Pokok Bahasan :
SAP 15.
Koordinasi Kebijakan Antara Bank Sentral Dengan Lembaga Otoritas
Dan Pemerintah
Oleh :
Anak Agung Sagung Intan Prativi Setiawan (1607511148)
Ni Made Cahaya Septya Dewi (1607511157)
Setelah dibentuknya OJK, tugas dan tanggung jawab Bank Indonesia menjadi
berkurang. Tugas pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan menjadi tanggung jawab
OJK, sedangkan kebijakan moneter dan sistem pembayaran tetap dilaksanakan oleh Bank
Indonesia sebagai bank sentral. Fungsi pengawasan perbankan yang dialihkan kepada Otoritas
Jasa Keuangan diharapkan dapat meningkatkan fokus Bank Indonesia dalam menjalankan
wewenangnya sebagai otoritas moneter dan sistem pembayaran dengan menggunakan
instrumen-instrumen yang dimilikinya.
Otoritas Jasa Keuangan lahir sebagai amanat Pasal 34 Undang-undang Bank Indonesia
yang berdasarkan atas prinsip-prinsip reformasi keuangan yaitu Independensi, terintegrasi,
serta menghindari benturan kepentingan. Pasal 1 ayat (1) UU OJK disebutkan bahwa Otoritas
Jasa Keuangan adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang
mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan
penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang OJK ini. OJK menjalankan
tugasnya memiliki kedudukan diluar pemerintah dan memiliki kewajiban untuk
menyampaikan laporan kepada DPR RI dan BPK RI. Kelembagaan OJK yang berada diluar
Pemerintah menunjukan bahwa OJK tidak menjadi bagian dari kekuasaan Pemerintah.
Tujuan OJK seperti tercantum di dalam UU OJK adalah agar keseluruhan kegiatan di
dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel;
mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; serta
mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, yang diwujudkan melalui adanya
sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam
sektor jasa keuangan. OJK, dalam mencapai tujuannya tersebut, melaksanakan fungsinya
dengan menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap
seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Fungsi pengaturan dan pengawasan tersebut
dilakukan di sektor perbankan, pasar modal, dan Industri Keuangan Non Bank (IKNB) yang
meliputi perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan
lainnya. Dalam bertugas dan melaksanakan wewenangnya, Otoritas Jasa Keuangan
berlandaskan tata kelola dan asas, yang meliputi independensi, kepastian hukum, kepentingan
umum, keterbukaan, profesionalitas, dan integritas.
Pasal 39 UU OJK mengatur bahwa OJK berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam
membuat peraturan pengawasan di bidang perbankan meliputi: kewajiban pemenuhan modal
minimum bank, sistem informasi perbankan yang terpadu, kebijakan penerimaan dana dari luar
negeri, penerimaan dana valuta asing dan pinjaman komersial luar negeri, produk perbankan,
transaksi derivatif, kegiatan usaha bank lainnya dan penentuan institusi bank yang masuk
kategori systemically important bank serta data lain yang dikecualikan dari ketentuan
kerahasiaan informasi.
Pasal 2 UU OJK menyebutkan bahwa OJK adalah lembaga yang independen dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk
hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang- undang. Independensi OJK tercermin dari
kepemimpinan OJK, dimana secara perseorangan, pimpinan OJK memiliki kepastian masa
jabatan dan tidak dapat diberhentikan, kecuali memenuhi alasan yang diatur dalam
Undangundang. Namun demikian, OJK harus memberikan laporan kepada DPR dan Presiden,
serta harus memperoleh persetujuan dari DPR terkait anggaran dalam melaksanakan
kegiatannya.
Undang-undang mengatur bahwa tidak ditutup kemungkinan adanya unsur-unsur
perwakilan Pemerintah / Bank Indonesia di OJK karena pada hakikatnya OJK memiliki relasi
dan keterkaitan kuat dengan otoritas lain terutama otoritas fiskal dan moneter. Oleh karena itu,
dalam melaksanakan tugasnya OJK melakukan koordinasi dengan Pemerintah, Bank
Indonesia, maupun LPS. Protokol koordinasi ini diatur dalam bentuk Forum Koordinasi
Stabilitas Sistem Keuangan yang keanggotaannya terdiri dari Kementrian Keuangan, Bank
Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan LPS. Dalam kondisi stabilitas keuangan yang normal,
FKSSK wajib melakukan pemantauan dan evaluasi stabilitas sistem keuangan. Pertemuan
FKSSK paling sedikit dilakukan 1 kali dalam 3 bulan dan disusun rekomendasi kepada setiap
anggota untuk melakukan tindakan dan / atau membuat kebijakan dalam rangka memelihara
stabilitas sistem keuangan. Selain itu dalam pertemuan juga dilakukan pertukaran informasi
antar lembaga.
