Anda di halaman 1dari 24

PENGARUH FILSAFAT ARISTOTELES TERHADAP ILMU

PENGETAHUAN

Oleh : Inestya Fitri Desiani

Abstract

Aristoteles lahir di Stageria di Semenanjung Kalkidike, Trasia (Balkan) pada

tahun 384 SM., dan meninggal di Kalkis pada tahun 322 SM., di usianya ke-63.

Ayahnya adalah seorang dokter dari raja Macedonia, Amyntas II. Sampai usia 18

tahun ia mendapatkan pendidikan langsung dari ayahnya tersebut.

Setelah sang ayah meninggal, Aristoteles pergi ke Athena dan berguru kepada

Plato di Akademia. 20 tahun lamanya ia menjadi murid Plato. Ia rajin membaca dan

mengumpulkan buku sehingga Plato memberinya penghargaan dan menamai

rumahnya dengan ‘rumah pembaca’.

Aristoteles memiliki pandangan yang lebih realis daripada Plato.

Pandangannya ini merupakan akibat dari pendidikan orang tuanya yang

menghadapkannya kepada bukti dan kenyataan. Aristoteles terlebih dahulu

memandang kepada yang kongkrit, yang nyata. Ia mengawalinya dengan fakta-fakta,

dan fakta-fakta tersebut disusunnya menurut ragam dan jenis atau sifatnya dalam

suatu sistem, kemudian dikaitkannya satu sama lain. Pandangan Aristoteles dapat

dikatakan sebagai awal dari perintisan “ilmu pengetahuan”.


Kata kunci : filsafat, ilmu pengetahuan, logika, fisika, metafisika, psikologi, etika,
politik.

A. Pendahuluan

Manusia memulai berfilsafat ketika manusia itu sendiri mulai menyadari

keberadaannya di dunia yang dihadapkan pada berbagai kenyataan yang tidak dapat

di pahaminya yang hal ini memberikan suatu tanda tanya dalam diri manusia, seperti

Kapan kehidupan di dunia ini di mulai? Adakah yang menciptakanya? Siapakah

manusia? Bagaimana manusia dapat hidup? Walaupun pertanyaanya terlihat

sederhana, tetapi tidak mudah untuk di jawab.

Melalui filsafat manusia di suruh untuk berfikir mendalam, menyeluruh dan

kritis. Karena, pada hakekatnya manusia ingin menjawab segala persoalan yang

melingkupi kehidupan manusia dan pembicaraan filsafat menjadi terbatas. Dalam

rentang sejarah tidak sedikit manusia-manusia jenius mencoba menjelaskan

persoalan-persoalan tersebut, pikiran-pikiran mereka sering kali bertentangan,

radikal, bahkan tidak masuk akal. Seperti filsafat Aristoteles yang akan kita bahas

dalam makalah ini.

Seorang filsuf besar dari yunani lahir di Stageria yang hidup pada tahun 384-

322 sebelum masehi. Ayahnya yang bernama Nicomachus, beliau adalah seorang

dokter di istana Amyntas III, Raja Macedonia. Pada saat Aristoteles berkelana ke

Asia kecil. Ia menikah dengan Pythias, keponakan perempuan penguasa Atarneus.

Namun pernikahanya tidak berlangsung lama, kemudian Aristoteles menikah lagi

1
dengan Herpyllis, dan di karuniani seorang anak laki-laki yang di beri nama

Nicomachus ( seperti nama ayahnya ).

Aristoteles belajar pada akademik Plato selama 20 tahun, seorang murid dan

lawan Plato. Dari situlah Aristoteles menemukan pemikiran-pemikiran diantaranya

pemikiran yakni tentang logika, negara, metafisika, etika, pengetahuan dan ontologi

(Fearn, 2002:83).

B. Biografi Singkat Aristoteles

Aristoteles lahir pada tahun 384 SM di Stageira, suatu kota di Yunani Utara.

Ayahnya adalah dokter pribadi Amyntas II, raja Makedonia. Mungkin sekali dalam

masa mudanya ia hidup di istana raja Makedonia di kota Pella dan dapat diandaikan

pula bahwa ia mewarisi minatnya yang khusus untuk ilmu pengetahuan empiris dari

ayahnya. Pada usia 17 atau 18 tahun Aristoteles dikirim ke Athena, supaya ia belajar

di Akademia Plato. Ia tinggal di sana sampai Plato meninggal pada tahun 348/7; jadi,

kira-kira 20 tahun lamanya. Pada waktu ia berada dalam Akademia, Aristoteles

menerbitkan beberapa karya. la juga mengajar anggota-anggota Akademia yang lebih

muda, rupanya mengenai mata pelajaran logika dan retorika (Bertens, 1999:154).

