Anda di halaman 1dari 4

LATAR BELAKANG

Proses persalinan adalah keadaan yang fisiologis yang akan dialami oleh ibu bersalin.
Dari proses persalinan pervaginam sering mengakibatkan robekan jalan lahir. Robekan
perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga terjadi pada
persalinan berikutnya (Wiknjosastro, 2008). Robekan ini disebabkan laserasi spontan pada
vagina atau perineum saat bayi di lahirkan (terutama saat kelahiran kepala dan bahu) atau
pada tindakan episiotomi untuk mempercepat kelahiran bayi bila didapatkan gawat janin,
penyulit kelahiran pervaginam (sungsang, distosia bahu, ekstarksi forceps, ekstraksi vacum),
jaringan parut pada perineum atau vagina yang memperlambat kemajuan persalinan
(Sarwono, 2005).
Menurut Henderson (2005) sekitar 85% wanita yang melahirkan spontan pervaginam
mengalami trauma perineum berupa 32-33% karena tindakan episiotomi dan 52% merupakan
laserasi spontan. Di seluruh dunia pada tahun 2009 terjadi 2,7 juta kasus laserasi perineum
pada ibu bersalin, dan sekitar 50% dari kejadian laserasi perineum tersebut terjadi di Asia. Di
Indonesia, sekitar 75% ibu melahirkan secara pervaginam megalami laserasi perineum. Pada
tahun 2013, dari total 1951 kelahiran spontan pervaginam, 57% ibu mendapat jahitan
perineum 28% karena episiotomi dan 29% karena robekan spontan (Anonim, 2012).
Luka perineum dapat mempengaruhi kesejahteraan fisik dan psikologis ibu post
partum, sekitar 23-24% ibu post partum mengalami nyeri dan ketidaknyamanan selama 12
hari post partum. Sebuah penelitian dengan survei skala besar yang telah dilakukan dua bulan
pada ibu postpartum sebagian besar hasil penelitian ibu mengatakan masih merasakan nyeri
pada perineumnya, 77% di antaranya adalah primipara dan 52 % multipara (Francisco. A.A et
al., 2010).
Robekan perineum ada yang perlu tindakan penjahitan ada yang tidak perlu. Dari
jahitan perineum tadi pasti menimbulkan rasa nyeri (Chapman, Vicky, 2006:265). Nyeri
laserasi perineum jelas akan menimbulkan dan mempengaruhi kesejahteraan perempuan
secara fisik, psikologis dan sosial pada periode postnatal baik secara langsung maupun dalam
jangka panjang (Henderson, 2005). Ketidaknyamanan dan nyeri yang dialami ibu post partum
akibat robekan perineum biasanya ibu takut untuk bergerak setelah persalinan. Bahkan nyeri
akan berpengaruh terhadap mobilisasi, pola istirahat, pola makan, psikologis ibu, kemampuan
untuk buang air besar atau buang air kecil, aktifitas sehari-hari dalam hal menyusui dan
mengurus bayi (Judha, 2012; Kettle et al, 2011). Dampak dari mobilisasi yang terganggu
dapat menyebabkan subinvolusi, pengeluaran lokea yang tidak lancar dan perdarahan post
partum (Rahmawati, 2013).
Survei awal yang dilakukan pada 15 responden ibu post partum dengan jahitan
perineum di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro didapatkan bahwa 87% ibu post partum
mengalami nyeri perineum. Dari data tersebut diatas masih banyak ibu post partum yang
mengalami nyeri. Pada ibu post partum yang mengalami rasa nyeri bisa mendukung
terjadinya stress yang akan meningkatkan keletihan (Mubarak, 2007). Ibu post partum yang
mengeluhkan nyeri tersebut biasanya merasa takut untuk duduk, menggendong bayinya,
berlatih berjalan, dan ke kamar mandi. Dari ibu post partum yang berjumlah 15 orang, 12
orang ibu diantaranya lebih memilih alternatif obat untuk mengurangi rasa nyerinya tersebut.
Beberapa upaya yang telah dilakukan tenaga kesehatan untuk mengurangi nyeri pada ibu post
partum dengan laserasi perineum dilakukan dengan cara mengajarkan teknik relaksasi napas
dalam, kemudian jika ibu masih mengeluhkan nyeri maka dianjurkan untuk minum obat asam
mefenamat atau pemberikan injeksi ketorolac.
Berbagai metode untuk mengatasi nyeri luka perineum dapat dilakukan baik secara
farmakologi atau non farmakologi. Metode dalam mengatasi nyeri secara farmakologi lebih
efektif dibandingkan dengan metode non farmakologi. Namun, metode farmakologi
berpotensi memberikan efek samping bagi ibu seperti memberikan analgetik asam mefenamat
yang dapat menyebabkan nyeri pada lambung ibu (Firdayanti, 2009). Penanganan nyeri
secara farmakologi beresiko juga bagi bayi karena masuk kedalam peredaran darah yang
terkumpul pada air susu ibu seperti reaksi alergi dan diare pada bayi (Suradi, 2010).
Sedangkan secara non farmakologi lebih aman diterapkan karena mempunyai risiko yang
lebih kecil, tidak menimbulkan efek samping serta menggunakan proses fisiologis (Bobak et
al, 2005). Terapi non farmakologi yang dapat diberikan untuk mengurangi nyeri antara lain
distraksi, biofeedback, hipnosis diri, yoga, mengurangi presepsi nyeri, stimulasi kutaneus,
pemberian kompres hangat dan kompres dingin, arome terapi serta massage.
Berdasarkan survei pendahuluan tersebut, penulis tertarik ingin mengetuhi lebih jauh
tentang nyeri perineum pada ibu post partum. Penulis tertarik untuk melakukan analisis jurnal
tentang "Pengaruh teknik nonfarmakologi terhadap pengurangan nyeri luka perineum pada
ibu postpartum".
RUMUSAN MASALAH

