Anda di halaman 1dari 8

TEKNOLOGI PENGELOLAAN LIMBAH AGROINDUSTRI UNTUK

MENGURANGI PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

SUNTHIO BARRAN CIA AR

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit


yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan kepada manusia melalui
gigitan nyamuk Aedies Aegypti dan Aedes Albocpictus. Penyakit DBD terjadi
didaerah tropis dan subtropis terutama Asia Tenggara1. Data WHO pada 2008,
DBD sudah menjadi penyakit endemik lebih dari 100 negara dan tercatat terjadi
1.2 juta kasus penyakit DBD dan naik pada 2013 menjadi 2.35 juta kasus DBD
diberbagai dunia2. Indonesia pada tahun 2017 data Kementrian Kesehatan RI,
jumlah kasus Penyakit DBD yaitu 68.407 penduduk dengan jumlah kasus
kematian akibat Penyakit DBD adalah 493 jiwa. Dan Incidence Rate (IR) 26.12
per 100.000 penduduk Indonesia1,5.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) terjadi akibat berbagai faktor
penyebab. Faktor penyebab yang sering terjadi yaitu faktor kebersihan ligkungan,
gaya hidup, limbah industri dan faktor penyebab lainnya. Faktor yang sekarang
sering terjadi akibat limbah cair agroindustri. Gejala yang timbul akibat Penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD) yaitu suhu tubuh tinggi, kurang nafsu makan,
badan lesu dan lelah menerus, mual hingga muntah, dan kelenjar getah bening
bengkak.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang disebabkan kebocoran
plasma yang diduga karena proses immunologi. Timbul akibat reaksi tubuh
terhadap masuknya virus yang berkembang di dalam peredaran darah dan
ditangkap oleh makrofag. Selama 2 hari akan terjadi viremia (sebelum timbul
gejala) dan berakhir setelah lima hari timbul gejala panas. Makrofag akan menjadi
antigen presenting cell (APC) dan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik
makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan mengaktifasi
sel T -sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah memfagosit virus. Lalu
mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi3.

1
Setelah masuk dalam tubuh manusia, virus dengue berkembang biak
dalam sel retikuloendotelial yang selanjutnya diikuti dengan viremia (sebelum
timbul gejala) yang berlangsung 5-7 hari. Akibatnya, muncul respon imun
humoral dan selular, antara lain anti-netralisasi, anti-hemaglutinin dan anti-
komplemen. Antibodi yang muncul pada umumnya adalah Immunoglobulin G
dan Immunoglobulin M, pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk, dan
pada infeksi sekunder kadar antibodi yang telah ada akan menjadi meningkat3,5.
Hampir setiap daerah pasti menemukan limbah cair hasil dari agroindustri.
Limbah – limbah cair ini menjadi faktor yang sering menyebabkan terjadi
Penyakit Demam Berdarah (DBD) berkembang. Saat ini, pencegahan dan
penanganan masih kurangan efektif dan efesiensi. Tatalaksana dengan cara
menguras, mengubur dan menutup yang masih konvesional. Cara tersebut masih
kurang efektif dalam meningkatkan harapan terhindar Penyakit Demam Berdarah
(DBD). Tatalaksana dengan menggunakan obat semprot, obat bakar, dan fogging
tetap masih kurang efektif dan efesien. Seringkali tatalaksana tersebut
menyebabkan nyamuk pembawa Penyakit Demam Berdarah (DBD) menjadi lebih
Resistensi. Dan pada akhirnya akan meningkatkan dosis yang ada pada obat
semprot, obat bakar, dan fogging yang menimbulkan penyakit lain, seperti kanker
paru –paru, asma dan penyakit pernafasan lainnya.
Melihat fakta tersebut, tantangan terbesar saat ini adalah mencari alternatif
pengurangan limbah yang menjadi tempat terjadinya Penyakit Demam Berdarah
(DBD) berkembang. Dengan pendekatan IPTEK (Ilmu Pengetahuan Dan
Teknologi) bisa menjadi sebuah titik terang dalam pemecahan masalah tersebut.
Namun, pertanyaan mucul, mengapa harus ‘IPTEK’ menjadi titik terang?.
Jawabannya karena setiap saat IPTEK akan selalu berkembang, apalagi masalah
tentang limbah cair agroindustri yang menjadi permasalahan semua orang yang
menyebabkan berbagai penyakit termasuk nyamuk pembawa Penyakit Demam
Berdarah (DBD). Salah satu perkembangan IPTEK terbaru adalah pengelolaan air
limbah menjadi air bersih layak pakai dan minum.

