Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bayi baru lahir disebut juga dengan neonatus merupakan individu yang
sedang bertumbuh dan baru saja mengalami trauma kelahiran serta harus dapat
melakukan penyesuaian diri dari kehidupan intrauterine ke kehidupan ekstrauterin
(Dewi, 2010). Perkembangan bayi normal sangat tergantung dari respon kasih
sayang ibu dengan bayi yang dilahirkan yang bersatu dalam hubungan psikologis
dan fisiologis. Ikatan ibu dan anak dimulai sejak anak belum dilahirkan dengan
suatu perencanaan dan konfirmasi kehamilan, serta menerima janin yang tumbuh
sebagai individu. Sesudah lahir sampai minggu berikut-berikutnya, kontak visual
dan fisik bayi memicu berbagai penghargaan satu sama lain (Marmi, 2009).
Bounding adalah dimulainya interaksi emosio sensori fisik antara orang
tua dan bayi segera setelah lahir.Dan Attachment adalah ikatan yang terjalin
antara individu yang meliputi pencurahan perhatian; yaitu hubungan emosi dan
fisik yang akrab (Nelson, 2004 dalam Yuliastanti, 2013). Proses kasih sayang
dijelaskan sebagai sesuatu yang linear, dimulai saat ibu hamil, dan semakin
menguat pada pasca partum, dan begitu terbentuk akan menjadi konstan dan
konsisten (Yuliastantai, 2013).
Pada tahun 2007, WHO dan UNICEF mengeluarkan protokol baru tentang
ASI segera atau IMD yang harus diketahui setiap tenaga kesehatan. Protokol baru
tersebut adalah melakukan kontak kulit bayi segera setelah lahir selama sedikitnya
satu jam dan membantu ibu mengenali kapan bayinya siap menyusui (Mulyono,
2008 dalam Novita Rudiyanti, 2013). Pemerintah Indonesia mendukung kebijakan
WHO dan UNICEF yang merekomendasikan inisiasi menyusui dini (early latch-
on) sebagai tindakan life saving, karena IMD dapat menyelamatkan 22% dari bayi
yang meninggal sebelum usia satu bulan, dan meningkatkan keberhasilan
menyusui secara eksklusi serta meningkatkan lamanya disusui. Periode
menghisap bayi paling kuat adalah dalam beberapa jam pertama setelah lahir
(krisna, 2007 dalam novita rudiyanti, 2013).

1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa pengertian Nilai APGAR?
1.2.2 Faktor apa yang mempengaruhi nilai APGAR?
1.2.3 Bagaimana penilaian asfiksia?
1.2.4 Bagaimana perawatan BBL?
1.2.5 Bagaiaman Askep BBL?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian Nilai APGAR.
1.3.2 Untuk mengetahui faktor apa yang mempengaruhi nilai APGAR.
1.3.3 Untuk mengetahui penilaian asfiksia.
1.3.4 Untuk mengetahui perawatan BBL.
1.3.5 Untuk mengetahui Askep BBL.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Nilai Apgar

Nilai APGAR pertama kali diperkenalkan oleh dokter anastesi yaitu dr.
Virginia APGAR pada tahun 1952 yang mendesain sebuah metode penilaian cepat
untuk menilai keadaan klinis bayi baru lahir pada usia 1 menit, yang dinilai terdiri
atas 5 komponen, yaitu frekwensi jantung (pulse), usaha nafas (respiration), tonus
otot (activity), refleks pada ransangan (grimace) dan warna kulit (appearance)
(American Academy of Pediatrics (2006) dalam Kosim, 2010).
Menurut Prawirohardjo (2010) nilai APGAR adalah suatu metode
sederhana yang digunakan untuk menilai keadaan umum bayi sesaat setelah
kelahiran. Penilaian ini perlu untuk mengetahui apakah bayi menderita asfiksia
atau tidak, yang dinilai adalah frekuensi jantung (Heart rate), usaha nafas
(respiratory effort), tonus otot (muscle tone), warna kulit (colour) dan reaksi
terhadap rangsang (respon to stimuli) yaitu dengan memasukkan kateter ke lubang
hidung setelah jalan nafas dibersihkan.