Problem : Ibu post partum yang mengalami nyeri perineum


Intervention : Teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri
Comparisson : -
Outcome : Efek terhadap nyeri perineum

Proses pencarian jurnal melalui www.sciencedirect.com dengan kata kunci “post partum” dan
“perineum” dan “pain”. Dengan topik jurnal yang dipublikasikan pada 5 tahun terakhir dan
full paper tersedia.

Proses pencarian jurnal melalui www.ncbi.nlm.nih.gov dengan kata kunci “Post partum” dan
“Perineum” dan “Pain” diperoleh 12 jurnal terkait yang dipublikasi 5 tahun teakhir. Dari 12
jurnal dipilih dua jurnal yang berkaitan dengan intervensi yang akan dibahas ditambah
dengan pertimbangan: tahun terbit dan full paper tersedia.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2012). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC


Bobak, Lowdwermilk, Jasen. (2005). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC
Firdayanti. (2009). Terapi Nyeri Persalinan Non Farmakologis Yogyakarta: Nuha Medika
Fransisco, A. A., Oliveira, S. M. J. V., et al. (2010). Evaluation and treatment of perineal pain
in vaginal post partum. Acta Paul Enferm 2011; 24(1): 94-100
Henderson C, Bick D. (2005). Perineal care: an in international issue. London: Cromwell
Press
Judha, M. 2012, Teori Pengukuran Nyeri, Nyeri Persalinan. Yogjakarta : Nuha Medika
Kettle, C dan Frohlich, J. (2011). Perineal Care. Consultant Midwife and Supervisor of
Midwives, Women's Health Directorate, Journal List of BMJ Clin Evid. Published
[online] Apr 11 v.2011; 2011
Kemenkes RI. (2016). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015. Jakarta: KEMENKES RI.
Mochtar, Rustam. (2005). Sinopsis Obstetri, Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Jakarta :
EGC.
Mubarak Iqbal, (2007). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori Dan Aplikasi Dalam
Praktik ; Cet. 1, Jakarta : EGC
Riswandi, (2005). Ibu Bersalin dan Nifas. Jakarta. Graha ilmu.
Rahmawati, ES. (2013). Pengaruh Kompres Dingin Terhadap Pengurangan Nyeri Luka
Perineum Pada Ibu Nifas di BPS Alfirdaus Kingking Kabupaten Tuban. Vol.5 No 2
Desember, 43-46.
Sarwono. (2005). Ilmu Kebidanan. Jakarta : EGC
Suherni, (2009). Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta. Fitramaya.
Suradi, R. (2010). Pemberian Obat Bagi Ibu Yang Menyusui: IDAI
Wiknjosastro, (2008). Ilmu kandungan. Jakarta. Bina Pustaka.
Wulandari, S.R, Handayani, S. (2011). Asuhan Kebidanan Ibu Masa Nifas. Yogyakarta:
Gosyen Publishing.
Wiwin Widayani. (2016). Aromaterapi Lavender dapat Menurunkan Intensitas Nyeri
Perineum pada Ibu Postpartum. Journal Ners And Midwifery Indonesia , vol.4 No.3

Anda mungkin juga menyukai