Dalam kondisi stabilitas keuangan yang tidak normal, maka untuk pencegahan dan
penanganan krisis, Menteri keuangan, Gubernur BI, Ketua Dewan Komisioner OJK dan/atau
ketua Dewan Komisioner LPS yang mengindikasikan adanya potensi krisis atau telah terjadi
krisis pada sistem keuangan dapat mengajukan ke FKSSK agar segera dilakukan rapat untuk
memutuskan langkah-langkah pencegahan atau penanganan krisis tersebut. Dalam kondisi ini,
FKSSK melakukan penetapan dan pelaksanaan kebijakan yang diperlukan bagi masingmasing
institusi sesuai kewenangan yang diberikan bagi masing- masing institusi tersebut.
Salah satu sektor jasa keuangan yang diatur dan diawasi oleh OJK adalah sektor
perbankan. Pengawasan perbankan terbagi menjadi dua, yaitu macro-prudential supervision
dan micro-prudential supervision. Kedua jenis pengawasan tersebut harus dijalankan secara
selaras agar sasarannya dapat tercapai dengan baik.
Setelah tugas pengawasan perbankan beralih dari BI kepada OJK, maka kewenangan
yang dimiliki oleh BI terhadap bank juga ikut beralih kepada OJK. Otoritas Jasa Keuangan
kemudian memiliki wewenang dalam pengaturan dan pengawasan bank dalam hal memberi
dan mencabut izin kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu bank, menetapkan
peraturanperaturan, melaksanakan pengawasan bank, serta mengenakan sanksi terhadap bank
dengan tujuan untuk mengoptimalkan fungsi perbankan Indonesia demi terciptanya sistem
perbankan yang sehat secara menyeluruh maupun individual, dan mampu memelihara
kepentingan masyarakat dengan baik, berkembang dengan wajar serta bermanfaat bagi
perekonomian nasional.
Kewenangan pengaturan dan pengawasan bank yang dimiliki oleh Otoritas Jasa
Keuangan, adalah Kewenangan memberikan izin (right to license); Kewenangan untuk
mengatur (right to regulate); Kewenangan untuk mengawasi (right to control); Kewenangan
untuk mengenakan sanksi (right to impose sanction); serta Kewenangan untuk melakukan
penyidikan (right to investigate). Dalam pelaksanaan fungsi pengaturan dan pengawasan, OJK
memiliki sejumlah kewajiban, terutama terkait pemberian informasi dan pelaporan
pertanggungjawaban pelaksanaan tugasnya yang diuraikan sebagai berikut:
1. OJK harus memberikan informasi yang lengkap dan terbaru keuangan kepada Bank
Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan sesuai dengan tugas dan kebutuhan
masingmasing lembaga tersebut guna mendukung penyelenggaraan fungsi kedua
lembaga tersebut dengan baik.
2. Dalam melakukan analisis mengenai stabilitas keuangan, OJK wajib melakukan
pertukaran informasi dengan Bank Indonesia yang melaksanakan pengawasan
macroprudential;
3. Dalam menjalankan fungsi pengaturan dan pengawasan tingkat kesehatan bank, OJK
harus selalu bekerjasama dengan BI;
4. OJK wajib melaporkan tingkat kesehatan dan efisiensi bank kepada Menteri Keuangan
dalam bentuk laporan berkala;
5. OJK menyusun mekanisme yang mengatur kerjasama antara OJK, BI, LPS, dan
Kementerian Keuangan sebagai bentuk pencegahan akan terjadinya gangguan pada
stabilitas perekonomian secara nasional yang diakibatkan oleh buruknya kinerja suatu
bank tertentu.