3
Nilai APGAR diukur pada menit pertama dan kelima setelah kelahiran.
Pengukuran pada menit pertama digunakan untuk menilai bagaimana ketahanan
bayi melewati proses persalinan. Pengukuran pada menit kelima menggambarkan
sebaik apa bayi dapat bertahan setelah keluar dari rahim ibu. Pengukuran nilai
APGAR dilakukan untuk menilai apakah bayi membutuhkan bantuan nafas atau
mengalami kelainan jantung (Prawirohardjo, 2010).
Menurut Novita (2011) nilai APGAR pada umumnya dilaksanakan pada 1
menit dan 5 menit sesudah bayi lahir.Akan tetapi, penilaian bayi harus segera
dimulai sesudah bayi lahir.Apabila memerlukan intervensi berdasarkan penilaian
pernafasan, denyut jantung atau warna bayi, maka penilaian ini harus segera
dilakukan.Nilai APGAR dapat menolong dalam upaya penilaian keadaan bayi dan
penilaian efektivitas upaya resusitasi. Apabila nilai APGAR kurang dari 7 maka
penilaian tambahan masih diperlukan yaitu 5 menit sampai 20 menit atau sampai
dua kali penilaian menunjukan nilai 8 atau lebih. Penilaian untuk melakukan

4
resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda penting yaitu pernafasan, denyut
jantung, dan warna.Resusitasi yang efektif bertujuan memberikan ventilasi yang
adekuat, pemberian oksigen, dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan
oksigen ke otak, jantung dan alat vital lainnya (Novita, 2011).

2.2 Faktor yang Mempengaruhi Nilai Apgar.


Menurut Wijanksastro, H (2009) faktor-faktor yang dapat menyebabkan
asfiksia neonatorum adalah sebagai berikut :
1. Faktor ibu
a. Hipoksia ibu
Menurut Graccia, AJ (2004) hipoksia adalah keadaan rendahnya
konsentrasi oksigen di dalam sel atau jaringan yang dapat mengancam
kelangsungan hidup sel. Hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat
pemberian obat analgetik atau anastesi dalam, dan kondisi ini akan
menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. Angka normal denyut
jantung janin berkisar 120 – 160 denyut/menit. Hipoksia janin terjadi
apabila janin mengalami takikardia (jantung janin > 160 denyut/menit) dan
bradikardia (jantung janin < 120 denyut/menit) (Arvin, BK., 2000).
b. Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
Umur ibu tidak secara langsung berpengaruh terhadap kejadian asphixia
neonatorum, namun demikian telah lama diketahui bahwa umur berpengaruh
terhadap proses reproduksi. Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia
aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20 – 30 tahun (Prawirohardjo,
2010). Pada usia dibawah 20 tahun fungsi reproduksi seorang wanita belum
berkembang dengan sempurna, sedangkan pada usia >35 tahun sudah
mengalami penurunan (Saifuddin, AB., 2006). Dalam penelitian Zakaria di
RSUP M. Jamil Padang tahun 1999 (dikutip oleh Ahmad) menemukan kejadian
asphyxia neonatorum sebesar 36,4% pada ibu yang melahirkan dengan usia
kurang dari 20 tahun dan 26,3% pada ibu dengan usia lebih dari 34 tahun, dan
hasil penelitian dari Ahmad di RSUD Dr. Adjidarmo Rangkasbitung tahun

