Laporan Kasus Dengue Shock Syndrome
Laporan Kasus Dengue Shock Syndrome
Disusun oleh:
Pendamping
A. ANAMNESIS
KU: Badan Panas
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
• sejak 4 hari SMRS, pasien panas mendadak tinggi pada pagi hari dan terus-
menerus. Demam tidak pernah turun ke suhu normal dalam 4 hari terakhir. dan suhu
tidak diukur dengan termometer. Pada hari kedua demam keluhan pasien disertai
dengan mimisan sedikit-sedikit, dengan lama mimisan 1 menit, dan oleh orang tua
pasien, hidung ditekan <2 menit dengan kain dan mimisan berhenti, keluhan juga
disertai dengan lemas (+), nafsu makan ↓, sakit (+), badan terasa pegal (+). namun,
Keluhan gusi berdarah, mual/muntah, dan nyeri pada ulu hati disangkal, BAB/BAK
(N). Pada hari pasien masuk rumah sakit, suhu tubuh pasien sempat turun pada pagi
hari lalu pasien mengigil saat malam hari dan kemudian badan kembali panas 2 jam
sebelum masuk rumah sakit. kemudian, suhu diukur dengan termometer 37,7. keluhan
disertai dengan lemas (+), badan terasa pegal (+), mual (+), mimisan (+) sedikit-sedikit,
nafsu makan ↓, disertai bintik pada bagian tangan. keluhan gusi berdarah, muntah, nyeri
ulu hati, penurunan kesadaran disangkal, BAB/BAK (N), badan terasa dingin
disangkal. Karena keluhannya pada saat hari pertama demam pasien sempat dibawa ke
dr.umum oleh orang tuanya, dan diberikan obat namun orang tua tidak mengetahui
nama obatnya, obat yang diberikan yaitu obat penurun panas 4x1 ½ c, dan vitamin 1x1
cth. Namun tidak ada perubahan pada pasien. Pada hari sebelum masuk rumah sakit
pasien sempat dibawa kembali ke dr.umum, namun dokter menyarankan agar pasien di
rujuk ke RS. Sebelumnya pasien tidak pernah sakit seperti ini. Riwayat demam
berdarah di lingkungan tempat tinggal pasien ada dan sempat di rawat di RS,
lingkungan rumah pasien tidak pernah di fogging, dan banyak genangan air hujan. Bak
air di rumah pasien jarang ditutup dan terdapat jentik nyamuk. Riwayat imunisasi dasar
lengkap.
RIWAYAT PENGOBATAN
• Pasien sempat dibawa ke dr.umum pada hari pertama demam dan mendapatkan obat.
(orang tua pasien tidak tau nama obatnya) obat yang diberikan yaitu penurun panas
yang diminum 4x1 ½ C, dan vitamin 1x1 cth, namun tidak ada perubahan.
• Pada pemeriksaan dokter yang kedua, yaitu pada hari ke 4 demam pasien disarankan
untuk dibawa ke RS untuk penanganan lebih lanjut.
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
• Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dengan pasien disangkal
• Riwayat alergi obat/makanan disangkal
• Riwayat asma disangkal
BCG 1 bulan
Campak 9 bulan
kesan Imunisasi dasar
lengkap
STATUS INTERNUS
• Kepala: Normochephal, Distribusi rambut merata, tidak mudah rontok, lesi(-), bekas
trauma (-), benjolan abnormal (-).
• Mata: Conjungtiva anemis -/-, Sklera Ikterik -/-, reflek cahaya +/+, pupil isokor +/+
• Hidung: deviasi (-), secret(-), PCH (-), epistaksis (+) konka dextra.
• Telinga: simetris, serumen-/-, nyeri mastoid-/-, secret (-), nyeri tragus -/-, hiperemis -
/-, MT intak/intak.
• Mulut: mukosa bibir tidak kering, Sianosis(-), lidah tidak kotor, stomatitis(-), gusi
berdarah(-)
• Tenggorokan: orofaring tidak hiperemis, uvula tenang, tidak tampak bercak putih, dan
tonsil T1-T1 kripte melebar dan detritus (-)
• Leher: Pembesaran KGB multiple (-),Pembesaran kelenjar tiroid(-)
• Thorax:
(pulmo)
• Inspeksi : bentuk dan gerak simetris
• Palpasi : nyeri tekan (-), expansi pernapasan simteris dan fremitus taktil simetris.