Sudah terdengar bahwa sesudah kematian Plato adalah keponakannya,

Speusippos, yang menggantikannya sebagai kepala Akademia. Pada saat itu

Aristoteles meninggalkan Athena bersama murid Plato lain yang bernama

Xenokrates, mungkin karena tidak setuju dengan anggapan Speusippos tentang

filsafat, yang mempunyai kecenderungan untuk menyetarafkan filsafat dengan

2
matematika. Mereka berangkat ke Assos di pesisir Asia Kecil, di mana Hermeias

pada waktu itu penguasa negara. Hermeias sendiri adalah bekas murid Akademia dan

atas permintaannya Plato telah mengirim dua orang murid, Erastos dan Korikos, agar

membuka suatu sekolah di sana. Aristoteles dan temannya mulai mengajar di sekolah

Assos itu. Pada saat itu Aristoteles menikah dengan Pythias, keponakan dan anak

angkat Hermeias. Pada tahun 345 Hermeias ditangkap dan dibunuh oleh tentara Parsi.

Terdapat suatu syair yang disusun Aristoteles, tidak lama sesudah itu, untuk

menghormati Hermeias. Peristiwa pembunuhan itu memaksa Aristoteles dan teman-

temannya melarikan diri dari Assos. la pergi ke Mytilene di pulau Lesbos tidak jauh

dari Assos, agaknya atas undangan Theophrastos - murid dan sahabat Aristoteles-

yang berasal dari pulau itu. Di Assos dan di Mytilene Aristoteles mengadakan riset

dalam bidang biologi dan zoologi, yang data-datanya (sekurang-kurangnya sebagian)

dikumpulkan dalam buku yang bernama Historia animalium.

Sekitar tahun 342 Aristoteles diundang oleh raja Philippos dari Makedonia,

anak Amyntas II, untuk menanggung pendidikan anaknya, Alexander, yang pada saat

itu 13 tahun usianya. Undangan itu dapat dipahami, mengingat bahwa Aristoteles

sudah dikenal di Makedonia, karena ayahnya bertugas sebagai dokter di istana raja di

Pella. Banyak legenda diceritakan dalam tradisi kuno mengenai hubungan antara guru

dengan muridnya - dua tokoh yang menjadi tersohor dalam sejarah dunia - tetapi

tidak terdapat data-data yang dapat dipercaya. Dapat diandaikan bahwa Aristoteles

terutama menerangkan Homeros dan penyair-penyair Yunani lain kepada muridnya.

3
Pada tahun 340 Alexander diangkat menjadi pejabat raja Makedonia dan empat tahun

kemudian ia menggantikan ayahnya sebagai raja Makedonia pada usia 19 tahun.

Rupanya tugas Aristoteles di istana Pella sudah selesai pada tahun 340. Sesudah itu ia

menetap beberapa lamanya di kota asalnya Stageira. Di kemudian hari Aristoteles

menulis suatu karangan bagi Alexander yang disebut Perihal monarki dan suatu

karangan lain Tentang pendirian perantauan.

Tidak lama sesudah Alexander Agung dilantik menjadi raja, Aristoteles

kembali ke Athena, di mana Xenokrates sudah menggantikan Speusippos sebagai

kepala Akademia. Tidak terdapat alasan untuk menyangsikan bahwa Xenokrates tetap

merupakan sahabat Aristoteles. Namun demikian, Aristoteles tidak kembali ke

Akademia; agaknya karena pemikirannya sudah berkembang jauh dari filsafat

Akademia. Dengan bantuan dari Makedonia ia mendirikan suatu sekolah sendiri yang

dinamakan Lykeion (dilatinkan: Lyceum), karena tempatnya dekat halaman yang

dipersembahkan kepada dewa Apollo Lykeios. Dengan semangat besar sekali para

anggota Lykeion mempelajari semua ilmu yang dikenal pada waktu itu. Aristoteles

membentuk sebuah perpustakaan yang mengumpulkan macam-macam manuskrip dan

peta bumi; menurut kesaksian Strabo, seorang sejarawan Yunani-Romawi, itulah

perpustakaan pertama dalam sejarah manusia. Mungkin Aristoteles membuka juga

semacam museum yang mengumpulkan semua benda yang menarik perhatian,

terutama dalam bidang biologi dan zoologi. Diceritakan, Alexander memberi suatu

sumbangan besar untuk membentuk koleksi itu dan memerintahkan semua pemburu,

4
penangkap unggas, dan nelayan dalam kerajaannya, supaya mereka melaporkan

kepada Aristoteles mengenai semua hasil yang menarik dari sudut ilmiah (Bertens,

1999:155-156).