Adapun koordinasi antara OJK dengan BI telah diatur dalam Pasal 39 UU OJK, dimana
bentuk koordinasinya adalah dalam penentuan peraturan untuk pelaksanaan pengawasan atas
bank, yang meliputi:
Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia telah menandatangani Surat Keputusan
Bersama (SKB) yang menjadi landasan kerjasama dan koordinasi antara kedua lembaga
tersebut. Tujuan Surat Keputusan Bersama tersebut adalah untuk memperlancar dan
mengoptimalkan kerjasama dan koordinasi antara OJK dan BI dalam rangka melaksanakan
fungsi, tugas, dan wewenang kedua lembaga tersebut. Bentuk kerjasama yang diatur dalam
Surat Keputusan Bersama tersebut mencakup 4 hal:
1. OJK dan BI melakukan kerjasama dan koordinasi dalam pelaksanaan tugas sesuai
kewenangan masing-masing;
2. OJK dan BI melakukan pertukaran informasi mengenai Lembaga Jasa Keuangan serta
melakukan pengelolaan sistem pelaporan bank dan perusahaan pembiayaan;
3. OJK dan BI menetapkan penggunaan kekayaan dan dokumen yang dimiliki dan/atau
digunakan oleh kedua lembaga tersebut; dan
4. OJK dan BI melakukan kerjasama dan koordinasi dalam hal pengelolaan pejabat dan
pegawai Bank Indonesia yang dialihkan atau dipekerjakan pada Otoritas Jasa
Keuangan.
Dalam konteks pelaksanaan dan koordinasi pelaksanaan tugas sesuai kewenangan Bank
Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan, kedua lembaga ini akan saling berkoordinasi dalam hal
Bank Indonesia akan menyusun peraturan pengawasan di bidang macroprudential maupun
Otoritas Jasa Keuangan yang akan menyusun peraturan pengawasan di bidang microprudential.
Disamping itu, koordinasi dan kerjasama dalam konteks pemeriksaan bank akan dilakukan,
khususnya terhadap bank-bank yang dikategorikan sebagai systemically important bank.
Kerjasama dalam bentuk pertukaran informasi hasil pengawasan dari masingmasing institusi,
penetapan stance dalam fora-fora internasional, maupun penelitian dan penyusunan kajian
bersama, akan dilakukan juga oleh BI dan OJK.
Selain SKB yang dijelaskan sebelumnya, mekanisme koordinasi juga terjadi dalam
bentuk komposisi keanggotaan Dewan Komisioner di OJK. Sebagaimana diketahui terapat 2
anggota Dewan Komisioner yang merupakan pejabat ex-officio dari Kementrian Keuangan
(Wakil Menteri Keuangan) dan Bank Indonesia (Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia).
Susunan komposisi ini diharapkan dapat memperlancar dan mempermulus koordinasi yang
dilakukan oleh BI dan OJK. Disamping itu, terdapat pula forum- forum koordinasi rutin di
high-level antar institusi-insitusi tersebut.
Bank Indonesia sebagai sebuah bank sentral dari Bank Indonesia dengan pemerintah
adalah untuk sebagai sebuah pembantuk yang dimana kemudian akan menerbitkan dan juga
melakukan sebuah penempatan terhadap berbagai macam surat hutang dari negar ayang dimana
kemudian akan berguna utnuk melakukan pembiayaan terhadap anggaran pendapatan dan juga
belanja dari sebuah negara ( kemudian disebut dengan APBN ) yang dimana kemudian tanpa
sebuah izin untuk melakukan pembelian sendiri dari sebuah surat hutang negara tersebut.
Yudisaputra Betaubun, Yunus Husein, dan Aad Rusyad Nurdin. 2014. Koordinasi antara
Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia Dalam Pengaturan dan Pengawasan
Perbankan Di Indonesia. http://www.lib.ui.ac.id/naskahringkas/2016-05/S56082-
Yudisaputra%20Betaubun diakses pada 20 November 2018.
Siamat, Dahlan. 2005. Manajemen Lembaga Keuangan ; Kebijakan Moneter dan Perbankan.
Edisi Kelima. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
M. Natsir. 2014. Ekonomi Moneter & Kebanksentralan. Jakarta : Penerbit Mitra Wacana
Media.
Kasmir. 2008. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Edisi Revisi. Jakarta : PT.
RajaGrafindo Persada.