PENDAHULUAN
masyarakat yang saling berkaitan satu dengan lainnya. Jadi dapat dikatakan bahwa
kriminalitas adalah interaksi antara fenomena yang ada dan saling mempengaruhi.
dianggap menyimpang dari nilai moral yang berlaku dalam masyarakat. Masalah-
merupakan bagian dari protes sosial. Menurut Hobsbawm bandit dapat dibedakan
menjadi dua yaitu bandit biasa (ordinary bandit) dan bandit sosial (sosial bandit).
menentang hukum. Secara lebih rinci pengertian bandit dibedakan menjadi empat,
1Soemarsaid Moertono, 1985, Negara dan Usaha Bina Negara di Jawa Masa Lampau, Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, hlm. 99-100.
2Bowman, P.J. 1976. Sosiologi: Pengertian dan Masalah. Yogyakarta: Yayasan Kanisius.
1
2
kejam dan tanpa rasa malu (gangster), 3) seseorang yang mendapat keuntungan
penguasa. Para bandit yang sering dianggap sebagai penjahat oleh penguasa
setempat justru dianggap teman oleh sekelompok masyarakat dan bahkan terjalin
hubungan yang baik antara bandit dan masyarakat. Demikian ternyata terdapat
dua sisi yang berbeda tentang penilaian terhadap perbanditan. Di satu sisi
formal yang berlaku pada saat itu, sehingga bandit dianggap pelanggar hukum
lain masyarakat belum tentu menganggap bandit sebagai orang yang berani
Terdapat pula bandit yang dibenci oleh Pemerintah Kolonial juga dibenci
oleh masyarakat yaitu bandit yang dalam setiap tindakannya selalu menggunakan
atau miskin, bahkan mereka tak segan-segan melukai atau bahkan membunuh
korbannya.
4Sartono Kartodirdjo, 1986, Kepemimpinan Dalam Dimensi Sosial. Jakarta: LP3S, hlm.
74-94.
3
Tanah apanage merupakan tanah yang subur sehingga sangat baik bagi
dengan sistem penguasaan tanah secara perorangan atau individu. Hal ini
Kolonial berusaha mendominasi semua aspek yaitu aspek ekonomi, aspek sosial
positif bagi masyarakat, yaitu dengan diakuinya tanah sebagai hak milik
secara langsung dari petani dan bahkan dalam jangka waktu yang sangat lama
yaitu lebih dari 30 tahun. Hal ini menguntungkan bagi perusahaan perkebunan
karena mereka dapat menyewa langsung dari petani. Pihak perkebunan lebih
senang menyewa tanah secara langsung pada petani daripada kepada bangsawan
sebagai pemegang patuh, sebab posisi petani secara perorangan lebih lemah.
5Sajogyo dan Pudjiwati Sajogyo, 1990, Sosiologi Pedesaan Jilid I, Yogyakarta: UGM Press, hlm.
36-43.
4
Ditambah lagi kondisi ekonomi para petani yang telah menyudutkan mereka agar
membuatnya menjadi sangat kaya, tetapi bagi para petani justru semakin
Hal itu mendorong para petani yang merasa tidak puas dengan kebijakan
Kolonial menilai para bandit tersebut hanya sebagai para penjahat, perusuh dan
6Darsiti Soeratman, 1989, Kehidupan Dunia Keraton Surakarta 1830-1939, Yogyakarta: Taman
Siswa, hlm. 15.
7Djoko Suryo, 1989, Sejarah Sosial Pedesaan di Keresidenan Semarang 1830-1900. Yogyakarta:
UGM Press, hlm. 51-54.
5
pemberani dan pembela kaum lemah. Petani menganggap bandit sebagai orang
Dalam hal ini bandit tersebut adalah bandit sosial yaitu suatu bentuk perbanditan
kepada rakyat miskin yang oleh para petani pedesaan selalu dilindungi dan
antek-anteknya. Para bandit sosial biasanya muncul bila terjadi suatu penindasan
B. Perumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
lainnya.
perbanditan.
maraknya perbanditan.
D. Manfaat Penelitian
1870-1920.
sejarah sosial.