Istrinya, Pythias, meninggal di Athena pada tahun yang tidak diketahui.

Pernikahan pertama dikaruniai dengan seorang anak perempuan. Aristoteles menikah

lagi dengan Herpyllis yang melahirkan seorang anak laki-laki bernama Nikomakhos.

Suatu kejadian yang sangat menggelisahkan bagi Lykeion ialah kematian Alexander

Agung pada tahun 323. Itu mengakibatkan suatu gerakan anti-Makedonia dengan

maksud melepaskan Athena dari kerajaan Makedonia. Aristoteles dituduh karena

kedurhakaan (asebeia). la meletakkan pimpinan Lykeion ke dalam tangan muridnya,

Theophrastos, lalu melarikan diri ke Khalkis, tempat asal ibunya. Menurut tradisi

kuno, Aristoteles melarikan diri dengan mengatakan ia "tidak akan membiarkan

Athena berdosa terhadap filsafat untuk kedua kali" (dengan alusi kepada nasib

Sokrates). Tetapi pada tahun berikutnya ia jatuh sakit dan meninggal di tempat

pembuangan itu pada usia 62 atau 63 tahun. Masih terdapat teks wasiat Aristoteles

yang disimpan oleh Diogenes Laërtios.

C. Filsafat Aristoteles

Aristoteles (381 SM-322 SM) mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu yang

meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, etika,

ekonomi, politik, dan sebagainya.

5
Tahap Pemikiran Aristoteles terbagi dalam 3 periode :

1. Di Akademi Plato mengikuti ajaran Plato tentang idea

2. Di Assos, ketika ia berbalik daripada Plato, mengritik ajaran Plato tentang

idea-idea

3. Di Athena, ketika ia berbalik dari berspekulasi ke penyelidikan empiris,

mengindahkan yang kongkrit dan yang individual.

Pembagian filsafat menurut Aristoteles, yaitu :

1. Logika yaitu tentang bentuk susunan pikiran.

2. Filosofia teoritika yang diperinci atas :

 Fisika yaitu tentang dunia materiil (ilmu alam dan sebagainya).

 Matematika yaitu tentang barang menurut kuantitasnya.

 Metafisika yaitu tentang ada.

3. Filosofia praktika, tentang hidup kesusilaan (berbuat) :

 Etika yaitu tentang kesusilaan dalam hidup perorangan.

 Ekonomi yaitu tentang kesusilaan dalam kekeluargaan.

 Politika yaitu tentang kesusilaan dalam hidup kenegaraan.

4. Filosofia poetika/aktiva (pencipta).

Aristoteles sependapat dengan gurunya (Plato), bahwa tujuan yang terakhir

dari filsafat adalah pengatahuan tentang ‘adanya’ (realitas) dan ‘yang umum’. Ia

memiliki keyakinan bahwa kebenaran yang sebenarnya hanya dapat dicapai dengan

jalan pengertian. Bagaimana memikirkan ‘adanya’ itu? Menurut Aristoteles ‘adanya’

6
itu tidak dapat diketahui dari materi atau benda belaka; dan tidak pula dari pikiran

semata-mata tentang yang umum, seperti pendapat Plato. ‘Adanya’ itu terletak dalam

barang-barang satu-satunya, selama barang itu ditentukan oleh yang umum.

Aristoteles memiliki pandangan yang lebih realis daripada Plato.

Pandangannya ini merupakan akibat dari pendidikan orang tuanya yang

menghadapkannya kepada bukti dan kenyataan. Aristoteles terlebih dahulu

memandang kepada yang kongkrit, yang nyata. Ia mengawalinya dengan fakta-fakta,

dan fakta-fakta tersebut disusunnya menurut ragam dan jenis atau sifatnya dalam

suatu sistem, kemudian dikaitkannya satu sama lain.

Bagi Aristoteles, dunia idea yang diciptakan Plato itu tidak bisa diterima.

Menurut Aristoteles, kenyataan/realitas benda-benda adalah dirinya sendiri. Dunia ide

yang dimaksud Plato tidak lain adalah bentuk-bentuk yang tidak mengasingkan diri di

dunia lain (idea-idea), melainkan lekat pada setiap benda secara individual.