• Perkusi : sonor diseluruh lapang paru, batas paru hepar normal, batas jantung paru
normal.
• Auskultasi : VBS+/+, Rhonki -/- , fremitus vocal +/+, wheezing -/-, slam -/-
(cor)
• Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak
• Palpasi : ictus cordis teraba, thrill (-)
• Perkusi : batas jantung normal
• Auskultasi : BJ I=II reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Abdomen:
• Inspeksi : Datar, lesi (-), pelebaran pembuluh darah(-), pulsasi aorta (-)
• Auskultasi : Bu(+) normal 10x/menit
• Perkusi : Timpani disemua lapang abdomen
• Palpasi : soepel, nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)
• Genitalia : pasien sudah disunat
• Ekstremitas: Akral dingin (+), CRT> 2 detik, sianosis(-), petekie (+) di antebrachii
dextra dan sinstra, convalescent rash -/-, rample leed (+)
Status Neurologis:
• Rangsang Meningeal: kaku kuduk (-), brudzinski 1,2 (-), lasegeue and kernig test (-)
• Saraf Otak: N.I : tidak dilakukan
N.II,III : pupil isokor +/+,ᴓ 2mm/2mm, RCL +/+
N. III,IV, VI: sulit dinilai
N.VII : wajah simetris
• Refleks Fisiologis: refleks Biseps dan Patella normorefleks
• Refleks Patologis: babinski (-), chaddock (-)
• Motorik: kekuatan otot normal 5/5/5/5, normotonus
• Sensorik: tidak dilakukan
C. DIAGNOSIS BANDING
Dengue fever
Dengue haemmoragic fever
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah rutin
Hb 13.0
Ht 42
Trombosit 136000
Leukosit 4500
Diff.count 0/0/0/57/31/12
E. RESUME
sejak 3 hari SMRS, pasien mendadak panas pada pagi hari dan terus-menerus. Pada hari
kedua demam pasien mengalami mimisan ± 1 menit, keluhan gusi berdarah (-), nafsu
makan ↓, (-) nyeri ulu hati (-). Pada hari pasien masuk rumah sakit, suhu tubuh pasien
sempat turun lalu pasien mengigil dan kemudian panas kembali 2 jam kemudian, suhu
diukur dengan termometer 37,7. Lemas (+), badan terasa pegal (+), mimisan (-), gusi
berdarah (-), mual (+), muntah (-), nafsu makan ↓, BAB/BAK (N). Disekitar lingkungan
pasien terdapat banyak genangan air hujan. Teman lingkungan rumah dan sekolah
pasien memiliki keluhan yang sama dan sempat di rawat di rumah sakit dengan keluhan
Demam Berdarah.
Pemeriksaan Fisik: TTV→TD 80/60, MAP 66, RR 22x/m, Nadi 120x/m (reguler, tak
kuat angkat),S 37.7, SpO2 99
hidung: epistaksis (+)
Ekstremitas: akral hangat +/+/-/-, CRT >2, petekie (+) di antebrachii dextra et sinistra
Pemeriksaan Penunjang→Darah Rutin: Hb 13.0, HT 40, TR 62000, L 4500
F. DIAGNOSIS KERJA
Dengue Shock Syndrome
G. PENATALAKSANAAN
- O2 high flow 6-8 m/nrm
- Tatalaksana dss
- 20 cc/kgbb (bolus 1x) pem. Hb ht l trombo igg igm, agd, gds, elektrolit (na cl ca),
ot-op, ur/cr, laktat)
- Pasang DCobs. diuresis
Follow up / 30 menit
- S: badan dingin, gelisah, sering tertidur tampak lemah
- O : TSB, e3m6v4
- T 80/60 P: 130 teraba lemah,isi tidak cukup, RR 26x/m S37,6 crt>2” spo2 99
- Akrall dingin,hepar teraba 2cm,PF lain sama spt sblmnya
- A: syok belum teratasi
- P: bolus 20 cc/kgbb / 30 menit Bolus ke 2)
H. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Sanactionam : Dubia ad bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad bonam
BAB I
PENDAHULUAN
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi
yang disebabkan oleh virus dengue dengan manisfestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri
sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik.
Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke -18, seperti yang dilaporkan oleh
David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus dengue menimbulkan
penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam lima hari kadang-kadang disebut juga sebagai
demam sendi. Pada masa itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit
ringan yang tidak pernah menimbulkan kematian. Pola penyebaran penyakit infeksi virus
Dengue sejak 1780 – 1949 memiliki kecenderungan epidemic dan lebih banyak di daerah tropis.
(1,2,3,4,5,6)
Saat ini, infeksi virus dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian paling banyak
dibandingkan dengan infeksi arbovirus lainnya. Setiap tahun, di seluruh dunia, dilaporkan angka
kejadian infeksi dengue sekitar 20 juta dan angka kematian berkisar 24.000. Sejak tahun 1952
infeksi virus dengue menimbulkan penyakit dengan manifestasi klinis berat, yaitu DBD yang
ditemukan di Manila, Filipina. Kemudian ini menyebar ke negara lain seperti Thailand,
Malaysia, dan Indonesia. Pada tahun 1968 penyakit DBD dilaporkan di Surabaya dan Jakarta
dengan jumlah kematian yang sangat tinggi. (1,2,3,4.5)
Spektrum klinis infeksi virus dengue bervariasi tergantung dari faktor yang
mempengaruhi daya tahan tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus.
Dengan demikian infeksi virus dengue dapat menyebabkan keadaan yang bermacam-macam,
mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated
febrile illness), Demam Dengue, atau bentuk yang lebih berat yaitu Demam Berdarah Dengue
(DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD). (1,2,3)
1. DEFINISI
Sindrom Syok Dengue (SSD) adalah keadaan klinis yang memenuhi kriteria DBD
disertai dengan gejala dan tanda kegagalan sirkulasi atau syok. SSD adalah kelanjutan dari
DBD dan merupakan stadium akhir perjalanan penyakit infeksi virus dengue, derajat paling
berat, yang berakibat fatal. (1,2,3)
2. ETIOLOGI
Virus dengue, termasuk genus Flavivirus, keluarga flaviridae. Terdapat 4 serotipe virus
yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. keempatnya ditemukan di Indonesia dengan den-3
serotype terbanyak. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe
yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang,
sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut.
Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama
hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di
Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit
menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe
DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan menunjukkan manifestasi klinik
yang berat. (1,2,3)
Penularan terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama Aedes aegypti dan
A.albopictus). Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus
dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung
virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus
yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation
period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus
dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovanan transmission).
Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan
dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh manusia, virus memerlukan waktu
masa tunas 46 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan
dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang
mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul. (1,2)
3. EPIDEMIOLOGI
Saat ini, infeksi virus dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian paling banyak
dibandingkan dengan infeksi arbovirus lainnya. Setiap tahun, di seluruh dunia, dilaporkan angka
kejadian infeksi dengue sekitar 20 juta kasus dan angka kematian berkisar 24.000 jiwa. Sampai
saat ini DBD telah ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan
adanya kejadian luar biasa. Incidence rate meningkat dari 0,005 per 100,000 penduduk pada
tahun 1968 menjadi berkisar antara 6-27 per 100,000 penduduk (1989-1995). Mortalitas DBD
cenderung menurun hingga 2% tahun 1999. (1,2,3,4,5)
4. PATOGENESIS
Patogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori
yang banyak dianut adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection)
dan hipotesis immune enhancement. (1,2,3)
Dalam waktu beberapa hari terjadi proliferasi dan transformasi limfosit dengan
menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Terbentuknya virus kompleks antigen-
antibodi mengaktifkan sistem komplemen (C3 dan C5), melepaskan C3a dan C5a
menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah sehingga plasma merembes
ke ruang ekstravaskular. Volume plasma intravaskular menurun hingga menyebabkan
hipovolemia hingga syok. (1,2,3)
Gambar 2. Imunopatogenesis Infeksi Virus Dengue
Hipotesis kedua antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan
meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan
terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan perembesan plasma
kemudian hipovolemia dan syok. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan
kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa
(efusi pleura, asites). Virus dengue dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu
virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi
fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi
virus dan viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah.