E. Tinjauan Pustaka
dilematis, yaitu di satu pihak kota menjanjikan kehidupan yang lebih baik tetapi di
lain pihak daya dukung kota tidak dapat memenuhi janji tersebut. Di samping itu
muncul akibat sampingan yang tak terelakkan, yaitu terdapat kepincangan sosial
dijelaskan bahwa salah satu motif terkuat terjadinya perbanditan adalah apabila
perasaan keadilan dilanggar, misalnya, kabayan desa mencuri kas desa jutaan
rupiah hanya dihukum 3 bulan, sedang kakak atau adiknya yang mencuri ayam
Salah satu penyebab lain banditisme adalah konsep dan struktur pengikut di
sekitar orang jago. Lurah, polisi atau pejabat lain di mata rakyat adalah jago.
Disamping Lurah selalu ada seorang atau beberapa jago desa, dan mereka ini
dapat melakukan fungsi lurah dalam melindungi, menarik upeti atau menjadi
penghubung antara penghuni desa dan dunia luar.11 Tulisan Onghokham ini sangat
masyarakat.
monopoli Negara atas sarana-sarana kekerasan yang telah digali oleh tokoh-tokoh
paling utama di Indonesia. Hal itu sering berpaling pada kekerasan untuk
10Heniy Astiyanto, 2003, Sosiologi Kriminalitas, Yogyakarta: Legal Center 97, hlm. 1-2.
11Onghokham, “Gali-gali dan Masyarakat Kita”, Tempo, 4 Juni 1983, hlm. 54.
8
kota, kaum muda yang hilang arah atau suka mencari masalah, juga para militer
Metode menggunakan orang lain untuk mengerjakan tugas kotor seseorang ini
bukanlah hak yang baru di Jawa, namun penggunaanya meluas dengan cepat
selama kekuasaan Soeharto. Hal ini membawa apa yang disebut oleh Nico Schulte
Nordholt “anarki kekuasaan” karena terbukti sangat sulit untuk membasmi para
antek ini begitu mereka menyelesaikan tugasnya.12 Tulisan Nico Schulte Nordholt
Surakarta pada abad XIX timbul karena ketidakpuasan dari golongan besar
akibat perubahan sosial dan ekonomi kolonial yang intensif di sektor agraria.
Adalah wajar jika dalam kondisi obyektif muncul perubahan baru dalam
kedudukan ekonomi maupun politik.13 Dalam buku ini belum dijelaskan mengenai
12Nico Schulte Nordholt. 2003. “Kekerasan dan Anarki Negara Indonesia Modern” dalam Frans
Husken dan Huub de Jonge (eds), Orde Zonder Order: Kekerasan dan Dendam di Indonesia
1965-1998. Yogyakarta: LKiS, hlm. 9.
berakibat pada timbulnya perasaan tidak puas petani. Para petani merasa bahwa
bentuk perbanditan yang terjadi di Jawa pada masa kolonial, yang meliputi Jawa
Tengah yaitu di Yogyakarta dan Surakarta, Jawa Timur di daerah Pasuruan dan
Probolinggo dan Jawa Barat yaitu di Banten dan Batavia, sehingga buku ini belum
secara rinci menjelaskan tentang perbanditan yang terjadi di Surakarta, serta buku
tentang bandit sosial dan dalam buku ini juga belum dibahas mengenai
Perbanditan pada masa revolusi merupakan suatu bentuk refleksi kelampauan dan
tidak dapat dilepaskan dari tiga patokan yang terjadi sebelum masa revolusi, yaitu
eksploitasi pada masa kolonial Belanda, penindasan pada masa Jepang, dan
Tulisan Julianto Ibrahim ini sangat membantu untuk mengetahui latar belakang
masa sebelum revolusi (masa kolonial). Dalam buku ini Julianto Ibrahim
Dalam buku ini tidak secara khusus membicarakan tentang bandit tetapi berbagai
macam kriminalitas yang secara umum terjadi di Surakarta pada waktu itu, yaitu:
pemalsuan uang dan penimbunan uang receh. Dalam buku ini dijelaskan tentang
tersebut sehingga yang tampak hanyalah penambahan pasukan polisi saja tanpa
berada di berbagai negara, siapa sajakah yang dapat disebut sebagai bandit sosial
yang secara hukum adalah siapa saja yang termasuk dalam kelompok orang yang
menyerang dan merampok dengan kekerasan, tetapi tetap merupakan bagian dari
15Julianto Ibrahim, 2004, Bandit dan Pejuang di Simpang Bengawan. Kriminalitas dan
Kekerasan Masa Revolusi di Surakarta. Wonogiri: Bina Citra Pustaka.