Ia juga berpendapat bahwa setiap benda memang punya esensi, tetapi bukan

terpisah dan ada di dunia lain (dunia ide). Esensi tiap-tiap benda adalah pada benda

itu sendiri. Rasio mampu menangkap esensi ini dengan jalan abstraksi (melepaskan).

Penampilan benda-benda yang terserap indera tidak menunjukan inti, hakikat,

substansinya, melainkan hanya aksidensinya. Dan untuk sampai pada esensi, harus

melepaskan aksiden-aksidennya. Untuk itu Aristoteles mengajarkan 10 kategori :

7
1. Substansi (diri), misalnya : manusia, rumah.

2. Kuantitas (jumlah), misalnya : satu dua tiga.

3. Kualitas (sifat), misalnya : putih pandai tinggi.

4. Relasi (hubungan), misalnya : A anak B

5. Ruang (tempat), misalnya : di toko di rumah

6. Tempos (waktu), misalnya : kemarin sekarang nanti besok

7. Situasi (posisi), misalnya : duduk berdiri lari jalan

8. Status (keadaan), misalnya : guru pengasuh lurah

9. Aksi (tindakan), misalnya : membaca menulis membuat

10. Passiva (penderita), misalnya : tepotong tergilas

Aristoteles juga berpendapat bahwa segala yang terjadi di dunia ini adalah

suatu perbuatan yang terwujud karena Tuhan Pencipta alam. Selain itu, bahwa tiap-

tiap yang hidup di ala mini merupakan suatu organism yang berkembang masing-

masing menurut suatu gerak-tujuan. Alam tidak berbuat dengan tidak bertujuan. Oleh

karena itu, Aristoteles dipandang sebagai pencetus ajaran tujuan, teleologi.

Aristoteles dengan pandangannya ini telah meletakkan dasar bagi ‘prinsip

perkembangan’.

8
D. Ajaran – ajaran dan Pengaruh Filsafat Aristoteles

1. Logika

- Nama dan Fungsi Logika

Istilah logika diperkenalkan Cicero (pada abad 1 SM), yang berarti seni

berdebat. Kemudian Alexander Aphrodisias memakai istilah logika dalam arti

sekarang, yakni suatu kajian tentang valid atau tidaknya penalaran. Aristoteles

terkenal sebagai ‘bapak’ logika. Logika tidak lain dari berpikir secara teratur

menurut urutan yang tepat atau berdasarkan hubungan sebab dan akibat. Ia

sendiri memberi nama model berpikirnya tersebut dengan nama ‘analytica’,

tetapi kemudian lebih populer dengan dengan sebutan ‘logika’. Aristoteles

sendiri menggunakan dua nama yaitu :

• Analytica yakni argumen dengan premis-premis yang jelas-jelas benar.

• Dialectica yakni argumen dengan hipotesis.

Logika adalah ilmu yang menuntun manusia untuk berfikir yang benar dan

bermetode. Dengan kata lain logika adalah suatu cara berfikir yang secara

ilmiah yang membicarakan bentuk-bentuk fikiran itu sendiri yang terdiri dari

pengertian, pertimbangan dan penalaran serta hukum-hukum yang menguasai

fikiran tersebut. Aristoteles membagi ilmu pengetahuan atas tiga yaitu :

9
• Ilmu pengetahuan praktis, yang meliputi etika dan politik

• Ilmu pengetahuan produktif, yaitu teknik dan seni.

• Ilmu pengetahuan teoritis yang meliputi fisika, matematika dan filsafat.

Dalam hal ini Aristoteles tidak memasukkan Logika sebagai cabang ilmu

pengetahuan, melainkan hanya suatu alat agar kita dapat mempraktekkan ilmu

pengetahuan.

Intisari dari ajaran logikanya adalah silogistik, atau dapat juga digunakan kata

‘natijah’ daalam bahasa Arab. Silogistik maksudnya adalah ‘uraian berkunci’,

yaitu menarik kesimpulan dari pernyataan yang umum atas hal yang khusus,

yang tersendiri. Misalnya: Semua manusia akan mati (umum); Aristoteles

adalah seorang manusia (khusus); Aristoteles akan mati (kesimpulan).

Pertimbangan ini, yang berdasarkan kenyataan umum, mencapai kunci

keterangan terhadap suatu hal, yang tidak dapat disangkal kebenarannya.