(1,2)
Gambar 3. Patogenesis Syok pada DBD
5. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya
tahan tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus sehingga dapat bsifat
asimptomatik, atau berupa demam yang tidak khas (undifferentiated fever), demam dengue
(DD), demam berdarah dengue (DBD) atau sindrom syok dengue (SSD).(1,2,3)
Masa inkubasi dalam tubuh manusia selama 4-6 hari (rentang 3-14 hari) timbul gejala
prodromal yang tidak khas berupa nyeri kepala, tulang belakang, dan merasa lemas.(1)
Gambar 5. Spektrum Klinis Infeksi Virus Dengue
Demam Dengue
Gejala klasik ialah gejala demam tinggi mendadak, kadang-kadang bifasik (saddle back
fever), nyeri kepala berat, nyeri belakang bola mata, nyeri otot, tulang, atau sendi, mual,
muntah, dan timbulnya ruam. Ruam berbentuk makulopapular yang bisa timbul pada awal
penyakit (1-2 hari ) kemudian menghilang tanpa bekas dan selanjutnya timbul ruam merah
halus pada hari ke-6 atau ke7 terutama di daerah kaki, telapak kaki dan tangan. Selain itu, dapat
juga ditemukan petekie. Pada keadaan wabah telah dilaporkan adanya demam dengue yang
disertai dengan perdarahan seperti : epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna,
hematuri, dan menoragi. (1,2,3,4)
Bentuk klasik ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari, disertai dengan muka
kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan muntah
sering ditemukan. Biasanya ditemukan juga nyeri perut dirasakan di epigastrium dan dibawah
tulang iga. Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple leede) positif,
kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena. Kebanyakan kasus, petekie
halus ditemukan tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah, dan palatumole, yang biasanya
ditemukan pada fase awal dari demam. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih jarang ditemukan,
perdarahan saluran cerna ringan dapat ditemukan pada fase demam. Hati biasanya membesar
dengan variasi dari just palpable sampai 2-4 cm di bawah arcus costae kanan. Masa kritis dari
penyakit terjadi pada akhir fase demam, pada saat ini terjadi penurunan suhu yang tiba-tiba
yang sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam berat-ringannya. Pada
kasus dengan gangguan sirkulasi ringan perubahan yang terjadi minimal dan sementara, pada
kasus berat penderita dapat mengalami syok. (1,2,3,4)
Syok biasa terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara hari ke 3 sampai hari
sakit ke-7. Pasien mula-mula terlihat letargi atau gelisah kemudian jatuh ke dalam syok yang
ditandai dengan kulit dingin-lembab, sianosis sekitar mulut, nadi cepat-lemah, tekanan nadi <
20 mmHg, hipotensi, pengisian kapiler terlambat dan produksi urin yang berkurang.
Kebanyakan pasien masih tetap sadar sekalipun sudah mendekati stadium akhir. Bila terlambat
diketahui atau pengobatan tidak adekuat, syok dapat menjadi syok berat dengan berbagai
penyulitnya seperti asidosis metabolik, perdarahan hebat saluran cerna. infeksi (pneumonia,
sepsis, flebitis) dan terlalu banyak cairan (over hidrasi), manifestasi klinik infeksi virus yang
tidak lazim seperti ensefalopati dan gagal hati. Pada masa penyembuhan yang biasanya terjadi
dalam 2-3 hari, kadang-kadang ditemukan sinus bradikardi atau aritmia, dan timbul ruam pada
kulit. Tanda prognostik baik apabila pengeluaran urin cukup dan kembalinya nafsu
makan.(1,2,3,4)
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk screening dengan periksa kadar hemoglobin
(Hb), hematokrit (Ht), trombosit, leukosit. Pemeriksaan sediaan apus darah tepi menunjukkan
limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru. Kadar leukosit dapat normal atau
menurun Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relatif (>45% jumlah leukosit total) disertai
limfosit plasma biru (LPB >15% total leukosit) yang pada fase syok akan meningkat.