5
2000, menemukan bayi yang lahir dengan asphyxia neonatorum 1,309 kali
pada ibu umur kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun.
c. Paritas
Paritas adalah jumlah kehamilan yang memperoleh janin yang
dilahirkan.Paritas yang tinggi memungkinkan terjadinya penyulit kehamilan
dan persalinan yang dapat menyebabkan terganggunya transport O2 dari ibu ke
janin yang akan menyebabkan asfiksia yang dapat dinilai dari APGAR score
menit pertama setelah lahir (Manuaba I., 2007)
d. Penyakit pembuluh darah ibu
Penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu pertukaran gas janin
:hipertensi, hipotensi, gangguan kontraksi uterus dan lain-lain
(Winkjosastro,H., 2009). Hipertensi adalah tekanan darah sistolik dan diastolik
≥ 140/90 mmHg. Pengukuran tekanan darah sekurang – kurangnya dilakukan 2
kali selang 4 jam.Kenaikan tekanan darah sistolik ≥ 30 mmHg dan kenaikan
tekanan darah diastolik ≥ 15 mmHg. Hipotensi dapat memberikan efek
langsung terhadap bayi merupakan kondisi tekanan darah yang terlalu rendah,
yaitu apabila tekanan darah sistolik < 90 mmHg dan tekanan darah diastolik <
60 mmHg (Prawirohardjo, 2010)
e. Sosial ekonomi
Menurut Lubis (2003) bila ibu mengalami kekurangan gizi selama hamil
akan menimbulkan masalah, baik pada ibu maupun janin. Masalah pada ibu antara
lain : anemia, perdarahan, terkena penyakit infeksi dan komplikasi pada
persalinan, sedangkan masalah pada bayi antara lain : mempengaruhi
pertumbuhan janin, abortus, kematian neonatal, bayi lahir mati, cacat bawaan,
anemia pada bayi, asfiksia intra partum, dan BBLR. Adapun ciri – ciri KEK
adalah : ibu yang ukuran LILA nya < 23,5 cm dan dengan salah satu atau
beberapa kriteria sebagai berikut : berat badan ibu sebelum hamil < 42 kg, tinggi
badan ibu < 145 cm, berat badan ibu pada kehamilan trimester III < 45 kg, indeks
masa tubuh (IMT) sebelum hamil < 17,00 dan ibu menderita anemia (Hb < 11
gr%) (Weni, 2010).

6
f. Gangguan kontraksi ibu
Disfungsi uterus didefinisikan sebagai ketidak efisiennya atau tidak
terkoordinasinya kontraksi uterus, ketidakmampuan untuk dilatasi servik dan juga
melahirkan yang lama.Disfungsi uterus ditandai oleh kontraksi intensitas rendah
dan jarang serta lambatnya kemajuan persalinan (Leveno et al., 2009).Partograf
adalah alat bantu yang digunakan selama kala I persalinan. Tujuan pengisian
partograf adalah adalah untuk memantau dan mengobservasi kemajuan persalinan
dengan menilai pembukaan servik, penurunan kepala janin, serta kontraksi
uterus.Dalam partograf terdapat kolom-kolom untuk menilai kemajuan persalinan.
Pada kolom dan lajur kedua partograf merupakan tempat pencatatan kemajuan
pembukaan servik 0 sampai dengan 10 cm. Sedangkan di bawah lajur waktu
partograf terdapat kotak-kotak yang merupakan tempat penilaian kontraksi uterus
meliputi lama kontraksi, yang dihitung dengan satuan detik, frekwensi kontraksi
yang dihitung dalam 10 menit dan intensitas kontraksi (JNPK KR. DepKes RI,
2008).
2. Faktor Plasenta
a. Plasenta tipis, kecil, dan tidak menempel sempurna
Dalam kehamilan, fungsi utama plasenta adalah sebagai organ penyalur
bahan-bahan makanan dan oksigen yang diperlukan oleh jani dari darah ibu ke
dalam darah janin dan juga mengadakan mekanisme pengeluaran produkproduk
ekskretoris dari janin kembali ke ibu (Guyton AC., 2008).Plasenta yang normal
akan mampu melaksanakan fungsi tersebut dalam menunjang pertumbuhan janin.
Plasenta normal pada saat aterm berbentuk seperti cakram, berwarna merah tua,
dengan berat 500-600 gr, diameter 15-25 cm, lebih kurang 7 inci tebal sekitar 3
cm. Panjang tali pusat 40-50 cm dengan diameter 1-2 cm (Cunningham, 2006 dan
Sloane E., 2004). Gangguan pertukaran gas di plasenta yang akan menyebabkan
asfiksia janin. Pertukaran gas antara ibu dan janin di pengaruhi oleh luas dan
kondisi plasenta, asfiksia janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak
pada plasenta, misalnya :plasenta previa dan solusio plasenta. (Manuaba I., 2007).