Pengetahuan yang sebenarnya, menurut Aristoteles, berdasar pada

pembentukan pendapat yang umum dan pemakaian pengetahuan yang

diperoleh itu atas hal yang khusus. Misalnya, ‘korupsi itu buruk’; untuk

membuktikan pernyataan yang sifatnya umum tersebut dapat diperoleh dari

kasus yang menunjukkan bahwa ‘korupsi itu ternyata telah merugikan negara

dan kesejahteraan warga negara’. Pengetahuan yang umum bukanlah tujuan

itu sendiri, tetapi merupakan jalan untuk mengetahui keadaan yang konkrit,

yang merupakan tujuan ilmu yang sebenarnya.

10
- Induksi dan Deduksi

Menurut Aristoteles, pengetahuan baru dapat dihasilkan melalui dua jalan.

Jalan pertama disebut "induksi". lnduksi merupakan jalan pikiran yang

dimulai dan kasus-kasus khusus untuk kemudian menarik kesimpulan untuk

yang bersifat umum. Dengan bertitik tolak dari kasus-kasus khusus, induksi

menghasilkan pengetahuan tentang yang umum. Dengan lain perkataan,

induksi bertitik tolak dari beberapa contoh dan atas dasar itu menyimpulkan

suatu hokum umum yang berlaku juga bagi kasus-kasus yang belum

diselidiki. Jalan kedua disebut "deduksi". Deduksi adalah jalan pikiran yang

dimulai dan hal-hal yang bersifat umum dan jelas-jelas benar untuk kemudian

menarik kesimpulan yang bersifat khusus. Deduksi bertitik tolak dari dua

kebenaran yang tidak disangsikan dan atas dasar itu menyimpulkan kebenaran

yang ketiga. Sudah nyata bahwa induksi tergantung pada pengetahuan

indrawi, sedangkan deduksi sama sekali lepas dari pengetahuan indrawi.

Itulah sebabnya Aristoteles menganggap deduksi sebagai jalan sempurna

menuju ke pengetahuan baru. Induksi tidak mendapat banyak perhatian dalam

logika Aristoteles. Logikanya hampir tidak membicarakan lain daripada

masalah-masalah yang berhubungan dengan deduksi saja.

11
- Silogisme

Salah satu cara bagaimana Aristoteles mempraktekkan deduksi ada lah

silogisme (syllogismos). Itulah penemuan Aristoteles yang terbesar dalam

bidang logika dan silogisme mempunyai peranan sentral dalam kebanyakan

karyanya tentang logika. Silogisme adalah argumentasi yang terdiri dari tiga

proposisi. Dalam setiap proposisi dapat dibedakan dua unsur :

1) hal tentang apa sesuatu dikatakan

2) apa yang dikatakan.

Hal tentang apa sesuatu dikatakan disebut "subjek" dan apa yang dikatakan

tentang subjek disebut "predikat". Jika memilih sebagai contoh proposisi

"Raja adalah seorang manusia", maka dalam proposisi ini subjek adalah

"Raja" dan predikat adalah “seorang manusia”.

Argumentasi yang disebut silogisme menurunkan proposisi ketiga dari dua

proposisi yang sudah diketahui. Misalnya:

- Semua manusia akan mati.

- Raja adalah seorang manusia.

- Dari sebab itu raja akan mati.

Kunci untuk mengerti silogisme ialah term yang dipakai baik dalam putusan

pertama maupun dalam putusan kedua. Term itu disebut "term menengah"

('middle term"). Dalam contoh di atas, term menengah ialah “manusia".

12
Aristoteles membedakan tiga macam silogisme, tergantung pada tempat term

menengah dalam proposisi pertama dan kedua. Dengan teliti ia melukiskan

peraturan-peraturan yang harus ditaati supaya penyim- pulan boleh dianggap

sah.

2. Fisika

- Kajian Fisika

Gerak dibagi menjadi 2 yaitu gerak yang dipaksa dan gerak spontan/

alamiah. Dalam gerak spontan/alamiah dibagi menjadi 2 yaitu gerak

substansial, sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Dan gerak aksidental, sesuatu

menjadi lain.

Sedangkan kajian fisika Aristoteles adalah gerak spontan/alamiah, harus

difahami, bahwa yang dimaksud “gerak” bukan sekedar “pergeseran”, akan

tetapi segala macam perubahan.