Trombosit umumnya menurun pada hari ke-3 hingga ke-8. Pemeriksaan hematokrit untuk
menentukan kebocoran plasma dengan peningkatan kadar hematokrit >20% kadar hematokrit
awal.(1,2)
Diagnosis pasti dapat tegak bila didapatkan hasil isolasi virus dengue (cell culture) atau
deteksi antigen virus RNA dgn teknik Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction
namun teknik ini rumit. Pemeriksaan lain yaitu tes serologis yang mendeteksi adanya antibodi
spesifik terhadap dengue. Berupa antibodi total, IgM yang terdeteksi mulai hari ke-3 sampai
ke-5, meningkat smpai minggu 3, dan menghilang setelah 60-90 hari. IgG terbentuk pada hari
ke-14 pada infeksi primer, dan terdeteksi pada hari ke-2 pada infeksi sekunder.(1)
Pada pemeriksaan radiologis pada posisi lateral dekubitus kanan bisa ditemukan efusi
pleura, terutama sebelah kanan. Berat-ringannya efusi pleura berhubungan dengan berat-
ringannya penyakit. Pada pasien syok, efusi pleura dapat ditemukan bilateral.(1,2)
Demam Dengue
1. Probable
Demam akut disertai dua atau lebih manifestasi klinis berikut; nyeri kepala, nyeri
belakang mata, miagia, artralgia, ruam, manifestasi perdarahan, leukopenia, uji HI >_
1.280 dan atau IgM anti dengue positif, atau pasien berasal dari daerah yang pada saat
yang sama ditemukan kasus confirmed dengue infection.
2. Corfirmed
Kasus dengan konfirmasi laboratorium sebagai berikut deteksi antigen dengue,
peningkatan titer antibodi > 4 kali pada pasangan serum akut dan serum konvalesens,
dan atau isolasi virus.
Demam Berdarah Dengue
• perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi), saluran cerna, tempat bekas suntikan
• peningkatan nilai hematrokrit > 20 % dari nilai baku sesuai umur dan jenis kelamin.
Seluruh kriteria DBD (4) disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi yaitu :
Karena spektrum klinis infeksi virus dengue yang bervariasi, derajat klinis perlu
ditentukan sehubungan dengan tatalaksana yang akan dilakukan.(2,4)
Perbedaan gejala dan tanda klinis pada setiap derajat terbagi dalam tabel berikut :
DERAJA
GEJALA & TANDA LABORATORIUM
T
Penurunan Ht > 20 %
DB Syok berat disertai dengan setelah pemberian
D IV tekanan darah dan nadi yang cairan yang adekuat.
DSS tidak terukur
8. PENATALAKSANAAN
Demam Dengue
• Dianjurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu, dll
Pada pasien DD, saat suhu turun pada umumnya merupakan tanda penyembuhan. Semua pasien
harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat terjadi selama 2 hari setelah suhu turun. Hal
ini disebabkan oleh karena kemungkinan sulit membedakan antara DD dan DBD pada fase
demam. Perbedaan akan tampak jelas saat suhu turun, yaitu pada DD akan terjadi penyembuhan
sedangkan pada DBD terdapat tanda awal kegagalan sirkulasi (syok). (1,2,3,4)
Tidak ada terapi spesifik untuk demam berdarah dengue, prinsip utama adalah terapi
suportif yaitu pemeliharaan volume cairan sirkulasi akibat kebocoran plasma.