2
Berikut kadar minimum dalam suatu limbah

Gambar 1. Kadar minimum Limbah5

Maka dari itu pada tulisan ini, penulis ingin memberikan ajakan kepada
masyarakat agroindustri mengenai pengelolaan air limbah cair agroindustri
menjadi air bersih dan layak pakai. Pada awalnya, kita hanya menggunakan air
bersih yang ada di alam kemudian membiarkan dan membuang air limbah begitu
saja. Namun, saat ini banyak yang sudah mengembangkan berbagai teknologi
yang dapat mengelola air limbah menjadi air bersih sehingga terhindar dari
berbagai penyakit terutama Penyakit Demam Berdarah (DBD) dan juga air yang
sudah dikelola bermanfaat untuk kehidupan masyarakat sehari –hari.
Pengelolaan ini bertujuan mendaur ulang limbah agroindustri, proses daur
ulang air limbah ini merupakan fokus tersendiri bagi insinyur kimia, terutama
masalah efektif dan efisiensi penggunaan air. Teknologi seperti membran
bioreactor (MBR) merupakan contoh teknologi yang telah digunakan untuk
mengolah air limbah. Namun, penggunaan air hasil daur ulang ini terhambat
karena persepsi negatif dari konsumen. Sebuah studi di Australia menunjukkan
bahwa penggunaan air hasil daur ulang berupa air bersih yang layak pakai akan
diterima oleh masyarakat apabila air tersebut sudah dikumpulkan, diolah, dan
diproses menjadi air bersih layak pakai4.
Pada tulisan ini, penulis mengajak masyarakat terutama masyarakat
agroindustri untuk mengolah air limbah menjadi air bersih layak pakai bahkan
bisa diminum. Pengelolaan air limbah dilakukan dengan pengumpulan pada suatu
tempat khusus, kemuadian diolah pemisahan antara kotoran dan air, lalu diproses
agar menjadi air bersih dan layak pakai bahkan layak minum. Seperti yang ditulis
tadi bahwa teknologi membran bioreactor (MBR) memberikan kesan negatif pada

3
masyarakat karena tidak melalui langkah –langkah tadi yaitu dikumpulkan,
diolah, dan diproses menjadi air bersih layak pakai. Sekarang telah ditemukan
solusi baru yaitu Integrated Membrane System (IMS) yang menempuh langkah
dikumpulkan, diolah, dan diproses menjadi air bersih layak pakai dan minum4,1.
Integrated Membrane System (IMS) yaitu sebuah istilah yang digunakan
untuk mendeskripsikan sistem pengolahan air yang menggunakan membran dalam
suatu tahapan prosesnya. IMS dapat terbentuk dari gabungan dua atau lebih proses
membran atau sistem yang mengombinasikan membran dengan proses lainnya.
Teknologi pengolahan daur ulang air mendorong terbentuknya alat pengolah air
untuk membuat desain yang inovatif serta memenuhi tujuan dari dilakukannya
pengelolaan air ini. Integrated Membrane System (IMS) merupakan salah satu
solusi yang lebih baik untuk memenuhi tujuan untuk melakukan proses daur ulang
air. Kombinasi antara elektrodialisis reversal dan kristalisasi/ penguapan untuk
mengcapai tujuan zero liquid discharge dari proses yang menggunakan biaya dan
modal operasi yang minimal4,2.
Integrated Membrane System (IMS) memiliki 3 jenis bentuk pengelolaan
air, yaitu Ultrafiltrasi dan Mikrofiltrasi (Pressure Driven Processes), Reverse
Osmosis dan Nanofiltrasi (Pressure Driven Processes), dan Elektrodialisis.
Dengan salah satu jenis Integrated Membrane System (IMS) saja sadah tercapai
langkah dikumpulkan, diolah, dan diproses menjadi air bersih layak pakai minum.
Dan juga mengurangi prevalensi dari Penyakit Demam Berdarah (DBD) 4,3.

Apa itu Ultrafiltrasi dan Mikrofiltrasi (Pressure Driven Processes)?


Ultrafiltrasi dan Mikrofiltrasi (Pressure Driven Processes) yakni membran
yang biasanya digunakan untuk menghilangkan padatan tersuspensi dan bakteri.
Terdapat berbagai jenis bentuk membran yang dapat digunakan untuk sistem ini
diantaranya adalah spiral wound, hollow fiber, flat sheet, tubular, dan ceramic.
Hollow fiber merupakan jenis membran yang biasa digunakan untuk sistem MF
(Mikrofiltrasi) atau UF (Ultrafiltrasi) karena kemampuannya untuk mengatasi air
berkonsentrasi tinggi dengan biaya yang sesuai. Hollow fiber UF/MF membran
mengandung ribuan hollow fiber dengan diameter 0,5-1 mikron. Air limbah dari
luar diumpankan dan ditekan hingga melewati membrane. Air yang sudah bersih

4
(produk) ditampung di dalam fiber dan padatan tersuspensi akan tertinggal di luar
membrane. Cara membersihkan kotoran yang sudah menumpuk adalah dengan
melakukan backwash dengan frekuensi tergantung kualitas air limbah yang
disaring. Secara umum pembersihan membrane dilakukan antara tiap 20 menit
sampai tiap beberapa jam4,4.