7
b. Solusio plasenta
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasi
normalnya sebelum janin lahir, dan definisi ini hanya berlaku pada kehamilan di
atas 22 minggu atau berat janin > 500 gr ( Prawirohardjo, 2010). Gambaran
klinisnya adalah solusio plasenta ringan : terdapat pelepasan sebahagian kecil
plasenta, solusio plasenta sedang : plasenta terlepas ¼ bagian, solusio plasenta
berat : plasenta telah terlepas dari 2/3 permukaannya. Pada pemeriksaan plasenta
biasanya tampak tipis dan cekung di bagian plasenta yang terlepas (kreater) dan
terdapat koagulum atau darah beku yang biasanya menempel di belakang plasenta
yang disebut hematoma retroplacenter.
c. Plasenta previa
Adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim, sehingga
menutupi seluruh atau sebahagian dari ostium uteri internum. Insidensi plasenta
previa adalah 0,4%-0,6%, perdarahan dari plasenta previa menyebabkan kirakira
20% dari semua kasus perdarahan ante partum. 70% pasien dengan plasenta
previa mengalami perdarahan pervaginam yang tidak nyeri dalam trimester ke
tiga, 20% mengalami kontraksi yang disertai dengan perdarahan, dan 10%
memiliki diagnosa plasenta previa yang dilakukan tidak sengaja dengan
pemeriksaan ultrasonografi atau pemeriksaan saat janin telah cukup bulan.
Penyulit pada ibu dapat menimbulkan anemia sampai syok sedangkan pada janin
dapat menimbulkan asphyxia neonatorum sampai kematian janin dalam rahim (
Manuaba I., 2007).
3. Faktor Janin
a. Prematur
Bayi prematur adaah bayi lahir dari kehamilan antara 28 – 36 minggu. Bayi
lahir kurang bulan mempunyai organ-organ dan alat tubuh belum berfungsi
normal untuk bertahan hidup di luar rahim.Makin muda umur kehamilan,
fungsi organ tubuh bayi makin kurang sempurna, prognosis juga semakin
buruk.Karena masih belum berfungsinya organ-organ tubuh secara sempurna
seperti sistem pernafasan maka terjadilah asfiksia (DepKes RI, 2002).

8
b. BBLR dan IUGR
Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500
gram. Menurut WHO (2003), BBLR dibagi tiga group yaitu prematuritas, Intra
Uterine Growth Restriction (IUGR) dan karena keduanya. BBLR sering
digunakan sebagai indikator dari IUGR di negara berkembang karena tidak
tersedianya penilaian usiakehamilan yang valid. BBLR ini berbeda dengan
prematur karena BBLR diukur dari berat atau massa, sedangkan prematur juga
belum tentu BBLR kalau berat lahirnya di atas 2500 gram. Namun dibanyak kasus
kedua kondisi ini muncul bersamaan karena penyebabnya saling
berhubungan.IUGR biasanya dinilai secara klinis ketika janin lahir dengan
mengkaitkan ukuran bayi yang baru lahir kedurasi kehamilan. Ukuran kecil untuk
usiakehamilan atau ketidakmampuan janin janin untuk mencapai potensi
pertumbuhan menunjukkan IUGR. Bayi dengan IUGR didiagnosis mungkin
BBLR usia kehamilan aterm (> 37 minggu kehamilan dan <2500 gram)
(ACC/SCN, 2000).
c. Gemeli
Kehamilan ganda adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih.Kehamilan
ganda dapat memberikan resiko yang lebih tinggi terhadap ibu dan
bayi.Pertumbuhan janin kehamilan ganda tergantung dari faktor plasenta
apakah menjadi satu atau bagaimana lokalisasi implementasi
plasentanya.Memperhatikan kedua faktor tersebut, mungkin terdapat jantung
salah satu janin lebih kuat dari yang lainnya, sehingga janin mempunyai
jantung yang lemah mendapat nutrisi O2 yang kurang menyebabkan
pertumbuhan terhambat, terjadilah asfiksia neonatorum sampai kematian janin
dalam rahim (Manuaba I, 2007).
d. Gangguan tali pusat
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam
pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan
janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat
menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat antara jalan lahir dan janin
(Wijangsastro, H., 2009)