Tatalaksana kasus tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa syok, diberi
cairan infuse kristaloid dengan rumus volume cairan yang diperlukan per hari :
Monitor Hb, Ht, trombosit per 24 jam. Bila hasil Hb dan Ht meningkat >10-20% dan trombosit
turun <100.000 maka jumlah cairan tetap, lalu lanjutkan monitor per 12 jam. Bila hasil Hb, Ht
meningkat >20% dan nilai trombosit <100.000 lanjutkan pemberian cairan sesuai Protokol 3.(1)
Gambar 8. Pemberian Cairan Pada Tersangka DBD Dewasa di Ruang Rawat
Peningkatan nilai Ht >20% menunjukkan tubuh mengalami defisit cairan sebanyak 5%. Terapi
awal pemberian cairan, infuse kristaloid dengan dosis 6-7ml/kg/jam. Monitor dilakukan 3-4
jam setelah pemberian cairan. Parameter nilai perbaikan adalah kadar Ht, frekuensi nadi,
tekanan darah dan produksi urin. Bila didapatkan tanda perbaikan maka dosis cairan dikurangi
menjadi 5ml/kgBB/jam. Bila 2 jam kemudian keadaan tetap dan ada perbaikan, dosis dikurangi
menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila keadaan tetap membaik dalam 24-48 jam kemudian, pemberian
cairan infuse dapat dihentikan. Bila keadaan tidak membaik setelah terapi awal maka dosis
cairan infus naik menjadi 10ml/kgbb/jam. Bila 2 jam keadaan membaik, cairan dikurangi
menjadi 5 ml/kgbb jam. Bila memburuk, naik menjadi 15 ml/kgBB/jam.Bila tanda syok (+)
masuk ke protokol syok.(1)
Gambar 9. Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Hematokrit >20%
Sumber perdarahan masif dan spontan pada penderita DBD adalah epistaksis, perdarahan
saluran cerna (hematemesis, melena atau hematoskesia), saluran kencing (hematuria),
perdarahan otak, dan yang tersembunyi, dengan jumlah perdarahan sebanyak 4-5
ml/kgBB/jam. Terapi cairan sama seperti kasus DBD tanpa syok. Pemeriksaan tanda vital, Hb,
Ht, trombosit dilakukan 4-6 jam serta pemeriksaan trombosis dan hemostasis. Heparin diberi
bila tanda KID (+). Transfusi komponen darah diberikan sesuai indikasi, PRC diberi bila Hb
<10 g/dl. Trombosit hanya diberi pad pasien perdarahan spontan masif dengan kadar trombosit
<100.000 dengan atau tanpa tanda KID. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi faktor
pembekuan (PT dan aPTT memanjang).(1)
Resusitasi cairan merupakan terapi terpenting dalam menangani syok hipovolemia pada SSD.
Fase awal, guyur cairan kristaloid 10-20 ml/kgBB, lalu evaluasi 15-30 menit kemudian. Bila
renjatan telah teratasi jumlah cairan dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila dalam 60-120
menit keadaan tetap stabil, pemberian cairan menjadi 5 ml/kgBB/jam. Bila dalam 60 – 120
menit kemudian tetap stabil, dosis menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila stabil selama 24-48 jam,
hentikan infus karena jika reabsorpsi cairan plasma yang mengalami extravasasi terjadi
(ditandai dengan Ht yg turun), bila cairan tetap diberi bisa terjadi hipervolemi, edema paru dan
gagal jantung. (1)
Selain itu dapat diberikan oksigen 2-4 liter per menit, dengan pemeriksaan darah perifer
lengkap, hemostasis, AGD, elektrolit, ureum dan kreatinin. Harus dilakukan pengawasan dini
terhadap kemungkinan syok berulang dalam waktu 48 jam. Karena proses patogenesis penyakit
masih berlangsung dan cairan kristaloid hanya menetap 20% dalam pembuluh darah setelah 1
jam pemberian. Diuresis diusahakan 2 ml/kgBB/jam.(1)
Bila setelah fase awal, renjatan belum teratasi, cairan ditingkatkan menjadi 20-30
ml/kgBB evaluasi dalam 20-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi, perhatikan nilai Ht.
Bila ht meningkat, perembesan plasma masih berlangsung, maka pilihan cairan koloid. Bila Ht
menurun kemungkinan perdarahan dalam (internal bleeding) maka dapat diberikan transfuse
darah segar 10 cc/kgBB (dpt diulang sesuai kebutuhan). Tanda hemodinamik masih belum
stabil dengan nilai Ht lebih dari 30°/o dianjurkan untuk memakai kombinasi kristaloid dan
koloid dengan perbandingan 4:1 atau 3:1.(1,2)
Koloid mula-mula diberikan dengan tetesan cepat 10-20 ml/kgBB, evaluasi setelah 10-
30 menit, dapat ditambah hingga jumlah maksimal 30 ml/kgBB. Pilihan sebaiknya yang tidak
menggangu mekanisme pembekuan darah. Gangguan mekanisme pembekuan darah ini dapat
disebabkan terutama karena pemberian dalam jumlah besar, selain itu karena jenis koloid itu