Sehingga jalan keluar perdebatan Heraklitos dan Parmenides Analisis gerak

yakni, gerak tidak lain adalah peralihan dan potensi ke aktus. Jadi “yang ada”

dapat dianalisis “yang ada menurut potensi” dan “yang ada menurut aktus”.

13
- Hylemorfisme

Paralel dengan potensi dan aktus Aristoteles juga membedakan antara

“materi” dan “bentuk”. Segala “kejadian”, “peristiwa” (apapun di dunia ini

tentu berupa “peristiwa”) merupakan berpadunya materi dan bentuk. lstilah

materi tidak hanya difaham dalam konteks benda-benda material. Materi

adalah azas realita yang masih dalam potensi. ltulah materi yang fundamental,

yang pada dirinya belum ada “bentuk”. Akan tetapi pada dirinya ada potensi

untuk menjadi aktual. Materi dan bentuk senantiasa “saling mengandaikan”,

“saling membutuhkan” bagi terwujudnya “suatu peristiwa”.

- Empat Penyebab

Tugas ilmu pengetahuan mencari penyebab. Tiap peristiwa disebabkan

oleh penyebab yang terbagi atas :

- Penyebab efisien ("efficient cause") : inilah faktor yang menjalankan

kejadian. Misalnya, tukang kayu yang membuat sebuah kursi.

- Penyebab final (“final cause"): inilah tujuan yang menjadi arah seluruh

kejadian. Misalnya, kursi dibikin supaya orang dapat duduk di atasnya.

- Penyebab material ('material cause"): inilah bahan dari mana benda

dibuat. Misalnya, kursi dibuat dari kayu.

14
- Penyebab formal (formal cause"): inilah bentuk yang menyusun bahan.

Misalnya, bentuk "kursi" ditambah pada kayu, sehingga kayu menjadi

sebuah kursi.

3. Metafisika

- Istilah Metafisika

Sesungguhnya Aristoteles sendiri tidak memakai istilah metafisika. lstilah itu

mula-mula digunakan Andronikos dan Rhodos untuk menamai ajaran-ajaran

Aristoteles sesudah ajarannya tentang fisika. Tetapi ada pernyataan bahwa

istilah metafisika telah digunakan oleh Ariston dan Keos, bahkan jauh

sebelum itu, istilah metafisika telah digunakan oleh pengikut Aristoteles yang

pertama. Aristoteles sendiri menggunakan beberapa nama:

- metafisika: sophia (kebijaksanaan)

Kebijaksanaan yaitu, ilmu pengetahuan mencari prinsip-prinsip yang

fundamental.

- metafisika : to on hei on

Ilmu pengetahuan yang mempelajari “yang ada” sejauh “ada” yakni

menyelidiki kenyataan seluruhnya, menurut aspek seumum-umumnya.

15
- metafisika: filsafat pertama

Ilmu pengetahuan yang menyelidiki substansi yang tetap, tak berubah.

Dalam konteks ini metafisika kadang-kadang disebut dengan teologi.

- teologia

Bahwa “gerak” yang terjadi dalam jagad raya disebabkan oleh “penggerak

pertama”. Penggerak ini terlepas dari sifat materi, karena sifat “materi”

rnempunyai potensi untuk bergerak. Maka penggerak pertama adalah

“aktus murni” yang immaterial, non jasmani. Sedangkan “aktus murni” ini

aktivitasnya adalah “memikir”. Obyek pemikirannya adalah yang paling

tinggi dan paling sempurna. Itu tidak lain adalah “pemikirannya sendiri”.

Maka, Tuhan adalah “pemikir yang memikirkan pikirannya sendiri”.

4. Etika

Tujuan tertinggi hidup manusia adalah eudamonia (“kebahagiaan”).

Eudaimonia bukanlah bersifat subyektif, melainkan suatu keadaan

manusia sebegitu rupa sehingga segala sesuatu yang termasuk keadaan

bahagia harus terdapat pada manusia.

Kebahagiaan bukan hanya dalam potensia, melainkan diaktualkan dalam

suatu aktivitas. Aktivitas yang layak bagi manusia adalah mengikuti

physisnya dan kodratnya, yakni yang menunjukkan perbedaan sekaligus

keunggulannya dan mahluk-mahluk lain adalah rasionya. Maka

16
kebahagiaan tertinggi adalah dalam aktivitas rasionya, akan tetapi berfikir

bukanlah asal berfikir, melainkan berfikir yang disertai keutamaan

Keutamaan dibagi menjadi 2 yakni :

a) Keutamaan moral.