9
e. Kelainan Congenital
Kelainan congenital adalah suatu keainan pada struktur, fungsi maupun
metabolisme tubuh yang ditemukan pada bayi ketika dia dilahirkan.
4. Faktor Persalinan
faktor-faktor persalinan yang dapat menimbulkan asfiksia adalah :
a) Partus lama
Partus lama yaitu persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada
primi, dan lebih 18 jam pada multi. Partus lama masih merupakan
masalah di Indonesia. Bila persalinan berlangsung lama, dapat
menimbulkan komplikasi
baik terhadap ibu maupun pada bayi, dan dapat meningkatkan angka
kematian ibu dan bayi (Mochtar, 2004).
b) Partus dengan tindakan
Persalinan dengan tindakan dapat menimbulkan asfiksia neonatorum
yang disebabkan oleh tekanan langsung pada kepala : menekan pusat-
pusat vital pada medula oblongata, aspirasi air ketuban, mekonium,
cairan lambung dan perdarahan atau oedema jaringan pusat saraf pusat
(Manuaba, I., 2007).
Menurut Aminullah (2005) faktor-faktor pencetus rendahnya nilai
APGAR (asphyxia neonatorum)
a) Hipoksia janin penyebab terjadinya asphyxia neonatorum adalah
adanya gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin
sehingga berdampak persediaan O2 menurun, mengakibatkan
tingginya CO2. Gangguan ini dapat berlangsung secara kronis akibat
kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan atau secara akut
karena adanya komplikasi dalam persalinan.
b) Gangguan kronis pada ibu hamil tersebut, bisa akibat dari gizi ibu yang
buruk, penyakit menahun seperti anemia, hipertensi, penyakit jantung
dan lain-lain. Pada akhir-akhir ini, asphyxia neonatorum disebabkan
oleh adanya gangguan oksigenisasi serta kekurangan zat-zat makanan
yang diperoleh akibat terganggunya fungsi plasenta. Faktor-faktor

10
yang timbul dalam persalinan yang bersifat akut dan hampir selalu
mengakibatkan anoksia atau hipoksia janin akanberakhir dengan
asphyxia neonatorum pada bayi baru lahir. Sedangkan faktor dari
pihak ibu adanya gangguan his seperti hipertonia dan tetani, hipotensi
mendadak pada ibu karena perdarahan, hipertensi pada eklamsia,
gangguan mendadak pada plasenta seperti solusio plasenta.
c) Faktor janin berupa gangguan aliran darah dalam tali pusat akibat
tekanan tali pusat, depresi pernafasan karena obat-obatan
anastesi/analgetika yang diberikan ke ibu, perdarahan intrakranial,
kelainan bawaan seperti hernia diafragmatika, atresia saluran
pernafasan, hipoplasia paru-paru dll. Menurut Novita (2011) seorang
bayi mengalami kekurangan oksigen, maka akan terjadi napas cepat.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan napas akan berhenti, denyut
jantung mulai menurun dan tonus otot berkurang secara berangsur, dan
bayi memasuki periode apneu primer. Apneu primer yaitu bayi
mengalami kekurangan oksigen dan terjadi pernapasan yang cepat
dalam periode singkat, dimana terjadi penurunan frekuensi jantung.
Pemberian rangsangan dan oksigen selama periode ini dapat
merangsang terjadinya pernapasan. Selanjutnya, bayi akan
memperlihatkan usaha nafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh
pernafasan. Apabila asfiksia berlanjut, bayi akan menunjukan
pernapasan gasping (megap-megap), denyut jantung menurun, tekanan
darah menurun, dan bayi tampak lemas (flaksid). Pernapasan semakin
lemah sampai akhirnya berhenti, dan bayi memasuki periode apneu
sekunder. Apneu sekunder yakni pada penderita asfiksia berat, yang
mana usaha bernapasnya tidak tampak dan selanjutnya bayi berada
pada periode apneu kedua. Pada keadaan tersebut akan ditemukan
bradikardi dan penurunan tekanan darah serta penurunan kadar oksigen
dalam darah. Bayi tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak
menunjukan upaya bernapas secara spontan. Kematian akan terjadi
kecuali bila resusitasi dengan napas buatan dan pemberian oksigen

11
segera dimulai. Sulit sekali membedakan antara apneu primer dan
sekunder, oleh karenanya bila menghadapi bayi bayi lahir dengan
apneu, anggaplah sebagai apneu sekunder dan bersegera melakukan
tindakan resusitasi (Novita, 2011).