sendiri. Oleh sebab itu koloid dibatasi maksimal sebanyak 1000-1500 ml dalam 24 jam. Pada
kasus SSD apabila setelah pemberian cairan koloid syok dapat diatasi, maka penatalaksanaan
selanjutnya dapat diberikan ringer laktat dengan kecepatan sekitar 4-6 jam setiap 500cc. (1,2)
Pasang kateter vena sentral untuk pantau kecukupan cairan, Sasaran tekanan vena
sentral 15-18 cmH2O. Bila keadaan tetap belum teratasi, perhatian dan koreksi ganggguan
asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID dan infeksi sekunder. Bila tekanan vena
sentral sudah sesuai dengan target namun renjatan belum teratasi, maka dapat diberikan obat
inotropik/vasopresor (dopamin, dobutamin, atau epinephrine). (1,2,4)
Hiponatremia danasidosis metabolik sering menyertai pasien SSD, dan apabila asidosis
tidak dikoreksi, akan memacu terjadinya KID, sehingga tatalaksana pasien menjadi lebih
kompleks.Pada umumnya, apabila penggantian cairan plasma diberikan secepatnya
dandilakukan koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat, maka perdarahansebagai akibat
KID, tidak akan tejadi sehingga heparin tidak diperlukan.(2)
1. Koloid
Saat ini ada 3 golongan cairan koloid yang masing-masing mempunyai keunggulan dan
kekurangannya, yaitu golongan Dekstran, Gelatin, Hydroxy ethyl starch (HES).(2)
Hydroxy ethyl starch (HES) 6% HES 200/0,5; 6% HES 200/0,6; 6% HES 450/0,7 adalah
larutan isotonik dan isonkotik, sedangkan 10% HES 200/0,5 adalah larutan isotonik dan
hiponkotik. Efek volume 6%/10°/o HES 200/0,5 menetap dalam 4-8 jam, sedangkan larutan 6%
HES 200/0,6 dan 6% HES 450/0,7 menetap selama 8-12 jam. Gangguan mekanisme pembekuan
tidak akan terjadi bila diberikan kurang dari 1500cc/24 jam, dan efek ini terjadi karena
pengenceran dengan penurunan hitung trombosit sementara, perpanjangan waktu protrombin
dan waktu tromboplastin parsial, serta penurunan kekuatan bekuan.(2)
Untuk mendapatkan tatalaksana DBD lebih efektif, maka pasien DBD seharusnya
dirawat di ruang rawat khusus, yang dilengkapi dengan perawatan untuk kegawatan. Ruang
perawatan khusus tersebut dilengkapi dengan fasilitas laboratorium untuk memeriksa kadar
hemoglobin, hematokrit dan trombosit yang tersedia selama 24 jam. Pencatatan merupakan hal
yang penting dilakukan di ruang perawatan DBD. Paramedis dapat didantu oleh keluarga pasien
untuk mencatatjumlah cairan baik yang diminum maupun yang diberikan secara intravena, serta
menampung urin serta mencatat jumlahnya.(2)
3. Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)
4. Hematokrit stabil
KESIMPULAN
Infeksi virus dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian paling banyak
dibandingkan dengan infeksi arbovirus lainnya. Setiap tahun, di seluruh dunia, dilaporkan angka
kejadian infeksi dengue sekitar 20 juta dan angka kematian berkisar 24.000. Sindrom renjatan
dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh tanda
renjatan atau syok dapat berakibat fatal. Kegawatdaruratan DBD dinyatakan sebagai salah satu
masalah kesehatan global. (1,2,3,4,5)
Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh
dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Keadaan tersebut sangat tergantung
pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul
antibodi,namun bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin berat dan
bahkan dapat menimbulkan kematian.(2,3,5,6)
(1) Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi IV. Jilid III. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Indonesia. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta. 2006
(2) Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue di Sarana Pelayanan Kesehatan. Departemen
Kesehatan RI. 2005
(3) Gubler DJ. Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. Clinical Microbiology Reviews.
1998.Vol 11, No 3 ;480-496
(4) Dengue Haemorrhagic Fever : Diagnosis, Treatment, Prevention and Control.
Edition II. Geneva : World Health Organization. 1997. Available from
htttp://www.who.int/csr/resources/publications/dengue/Denguepublication Accessed
December 1, 2009.
(5) Dengue Virus Infection. Centers for Disease Control and Prevention. Division of Vector
Borne and Infectious Diseases. Atlanta : 2009
(6) Cook GC. Manson's Tropical Diseases. 22th Edition. United Kingdom : Elsevier Health
Sciences. 2008.