Keputusan, tindakan senantiasa mengambil jalan tengah diantara 2

yang ekstrim.

b) Keutamaan intelektual.

Dimana pada bagian ini dibagi menjadi 2 yang pertama kebijaksanaan

teoritis (senantiasa mengenal kebenaran secara ajeg) dan

kebijaksanaan praktis (mengambil sikap dengan arif-bijaksaana).

5. Psikologi

Psykologi menyelidiki segolongan mahluk yang memliki psyche

(tumbuhan, hewan, manusia)

- Tentang jiwa

Mula-mula Aristoteles mengikuti Plato, jiwa memiliki “pra eksistensi”

dan keabadian. Jiwa dan badan adalah 2 substansi yang terpisah

(dalam eudemos).

Dikemudian hari, dalam de anima, ia berpendirian lain sama sekali.

“Jiwa” aktus yang pertama dari suatu badan organik. Disebut “aktus

pertama” karena ia merupakan aktus yang fundamental, yang menjadi

“sumber/penyebab” yang utama dan aktus-aktus sekunder.

17
- Pengenalan inderawi

Indera menenima/menyerap bentuk (tanpa materi) benda-benda. Indera

”menerima” bentuk-bentuk itu dalam salah satu aspek saja sesual

dengan kemampuannya, misalnya mata melihat, telinga mendengar.

Dalam pada itu, organ-organ indera yang menangkap bentuk-bentuk/

kualitas benda yang dicerap, tidak mempunyai kualitas secara aktual

pada dirinya sendiri. Namun organ-organ indera mempunyai potensi

akan kualitas-kualitas tadi. Maka pengenalan inderawi adalah

peralihan dari potensi aktus. Organ-organ indera yang secara potensial

mempunyai kualitas, menjadi memiliki/mengenal kualitas secara

aktual lewat cerapannya terhadap benda-benda. Dengan kata lain

pengenalan inderawi adalah proses peralihan dan potensi ke aktus.

- Physis

Semua benda alamiah (tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia dan

keempat anasir, yaitu air, tanah, udara, api) mempunyai physisinya,

bertumbuhberkembang, mempertahankan diri. Dalam konteks yang

demikian, istilah physis berarti semacam kodrat.

lstilah physis menunjuk arti yang luas yaitu keseluruhan mahluk yang

mempunyai physis sebagai prinsip intern dan bekerja sama secara

selaras. lstilah physis kadang-kadang juga berarti, “alam” atau

“nature”. Di kemudian hari sering dijumpai nature dalam bahasa

18
inggris yang bukan saja berarti alam, tetapi juga bisa memliki arti

“sifat-sifat bawaan”.

- Teleologi

Tiap-tiap mahluk, karena mereka mempunyai sifat physis bukanlah

suatu kebutulan yang membuta, melainkan mempunyai tujuan

(teleologi). Dengan ini Aristoteles mengkritik filsuf-filsuf atomis yang

menganggap atom bergerak “membuta” ke segala arah tanpa tujuan.

Bagi Aristoteles mustahil segala sesuatu berlangsung tanpa tujuan.

Setiap hal benda/peristiwa pasti mempunyai penyebab timbulnya final

atau tujuan.

- Kosmologi

Dua wilayah jagad raya yang pertama yaitu bulan, planit-planit,

bintang-bintang, anasir tunggai (aether) dan bumi yang dibagi menjadi

2 yaitu badan tunggal (terdiri dan satu anasir) dan badan majemuk

(lebih dan satu anasir). Jagad raya bersifat azali dan abadi.

Jagad raya berbentuk bundar dan ada batasnya. Bumi juga bundar dan

tetap “diam” dalam pusat jagad raya (geosentris). Setiap yang

bergerak, menerima gerak dari sesuatu yang lain. Begitulah,

menggerakkan dan digerakkan ini berantai terus menerus. Akan tetapi

mustahil bahwa “gerak menggerakkan ini” tak terhingga. Maka pasti

ada “penggerak pertama” suatu penggerak yang tidak digerakkan

(unmoved mover).

19
Karena jagad raya bersifat azali — abadi, maka harus dikatakan bahwa

“penggerak pertama” juga azali-abadi. Ia tidak bersifat jasmaniah.

Inilah yang dimaksud dengan Tuhan.

6. Pengenalan Rasional

Meski semua makluk hayati mempunyai jiwa, tapi hanya mahluk manusia

sajalah yang memiliki rasio. Rasio ini tidak hanya menangkap satu aspek

sebagaimana indera, melainkan menangkap segala sesuatu yang ada.