Gambar 2. Ultrafiltrasi dan Mikrofiltrasi (Pressure Driven Processes)4


Apa itu Reverse Osmosis dan Nanofiltrasi (Pressure Driven Processes)?
Reverse osmosis (RO) yaitu sebuah proses yang dikendalikan oleh
tekanan. Membran RO dapat meningkatkan tekanan air pada bagian TDS (Total
Disolved Solid) yang tinggi menjadi diatas tekanan osmotiknya dan mendorong
air untuk melewati membrane hingga sisi dengan TDS rendah. Sama halnya
dengan nanofiltrasi (NF), perbedaannya hanya terletak pada tekanan NF yang
rendah4,5.
Sistem RO sudah mampu menghilangkan lebih dari 90-95% TDS.
Sedangkat NF secara umum menghilangkan ion divalent dan senyawa-senyawa
organik. RO dan NF digunakan setelah air melewati proses penghilangan
kandugan logam yang mungkin mengoksidasi membrane. RO banyak digunakan
untuk daur ulang air limbah dalam industri karena kemampuannya menyaring
bakteri dan patogen dengan kandungan TDS air yang rendah4,6.

Gambar 3. Reverse Osmosis dan Nanofiltrasi (Pressure Driven Processes)4

5
Apa itu Elektrodialisis?
Elektrodialisis adalah suatu proses yang digerakkan secara elektrik
menggunakan potensial tegangan yang menggerakkan ion bermuatan melewati
membrane semipermeabel. Proses ini akan mengurangi TDS dalam air limbah
yang diproses. RED adalah teknologi pembangkit energi listrik yang
menggunakan proses yang berprinsip berlawanan terhadap teknologi
elektrodialisis. Fluks ion yang menghasilkan beda salinitas antara dua buah
larutan dikonversi secara langsung menjadi arus listrik. Proses ini biasanya
digunakan untuk air dengan TDS 200-5000. Dengan bantuan EDR proses ini
mampu mencapai air dengan kualitas diatas hasil RO. EDR sudah mampu
memproduksi air dengan kualitas air minum4,7.

Gambar 4. Elektrodialisis

Dengan bantuan pemerintah pengelolaan air limbah menjadi air bersih


layak pakai minum dan juga mengurangi prevalensi dari Penyakit Demam
Berdarah (DBD) ini bisa terwujud karena bukan hanya dari proses yang
menggunakan biaya dan modal operasi yang minimal tetapi untuk meyediakan air
bersih yang dapat digunakan ketika terjadi kekeringan atau kekurangan air bersih
sehingga bisa dijadikan air bersih cadangan yang layak pakai dan minum4,8.
Berdasarkan data yang telah dipaparkan, adapun beberapa hal yang dapat
disimpulkan adalah pengelolaan air limbah agroindustri yang menjadi air layak

6
pakai dan minum juga bisa mengurangi prevalensi Penyakit Demam Berdarah
(DBD). Karena nyamuk vektor pembawa Penyakit Demam Berdarah (DBD) yaitu
nyamuk Aedies Aegypti dan Aedes Albocpictus biasa berkembang dialiran
limbah dan lsebagainya. Tantangan utama pengelolaan air limbah menjadi air
bersih layak pakai dan minum yakni mengunakan IPTEK terbarukan. Maka dari
itu, penulis ingin memberikan suatu perkembangan IPTEK melalui Integrated
Membrane System (IMS) dengan memanfaatkan langkah dikumpulkan, diolah,
dan diproses menjadi air bersih layak pakai minum. Hal ini dikarena masyarakat
akan menggunakan air tersebut karena sudah melalui langkah dikumpulkan,
diolah, dan diproses menjadi air bersih layak pakai minum sehingga masyarakat
akan memanfaatkan hal tersebut untuk kebutuhan sehari –hari.

7
Daftar Pustaka
1. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
tentang Situasi
2. Dengue. 2014. World Health Organization (WHO), Dengue: Guidelines
For Diagnosis, Treatment, Prevention And Control. 2009.
3. Candra, A., Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis dan
Faktor Resiko Penularan, 2010; 2(2):110-119
4. Supriyatno, B., Pengelolaan Air Limbah Yang Berwawasan Lingkungan
Suatu Strategi dan Langkah Penangannannya, 2010; 1(1): 1-10
5. Fairus, A.S., Penanganan dan Pengolahan Limbah Agroindustri:
Karakterisitik Limbah dan Pengelolaannya, 2015: 5-6

Anda mungkin juga menyukai