada langit-langit serta anomali kraniofasial lain dan pada musim dingin atau
hujan. Semakin sering anak terserang infeksi saluran nafas atas maka semakin besar
kemungkinan terjadinya otitis media akut. Pada bayi terjadinya otitis media akut dipermudah
oleh karena tuba eustachius pendek, lebar, dan agak horizontal.1-5
2.4.Stadium
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, OMA dibagi menjadi lima stadium yang
berhubungan terhadap perubahan pada mukosa telinga tengah, yaitu stadium oklusi tuba
eustachius, stadium hiperemis atau stadium pre-supurasi, stadium supurasi, stadium perforasi
9
dan stadium resolusi yang mana dapat memberikan perbedaan gambaran dari membran
timpani normal (gambar 2.7) pada pemeriksaan otoskop. Stadium tersebut akan dijelaskan
dengan lebih rinci sebagai berikut:1-7
10
Gambar 2.8. Membran timpani pada OMA stadium hiperemis
11
Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan miringotomi. Pembedahan
ini dilakukan dengan insisi pada membran timpani sehingga nanah akan keluar dari telinga
tengah menuju liang telinga luar. Luka insisi pada membran timpani akan menutup kembali.
Sedangkan apabila terjadi ruptur, lubang tempat perforasi lebih sulit menutup kembali.1-5
2.4.4. Stadium perforasi
Stadium perforasi (gambar 2.10) ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga sekret
purulen akan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar. Kadang-kadang keluarnya
sekret bersifat pulsasi (berdenyut). Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya
manajemen dan tingginya virulensi kuman.1-8
Setelah nanah keluar, anak akan menjadi lebih tenang, suhu tubuh menurun dan dapat
tidur nyenyak. Jika membran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap
berlangsung melebihi tiga minggu, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut.
Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih satu setengah sampai dengan dua
bulan, maka keadaan itu disebut otitis media supuratif kronik.9-12
2.4.5. Stadium resolusi
Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan berkurangnya dan
berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani berangsur normal hingga
perforasi membran timpani menutup kembali dan sekret purulen akan berkurang dan
akhirnya kering. Pendengaran kembali normal. Stadium ini dapat berlangsung tanpa
pengobatan jika membran timpani masih utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi kuman
rendah. Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis media
supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani menetap, dengan
12
sekret yang keluar secara terus-menerus atau hilang timbul. Otitis media supuratif akut dapat
menimbulkan gejala sisa berupa otitis media serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret
menetap di kavum timpani tanpa mengalami perforasi membran timpani.1-4
2.5.Diagnosis
Diagnosis OMA cukup ditegakan secara klinik yang meliputi anamnesis dan pemeriksaan
telinga (otoskopi) berdasarkan pada stadiumnya. Gejala klinis OMA tergantung pada stadium
penyakit serta umur pasien. Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa
nyeri di dalam telinga dan dapat disertai demam. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek
sebelumnya. Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa selain rasa nyeri terdapat
pula gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga dan kurang pendengaran. Pada bayi
dan anak kecil gejala khas OMA adalah suhu tubuh tinggi dapat mencapai 39,5oC (pada
stadium supurasi), anak gelisah dan sulit tidur, rewel, diare, kejang demam dan kadang-
kadang anak memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret
mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan anak menjadi lebih tenang.1-4
Kriteria diagnosis OMA harus memenuhi:1-5
a. Penyakitnya muncul secara mendadak dan bersifat akut.
b. Ditemukan adanya tanda efusi. Efusi merupakan pengumpulan cairan di telinga
tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut, yaitu
menggembungnya membran timpani atau bulging, terbatas atau tidak ada gerakan
pada membran timpani, terdapat bayangan cairan di belakang membran timpani, dan
terdapat cairan yang keluar dari telinga.
c. Terdapat tanda atau gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya
salah satu di antara tanda berikut, seperti kemerahan atau eritema pada membran
timpani dan nyeri telinga atau otalgia yang mengganggu tidur dan aktivitas normal.
Keparahan OMA dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu ringan-sedang dan berat.
Kriteria diagnosis ringan-sedang adalah terdapat cairan di telinga tengah, mobilitas membran
timpani yang menurun, terdapat bayangan cairan di belakang membran timpani,
membengkak pada membran timpani, dan otore yang purulen. Selain itu, terdapat tanda dan
gejala inflamasi pada telinga tengah, seperti demam, otalgia, gangguan pendengaran, tinitus,
vertigo dan kemerahan pada membran timpani. Tahap berat meliputi semua kriteria tersebut,
dengan tambahan ditandai dengan demam yang melebihi 39,0°C disertai dengan otalgia yang
bersifat sedang sampai berat.1-4
13
2.6.Manajemen dan Tatalaksana
Manajemen dan tatalaksana OMA (gambar 2.11) dilakukan berdasarkan gambaran klinis
dan stadium OMA tersebut yang dapat dilakukan dengan terapi medikamentosa dan
pembedahan.9-12
2.6.1. Medikamentosa
Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium
awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik,
dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik. Tujuan pengobatan pada otitis media adalah
untuk menghindari komplikasi intrakranial dan ekstrakranial yang mungkin terjadi,
mengobati gejala, memperbaiki fungsi tuba eustachius, menghindari perforasi membran
timpani dan memperbaiki sistem imum lokal dan sistemik.1-4
Pada stadium oklusi tuba, pengobatan bertujuan untuk membuka kembali tuba eustachius
sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin
0,5 % dalam larutan fisiologik untuk anak kurang dari 12 tahun atau HCl efedrin 1 % dalam
larutan fisiologis untuk anak yang berumur atas 12 tahun pada orang dewasa. Sumber infeksi
harus diobati dengan pemberian antibiotik.1-4
14
Pada stadium hiperemis dapat diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik.
Dianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin atau ampisilin. Jika terjadi resistensi,
dapat diberikan kombinasi dengan asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal
diberikan penisilin intramuskular agar konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak
terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan.
Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi tehadap penisilin, diberikan
eritromisin. Pada anak, diberikan ampisilin 50-100 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam empat
dosis, amoksisilin atau eritromisin masing-masing 40 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 3
dosis.1-7
Pada stadium supurasi, selain diberikan antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan
miringotomi bila membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi
ruptur. Pada stadium perforasi, sering terlihat sekret banyak keluar, kadang secara pulsasi.
Diberikan obat cuci telinga (ear toilet) H2O2 3% selama 3 sampai dengan 5 hari serta
antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi akan
menutup kembali dalam 7 sampai dengan 10 hari.1-4
Pada stadium resolusi, membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi,
dan perforasi menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya sekret mengalir di liang telinga
luar melalui perforasi di membran timpani. Antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu.
Bila keadaan ini berlanjut, mungkin telah terjadi mastoiditis.1-7
2.6.2. Pembedahan
Terdapat beberapa tindakan pembedahan misalnya untuk menangani OMA rekuren,
seperti miringotomi dengan insersi tuba timpanosintesis dan adenoidektomi.1-6
a. Miringotomi
Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, supaya
terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Syaratnya adalah harus
dilakukan secara dapat dilihat langsung, anak harus tenang sehingga membran
timpani dapat dilihat dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran posterior-
inferior. Bila terapi yang diberikan sudah adekuat, miringotomi tidak perlu dilakukan,
kecuali jika terdapat pus di telinga tengah.1-7
Indikasi miringostomi pada anak dengan OMA adalah nyeri berat, demam,
komplikasi OMA seperti paresis nervus fasialis, mastoiditis, labirinitis, dan infeksi
sistem saraf pusat. Miringotomi merupakan terapi third-line pada pasien yang
mengalami kegagalan terhadap dua kali terapi antibiotik pada satu episode OMA.
Salah satu tindakan miringotomi atau timpanosintesis dijalankan terhadap anak OMA
15
yang respon kurang memuaskan terhadap terapi second-line, untuk menidentifikasi
mikroorganisme melalui kultur.1-7
Komplikasi moringotomi yang mungkin terjadi ialah perdarahan akibat trauma
pada liang telinga luar, diskolasi tulang pendengaran, trauma pada fenestra rotundum,
trauma pada nervus fascialis, trauma pada bulbus jugulare (bila ada anomali letak).
Karena kemungkinan komplikasi tersebut maka dianjurkan untuk melakukan
miringotomi dengan anestesi umum dan memakai mikroskop. Tindakan miringotomi
dengan memakai mikroskop selain aman dapat juga untuk mengeluarkan sekret dari
telinga sebanyak-banyaknya. Hanya dengan cara ini biayanya lebih mahal. Bila terapi
yang diberikan sudah adekuat, sebetulnya miringotomi tidak perlu dilakukan, kecuali
bila jelas tampak adanya nanah di telinga tengah. Sebagian ahli berpendapat bahwa
miringotomi tidak perlu dilakukan, apabila terapi yang adekuat sudah dapat diberikan
(antibiotika yang tepat dan dosis cukup).9-12
b. Timpanosentesis
Timpanosentesis merupakan pungsi pada membran timpani, dengan analgesia
lokal supaya mendapatkan sekret untuk tujuan pemeriksaan. Indikasi timpanosentesis
adalah terapi antibiotik tidak memuaskan, terdapat komplikasi supuratif, pada bayi
baru lahir atau pasien yang sistem imun tubuh rendah. Timpanostomi dapat
menurunkan morbiditas OMA seperti otalgia, efusi telinga tengah, gangguan
pendengaran secara signifikan dibanding dengan plasebo dalam tiga penelitian
prospertif, randomized trial yang telah dijalankan.9-12
c. Adenoidektomi
Adenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko terjadi otitis media dengan
efusi dan OMA rekuren, pada anak yang pernah menjalankan miringotomi dan insersi
tuba timpanosentesis, tetapi hasil masih tidak memuaskan. Pada anak kecil dengan
OMA rekuren yang tidak pernah didahului dengan insersi tuba, tidak dianjurkan
adenoidektomi, kecuali jika terjadi obstruksi jalan napas dan rinosinusitis rekuren.1-7
2.7.Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan mengurangi faktor resiko terutama pada anak-anak
di antaranya dengan upaya pencegahan ISPA pada bayi dan anak, pemberian ASI minimal 6
bulan, hindari memberi makanan atau minuman ketika anak berbaring, hindari dari pajanan
asap rokok dan polusi, hindari memaksa mengeluarkan mukus hidung, biasakan untuk tidak
sering mengorek-ngorek liang telinga, lindungi telinga saat berenang.1-4
16
2.8.Prognosis dan Komplikasi
Prognosis otitis media akut adalah dubia ad bonam, biasanya gejala membaik dalam 24
jam dan dapat sembuh dalam 3 hari dengan pengobatan yang adekuat, tetapi jika tidak diobati
dengan benar, otitis media akut dapat menimbulkan komplikasi OMSK jika kondisi OMA
terus menetap, mastoiditis, kolesteatom, abses subperiosteal sampai abses otak dan
meningitis.1-4
Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar (barrier) pertahanan telinga tengah yang
normal dilewati, sehingga memungkinkan infeksi menjalar ke struktur di sekitarnya.