2.3 Penilaian Asfiksia.


2.3.1 Definisi Asfiksia.
asfiksia adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernapas secara
spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya
akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan.
2.3.2 Faktor Penyebab Asfiksia.
1. Faktor Ibu
Hipoksia ibu. Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala
akibatnya. Hipoksia ibu ini dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian
obat analgetika atau anestesia dalam.Gangguan aliran darah
uterus.Mengurangnya aliran darah pada uterusakan menyebabkan berkurangnya
pengaliran oksigen ke plasenta dan demikian pula ke janin. Hal ini sering
ditemukan pada keadaan:
(a) gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipertoni atau tetani uterus
akibat penyakit atau obat,
(b) hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan,
(c) hipertensi pada penyakit eklampsia dan lain lain.
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta.
Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta,
misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta dan lain-lain.
3. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam
pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan
janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat

12
menumbung, tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan
lahir dan lain-lain.
4. Faktor neonatus
Depresi tali pusat pernafasan bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal,
yaitu :
(a) pemakaian obat anastesi/analgetika yang berlebihan pada ibu secara
langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin,
(b) trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarahan intrakranial,
(c) kelainankongenital pada bayi, misalnya hernia diafragmatika, atresia/stenosis
saluran pernapasan, hipoplasia paru dan lain-lain
2.3.3 Penilaian Asfiksia
Berdasarkan penilaian APGAR dapat diketahui derajat vitalis bayi adalah
kemampuan sejumlah fungsi tubuh yang bersifat esensial dan kompleks untuk
kelangsungan hidup bayi seperti pernafasan, denyut jantung, sirkulasi darah dan
reflek-reflek primitif seperti mengisap dan mencari puting susu, salah satu
menetapkan derajat vitalis dengan nilai APGAR.

Bayi baru lahir dievaluasi dengan nilai APGAR, tabel tersebut dapat untuk
menentukan tingkat atau derajat asfiksia, apakah ringan, sedang, atau asfiksia
berat.Menurut (Prawirohardjo, 2010) klasifikasi klinik nilai APGAR adalah
sebagai berikut:

13
1. Asfiksia berat (nilai APGAR 0-3)
Memerlukan resusitasi segera secara aktif, dan pemberian oksigen
terkendali.Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung 100 x/menit,
tonus otot buruk, sianosis berat, dan terkadang pucat, refleks iritabilitas tidak
ada.
2. Asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6)
Memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen sampai bayi dapat
bernapas kembali.Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung lebih
dari 100 x/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, refleks iritabilitas
tidak ada.
3. Bayi normal atau sedikit asfiksia (nilai APGAR 7-10).

2.4 Perawatan BBL


2.4.1 Bayi Baru Lahir (BBL)
a. Pengertian BBL
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan 37
minggu sampai 42 minggu dan berat lahir antara 25004000 gram (Dep. Kes. RI,
2005).Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dalam presentasi belakang
kepala melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia kehamilan genap 37 minggu
sampai dengan 42 minggu, dengan berat badan 2500-4000 gram, nilai apgar >7
dan tanpa cacat bawaan (Yeyeh & Lia, 2002:2).
b. Ciri - ciri BBL
1) Berat badan 2500 - 4000 gram
2) Panjang badan 48-52 cm
3) Lingkar dada 30-38 cm
4) Lingkar kepala 33-35 cm
5) Frekuensi jantung 120 - 160 kali/menit
6) Pernafasan ± 40 - 60 kali/menit
7) Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan sub kutan cukup
8) Rambut lanugo tidak terlihat, rambut kepala biasanya telah sempurna
9) Kuku agak panjang dan lemes