11
penuntut balas, pejuang keadilan dan pembebas. Dalam buku ini juga dijelaskan
bahwa para bandit tersebut didukung dan dikagumi bahkan dibantu dalam setiap
aksinya. Dapat disimpulkan bahwa terdapat dua pendapat yang bertolak belakang
mengenai perbanditan ini. Para bandit sosial ini merupakan suatu fenomena sosial
yang paling universal yang terdapat di tengah-tengah masyarakat. Bandit sosial ini
menindasnya.16
Inggris yaitu ”crime” yang artinya kejahatan. Suatu perbuatan dapat disebut
diartikan bahwa ”crime” kejahatan dan ”criminal” dapat diartikan jahat atau
kata ”bandit” yang berarti penjahat, pencuri (penyerobot) atau tokoh penjahat
dalam cerita drama. Sedangkan perbanditan atau banditisme adalah cara-cara atau
17Abdul Syani, 1987, Sosiologi Kriminalitas, Bandung: CV Remadja Karya, hlm. 11.
18Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2002, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:
BalaiPustaka, hlm. 100.
12
Bandit dapat dibedakan menjadi dua yaitu bandit biasa (ordinary bandit)
dan bandit sosial (social bandit). Bandit biasa merupakan kriminalitas murni
dengan jalan kriminal tanpa adanya sebab-sebab lain. Ciri-ciri yang muncul dalam
atau miskin, pribumi atau orang Belanda. Sedangkan bandit sosial adalah suatu
petani, dan ciri-cirinya adalah operasi mereka masih sangat lokal, berusia pendek,
terpisah-pisah dan tradisionil, selain itu mereka lebih selektif dalam menentukan
korbannya, biasanya korban tersebut berasal dari orang-orang Belanda atau yang
petani.19
De Angger Nawala Pradata (1930) terdapat serat Jugul Muda dan serat Sultan
Surya Ngalam yang membahas tentang hukuman yang harus diterima seseorang
yang terbukti mencuri yaitu denda dengan mengganti sejumlah barang yang
hilang atau yang dicurinya, hukuman tersebut disebut kisas yang berupa hukuman
F. Metode Penelitian
(heuristik), kritik sumber, interpretasi yang merupakan analisa dan sintesa serta
berikut21:
dengan permasalahan yang sedang dikaji (heuristik). Data yang digunakan dalam
penelitian ini diperoleh dari berbagai sumber. Hal ini disebabkan karena jenis
penelitian ini adalah menggunakan metode historis, maka jenis sumber data yang
digunakan adalah data yang berupa arsip antara lain: Rijksblad Mangkunagaran
no. 28 tahun 1917 dan no. 8 tahun 1918, Rijksblad Soerakarta no. 25 tahun 1915
dan no. 36 tahun 1918, Staatsblad tahun 1848 no. 9 dan Staatsblad tahun 1847 no.
30, buku ”Ha” jilid II tahun 1848-1895, Memorie van Overgave der Residentie
Soerakarta tahun 1914 dan 1918 yang ditemukan di perpustakaan Rekso Pustoko
Pustaka Surakarta. Selain arsip penelitian ini juga menggunakan data primer yang
berupa terbitan resmi sezaman atau surat kabar, antara lain: Darmo Kondo tahun
1918-1920, Boedi Oetomo tahun 1920, Neratja tahun 1920 dan Sin Po tahun
1920.
Tahap kedua adalah kritik sumber, yaitu sumber maupun data yang sudah
didapat dikelompokkan sesuai kriteria, terutama kejadian atau peristiwa apa saja
yang terjadi dan terjadi pada tahun berapa, kemudian dipilih dan diseleksi sumber-
Tahap ketiga adalah interpretasi, tahap ini terbagi menjadi dua bagian,
yaitu: analisis dan sintesa. Analisis dilakukan dengan cara menguraikan data-data
merupakan penyatuan kedua sumber, sumber primer dan dilengkapi pula dengan
yaitu menyusun fakta-fakta dalam suatu sintesis sebagai satu satuan yang utuh.
Penulisan tentang perbanditan di Keresidenan Surakarta ini ditulis mulai dari latar
penanggulangan perbanditan.
G. Sistematika Penulisan
sistematika penulisan.
lainnya, mulai dari pemimpin dan anggota bandit, struktur organisasi, kasus-kasus