Pertahanan pertama ini adalah mukosa kavum timpani yang juga seperti mukosa saluran
napas, mampu melokalisasi infeksi. Bila sawar ini rusak, masih ada sawar kedua, yaitu
dinding tulang kavum timpani dan sel mastoid. Bila sawar ini rusak, maka struktur lunak di
sekitarnya akan terkena.9-12
Pada otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut penyebaran biasanya melalui
osteotromboflebitis atau hematogen. Penyebaran melalui osteotromboflebitis dapat diketahui
dengan adanya komplikasi terjadi pada awal suatu infeksi atau eksaserbasi akut, dapat terjadi
pada hari pertama atau kedua sampai hari kesepuluh; gejala prodromal tidak jelas seperti
didapatkan pada gejala meningitis lokal; pada operasi, didapatkan dinding tulang telinga
tengah utuh, dan tulang serta lapisan mukoperiosteal meradang dan mudah berdarah,
sehingga disebut juga mastoiditis hemoragika.8-12
17
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Otitis media akut adalah peradangan telinga tengah dengan gejala dan tanda-tanda yang
bersifat cepat dan singkat. Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemik. OMA lebih sering
terjadi pada anak-anak yang dipengaruhi oleh faktor status imunologis dan anatomi telinga
tengah. Apabila manajemen tidak dilakukan dengan baik maka OMA dapat menetap menjadi
OMSK dan dapat menimbulkan komplikasi seperti mastoiditis, kolesteatom, abses
subperiosteal sampai abses otak dan meningitis. Manajemen yang terdiri dari medikamentosa
dan pembedahan dapat dilakukan berdasarkan stadiumd dan klinis pasien. Apabila
manajemen dilakukan dengan baik, OMA dapat resolusi dan sembuh.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Hussain SM. Logan Turner’s diseases of the nose, throat and ear, head and neck surgery.
Edisi ke-11. CRC Press; 2016.
2. Munir N, Clarke R. Ear, nose and throat at a glance. Wiley-Blackwell; 2013.
3. Djaafar ZA. Kelainan Telinga Tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga-Hidung-Tenggorok. Edisi ke-6. Jakarta: Gaya baru-FK UI. 2010.
4. Dhingra PL, Dhingra S, Dhingra D. Disease of Ear Nose and Throat & Head and Neck
Surgery 6th ed. Haryana: Elsevier; 2014.
5. Dube E. Burden of acute otitis media on canadian families. Canadian Family Physician.
2011;57(60):62-64.
6. Tortora GJ. Principles of Anatomy and Physiology 13th ed. Biological Science Textbook;
2012.
7. Ramakrishnan K. Diagnosis and treatment of otitis media. Ann Fann Physician.
2007;76(11):1650-8.
8. Probst R, Grevers G, Iro H. Basic Otorhinolaryngology A Step by Step Learning Guide.
Stuttgart: Thieme; 2006.
9. Donaldson JD. Middle Ear, Acute Acute Otitis Media, Medical Treatment: Overview.
eMedicine. 2010. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/859316-overview
[Diakses 14 Mei 2018]
10. Bull TR. Color Atlas of ENT Diagnosis 6th ed. London: Thieme; 2003.
11. Coticchia JM, et al. New Paradigms in The Pathogenesis of Otitis Media in Children.
Frontiers in Pediatrics. 2013; 1 (52): 1–7.
12. Buchman CA. Infection of The Ear. In: Lee KJ, ed. Essential Otolaryngology Head and
Neck Surgery. Edisi ke-8. McGraw-Hill Companies, Inc. 2003: 462-511.
19