14
10) Genetalia; Perempuan labia mayora sudah menutupi labia minora Laki-laki
testis sudah turun, skrotum sudah ada
11) Reflek hisap dan menelan sudah terbentuk dengan baik
12) Reflek morrow atau bergerak memeluk bila di kagetkan sudah baik
13) Reflek graps atau menggenggam sudah baik
14) Eliminasi baik, meconium akan keluar dalam 24 jam pertama, meconium
berwarna hitam kecoklatan (Marmi & kukuh, 2012:8-9).
c. Penilaian BBL
Penilaian awal dilakukan pada setiap BBL untuk menentukan apakah
tindakan resusitasi harus segera dimulai. Segera setelah lahir, dilakukan penilaian
pada semua bayi dengan cara petugas bertanya pada dirinya sendiri dan harus
menjawab segera dalam waktu singkat.
1) Apakah bayi lahir cukup bulan ?
2) Apakah air ketuban jernih dan tidak bercampur mekonium ?
3) Apakah bayi bernafas adekuat atau menangis ?
4) Apakah tonus otot baik ?
Bila semua jawaban di atas "Ya", berarti bayi baik dan tidak
memerlukan tindakan resusitasi.Pada bayi ini segera dilakukan Asuhan
Bayi Normal. Bila salah satu atau lebih jawaban "tidak", bayi memerlukan
tindakan resusitasi segera dimulai dengan langkah awal Resusitasi (Yunanto Ari,
2008:109).
2.4.2 Perawatan BBL
1. Hindarkan bayi dalam keadaan terbuka tanpa perlindungan,membungkus

bayi dengan perenel dan baju

2. Tempatkan bayi dalam box yang menggunakan lampu

3. Observasi suhu tubuh bayi tiap 4 jam

4. Cuci tangan sebelum dan sesudah memegang bayi

15
5. Ganti balutan tiap hari

6. Ganti popok tiap kali bayi BAB dan BAK.

7. Bersihkan bayi tiap habis BAB

2. 5 Asuhan Keperawatan BBL

Diagnosa keperawatan

1. Risiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan refleks hisap tidak adekuat.

2. Resiko tinggi perubahan suhu tubuh berhubungan dengan adaptasi dengan


lingkungan luar rahim, keterbatasan jumlah lemak.

3. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan (pemotongan


tali pusat) tali pusat masih basah.

4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan hilangnya air


(IWL), keterbatasan masukan cairan.

5. Kurangnya pengetahuan orangtua berhubungan dengan kurang terpaparnya


informasi.

No Diagnosa Rencana Asuhan Keperawatan Paraf


Keperawatan
NOC NIC
1. Risiko tinggi Setelah dilakukan 1) Timbang BB
perubahan nutrisi tindakan asuhan setiap hari.
kurang dari keperawatan
kebutuhan tubuh selama 3x24 jam 2) Auskultasi
berhubungan diharapkan bising usus,
dengan refleks -kebutuhan nutrisi perhatikan adanya
hisap tidak adekuat. terpenuhi. distensi abdomen.
Kriteria hasil:
3) Anjurkan ibu
1) Penurunan BB untuk menyusui
tidak lebih dari pada payudara
10% BB lahir. secara bergantian
5-10 menit.
2) Intake dan
output makanan 4) Lakukan
seimbang. pemberian

16
makanan
3) Tidak ada tanda- tambahan.
tanda hipoglikemi.
5) Observasi bayi
terhadap adanya
indikasi masalah
dalm pemberian
makanan (tersedak,
menolak makanan,
produksi mukosa
meningkat).
2. Resiko tinggi Setelah dilakukan 1) Pertahankan
perubahan suhu tindakan asuhan suhu lingkungan.
tubuh berhubungan keperawatan
dengan adaptasi selama 1x24 jam 2) Ukur suhu tubuh
dengan lingkungan diharapkan setiap 4 jam.
luar rahim, -perubahan suhu
keterbatasan jumlah tidak terjadi 3) Mandikan bayi
lemak. Dengan KH: dengan air hangat
secara tepat dan
1) Suhu tubuh cepat untuk
normal 36-370 C. menjaga air bayi
tidak kedinginan.
2) Bebas dari
tanda-tanda strees, 4) Perhatikan
dingin, tidak ada tanda-tanda strees
tremor, sianosis dingin dan distress
dan pucat. pernapasan(
tremor, pucat, kulit
dingin).
3 Resiko tinggi terjadi Setelah dilakukan 1). Pertahankan
infeksi berhubungan tindakan asuhan teknik septic dan
dengan trauma keperawatan selam aseptic.
jaringan 3x24 jam
(pemotongan tali diharapkan 2) Lakukan
pusat) tali pusat -infeksi tidak perawatan tali
masih basah. terjadi pusat setiap hari
Dengan KH: setelah mandi satu
1) Bebas dari kali perhari.
tanda-tanda infeksi.
3) Observasi tali
2) TTV normal:S: pusat dan area
36-370C, N:70- sekitar kulit dari
100x/menit, RR: tanda-tanda infeksi.
40-60x/menit
4) Infeksi kulit