Yang ditangkap rasio adalah esensi (hakikat) suatu benda. Rasio dibagi

menjadi 2 yakni:

- rasio pasif (intelectus possibilis), bagian rasio ini “menenima esensi”

- rasio aktif (intelectus agens), bagian rasio ini “melepaskan esensi”

Dan cara rasio menangkap esensi dengan abstraksi.

7. Politik

Aristoteles dalam bukunya menyatakan “bahwa manusia menurut

kodratnya merupakan “Zoon Politikon”atau mahluk sosial yang hidup

dalam negara. Tujuan negara adalah memungkinkan warga negaranya

hidup dengan baik, dalam arti sepenuhnya. Dengan kata lain lembaga-

lembaga yang ada di dalamnya, keluarga di dalam suatu negara, hubungan

antar negara tetangga semua baik.

20
8. Pemerintahan Negara

Pengelolaan/pemerintahan yang baik adalah yang berkiblat pada

pemenuhan kebutuhan/kepentingan warganya, sedangkan yang buruk

adalah yang berkiblat pada pemenuhan kepentingan pengelola/penguasa.

Berdasarkan jumlah personel penguasa dan sifat-sifatnya Aristoteles

membaginya atas :

Yang Buruk Jumlah Penguasa Yang Baik

Tirani Satu orang Monarkhi

Oligarkhi Beberapa orang Aristokrasi

Demokrasi Banyak orang Politeia

Diantara yang baik, Aristoteles mengatakan yang ideal adalah polititeia

yaitu demokrasi demokrat, demokrasi dengan undang-undang dengan cara

memilih wakil-wakil yang dianggap cakap untuk memerintah atau

mengelola negara, yakni mereka yang mengerti “yang baik” bagi warga

negaranya.

E. Penutup

Aristoteles menyatakan, “ilmu pengetahuan” adalah pengetahuan tentang

prinsip-prinsip atau hukum-hukum bukan objek-objek eksternal atau fakta.

Penggunaan prinsip atau hukum berarti berargumentasi (reasoning). Menurut

Aristoteles,mengembangkan “ilmu pengetahuan” berarti mengembangkan prinsip-

21
prinsip, mengembangkan “ilmu pengetahuan” (teori) tidak terletak pada akumulasi

data tetapi peningkatan kualitas teori dan metode. Selanjutnya, menurut Aristoteles,

metode untuk mengembangkan “ilmu pengetahuan” ada dua, yaitu:

- induksi intuitif yaitu mulai dari fakta untuk menyusun hukum

(pengetahuan universal)

- deduksi (silogisme) yaitu mulai dari pengetahuan universal menuju

fakta-fakta.

Hasil murni karya Aristoteles jumlahnya mencengangkan. Empat puluh tujuh

karyanya masih tetap bertahan. Daftar kuno mencatat tidak kurang dari seratus tujuh

puluh buku hasil ciptaannya. Bahkan bukan sekedar banyaknya jumlah judul buku

saja yang mengagumkan, melainkan luas daya jangkauan peradaban yang menjadi

bahan renungannya juga tak kurang-kurang hebatnya. Kerja ilmiahnya betul-betul

merupakan ensiklopedi ilmu untuk jamannya. Aristoteles menulis tentang astronomi,

zoologi, embryologi, geografi, geologi, fisika, anatomi, physiologi, dan hampir tiap

karyanya dikenal di masa Yunani purba. Hasil karya ilmiahnya, merupakan sebagian

kumpulan ilmu pengetahuan yang diperoleh dari para asisten yang spesial digaji

untuk menghimpun data-data untuknya, sedangkan sebagian lagi merupakan hasil

dari serentetan pengamatannya sendiri. Mungkin sekali, yang paling penting dari

sekian banyak hasil karyanya adalah penyelidikannya tentang teori logika.

22
F. Daftar Pustaka

Bertens, Kees. 1999. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius.


Armawi, Armaidy. 2004. Buku Rencana Program Kegiatan Pembelajaran Semester
Filsafat Barat Pra-Modern. Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada.
Sudrajat, Ajat. 2014. Pemikiran Filosof Yunani Klasik. Yogyakarta, Universitas
Negeri Yogyakarta.
Fearn, Nicholas. 2002. Cara Mudah berfilsafat. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Kattsoff, Louis O.. 1996. PengantarFilsafat. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Subur, Agus. 2012. Filsafat Plato dan Aristoteles. Makalah.

23

Anda mungkin juga menyukai