17
3) Tali pusat setiap hati terhadap
mengering ruam atau
kerusakan
integritas kulit.

5) Ukur TTV setiap


4 jam.

6) Kolaborasi
dalam pemeriksaan
laboratorium.
4 Resiko tinggi Setelah dilakukan 1) Pertahankan
kekurangan volume tindakan asuhan intake sesuai
cairan berhubungan keperawatan jadwal
dengan hilangnya selama 1x24 jam
air (IWL), diharapkan 2) Berikan minum
keterbatasan -kebutuhan cairan sesuai jadwal
masukan cairan. terpenuhi
Dengan KH: 3) Monitor intake
dan output
1) Bayi tidak
menunjukkan 4) Berikan infuse
tanda-tanda sesuai program
dehidrasi yang
ditandai dengan 5) Kaji tanda-tanda
output kurang dari dehidrasi,
1-3ml/kg/jam. membran mukosa,
ubun-ubun, turgor
2) Membran kulit, mata
mukosa normal.
6) Monitor
3) Ubun-ubun tidak temperatur setiap 2
cekung. jam

4) Temperature
dalam batas
normal.

5 Kurangnya Setelah dilakukan 1) Ajarkan orang


pengetahuan tindakan asuhan tua untuk diskusi
orangtua keperawatan dengan diskusi
berhubungan selama 3x24 jam fisiologi, alasan
dengan kurang diharapkan perawatan dan
terpaparnya -orang tua pengobatan.
informasi. mengetahui

18
perawatan 2) Diskusikan
pertumbuhan dan perilaku bayi baru
perkembangan bayi lahir setelah
Dengan KH: periode pertama.
1) Orang tua
mengatakan 3) Lakukan
memahami kondisi pemeriksaaan bayi
bayi. baru lahir saat
orang tua ada.
2) Oaring tua
berpartisipasi 4) Berikan
dalam perawatan informasi tentang
bayi. kemampuan
interaksi bayi baru
lahir.

5) Libatkan dan
ajarkan orang tua
dalam perawatan
bayi.

6) Jelaskan
komplikasi dengan
mengenai tanda-
tanda hiperbilirubin

Implementasi

Implementasi dilakukan sesuai dengan yang di intervensikan

Evalusi

Evaluasi dilakukan pada pasien sesuai dengan SOAP dan dengan hasil semua
masalah teratasi

19
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Menurut Prawirohardjo (2010) nilai APGAR adalah suatu metode


sederhana yang digunakan untuk menilai keadaan umum bayi sesaat setelah
kelahiran. Penilaian ini perlu untuk mengetahui apakah bayi menderita asfiksia
atau tidak, yang dinilai adalah frekuensi jantung (Heart rate), usaha nafas
(respiratory effort), tonus otot (muscle tone), warna kulit (colour) dan reaksi
terhadap rangsang (respon to stimuli) yaitu dengan memasukkan kateter ke lubang
hidung setelah jalan nafas dibersihkan.

3.2 Saran

Setelah pembaca mengetahui apa pengertian dan ciri-ciri bayi baru lahir
normal, diharapkan pembaca bisa mampu dalam menangani bayi baru lahir
normal dan dapat menjaga suhu tubuh bayi dan dapat mengidentifikasi bayi baru
lahir normal dengan baik.

20

Anda mungkin juga menyukai